Optimalisasi Peran Humas Perguruan Tinggi
Salah
satu agenda yang ramai dibicarakan dalam Rapat Koordinasi Nasional
Kehumasan Pendidikan ( Perguruan Tinggi Negeri, Dinas Pendidikan
Provinsi dan Kopertis), di Puncak 17-19 Juli 2008 lalu, adalah tentang
peran, fungsi dan posisi Humas di Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Hampir
seluruh pejabat Humas yang hadir mengeluhkan tentang tidak optimalnya
peran dan fungsi yang disandangnya sebagai pengelola komunikasi dan
informasi kepada publik. Keluhan serupa juga kerap muncul pada
pertemuan-pertemuan yang diadakan Perhimpunan Hubungan Masyarakat
Indonesia ( Perhumas ) dan Badan Koordinasi Humas Pemerintah
(Bakohumas). Keluhan para pejabat Humas umumnya sama yaitu berkisar
seputar ketiadaan akses informasi, kurangnya apresiasi terhadap
pekerjaan Humas, tidak jelasnya posisi Humas dalam struktur organisasi,
tidak tersedianya pedoman kerja sebagai standar prosedur, sampai dengan
tidak memadainya anggaran untuk melaksanakan tugasnya.
Persepsi Beragam Tentang Humas
Gambaran
di atas menunjukkan bahwa keberadaan Humas atau yang populer dengan
istilah Public Relations (PR) di Indonesia masih dianggap sebelah mata,
bahkan terkesan hanya pelengkap dalam organisasi. Kondisi ini sungguh
memprihatinkan bila diingat bahwa tonggak awal gerak PR Modern dimulai
pada 1906, ketika Ivy Ledbetter Lee meluncurkan Declaration of Principle
(Deklarasi Lee) yang bermuatan prinsip-prinsip dasar PR seperti
persuasif, empati, jujur, terbuka, peduli lingkungan, mengutamakan
stakeholders baik internal maupun eksternal,dll. Di Indonesia,
profesionalisme Humas sudah dimulai pada 15 Desember 1972 ketika para
penggiat Humas membentuk suatu organisasi profesi Humas Indonesia yang
dikenal dengan Perhumas dan pembentukan Bakohumas pada 13 Maret 1971.
Setelah lebih dari 35 tahun, pemahaman tentang Humas masih belum
bergeser dari tugas-tugas teknis semata seperti protokoler, fotografi,
urusan dengan wartawan, menjawab berita, mengkliping koran, dan
mengelola buletin. Fungsi dan peran Humas di Indonesia baik di
organisasi, perusahaan dan pemerintahan masih beragam dan sebagian besar
belum berada pada peran setrategis. Belum banyak organisasi yang
menempatkan Humas sebagai bagian dari fungsi manajemen, dan menempatkan
pada posisi dominan dalam pengambilan keputusan.
Padahal
bila dirujuk dari berbagai definisi Humas yang disampaikan oleh pakar
kehumasan baik luar negeri dan dalam negeri seperti Ivy L Lee, Jame E.
Grunig, Scott M. Cutlip, Edward L.Bernays, Onong Uchjana Effendy, Rosady
Ruslan, Elizabeth Goenawan Ananto dapat disimpulkan bahwa humas adalah
bagian dari fungsi manajerial sebuah organiasi yang berfungsi membangun
dan melakukan manajemen komunikasi yang sifatnya dua arah antara
organisasi dengan publiknya untuk mendapatkan pemahaman, penerimaan,
kepercayaan dan dukungan publik. Pengertian ini menegaskan kegiatan
komunikasi yang dilakukan Humas tidak hanya berhenti ketika pesan atau
informasi sudah tersebar, tetapi komunikasi yang terjadi antara
organisasi dan publiknya harus mampu melahirkan perubahan positif baik
pada publik maupun pada organisasi.Humas diharapkan mampu berperan
sebagai jembatan, pembangun dan pemelihara harmoni antara organisasi dan
lingkungannya, sehingga tercipta citra positif (good image), kemauan
yang baik (good will), saling menghargai (mutual appreciation), saling
timbul pengertian (mutual understanding), toleransi (tolerance) antara
kedua belah piha.
Peningkatan Peran dan Fungsi Humas PTN
Tingginya
persaingan antar PT baik negeri maupun swasta dalam merebut animo calon
mahasiswa, perkembangan teknologi komunikasi informasi termasuk di
dalamnya media massa cetak maupun eletronik yang mengakibatkan derasnya
arus informasi ke masyarakat, serta pengelolaan PTN masa yang akan
datang semakin otonom, menyebabkan PTN saat ini sudah harus mulai
mengedepankan aspek citra dan reputasinya
melalui kegiatan atau upaya-upaya kehumasan. Pencitraan dan Reputasi PT
saat ini tidak lagi bersifat lokalan tetapi sudah go-national dan
go-international untuk memperluas kiprah PT dalam ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Citra
adalah adalah persepsi, kesan, perasaan dan gambaran dari publik
terhadap sesuatu. Persepsi publik terhadap sebuah PT didasari pada apa
yang mereka ketahui atau mereka kira tentang PT yang bersangkutan.
