Thursday, 23 March 2017

Pengertian Manfaat dan Kondisi Atas Tanah Serta Ruang Bawah Tanah

Pengertian dan Kondisi Atas Tanah Serta Ruang Bawah Tanah
1. Pengertian Ruang Atas Tanah dan Ruang Bawah Tanah
Berbicara mengenai pengertian hak guna ruang atas tanah dan hak guna ruang bawah tanah tidak terlepas dari pandangan bangsa Indonesia terhadap keberadaan tanah. Tanah sebagai salah satu sumber daya alam strategis merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang menjadi kekayaan nasional untuk kesejahteraan rakyatnya. Dalam kerangka inilah ditegaskan dalam Pasal 33 (3) UUD 1945 yang menjadi dasar kebijakan pertanahan di Indonesia, yang kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam ketentuan-ketentuan yang diatur UUPA, dimana Pasal 2 menyatakan bahwa bumi, air, ruang angkasa serta segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Mengacu pada ketentuan UUPA di atas, secara garis besar berdasarkan objeknya paling tidak ada 3 jenis hak yang akan diatur dan ditetapkan oleh Negara, yaitu;
  1. Hak-hak atas tanah,
  2. Hak-hak atas air, dan
  3. Hak-hak atas ruang angkasa.
Dalam perjalanannya, dari ketiga jenis hak tersebut yang berkembang dengan baik pemahaman dan pelaksanaannya hanyalah hak-hak atas tanah, sedangkan hak-hak lainnya belum tersentuh secara memadai dalam kebijakan peraturan nasional Indonesia. Pengertian tanah dalam Pasal 4 (1) UUPA merupakan permukaan bumi, dimana di atasnya dapat dilekatkan berbagai jenis hak yang diberikan kepada perorangan, kelompok orang maupun badan hukum. Selanjutnya, bagi yang memiliki hak-hak atas tanah tersebut diberi kewenangan untuk mempergunakan tanahnya, termasuk pula tubuh bumi di bawahnya, air dan ruang di atasnya sesuai keperluan untuk kepentingan yang langsung berkaitan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan pengertian hak di atas tersebut terlihat bahwa konsep dasar yang dianut dalam hukum tanah nasional adalah pemisahan horizontal (horizontal scheiding) dan bukan pemisahan vertikal (vertical scheiding) antara tanah dan bangunan yang ada di atasnya.

Dengan konsep pemisahan horizontal menggariskan bahwa pada umumnya pemilik bangunan sekaligus juga pemilik tanahnya. Oleh karena itu, seyogianya dalam menetapkan dan mengembangkan pengertian mengenai hak ruang atas tanah dan hak ruang bawah tanah, maka salah satu langkah yang perlu dilakukan terlebih dahulu adalah memodifikasi konsep hukum tanah nasional dari azas pemisahan horizontal hak atas tanah menjadi azas pemisahan vertikal hak guna ruang. Dasar pemikiran hak guna ruang atas tanah dan hak guna ruang bawah tanah adalah bahwa pemilik bangunan tidak selalu pemilik tanahnya, melainkan dapat pula milik pihak lain.

Konsep pemisahan vertikal memungkinkan antara pemilik bangunan (pemanfaat ruang) dan pemilik tanah merupakan pihak-pihak yang sama dan/atau pihak-pihak yang berbeda atas dasar pemisahan pemanfaatan ruang yang jelas antara ruang di bawah permukaan bumi (tanah), ruang di permukaan bumi, dan ruang di atas permukaan bumi

Sehubungan dengan pengertian hak-hak tersebut di atas perlu adanya kriteria yang jelas untuk membedakannya. Beberapa hal sebagai bahan masukan untuk dipertimbangkan antara lain adalah:

