Pengertian dan Definisi Waralaba ( Franchise )
Pengertian Franchise berasal dari bahasa Perancis affranchir yang berarti to free yang artinya membebaskan. Dengan istilah franchise di dalamnya terkandung makna, bahwa seseorang memberikan kebebasan dari ikatan yang menghalangi kepada orang untuk menggunakan atau membuat atau menjual sesuatu. Dalam bidang bisnis franchise berarti kebebasan yang diperoleh seorang wirausaha untuk menjalankan sendiri suatu usaha tertentu di wilayah tertentu.
Franchise ini merupakan suatu metode untuk melakukan bisnis, yaitu suatu metode untuk memasarkan produk atau jasa ke masyarakat. Selanjutnya disebutkan pula bahwa franchise dapat didefinisikan sebagai suatu sistem pemasaran atau distribusi barang dan jasa, di mana sebuah perusahaan induk ( franchisor ) memberikan kepada individu atau perusahaan lain yang berskala kecil dan menengah ( franchisee ), hak-hak istimewa untuk melaksanakan suatu sistem usaha tertentu dengan cara yang sudah ditentukan, selama waktu tertentu, di suatu tempat tertentu.
Dari segi bisnis dewasa ini, istilah franchise dipahami sebagai suatu bentuk kegiatan pemasaran dan distribusi. Di dalamnya sebuah perusahaan besar memberikan hak atau privelege untuk menjalankan bisnis secara tertentu dalam waktu dan tempat tertentu kepada individu atau perusahaan yang relatif lebih kecil. Franchise merupakan salah satu bentuk metode produksi dan distribusi barang atau jasa kepada konsumen dengan suatu standard dan sistem eksploitasi tertentu. Pengertian standar dan eksploitasi tersebut meliputi kesamaan dan penggunaan nama perusahaan, merek, serta sistem produksi, tata cara pengemasan, penyajian dan pengedarannya.
Sementara itu Munir Fuady menyatakan bahwa Franchise atau sering disebut juga dengan istilah waralaba adalah suatu cara melakukan kerjasama di bidang bisnis antara 2 ( dua ) atau lebih perusahaan, di mana 1 ( satu ) pihak akan bertindak sebagai franchisor dan pihak yang lain sebagai franchisee, di mana di dalamnya diatur bahwa pihak-pihak franchisor sebagai pemilik suatu merek dari know-how terkenal, memberikan hak kepada franchisee untuk melakukan kegiatan bisnis dari / atas suatu produk barang atau jasa, berdasar dan sesuai rencana komersil yang telah dipersiapkan, diuji keberhasilannya dan diperbaharui dari waktu ke waktu, baik atas dasar hubungan yang eksklusif ataupun noneksklusif, dan sebaliknya suatu imbalan tertentu akan dibayarkan kepada franchisor sehubungan dengan hal tersebut.
Selanjutnya Munir Fudy mengatakan lagi bahwa Franchisee adalah suatu lisensi kontraktual diberikan oleh franchisor kepada franchisee yang :
- Mengizinkan atau mengharuskan franchisee selama jangka waktu franchise, untuk melaksanakan bisnis tertentu dengan menggunakan nama khusus yang dimiliki atau berhubungan dengan pihak franchisor.
- Memberikan hak kepada franchisor untuk melaksanakan pengawasan berlanjut selama jangka waktu franchise terhadap aktivitas bisnis franchise oleh franchisee
- Mewajibkan pihak franchisor untuk menyediakan bantuan kepada franchisee dalam hal melaksanakan bisnis franchise tersebut semisal memberikan bantuan pendidikan, perdagangan, manajemen, dan lain-lain.
- Mewajibkan pihak franchisee untuk membayar secara berkala kepada franchisor sejumlah uang sebagai imbalan penyediaan barang dan jasa oleh pihak franchisor.
Adapun definisi franchise menurut Asosiasi Franchise International adalah “suatu hubungan berdasarkan kontrak antara franchisor dengan franchisee. Pihak franchisor menawarkan dan berkewajiban memelihara kepentingan terus-menerus pada usaha franchise dalam aspek-aspek pengetahuan dan pelatihan. Sebaliknya franchisee memiliki hak untuk beroperasi di bawah merek atau nama dagang yang sama, menurut format dan prosedur yang ditetapkan oleh franchisor dengan modal dan sumber daya franchisee sendiri”
Sedangkan menurut Asosiasi Franchise Indonesia yang dimaksud dengan franchise adalah “suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir, dimana pemilik merek ( franchisor ) memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu”
Menurut Munir Fuady, bahwa franchise mempunyai karakteristik yuridis / dasar sebagai berikut :
- Unsur Dasar Ada 3 (tiga) unsur dasar yang harus selalu dipunyai, yaitu :
- Pihak yang mempunyai bisnis franchise disebut sebagai franchisor.
