Wednesday, 29 March 2017

JENIS MEREK DAN PERKEMBANGANYA

JENIS MEREK DAN PERKEMBANGANYA
1. Merek
Pada era globalisasi sekarang ini, merek menjadi aset perusahaan yang sangat bernilai. Untuk itu merek perlu dikelola, dikembangkan, diperkuat, dan ditingkatkan kualitasnya sehingga dapat memberikan keuntungan kompetitif yang berkelanjutan.

Alasan penting lainnya untuk mengelola dan mengembangkan merek adalah bahwa merek lebih bermakna daripada sekedar produk. Produk hanya menjelaskan atribut fisik berikut dimensinya, sehingga tidak lebih dari komoditi yang dapat dipertukarkan, sedangkan merek dapat menjelaskan emosi serta hubungan secara spesifik dengan pelanggannya. Hal ini dapat terjadi karena merek mengandung nilai-nilai yang jauh lebih bermakna daripada hanya atribut fisik. Merek mengandung nilai-nilai yang bersifat intangible, emosional, keyakinan, harapan, serta syarat dengan persepsi pelanggan.

1.1. Pengertian Merek
Pengertian merek (brand) menurut American Marketing Association, didefinisikan sebagai berikut:
“Merek adalah nama, istilah, tanda, simbol atau rancangan atau kombinasi dari hal-hal tersebut. Tujuan pemberian merek adalah untuk mengidentifikasikan produk atau jasa yang dihasilkan sehingga berbeda dari produk atau jasa yang dihasilkan oleh pesaing”.

Adapun pengertian merek (brand) menurut Philip Kotler (1997:13), “A brand is a name, term, sign, symbol or design or combination of them, intended to identify the goods or service of one seller of group of sellers and differentiate them from those of competitors.”

Merek sebenarnya merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan feature, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek-merek terbaik memberikan jaminan kualitas.

1.2. Tahapan Merek
Menurut Goodyear (1996), proses perkembangan suatu merek diperlukan enam tahap perkembangan:

1. Produk yang tidak memiliki merek (Unbranded Goods)
Pada tahap pertama ini produk dikelola sebagai komoditi sehingga merek hampir tidak diperlukan. Kondisi ini sangat mendukung apabila permintaan lebih banyak dibandingkan pasokan, biasanya hal ini terjadi dalam situasi perekonomian yang bersifat monolistik. Tujuan terpenting dari produk yang tidak memiliki merek adalah fungsi dan harganya murah.

2. Merek yang dipakai sebagai referensi (Brand as Reference)
Pada tahap ini sudah terjadi persaingan, meskipun tingkatannya belum begitu ketat. Persaingan ini merangsang produsen untuk membuat diferensiasi terhadap produk yang dihasilkannya. Tujuannya adalah agar produk yang dihasilkan memiliki perbedaaan dari produk perusahaan lain. Strategi diferensiasi yang diterapkan pada tahap ini adalah dengan melakukan perubahan terhadap atribut fisik produk.

3. Merek sebagai kepribadian (Personality)
Pada tahap ini, diferensiasi antar merek berdasarkan atribut fungsi semakin sulit dilakukan. Perusahaan melakukan tambahan nilai-nilai personality pada masing-masing merek. Pada tahap ini personality yang dimiliki oleh pelanggan dan merek semakin didekatkan, sehingga nilai yang dimiliki merek tersebut menjadi cerminan diri pelanggannya.

4. Merek sebagai simbol 
Pada tahap ini merek menjadi milik pelanggan. Pelanggan memiliki pengetahuan yang lebih mendalam mengenai merek yang ia gunakan. Pelanggan yang menggunakan merek pada tahap ini dapat mengekspresikan dirinya atau dapat menunjukkan jati dirinya.

5. Merek sebagai sebuah perusahaan
Pada tahap ini merek memiliki identitas yang sangat kompleks sehingga pelanggan dapat dengan mudah menghubungi merek. Karena merek tersebut merupakan wakil perusahaan maka pihak perusahaan memiliki persepsi yang sama tentang merek yang dimilikinya.

6. Merek sebagai kebijakan moral
Pada tahap ini pelanggan memiliki komitmen yang tinggi kepada perusahaan sehingga selalu menjaga reputasi produk yang digunakannya. Layaknya karyawan, pelanggan selalu merasa memiliki merek tersebut dan meyakini bahwa merek tersebut telah mewakili kepuasan moralnya baik secara etis maupun spiritual.

