Friday, 31 March 2017

Optimalisasi Peran Humas Perguruan Tinggi

Optimalisasi Peran Humas Perguruan Tinggi
Salah satu agenda yang ramai dibicarakan dalam Rapat Koordinasi Nasional Kehumasan Pendidikan ( Perguruan Tinggi Negeri, Dinas Pendidikan Provinsi dan Kopertis), di Puncak 17-19 Juli 2008 lalu, adalah tentang peran, fungsi dan posisi Humas di Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Hampir seluruh pejabat Humas yang hadir mengeluhkan tentang tidak optimalnya peran dan fungsi yang disandangnya sebagai pengelola komunikasi dan informasi kepada publik. Keluhan serupa juga kerap muncul pada pertemuan-pertemuan yang diadakan Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia ( Perhumas ) dan Badan Koordinasi Humas Pemerintah (Bakohumas). Keluhan para pejabat Humas umumnya sama yaitu berkisar seputar ketiadaan akses informasi, kurangnya apresiasi terhadap pekerjaan Humas, tidak jelasnya posisi Humas dalam struktur organisasi, tidak tersedianya pedoman kerja sebagai standar prosedur, sampai dengan tidak memadainya anggaran untuk melaksanakan tugasnya.

Persepsi Beragam Tentang Humas
Gambaran di atas menunjukkan bahwa keberadaan Humas atau yang populer dengan istilah Public Relations (PR) di Indonesia masih dianggap sebelah mata, bahkan terkesan hanya pelengkap dalam organisasi. Kondisi ini sungguh memprihatinkan bila diingat bahwa tonggak awal gerak PR Modern dimulai pada 1906, ketika Ivy Ledbetter Lee meluncurkan Declaration of Principle (Deklarasi Lee) yang bermuatan prinsip-prinsip dasar PR seperti persuasif, empati, jujur, terbuka, peduli lingkungan, mengutamakan stakeholders baik internal maupun eksternal,dll. Di Indonesia, profesionalisme Humas sudah dimulai pada 15 Desember 1972 ketika para penggiat Humas membentuk suatu organisasi profesi Humas Indonesia yang dikenal dengan Perhumas dan pembentukan Bakohumas pada 13 Maret 1971. Setelah lebih dari 35 tahun, pemahaman tentang Humas masih belum bergeser dari tugas-tugas teknis semata seperti protokoler, fotografi, urusan dengan wartawan, menjawab berita, mengkliping koran, dan mengelola buletin. Fungsi dan peran Humas di Indonesia baik di organisasi, perusahaan dan pemerintahan masih beragam dan sebagian besar belum berada pada peran setrategis. Belum banyak organisasi yang menempatkan Humas sebagai bagian dari fungsi manajemen, dan menempatkan pada posisi dominan dalam pengambilan keputusan.

Padahal bila dirujuk dari berbagai definisi Humas yang disampaikan oleh pakar kehumasan baik luar negeri dan dalam negeri seperti Ivy L Lee, Jame E. Grunig, Scott M. Cutlip, Edward L.Bernays, Onong Uchjana Effendy, Rosady Ruslan, Elizabeth Goenawan Ananto dapat disimpulkan bahwa humas adalah bagian dari fungsi manajerial sebuah organiasi yang berfungsi membangun dan melakukan manajemen komunikasi yang sifatnya dua arah antara organisasi dengan publiknya untuk mendapatkan pemahaman, penerimaan, kepercayaan dan dukungan publik. Pengertian ini menegaskan kegiatan komunikasi yang dilakukan Humas tidak hanya berhenti ketika pesan atau informasi sudah tersebar, tetapi komunikasi yang terjadi antara organisasi dan publiknya harus mampu melahirkan perubahan positif baik pada publik maupun pada organisasi.Humas diharapkan mampu berperan sebagai jembatan, pembangun dan pemelihara harmoni antara organisasi dan lingkungannya, sehingga tercipta citra positif (good image), kemauan yang baik (good will), saling menghargai (mutual appreciation), saling timbul pengertian (mutual understanding), toleransi (tolerance) antara kedua belah piha.

Peningkatan Peran dan Fungsi Humas PTN
Tingginya persaingan antar PT baik negeri maupun swasta dalam merebut animo calon mahasiswa, perkembangan teknologi komunikasi informasi termasuk di dalamnya media massa cetak maupun eletronik yang mengakibatkan derasnya arus informasi ke masyarakat, serta pengelolaan PTN masa yang akan datang semakin otonom, menyebabkan PTN saat ini sudah harus mulai mengedepankan aspek citra dan reputasinya  melalui kegiatan atau upaya-upaya kehumasan. Pencitraan dan Reputasi PT saat ini tidak lagi bersifat lokalan tetapi sudah go-national dan go-international untuk memperluas kiprah PT dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.