a. Hak Atas Tanah (Hak di Permukaan Bumi), merupakan hak yang sudah dikenal selama ini sebagaimana digariskan dalam Pasal 4 dan 16 UUPA. Namun ketentuan pasal ini masih didominasi oleh azas pemisahan horizontal, sehingga perlu dimodifikasi ke azas pemisahan vertikal dengan menetapkan kriteria untuk bahan pertimbangan dalam pemberian haknya, antara lain adalah:
  1. Seberapa batas ketinggian ruang di atas tanah (permukaan bumi) yang boleh dikuasai pemilik tanah
  2. Seberapa batas kedalaman tubuh bumi di bawahnya yang boleh dikuasai pemilik tanah.
  3. Pembatasan ketinggian dan kedalaman tersebut harus dibuat berdasar-kan atas pertimbangan faktor-faktor keselamatan, kesehatan, keamanan, tingkat teknologi yang digunakan dan kelestarian lingkungan para pemilik bangunan dan tanahnya serta masyarakat luas.
b. Hak Guna Ruang Atas Tanah (Hak di Atas Permukaan Bumi), merupakan hak yang mengandung unsur-unsur:
  1. Hak atas tanah untuk tapak berdirinya bangunan
  2. Mempertimbangkan hak keperdataan pihak yg ada di bawahnya (di atas tanah)
  3. Hak mendirikan dan memiliki bangunan di atas tanah serta hak memanfaatkan ruangan bangunannya, dengan mempertimbangkan ketinggian dan luas bangunan yang boleh didirikan di atas permukaan bumi berdasarkan faktor-faktor keselamatan, kesehatan, keamanan, tingkat teknologi yang digunakan dan kelestarian lingkungan bagi pengguna bangunan, pemilik tanah di bawahnya dan masyarakat luas lainnya
  4. Hak guna ruang atas tanah harus dikenakan untuk setiap kegiatan pembangunan yang memanfaatkan ruang di atas tanah, seperti bangunan fisik, aliran listrik/saluran udara tegangan tinggi (Sutet) dsb 
  5. Pemilik hak guna ruang atas tanah harus bertanggung jawab kepada para pemilik tanah yang ada di bawahnya dan masyarakat luas lainnya atas segala resiko kerugian yang ditimbulkannya akibat pemanfaatan ruang atas tanah tsb
  6. Hak guna ruang atas tanah seyogyanya jangka waktunya lebih pendek dibandingkan hak atas tanah yang ada di bawahnya, dan dapat diperpanjang 7) Hak guna ruang atas tanah dapat berlaku penuh di perkotaan, namun terbatas di pedesaan pertanian mengingat proses produksinya sangat tergantung pada kondisi alam
c. Hak Guna Ruang Bawah Tanah (Hak di Bawah Permukaan Bumi), merupakan hak yang mengandung unsur-unsur:
  1. Hak atas tanah untuk ruang tempat masuk ke dalam bangunan
  2. Mempertimbangkan hak keperdataan pihak yang ada di atasnya (di atas tanah)
  3. Hak mendirikan dan memiliki bangunan di bawah tanah serta hak me-manfaatkan ruang bangunannya dengan mempertimbangkan kedalaman dan luas bangunan yang boleh digali di bawah permukaan bumi berdasarkan faktorfaktor keselamatan, kesehatan, keamanan, tingkat teknologi yang digunakan dan kelestarian lingkungan bagi pengguna bangunan, pemilik tanah di atasnya dan masyarakat luas lainnya
  4. Hak guna ruang bawah tanah harus dikenakan untuk setiap kegiatan pembangunan yang memanfaatkan ruang di bawah tanah, seperti bangunan fisik, aliran listrik/gas/telepon, dsb.
  5. Pemilik hak guna ruang bawah tanah harus bertanggung jawab kepada para pemilik tanah yang ada di atasnya dan masyarakat luas lainnya atas segala resiko kerugian yang ditimbulkannya akibat pemanfaatan ruang bawah tanah tsb
  6. Hak guna ruang bawah tanah seyogyanya jangka waktunya lebih pendek dibandingkan hak atas tanah yang ada di atasnya, dan dapat diperpanjang
  7. Hak guna ruang bawah tanah dapat berlaku penuh di perkotaan, namun terbatas di pedesaan/pertanian mengingat aliran air bawah tanah dan kondisi alam lainnya
2. Keberadaan Guna Ruang Atas Tanah dan Ruang Bawah Tanah
Dari pelaksanaan pengumpulan data lapangan di 7 (tujuh) provinsi diperoleh gambaran bahwa keberadaan ruang atas tanah maupun ruang bawah tanah di Provinsi Bali dan Kepulauan Riau (Kepri) belum ditemukan kasusnya, sedangkan di provinsi lainnya sudah dijumpai pemanfaatan ruang bangunan yang berada di atas tanah ruang publik khususnya jembatan penyeberangan di atas jalan raya yang menghubungkan 2 bangunan besar yang difungsikan untuk pertokoan, cafe dan sebagainya, namun pemanfaatan ruang di bawah tanah belum ada.