1.3. Tingkatan Merek
Pemberian merek pada suatu produk hendaknya tidak hanya merupakan suatu simbol, karena merek memiliki enam tingkat pengertian, yaitu:
  • Atribut, sebuah merek diharapkan mengingatkan suatu atribut atau sifat-sifat tertentu.
  • Manfaat, satu merek lebih dari seperangkat atribut. Pelanggan tidak membeli atribut, mereka membeli manfaat.
  • Nilai, merek juga menciptakan nilai bagi produsen.
  • Merek mewakili budaya tertentu.
  • Kepribadian, merek juga merancang kepribadian tertentu.
  • Pemakai, merek memberi kesan kepada pemakai atau user
1.4. Manfaat Merek
Adapun menurut Philip Kotler (1996:281), ada beberapa manfaat dari pemberian merek, antara lain:
  1. Merek memudahkan penjual untuk mengolah pesanan-pesanan dan menekan permasalahan.
  2. Merek dan tanda dagang secara hukum melindungi penjual dari pemalsuan ciri-ciri produk.
  3. Merek memberi penjual peluang kesetiaan konsumen pada produk. Telah terbukti bahwa kesetiaan pada merek tertentu berhasil melindungi penjual dari persaingan serta pengendalian yang lebih ketat dalam merencanakan strategi pemasaran
  4. Merek dapat membantu penjual dalam mengelompokkan pasar ke dalam segmen tertentu.
  5. Citra perusahaan dapat dibina dengan adanya merek yang baik. Dengan membawa nama perusahaan, merek-merek ini sekaligus mengiklankan kualitas dan besarnya perusahaan.
  6. Merek sebagai cara untuk memudahkan penanganan produk, meminta produksi agar bertahan pada standar mutu tertentu dan juga meningkatkan pilihan para pembeli. Di pihak konsumen, mereka menginginkan dicantumkannya merek untuk mempermudah mengenali perbedaan mutu serta agar dapat berbelanja dengan lebih efisien.
2. Brand Equity
Mentransformasikan brand equity sehingga memiliki merek yang kuat secara aktual dan kompetitif merupakan tujuan pengembangan merek

2.1. Pengertian Brand Equity
Menurut David A. Aaker (1996:8), “Brand equity is a set of asset (and liabilities) linked to a brand’s names and symbol that adds to (or subtracts from) the value provided by the product or a service to a firm’s customers. The major asset categories are: Brand awareness, perceived quality, brand association, and brand loyalt'y” (Sekumpulan asset yang terkait dengan nama merek dan simbol, sehingga dapat menambah nilai yang ada dalam produk atau jasa tersebut. Aset yang terdapat dalam merek tersebut meliputi: Brand awareness, perceived quality, brand association, and brand loyalty).

Brand equity berkaitan dengan perspektif konsumen (Lassar, Mittal, Shama, 1995). Teori ini lebih banyak berhubungan dengan masalah psikologis dan perilaku konsumen.

2.2. Unsur-Unsur Brand Equity
Brand equity diukur dengan brand awareness, perceived quality, brand association, brand loyalty yang merupakan unsur-unsur dari brand equity (Freddy Rangkuty, 2004).

2.2.2.1. Brand Awareness (Kesadaran Merek)
Kesadaran merek adalah kemampuan seorang pelanggan untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu. (Aaker 1996:90).

Tingkatan kesadaran merek secara berurutan dapat digambarkan sebagai suatu piramida seperti dibawah ini:
1. Unware brand (tidak menyadari merek)
Merupakan tingkat yang paling rendah dalam piramida kesadaran merek, dimana konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merek.

2. Brand recognition (pengenalan merek)
Tingkat minimal dari kesadaran merek. Hal ini penting pada saat seorang pembeli memilih suatu merek pada saat melakukan pembelian.

3. Brand recall (pengingatan kembali terhadap merek)
Pengingatan kembali terhadap merek didasarkan pada permintaan seseorang untuk menyebutkan merek tertentu dalam suatu kelas produk. Hal ini diistilahkan dengan pengingatan kembali tanpa bantuan.

4. Top of mind (puncak pikiran)
Apabila seseorang ditanya secara langsung tanpa diberi bantuan pengingatan dan ia dapat menyebutkan satu nama merek, maka merek yang paling banyak disebutkan pertama kali merupakan puncak pikiran. Dengan kata lain merek tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada dalam benak konsumen. 

Upaya meraih kesadaran merek, baik dalam tingkat pengenalan maupun pengingatan kembali, melibatkan dua kegiatan, yaitu: berusaha memperoleh identitas merek dan berusaha mengaitkannya dengan kelas produk tertentu.