- Pihak yang mejalankan bisnis franchise yang disebut sebagai franchisee.
- Adanya bisnis franchise itu sendiri.
- Produk Bisnisnya Unik
- Konsep Bisnis Total Penekanan pada bidang pemasaran dengan konsep P4 yakni Product, Price, Place serta Promotion
- Franchise Memakai / Menjual Produk
- Franchisor Menerima Fee dan Royalty
- Adanya pelatihan manajemen dan skill khusus
- Pendaftaran Merek Dagang, Paten atau Hak Cipta
- Bantuan Pendanaan dari Pihak Franchisor
- Pembelian Produk Langsung dari Franchisor
- Bantuan Promosi dan Periklanan dari Franchisor
- Pelayanan pemilihan Lokasi oleh Franchisor
- Daerah Pemasaran yang Ekslusif
- Pengendalian / Penyeragaman Mutu
- Mengandung Unsur Merek dan Sistem Bisnis
Sejalan dengan hal ini, franchise atau waralaba dalam Black’s Law Dictionary diartikan sebagai :
“A special privilege granted or sold, such as to use a name or to sell products or service. In its simple terms, a franchise is a license from owner of trademark or trade name permitting another to sell a product or service under that name or mark more broadly stated, a franchise has evolved into an elaborate agreement under which the franchisee undertakes to conduct a business or sell a product or service in accordance with methods and procedures prescribed by the Franchisor, and the Franchisor under takes to assist the franchisee through advertising, promotion and other advisory services”.
( Rumusan tersebut di atas, bahwa waralaba ternyata tidak juga mengandung unsur-unsur sebagaimana yang diberikan pada lisensi, hanya saja dalam pengertian waralaba tersebut dalam Blacks’Law Dictionary, waralaba menekankan pada pemberian hak untuk menjual produk berupa barang atau jasa dengan memanfaatkan merek dagang franchisor ( pemberi waralaba ) dimana pihak franchise ( penerima waralaba ) berkewajiban untuk mengikuti metode dan tatacara atau prosedur yang telah ditetapkan oleh pemberi waralaba. Dalam kaitannya dengan pemberian izin dan kewajiban pemenuhan standar dari pemberi waralaba, artinya akan memberikan bantuan pemasaran, promosi maupun bantuan teknis lainnya agar penerima waralaba dapat menjalankan usahanya dengan baik.
Black’s Law Dictionary, menyatakan bahwa pengertian eksklusivitas memberikan pengertian sama dengan franchise dealer, yakni menunjukkan bahwa eksklusivitas yang diberikan oleh penerima waralaba ternyata ( adakalanya ) diimbangi oleh pemberian eksklusivitas oleh pemberi waralaba kepada penerima waralaba atas suatu wilayah kegiatan tertentu. Sedangkan makna eksklusivitas dalam Black’s Law Dictionary memberikan arti bagi franchise ( hak kelola ), sebagai suatu hak khusus yang diberikan kepada franchise dealer oleh suatu usaha manufaktur atau organisasi jasa waralaba, untuk menjual produk atau jasa pemilik waralaba di suatu wilayah tertentu, dengan atau tanpa eksklusivitas.
British Franchise Association ( BFA ) mendefinisikan franchise sebagai berikut : Franchisor adalah contractual license yang diberikan oleh suatu pihak ( franchisor ) kepada pihak lain ( franchisee ) yang :
- Mengizinkan franchisee untuk menjalankan usaha selama periode franchise berlangsung, suatu usaha tertentu yang menjadi milik franchisor
- Franchisor berhak untuk menjalankan control yang berlanjut selama periode franchise.
- Mengharuskan franchisor untuk memberikan bantuan pada franchisee dalam melaksanakan usahanya sesuai dengan subjek franchiseenya ( berhubungan dengan pemberian pelatihan, merchandising, atau lainnya ).
- Mewajibkan franchisee untuk secara periodik selama periodik franchise berlangsung, membayar sejumlah uang sebagai pembayaran atas franchise atau produk atau jasa yang diberikan oleh franchisor kepada franchisee.
- Bukan merupakan transaksi antara perusahaan induk ( holding company ) dengan cabangnya atau antara cabang dari perusahaan induk yang sama, atau antara individu dengan perusahaan yang dikontrolnya.
Sehingga jelas bahwa waralaba melibatkan suatu kewajiban untuk menggunakan suatu sistem dan metode yang ditetapkan oleh pemberi waralaba termasuk di dalamnya hak untuk mempergunakan merek dagang. Dengan membeli sistem yang teruji dan merek dagang yang terkenal, siapapun yang memenuhi kualifikasi berdasarkan ketentuan pemilik bisnis waralaba, pasti bisa memiliki bisnis sesuai dengan kategori produk yang disenangi atau kategori trend bisnis yang akan datang.