a. Keberadaan ruang atas tanah maupun ruang bawah tanah di Provinsi Bali (Kabupaten Badung dan Kota Denpasar) dan Provinsi Kepri (Kota Batam)
  1. Keberadaan ruang atas tanah dengan mendirikan bangunan yang memanfaatkan ruang ke atas pada masa mendatang di wilayah Provinsi Bali diperkirakan tidak akan berkembang, karena hal tersebut sangat dipengaruhi oleh nilai budaya masyarakat setempat yang melarang ketinggian bangunan tidak boleh melebihi dari pucuk daun kelapa tertinggi. Sebaliknya, pemanfaatan ruang bawah tanah kemungkinan akan berkembang seiring dengan semakin sempitnya ketersediaan tanahnya, namun permasalahannya sejauhmana kekuatan lapisan-lapisan kulit buminya untuk menjaga keselamatan dan keamanan bangunan di bawah tanah. Hal ini perlu penelitian khusus untuk mengenali berbagai persoalan tersebut
  2. Meskipun belum ditemukan, namun menurut responden pengaturan penggunaan ruang atas tanah dan ruang bawah tanah di Kota Batam sangat penting karena mengingat perkembangan wilayah ini begitu pesat yang meliputi pulaupulau kecil di sekitarnya, sehingga pemanfaatan ruang atas tanah dan ruang bawah tanah tidak terelakan pada masa mendatang terutama dalam rangka pembangunan infrastruktur seperti pembangunan jembatan layang atau terowongan yang menghubungi pulau-pulau tersebut.
b. Keberadaan ruang atas tanah maupun ruang bawah tanah di Provinsi Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Jawa Barat dan Provinsi Jawa Tengah sudah ditemukan kasusnya, terutama untuk wilayah-wilayah perkotaan yang sudah semakin padat penduduknya dengan kenaikan harga tanah yang sangat sulit dikendalikan.
  1. Di Kota Surabaya pemanfaatan ruang atas tanahnya berupa ruang bangunan di atas jalan raya yang menghubungkan 2 bangunan besar (Mall). Pemanfaatan ruang bangunan tersebut dipergunakan untuk pertokoan, cafe dan sebagainya. Jenis status penguasaan/pemilikan hak guna ruangnya dari aspek pertanahan belum jelas, sedangkan oleh Pemerintah Kota Surabaya sudah diberikan semacam izin penggunaan dalam rangka penarikan pajak retribusi.
  2. Pemanfaatan ruang atas tanah di Kota Banjarmasin ditemukan di Pasar Ramayana, yaitu berbentuk jembatan penyeberangan yang menghubungi 2 bagunan pasar. Bangunan ini pada awalnya direncanakan sebagai jembatan penyeberangan dan sekaligus areal untuk kegiatan bisnis atau perdagangan, namun rencana tersebut sampai saat ini belum terealisasikan dan bahkan salah satu dari bangunan jembatan penyeberangan ini tidak difungsikan (ditutup)
  3. Di Kota Bandung keberadaan pemanfaatan ruang atas tanah baru ada di King Plaza, yaitu berupa jembatan penyeberangan yang menghubungi 2 bagunan Mall. Selain sebagai jembatan penyeberangan, bangunan ini juga direncanakan untuk areal perdagangan, cafe dsb, namun sampai saat ini belum difungsikan.
  4. Sedikit berbeda dengan kota-kota tersebut di atas, Kota Makassar dengan luas wilayah 175,77 km2 mempunyai penduduk sebanyak 1.130.348 jiwa pada tahun 2005, dimana rata-rata tingkat kepadatannya 6.776 jiwa/km2 .
Dengan tingkat kepadatan tersebut, ketersediaan tanah di Kota Makassar mulai terasa semakin sempit dan harganya pun melangit, sehingga kecenderungan pemanfaatan ruang ke atas maupun ke bawah tanah sudah tidak terhindari lagi.
  • Pemanfaatan ruang atas tanah di Kota Makassar seluruhnya untuk kegiatan areal bisnis atau perdagangan, seperti Makassar Trade Center (MTC) Karebosi, Panatukang Trade Center (PTC), Grade Trade Center (GTC) Tanjung Bunga, dan Makassar Bisnis Center (MBC). Areal-areal pusat bisnis ini umumnya memanfaatkan ruang di atas tanah publik seperti jalan raya dan sebagainya dengan total luas ± 3.500 m2 . 
  • MTC Karebosi terletak di Jl. HOS Cokroaminoto, Pattanuang, Wajo, Makassar dengan luas areal ± 4.827 m2 , dimana seluas ± 1.031 m2 merupakan ruang di atas tanah publik (jalan raya). Pemanfaatan ruang di atas tanah publik (jalan raya) ini oleh Developer PT. Tosan Permai Lestari (PT. TPL) didirikan bangunan sebanyak 6 lantai, yaitu Lantai Lower Ground (LW), Lantai I, II, III, IV dan Lantai V (Lantai Atap). Bangunan tersebut dinamai “Rumah Susun Bukan Hunian Sarana Penyeberangan Multiguna MTC Karebosi (SPM-MTC Karebosi), dimana Lantai I s/d Lantai V mampu menyediakan prasarana pertokoan sebanyak 306 unit Satuan Rumah Susun Bukan Hunian (Sarusun Buni) dengan luas ± 1.830,25 m2 . Adapun rencana pemanfaatan ruangannya adalah sebagai berikut:
  1. Lantai Lower Ground (LW) tidak terdapat Sarusun Buni, yang ada hanya beberapa bagian bersama dan benda bersama sebagai objek pemilikan bersama, seperti ruang lift service, area escalator, area tangga, sewerage treatment plant (STP), lampu-lampu dan sebagainya. ™
  2. Lantai I terdapat 80 unit Sarusun Buni dengan luas ± 503,4 m2 ;
  3. Lantai II (72 unit dengan luas ± 452 m2 ); Lantai III (86 unit dengan luas ± 515,05 m2 );
  4. Lantai IV (68 unit dengan luas ± 359,8 m2 ); dan
  5. Lantai V (68 unit dengan luas ± 359,8 m2 ), terdiri dari berbagai tipe luas pertokoan dan beberapa bagian bersama dan benda bersama sebagai objek pemilikan bersama seperti di atas.
  6. Lantai Atap tidak terdapat Sarusun Buni tetapi hanya ada beberapa bagian bersama dan benda bersama sebagai objek pemilikan bersama, seperti atap metal, ruang lift service, dan sebagainya

No comments:

Post a Comment