2.2.2. Perceived Quality (Kesan Kualitas)
Pengertian kesan kualitas (perceived quality) menurut David A. Aaker (1996:24), adalah presepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan maksud yang diharapkan. 

Kesan kualitas dapat memberikan nilai dalam beberapa bentuk seperti dapat dilihat pada diagram berikut ini:

Terdapat lima keuntungan kesan kualitas, antara lain:
  1. Alasan membeli. Kesan kualitas sebuah merek memberikan alasan yang penting untuk membeli. Hal ini mempengaruhi merek-merek mana yang harus dipertimbangkan, dan selanjutnya mempengaruhi merek apa yang akan dipilih.
  2. Diferensiasi. Artinya, suatu karakteristik penting dari merek adalah posisinya dalam dimensi kesan kualitas.
  3. Harga optimum. Keuntungan ketiga ini memberikan pilihan-pilihan di dalam menetapkan harga optimum (premium price).
  4. Meningkatkan minat para distributor. Hal ini sangat membantu perluasan distribusi.
  5. Perluasan merek. Kesan kualitas dapat dieksploitasi dengan cara mengenalkan berbagai perluasan merek, yaitu dengan menggunakan merek tertentu untuk masuk ke dalam kategori produk baru.
2.2.3. Brand Association (Asosiasi Merek)
Pengertian Brand Association (Asosiasi Merek) menurut David A. Aaker (1996:160), adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai merek. Asosiasi itu tidak hanya eksis, namun juga memiliki suatu tingkat kekuatan. Keterkaitan pada suatu merek akan lebih kuat apabila dilandasi pada banyak pengalaman atau penampakan untuk mengkomunikasikannya. Berbagai asosiasi yang diingat konsumen dapat dirangkai sehingga membentuk citra tentang merek atau brand image di dalam benak konsumen. 

Secara sederhana, pengertian brand image adalah sekumpulan asosiasi merek yang terbentuk di benak konsumen. Konsumen terbiasa menggunakan merek tertentu cenderung memiliki konsisten terhadap brand image atau hal ini disebut juga dengan kepribadian merek (brand personality).

Asosiasi merek dapat menciptakan suatu nilai bagi perusahaan dan para pelanggan, karena ia dapat membantu proses penyusunan informasi untuk membedakan merek yang satu dengan merek yang lain.

Terdapat lima keuntungan asosiasi merek, yaitu:
  1. Dapat membantu proses penyusunan informasi. Asosiasi-asosiasi yang terdapat pada suatu merek, dapat membantu mengikhtisarkan sekumpulan fakta dan spesifikasi yang dapat dengan mudah dikenal oleh pelanggan.
  2. Perbedaan. Suatu asosiasi dapat memberikan landasan yang sangat penting bagi usaha pembedaan. Asosiasi-asosiasi merek dapat memainkan peran yang sangat penting dalam membedakan satu merek dari merek yang lain.
  3. Alasan untuk membeli. Pada umumnya, asosiasi merek sangat membantu para konsumen untuk mengambil keputusan untuk membeli produk tersebut atau tidak.
  4. Penciptaan sikap atau perasaan positif. Asosiasi merek dapat merangsang perasaan positif yang pada gilirannya akan berdampak positif terhadap produk yang bersangkutan.
  5. Landasan untuk perluasan. Asosiasi merek dapat menghasilkan landasan bagi suatu perluasan merek, yaitu dengan menciptakan rasa kesesuaian antara suatu merek dan sebuah produk baru.
Selanjutnya apabila para konsumen beranggapan bahwa merek tertentu secara fisik berbeda dari merek pesaing, citra merek tersebut akan melekat secara terus menerus sehingga dapat membentuk kesetiaan terhadap merek tertentu, yang disebut dengan loyalitas merek (brand loyalty).

2.2.4. Brand Loyalty (Loyalitas Merek)
Pengertian brand loyalty (loyalitas merek) menurut Freddy Rangkuty (2004:60), adalah ukuran dari kesetiaan konsumen terhadap merek.

Loyalitas merek merupakan inti dari brand equity yang menjadi gagasan sentral dalam pemasaran, karena hal ini merupakan satu ukuran keterkaitan seorang pelanggan pada sebuah merek. Apabila loyalitas merek meningkat, maka kerentaan kelompok pelanggan dari serangan kompetitor dapat dikurangi. Hal ini merupakan suatu indikator dari brand equity yang berkaitan dengan perolehan laba di masa yang akan datang karena loyalitas merek secara langsung dapat diartikan sebagai penjualan di masa depan.