Citra adalah adalah persepsi, kesan, perasaan dan gambaran dari publik terhadap sesuatu. Persepsi publik terhadap sebuah PT didasari pada apa yang mereka ketahui atau mereka kira tentang PT yang bersangkutan. Karena citra ada di benak masyarakat, maka salah satu hal yang harus dilakukan PT adalah menjaga jangan sampai karena berbagai macam sebab, mayoritas publik mempunyai persepsi yang salah tentang perguruan tingginya sehingga menimbulkan citra negatif. Sedangkan reputasi memiliki pengertian yang lebih luas daripada citra dan proses terbentuknya membutuhkan waktu yang lebih lama dari proses pembentukan citra. Reputasi merupakan kesesuaian aplikasi visi dan misi organiasi yang tertuang dalam identitas organisasi yang mewujud dalam kinerja seluruh civitas akademika dan dipersepsi sama oleh publik eksternal dan internal.

Kondisi di atas menuntut peningkatan peran dan fungsi Humas PTN dari peran sebagai unit yang membagikan brosur, dan membuat kliping, ditingkatkan menjadi mediator untuk membantu pimpinan perguruan tinggi mendengarkan kritikan, saran, dan harapan masyarakat. Humas juga harus diperankan sebagai juru bicara yang mampu menjelaskan informasi dan kebijakan dari pimpinan perguruan tinggi, membina hubungan harmonis dengan publik intern (dosen,mahasiswa, karyawan, manajemen) dan hubungan kepada publik ekstern (orang tua mahasiswa, media massa, pihak terkait lainnya), membina komunikasi dua arah kepada publik internal dan eksternal dengan menyebarkan pesan, informasi dan publikasi hasil penelitian, dan berbagai kebijakan yang telah ditetapkan pimpinan, dan membantu mencari solusi dalam meyelesaikan masalah antar perguruan tinggi dengan dan mengidentifikasi dan menganalisis suatu opini atau berbagai persoalan, baik yang ada di perguruan tinggi maupun di masyarakat.

Sejalan dengan peningkatan peran dan fungsi, rekrutmen tenaga Humas perguruan tinggi harus selektif. Untuk dapat mengkomunikasikan apa dan bagaimana sebuah PT agar dipahami dengan benar oleh publiknya, dibutuhkan Humas yang memiliki kemampuan mengkomunikasikan pesan lembaganya guna menciptakan public awareness dan menekan resiko misunderstanding dan dampak negatif lainnya. Humas harus pandai memilih dan mengemas informasi yang ada sehingga bernilai dimata publik Humas dituntut untuk mampu merancang program-program komunikasi dan menggunakan berbagai media dan sarana yang dipilih sesuai dengan tujuan komunikasi dan sasaran khalayaknya. Tidak itu saja, Humas juga harus mampu melakukan evaluasi pemberitaan yang berpengaruh pada pencitraan serta memiliki keahlian dalam manajemen isu. Humas PT harus memiliki pemahaman yang jelas terhadap persoalan kehumasan yang dihadapi oleh lembaganya, sehingga misi pokok Humas PT untuk membangun image positif, menumbuhkan komunikasi yang sinergis antara PT dengan masyarakat dan membangun institusi yang responsif terhadap dinamika masyarakat dapat terwujud.

Rosady Ruslan (2002) dan Nasution (2006) mengatakan agar Humas PT dapat melaksanakan fungsi strategis maka harus diupayakan penempatan posisi Humas yang dekat dengan pimpinan PT agar humas mengetahui secara jelas dan rinci mengenai pola perencanaan, kebijakan, keputusan yang diambil, visi dan arah tujuan PT, agar tidak terjadi kesalahan dalam penyampaian pesan dan informasi kepada masyarakat. Selain itu agar dapat mengetahui secara langsung dengan tepat tentang latar belakang suatu proses perencanaan, kebijaksanaan, arah dan tujuan organisasi yang hendak dicapai, baik dalam jangka pendek maupun panjang, pimpinan humas perlu diikutsertakan pada rapat atau pertemuan tingkat pimpinan, Humas perlu diberi wewenang mendapatkan informasi dari semua unit di PT melalui rapat pimpinan. Tidak kalah pentingnya, sebagai lembaga Humas perlu dilengkapi dengan struktur dan peralatan yang memadai dan staf yang profesional.

Akhirnya, peningkatan peran dan kedudukan Humas sangat ditentukan oleh political will dari pimpinan PT untuk dapat mewujudkan humas yang sehat dan berdaya. Juga kemampuan pejabat Humas melakukan pendekatan kehumasan secara lebih strategis melalui research-based knowledge atau melakukan riset untuk menciptakan pengetahuan yang diperlukan. Dengan kemampuan untuk menyajikan data, pejabat Humas dapat duduk dalam decision making table. Tanpa itu, Humas hanya akan dianggap sebagai pemanis organisasi, yang akan dicari karena diperlukan, dan dilupakan jika semuanya sudah berjalan lancar.

No comments:

Post a Comment