Karena citra ada di benak masyarakat, maka salah satu hal yang harus
dilakukan PT adalah menjaga jangan sampai karena berbagai macam sebab,
mayoritas publik mempunyai persepsi yang salah tentang perguruan
tingginya sehingga menimbulkan citra negatif. Sedangkan reputasi
memiliki pengertian yang lebih luas daripada citra dan proses
terbentuknya membutuhkan waktu yang lebih lama dari proses pembentukan
citra. Reputasi merupakan kesesuaian aplikasi visi dan misi organiasi
yang tertuang dalam identitas organisasi yang mewujud dalam kinerja
seluruh civitas akademika dan dipersepsi sama oleh publik eksternal dan
internal.
Kondisi
di atas menuntut peningkatan peran dan fungsi Humas PTN dari peran
sebagai unit yang membagikan brosur, dan membuat kliping, ditingkatkan
menjadi mediator untuk membantu pimpinan perguruan tinggi mendengarkan
kritikan, saran, dan harapan masyarakat. Humas juga harus diperankan
sebagai juru bicara yang mampu menjelaskan informasi dan kebijakan dari
pimpinan perguruan tinggi, membina hubungan harmonis dengan publik
intern (dosen,mahasiswa, karyawan, manajemen) dan hubungan kepada publik
ekstern (orang tua mahasiswa, media massa, pihak terkait lainnya),
membina komunikasi dua arah kepada publik internal dan eksternal dengan
menyebarkan pesan, informasi dan publikasi hasil penelitian, dan
berbagai kebijakan yang telah ditetapkan pimpinan, dan membantu mencari
solusi dalam meyelesaikan masalah antar perguruan tinggi dengan dan
mengidentifikasi dan menganalisis suatu opini atau berbagai persoalan,
baik yang ada di perguruan tinggi maupun di masyarakat.
Sejalan
dengan peningkatan peran dan fungsi, rekrutmen tenaga Humas perguruan
tinggi harus selektif. Untuk dapat mengkomunikasikan apa dan bagaimana
sebuah PT agar dipahami dengan benar oleh publiknya, dibutuhkan Humas
yang memiliki kemampuan mengkomunikasikan pesan lembaganya guna
menciptakan public awareness dan menekan resiko misunderstanding dan
dampak negatif lainnya. Humas harus pandai memilih dan mengemas
informasi yang ada sehingga bernilai dimata publik Humas dituntut untuk
mampu merancang program-program komunikasi dan menggunakan berbagai
media dan sarana yang dipilih sesuai dengan tujuan komunikasi dan
sasaran khalayaknya. Tidak itu saja, Humas juga harus mampu melakukan
evaluasi pemberitaan yang berpengaruh pada pencitraan serta memiliki
keahlian dalam manajemen isu. Humas PT harus memiliki pemahaman yang
jelas terhadap persoalan kehumasan yang dihadapi oleh lembaganya,
sehingga misi pokok Humas PT untuk membangun image positif, menumbuhkan
komunikasi yang sinergis antara PT dengan masyarakat dan membangun
institusi yang responsif terhadap dinamika masyarakat dapat terwujud.
Rosady
Ruslan (2002) dan Nasution (2006) mengatakan agar Humas PT dapat
melaksanakan fungsi strategis maka harus diupayakan penempatan posisi
Humas yang dekat dengan pimpinan PT agar humas mengetahui secara jelas
dan rinci mengenai pola perencanaan, kebijakan, keputusan yang diambil,
visi dan arah tujuan PT, agar tidak terjadi kesalahan dalam penyampaian
pesan dan informasi kepada masyarakat. Selain itu agar dapat mengetahui
secara langsung dengan tepat tentang latar belakang suatu proses
perencanaan, kebijaksanaan, arah dan tujuan organisasi yang hendak
dicapai, baik dalam jangka pendek maupun panjang, pimpinan humas perlu
diikutsertakan pada rapat atau pertemuan tingkat pimpinan, Humas perlu
diberi wewenang mendapatkan informasi dari semua unit di PT melalui
rapat pimpinan. Tidak kalah pentingnya, sebagai lembaga Humas perlu
dilengkapi dengan struktur dan peralatan yang memadai dan staf yang
profesional.
Akhirnya,
peningkatan peran dan kedudukan Humas sangat ditentukan oleh political
will dari pimpinan PT untuk dapat mewujudkan humas yang sehat dan
berdaya. Juga kemampuan pejabat Humas melakukan pendekatan kehumasan
secara lebih strategis melalui research-based knowledge atau melakukan
riset untuk menciptakan pengetahuan yang diperlukan. Dengan kemampuan
untuk menyajikan data, pejabat Humas dapat duduk dalam decision making
table. Tanpa itu, Humas hanya akan dianggap sebagai pemanis organisasi,
yang akan dicari karena diperlukan, dan dilupakan jika semuanya sudah
berjalan lancar.
No comments:
Post a Comment