Loyalitas memiliki tingkatan sebagaimana dapat dilihat pada diagram berikut ini:

Berdasarkan piramida loyalitas di atas, dapat dijelaskan bahwa:
  • Tingkat loyalitas yang paling dasar adalah pembeli tidak loyal atau sama sekali tidak tertarik pada merek-merek apapun yang ditawarkan. Dengan demikian merek memainkan peran yang kecil dalam keputusan pembelian. Pada umumnya, jenis konsumen seperti ini suka berpindah-pindah merek atau disebut tipe konsumen switcher atau price buyer (konsumen lebih memperhatikan harga di dalam melakukan pembelian).
  • Tingkat kedua adalah para pembeli merasa puas dengan produk yang ia gunakan atau minimal ia tidak mengalami kekecewaan. Pada dasarnya, tidak terdapat dimensi ketidakpuasan yang cukup memadai untuk mendorang suatu perubahan, terutama apabila pergantian ke merek lain memerlukan suatu tambahan biaya. Para pembeli tipe ini dapat disebut pembeli tipe kebiasaan (habitual buyer).
  • Tingkat ketiga berisi orang-orang yang puas, namun mereka memikul biaya peralihan (switching cost), baik dalam waktu, uang atau resiko sehubungan dengan upaya untuk melakukan pergantian ke merek lain. Kelompok ini biasanya disebut dengan konsumen loyal yang merasakan adanya suatu pengorbaan apabila melakukan penggantian ke merek lain. Para pembeli tipe ini disebut satisfied buyer.
  • Tingkat keempat adalah konsumen benar-benar menyukai merek tersebut. Pilihan mereka terhadap suatu merek dilandasi pada suatu asosiasi, seperti simbol, rangkaian pengalaman dalam menggunakannya, atau kesan kualitas yang tinggi. Para pembeli pada tingkat ini disebut sahabat merek, karena terdapat perasaan emosional dalam menyukai merek.
  • Tingkat teratas adalah para pelanggan yang setia. Mereka memiliki suatu kebanggaan dalam menemukan atau menjadi pengguna suatu merek. Merek tersebut sangat penting bagi mereka, baik dari segi fungsinya, maupun sebagai ekspresi mengenai siapa mereka sebenarnya (commited buyers).
Loyalitas merek para pelanggan yang ada mewakili suatu aset strategis dan jika dikelola dan dieksploitasi dengan benar akan mempunyai potensi untuk memberikan nilai dalam beberapa bentuk seperti yang diperlihatkan dalam gambar berikut:

Terdapat empat keuntungan loyalitas merek, yaitu:
  1. Perusahaan yang memiliki basis pelanggan yang mempunyai loyalitas merek yang tinggi dapat mengurangi biaya pemasaran perusahaan karena biaya untuk mempertahankan pelanggan jauh lebih murah dibandingkan mendapatkan pelanggan baru.
  2. Loyalitas merek yang tinggi dapat meningkatkan perdagangan. Loyalitas yang kuat akan meyakinkan pihak pengecer untuk memajang di rak-raknya, karena mereka mengetahui bahwa para pelanggan akan mencantumkan merek-merek tersebut dalam daftar belanjanya.
  3. Dapat menarik minat pelanggan baru karena mereka memiliki keyakinan bahwa membeli produk bermerek terkenal minimal dapat mengurangi resiko.
  4. Loyalitas merek memberikan waktu, semacam ruang bernafas, pada suatu perusahaan untuk cepat merespon gerakan-gerakan pesaing. Jika salah satu pesaing mengembangkan produk yang unggul, seorang pengikut setia akan memberi waktu pada perusahaan tersebut agar memperbaharui produknya dengan cara menyesuaikan atau menetralisasikannya.
3. Strategi Merek
Menurut Freddy Rangkuty (2004:10) ada lima pilihan dalam penentuan strategi merek, yaitu dapat berupa:
1. Merek Baru (New Brand)
Dilakukan ketika perusahaan tidak memiliki satupun merek yang sesuai dengan produk yang akan dihasilkan atau apabila citra merek tersebut tidak membantu untuk produk tersebut.

2. Perluasan Lini (Line Extention)
Perluasan lini terjadi ketika perusahaan memperkenalkan unit produk tambahan dalam kategori produk yang sama dengan merek yang sama, biasanya dengan tampilan baru.