Pengaturan Franchise ( Waralaba ) Di Indonesia Kaitannya Dengan Perlindungan Hukumnya Bagi Para Pihak
Pemerintah sebagai pemegang otoritas mempunyai kekuasaan untuk menerapkan peraturan-peraturan yang menyangkut hubungan bisnis bagi para pihak sekaligus melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, yaitu agar supaya undang-undang yang telah dibuat Pemerintah tersebut dapat dilaksanakan dengan baik tanpa adanya suatu pelanggaran atau penyelewengan. Perhatian Pemerintah yang begitu besar ini bertujuan memberikan perlindungan hukum serta kepastian hukum agar masing-masing pihak merasa aman dan nyaman dalam menjalankan bisnis khususnya yang terlibat dalam bisnis waralaba ini.
Hukum bisnis waralaba idealnya untuk melindungi kepentingan para pihak namun kenyataan di lapangan belum tentu sesuai seperti yang diharapkan. Seperti yang dikemukakan oleh Roscoe Pound yang membagi 3 ( tiga ) golongan yang harus dilindungi oleh hukum, yaitu, kepentingan umum, kepentingan sosial dan kepentingan perseorangan. Akan tetapi posisi pemberi waralaba yang secara ekonomi lebih kuat akan memberikan pengaruhnya pula bagi beroperasinya hukum di masyarakat.
Hukum mempunyai kedudukan yang kuat, karena konsepsi tersebut memberikan kesempatan yang luas kepada negara atau Pemerintah untuk mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan untuk membawa masyarakat kepada tujuan yang di kehendaki dan menuangkannya melaui peraturan yang dibuatnya. Dengan demikian hukum bekerja dengan cara memberikan petunjuk tingkah laku kepada manusia dalam memenuhi kebutuhan.
Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa ketaatan perbuatan terhadap ketentuan-ketentuan organisasi dipengaruhi oleh kepribadian, asal usul sosial, kepentingan ekonominya, maupun kepentingan politik serta pandangan hidupnya maka semakin besar pula kepentingannya dalam hukum. Di sisi lain diungkapkan juga bahwa masyarakat senantiasa mengalami perubahan demikian pula dengan hukumnya, bahwa hukum itu berkembang dengan mengikuti tahap-tahap perkembangan masyarakat. Sedangkan kunci utama dalam pembuatan hukum yang mengarah kepada perubahan sosial terletak pada pelaksanaan ataupun implementasi-implementasi hukum tersebut
Meskipun demikian hukum juga memiliki keterbatasan dalam melakukan tugasnya dalam masyarakat, baik yang timbul dari hukum itu sendiri maupun yang timbul dari luar hukum. Sebagai contoh hukum mempunyai sifat yang kaku karena tidak dapat mengetahui situasi yang akan terjadi pada saat hukum akan diterapkan. Faktor di luar hukum ini adalah faktor sosial, budaya, ekonomi dan lingkungan dalam masyarakat. Oleh sebab itu dalam membuat suatu peraturan harus mempertimbangkan faktor-faktor tersebut agar hukum benar-benar berfungsi sebagaimana mestinya.
Hukum merupakan pencerminan kehendak manusia tentang bagaimana seharusnya masyarakat dibina dan kemana harus diarahkan. Supaya hukum dapat berfungsi dengan baik maka diperlukan keserasian dalam hubungan antara empat faktor, yaitu :
- Hukum dan peraturannya sendiri.
- Mentalitas petugas yang menegakkan hukum.
- Fasilitas yang diharapkan untuk mendukung pelaksanaan hukum
- Kesadaran hukum, kepatuhan hukum dan perilaku warga masyarakat.
Sebagaimana yang dikatakan kembali oleh Soerjono Soekanto, bahwa suatu sikap tindak atau perilaku hukum dianggap efektif apabila sikap tindak atau perilaku pihak lain menuju pada tujuan yang dikehendaki artinya apabila pihak lain tersebut mematuhi hukum dan hukum akan semakin efektif apabila peranan yang dijalankan oleh subjek hukum semakin mendekati apa yang telah ditentukan oleh hukum. Dapat dikatakan pula ada interaksi diantara keputusan-keputusan hukum dan masyarakat tempat keputusan itu dijalankan nantinya oleh karena adanya kebutuhan untuk penyesuaian sosial yang demikian itulah maka sesuatu norma hukum bisa saja berubah-ubah isinya tanpa terjadinya perubahan peraturan itu sendiri secara formal.
No comments:
Post a Comment