3. Perluasan Merek (Brand Extention)
Perluasan merek terjadi ketika perusahaan memutuskan untuk menggunakan merek yang sudah ada pada produknya dalam kategori baru. Strategi perluasan merek memberikan sejumlah keuntungan, karena merek tersebut pada umumnya lebih cepat dihargai (karena sudah dikenal sebelumnya), sehingga kehadirannya dapat cepat diterima oleh konsumen.

4. Multi Merek (Multi Brand Strategy)
Terjadi ketika perusahaan memperkenalkan berbagai merek tambahan dalam kategori produk yang sama. Tujuannya adalah untuk mencoba membentuk kesan, kenampakan (feature) serta daya tarik lain kepada konsumen sehingga lebih banyak pilihan. Dapat juga terjadi akibat warisan beberapa merek dari perusahaan lain yang telah diakuisisi oleh perusahaan.

5. Merek Bersama (Co-brand)
Co-branding terjadi apabila dua merek atau lebih digabung dalam satu penawaran. Tujuan co-branding adalah agar merek yang satu dapat memperkuat merek yang lain, sehingga dapat menarik minat para konsumen. Apabila co-branding dilakukan dalam bentuk kemasan bersama, maka setiap merek tersebut memiliki harapan dapat menjangkau konsumen baru dengan mengaitkannya dengan merek lain.

Kapan masing-masing strategi tersebut dapat diterapkan, dapat dilihat pada diagram brand strategy (Kotler, 1997:443) di bawah ini:
a. Merek Baru (New Brand)
Sebuah perusahaan dapat menciptakan sebuah nama merek baru ketika memasuki sebuah kategori produk baru. Strategi ini dapat dilakukan karena tidak ada nama merek yang sesuai.

b. Multi Merek (Multi Brand)
Perusahaan ingin mengelola berbagai nama merek dalam kategori yang ada untuk mengemukakan fungsi dan manfaat yang berbeda.

c. Perluasan Merek (Brand Extension)
Usaha apapun yang digunakan untuk menggunakan sebuah nama merek yang sudah berhasil untuk meluncurkan produk baru atau produk yang dimodifikasi dalam kategori baru.

d. Perluasan Lini (Line Extension)
Strategi ini dapat dilakukan dengan cara perusahaan memperkenalkan berbagai macam feature atau tambahan variasi produk, dalam sebuah kategori produk yang ada di bawah nama merek yang sama.

3.1. Strategi Perluasan Merek 
Diantara strategi merek di atas yang menjadi objek penelitian adalah perluasan merek (brand extention) pada 347/eat Clothing Company Bandung.

“Strategi memperluas merek adalah upaya meluaskan nama merek yang telah terbukti berhasil guna meluncurkan produk atau lini produk yang baru atau yang merupakan hasil produk atau lini produk yang baru atau yang merupakan hasil modifikasi.” (Philip Kotler, 1996:85)

Menurut Buell (1985:172), perluasan merek terjadi apabila:
  • Merek individual dikembangkan untuk menciptakan suatu merek kelompok.
  • Produk yang memiliki hubungan ditambahkan pada suatu merek kelompok yang ada.
  • Suatu merek individu atau kelompok dikembangkan ke produk-produk yang tidak memiliki hubungan.
Menurut Aaker (1997:340), strategi perluasan merek membutuhkan tiga tahap, yaitu:
  1. Mengidentifikasi asosiasi-asosiasi merek.
  2. Mengidentifikasi produk-produk yang berkaitan dengan asosiasi-asosiasi tersebut.
  3. Memiliki calon yang terbaik dari daftar produk tersebut untuk dilakukan uji konsep dan pengembangan produk baru.
Perluasan merek akan berhasil apabila:
  1. Asosiasi-asosiasi merek yang kuat memberikan poin pembeda dan keuntungan untuk perluasan.
  2. Perluasan tersebut membantu merek inti dengan cara menguatkan asosiasi-asosiasi kunci, menghindari asosiasi-asosiasi negatif, dan menimbulkan pengenalan merek (asosiasi negatif akan muncul apabila merek hanya mengandalkan kesan kualitas, sehingga rentan terhadap persaingan).
Strategi yang dipergunakan untuk perluasan merek menurut Tauber adalah:
  1. Memperkenalkan produk yang sama dengan bentuk yang berbeda. Misalnya teh botol, teh celup, teh serbuk, teh untuk diet.
  2. Memperkenalkan produk yang mengandung rasa, campuran bahan kimia, atau komponen yang berbeda.
  3. Memperkenalkan produk-produk ikutan sebagai pelengkap produk dan merek utama. Contohnya, komputer PC dengan tambahan drive, cd drive, sound card, vga card, dan sebagainya dengan merek yang sama.
  4. Memperkenalkan produk baru yang sesuai dengan teknologi yang dikuasai perusahaan. Contohnya, kamera Canon dengan mesin fotocopy merek Canon, mesin fotocopy Xerox dengan komputer merek Xerox.
  5. Memperkenalkan produk baru yang merefleksikan keunggulan, atribut, feature, dari produk utama. Contohnya, Disney dengan berbagai produk seperti, film, studio, mainan anak-anak, dan sebagainya.
  6. Memperkenalkan produk baru yang menggunakan merek terkenal yang sudah dimiliki perusahaan. Contohnya, Gucci dengan berbagai macam produk seperti, jam tangan tas, sabuk, dan berbagai aksesoris lainnya.
Secara umum strategi perluasan merek dapat dibedakan berdasarkan:
· Perluasan Lini (Line Extention)
Artinya perusahaan membuat produk baru dengan menggunakan merek lama yang terdapat pada merek induk.

· Perluasan Kategori (Category Extention)
Artinya perusahaan tetap menggunakan merek induk yang lama untuk memasuki kategori yang sama sekali berbeda dari yang dilayani oleh merek induk sekarang.

Menurut David A. Aaker (1997:327), Strategi perluasan merek dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi produsen (transferbilitas keahlian) dan sisi konsumen (komplementaritas dan subtitusi).

Menurut Freddy Rangkuty (2004:138):
  • Komplementaritas adalah seberapa besar konsumen memandang dua kelas produk sebagai pelengkap. Produk akan dianggap sebagai pelengkap jika keduanya dikonsumsi bersama untuk memuaskan kebutuhan tertentu.
  • Subitusi adalah tingkat dimana konsumen memandang dua kelas produk sebagai pengganti. Produk dan subtitusi cenderung memiliki penerapan biasa dan suatu produk dapat digantikan oleh produk lain yang memuasakan kebutuhan yang sama.
  • Transferbilitas (pemindahan) menggambarkan kemampuan operasi perusahaan dalam kelas produk pertama untuk membuat produk dalam kelas produk kedua.
3.2. Masalah-Masalah yang Sering Dihadapi dalam Perluasan Merek
Strategi perluasan merek dalam kondisi persaingan bisnis yang sangat kompetitif menghadapi berbagai masalah, yaitu:
  1. Sejauh mana tingkat persaingan bisnis mempengaruhi perluasan merek, sehingga dapat mempengaruhi pengambilan keputusan penentuan pasar sasaran?
  2. Bagaimana memposisikan produk baru yang akan diluncurkan di tengah-tengah persaingan?
  3. Apakah asosiasi-asosiasi yang berkaitan dengan perluasan merek mudah diingat?
  4. Apakah perluasan merek memiliki kekuatan dalam menciptakan keuntungan dan loyalitas jangka panjang sehingga dapat mengungguli para pesaing dalam menstimulasi asosiasi-asosiasi?
  5. Bagaimana persepsi konsumen tentang produk yang menggunakan perluasan merek ditinjau dari sudut pandang pihak produsen (transferabilitas keahlian dan kualitas) dan sudut pandang konsumen (komplementaritas dan subsitusi) dalam sikap penerimaan konsep perluasan merek?
  6. Jenis iklan yang bagaimana yang dapat memberikan pengaruh sangat besar terhadap perilaku mengenai merek, sehingga pada akhirnya dapat menimbulkan perasaan untuk melakukan tindakan pembelian?
4. Korelasi Brand Equity dengan Strategi Perluasan Merek
Brand equity adalah korelasi antara brand equity dan brand extention (Pitta and Katsanis, 1995; Baldinger, 1990). Di sini brand equity diukur berdasarkan kemampuan merek tersebut mendukung perluasan merek yang dilakukan. 

Tingkat keberhasilan strategi perluasan merek sangat tergantung pada merek induknya (parent brand) serta pada kemampuan untuk mencapai brand equity pada positioning yang baru tersebut sebagaimana brand equity yang telah dimiliki oleh merek induk sebelumnya.

Semakin tinggi nilai brand equity yang dimiliki, upaya perluasan merek akan semakin baik, (Freddy Rangkuti, 2004:9).

2 comments:

  1. Penjelasan yang sangat mendalam dan mudah dipahami mengenai brand image

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete