Pengertian Kebijakan Deviden Dan Jenis-Jenis Kebijakan Deviden
1. Pengertian Dividen
Dividen
berasal dari bahasa Latin yaitu divendium yang artinya sesuatu untuk
dibagi. Berikut ini beberapa pemaparan mengenai pengertian dividen:
- Berdasarkan Kamus Bahasa Indonesia dividen diartikan sejumlah uang sebagai hasil keuntungan yang dibayarkan kepada pemegang saham (dalam suatu Perseroan).
- Dalam dunia ekonomi dividen adalah seluruh laba bersih setelah dikurangi penyisihan untuk cadangan pajak yang dibagikan kepada pemegang saham (pemilik modal sendiri) kecuali ditentukan lain dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
- Menurut Bapepam dividen adalah porsi keuntungan perusahaan yang dibayarkan kepada para pemegang saham.
- Menurut Darmaji dan Fakhrudin (2001: 9) dividen adalah pembagian keuntungan yang dihasilkan perusahaan dan tersedia bagi pemegang saham.
- Menurut Husnan dan Pudjiastuti dividen adalah laba yang diperoleh oleh perusahaan dan tersedia bagi pemegang saham.
Dari
beberapa pengertian di atas dapat diartikan bahwa dividen adalah laba
yang diperoleh perusahaan untuk dibagikan kepada pemegang saham.
2. Pengertian Kebijakan Dividen
Dalam
melakukan perdagangan saham perusahaan akan memperoleh laba bersih.
Laba bersih (net earnings) ini sering disebut sebagai: “Laba yang
tersedia bagi pemegang saham biasa” (earnings available to common
stockholders) disingkat EAC. Laba bersih tersebut akan dikenakan pajak
sehingga menjadi laba bersih sesudah pajak (earinings after tax atau
EAT). Manajemen mempunyai dua alternatif perlakuan terhadap EAT ini
yaitu:
- Dibagikan kepada para pemegang saham perusahaan dalam bentuk dividen.
- Diinvestasikan kembali ke perusahaan sebagai laba ditahan (retained earning) untuk membiayai operasi selanjutnya.
Apabila
manajemen memilih alternatif pertama artinya manajemen harus membuat
keputusan tentang besarnnya EAT yang dibagikan sebagai dividen.
Pembuatan keputusan tentang dividen ini disebut kebijkan dividen.
Bambang
Riyanto (2001: 281) mendefinisikan kebijakan dividen sebagai “politik
yang bersangkutan dengan penentuan pembagian pendapatan (earning) antara
penggunaan pendapatan untuk dibayarkan kepada para pemegang saham
sebagai dividen atau untuk digunakan di dalam perusahaan (laba ditahan).
Menurut
Sundjaja dan Barlian (2003: 390) kebijakan dividen adalah rencana
tindakan yang harus diikuti dalam membuat keputusan dividen.
Menurut
Wetson dan Brigham (1990: 198) kebijakan dividen adalah keputusan untuk
membagikan laba atau menahannya guna diinvestasikan kembali di dalam
perusahaan.
Menurut Suad Husnan, kebijakan dividen dapat diartikan:
- Apakah laba yang diperoleh seharusnya dibagikan atau tidak.
- Apakah laba dibagikan dengan konsekuensi harus mengeluarkan saham baru.
Dari
beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan dividen
adalah kebijakan pembagian pendapatan yang harus diikuti dalam membuat
keputusan dividen (dibagikan/ditahan).
Menurut
Lukas Setia Atmaja (2003: 285) rasio antara dividen dan laba bersih
sering disebut sebagai Dividend Payout Rasio (DPR), yang persamaannya
adalah DPR = Total Dividend/ Net Income. Karena kelebihan laba bersih di
atas dividen itu menjadi laba ditahan maka keputusan DPR inclusive
keputusan mengenai laba ditahan. Sepintas, para pemegang saham akan
merasa senang apabila bagian dari laba bersih yang dibagikan sebagai
dividen ini semakin besar. Akan tetapi, apabila DPR ini semakin besar,
berarti laba ditahan semakin menciut, padahal pendanaan dengan
menggunakan laba ditahan (internal financing) ini mempunyai cost of
capital yang paling kecil dibandingkan dengan metode pendanaan lainnya.
Dengan demikian keputusan dividen akan mengacu pada suatu kebijakan
(dividend policy) yang optimal, terutama disesuaikan dengan konsep
tujuan memaksimumkan nilai perusahaan.
Ditinjau
dari memaksimumkan rentabilitas modal sendiri, maka kebijakan dividen
perlu memperhatikan rentabilitas aktiva dan tingkat bunga. Dikatakan
demikian, Karen apabila kebijakan menetapkan bahwa laba ditahan semakin
besar berarti perusahaan ini menggunakan metode pendanaan dengan
menambah modal sendiri, yakni pendanaan internal.
Kebijakan
dividen merupakan salah satu sumber konflik antara manajemen dan
principal karena dividen dapat merupakan suatu sinyal yang diberikan
perusahaan kepada investor. Dividen yang dibayarkan secara tunai maupun
konversi dengan saham mencerminkan kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba dan prospek yang baik di masa yang akan datang.
3. Teori-teori Kebijakan Dividen
A. Dividend Irrelevance Theory (Dividen Tidak Relevan)
Beberapa
kalangan berpendapat bahwa kebijakan dividen tidak mempunyai pengaruh
terhadap harga saham perusahaan maupun terhadap biaya modalnya. Jika
kebijakan dividen tidak mempunyai pengaruh yang signifikan, maka hal
tersebut tidak relevan.
Pendukung
dari tidak relevannya kebijakan dividen adalah Modigliani-Miller (MM).
Mereka berpendapat bahwa bagaimanapun kebijakan dividen itu memang tidak
mempengaruhi harga saham maupun kemakmuran pemegang saham. Lebih lanjut
MM berpendapat bahwa nilai perusahaan ditentukan oleh earning power dan
asset perusahaan tersebut. Dengan demikian nilai perusahaan ditentukan
oleh keputusan investasi. Sementara itu keputusan apakah laba yang
diperoleh akan dibagikan dalam bentuk dividen atau akan ditahan tidak
mempengaruhi nilai perusahaan.
MM menyatakan bahwa dividen tidak relevan berdasarkan asumsi-asumsi di bawah ini:
- Pasar modal sempurna, di mana para investor mempunyai kesamaan informasi, tidak ada biaya transaksi dan tidak ada pajak.
- Para investor bersifat rasional.
- Semua peserta pasar bersifat price-taker.
- Adanya unsur ketidakpastian bagi arus pendapatan masa datang dan para investor mempunyai informasi yang sama.
- Manajer dalam pengambilan keputusannya mengenai produksi dan investasinya disesuaikan dengan informasi tersebut.
- Untuk memisahkan pengaruh dividen dan pengaruh leverage, maka semua perusahaan dianggap memiliki rasio D/S sama.
- Perusahaan-perusahaan semestinya memiliki kelas risiko yang sama.
- Perusahaan dengan produksi yang sekarang memiliki yield yang sama.
B. Teori Bird in The Hand
Teori
ini dikemukakan oleh Myron Gordon (1959) dan John Lintner (1956) yang
berpendapat bahwa ekuitas atau nilai perusahaan akan turun apabila rasio
pembayaran dividen dinaikkan, karena para investor kurang yakin
terhadap penerimaan keuntungan modal (capital gain) yang dihasilkan dari
laba yang ditahan dibandingkan seandainya para investor menerima
dividen. Gordon dan Lintner berpendapat bahwa sesungguhnya investor jauh
lebih menghargai pendapatan yang diharapkan dari dividen daripada
pendapatan yang diharapkan dari keuntungan modal.
MM
dalam hal ini tidak setuju bahwa ekuitas atau nilai perusahaan tidak
tergantung pada kebijakan dividen, yang menyiratkan bahwa investor tidak
peduli antara dividen dengan keuntungan modal. MM menamakan pendapat
Gordon-Lintner sebagai kekeliruan bird-in-the-hand, yakni: mendasarkan
pada pemikiran bahwa investor memandang satu burung di tangan lebih
berharga dibandingkan seribu burung di udara. Dengan demikian,
perusahaan yang mempunyai dividend payout ratio yang tinggi akan
mempunyai nilai perusahaan yang tinggi pula.
Namun
menurut pandangan MM, kebanyakan investor merencanakan untuk
menginvestasikan kembali dividen mereka dalam saham dari perusahaan
bersangkutan atau perusahaan sejenis, dan dalam banyak kasus, tingkat
risiko dari arus kas perusahaan bagi investor dalam jangka panjang hanya
ditentukan oleh tingkat risiko arus kas operasinya, bukan oleh
kebijakan pembagian dividen.
C. Teori Preferensi Pajak
Ada
tiga alasan yang berkaitan dengan pajak untuk beranggapan bahwa
investor mungkin lebih menyukai pembagian dividen yang rendah dari pada
yang tinggi, yaitu:
- Keuntungan modal dikenakan tarif pajak lebih rendah dari pada pendapatan dividen. Untuk itu investor yang kaya (yang memiliki sebagian besar saham) mungkin lebih suka perusahaan menahan dan menanamkan kembali laba ke dalam perusahaan. Pertumbuhan laba mungkin dianggap menghasilkan kenaikkan harga saham, dan keuntungan modal yang pajaknya rendah akan menggantikan dividen yang pajaknya tinggi.
- Pajak atas keuntungan tidak dibayarkan sampai saham terjual, sehingga ada efek nilai waktu.
- Jika selembar saham dimiliki oleh seseorang sampai ia meninggal, sama sekali tidak ada pajak keuntungan modal yang terutang.
Karena
adanya keuntungan-keuntungan pajak ini, para investor mungkin lebih
suka perusahaan menahan sebagian besar laba perusahaan. Jika demikia
para investor akan mau membayar lebih tinggi untuk perusahaan yang
pembagian dividennya rendah daripada untuk perusahaan sejenis yang
pembagian dividennya tinggi.
4. Jenis-jenis Dividen
Menurut Zaki Baridwan (1993) deviden yang akan dibagikan oleh perusahaan dapat terbagi dalam beberapa jenis, yaitu:
1.
Dividen tunai (cash dividen), yaitu dividen yang dibagikan kepada
pemegang saham dalam bentuk uang tunai dan dikenai pajak pada tahun
pengeluarannya. Dividen ini yang paling umum dan banyak digunakan dalam
pembagian saham.
2.
Dividen saham (stock dividen), yaitu dividen yang dibagikan perusahaan
kepada para pemegang saham dalam bentuk saham perusahaan sehingga jumlah
saham perusahaan menjadi bertambah. Jadi, pemberian stock dividen ini
dilakukan dengan cara mengubah sebagian laba ditahan (retained earnings)
menjadi modal saham yang pada dasarnya tidak mengubah jumlah modal
sendiri. Namun demikian cash flow perusahaan tidak terganggu karena
perusahaan tidak perlu mengeluarkan uang tunai. Peristiwa ini dilakukan
jika posisi kas perusahaan atau likuiditas diperlukan oleh perusahaan.
Investor dalam hal ini akan memiliki lebih banyak saham tetapi laba per
lembar saham lebih rendah. Proporsi pemilikan investor tidak mengalami
perubahan.
Contoh:
Beta mempunyai struktur modal sebagai berikut (sebelum penerbitan dividen saham).
Saham biasa (Rp. 5.000,- nominal, 400.000 lembar) = Rp. 2 miliar
Agio saham = Rp. 1 miliar
Laba saham = Rp. 7 miliar
Modal sendiri bersih = Rp. 10 miliar
Perusahaan Beta membayar dividen saham 5% atau sebanyak 20.000 lembar (5% x 400.000 lembar).
Nilai pasar saham Rp. 40.000 setiap pemegang saham 20 lembar saham menerima 1 lembar dividen saham:
Saham biasa (Rp. 5.000 nominal, 420.000 lembar) = Rp. 2,1 miliar
Agio saham = Rp. 1,7 miliar
Laba ditahan = Rp. 6,2 miliar
Modal sendiri = Rp. 10 miliar
Keterangan :
1. Laba ditahan berkurang Rp. 800 juta, yaitu dividen saham 20.000 lembar x harga pasar Rp. 40.000.
2. Saham biasa ditambah Rp. 100 juta, yaitu 20.000 lembar saham baru x nilai nominal saham biasa Rp. 5.000,-
3. Agio saham bertambah Rp. 700 juta, yaitu 20.000 lembar saham baru x (Rp. 40.000 - Rp. 5.000) atau saham pasar - harga nominal.
4. Jika laba setelah pajak Rp. 1 miliar. EPS (Earning Per Share) = Rp. 2.500 (1 miliar/40.000). Setelah dividen saham menurun menjadi Rp. 2.380.
5. (Rp 1 miliar/420.000 lembar saham),
3.
Dividen saham pecahan (stock split), yaitu pemecahan selembar saham
menjadi n lembar saham. Harga per lembar saham baru setelah stock split
adalah sebesar 1/n dari harga sebelumnya. Dengan demikian, sebenarnya
stock split tidak menambah nilai dari perusahaan atau dengan kata lain
stock split tidak mempunyai nilai ekonomis. Melakukan pemecahan dalam
hal, yaitu menambah jumlah saham dengan cara melalui pengurangan nilai
nominalnya. Pada contoh di atas, jumlah lembar saham 400.000 lembar
saham menjadi 2 x 400.000 lembar = 800.000 lembar. Harga nominal saham
menjadi Rp. 2.500 (Rp. 5.000/2).
Dengan
demikian struktur modal tidak berubah, dan nilai jual saham biasa,
agio, dan laba tidak mengalami perubahan. Tetapi harga nominal dan
lembar saham berubah proporsional.
Tujuan dari stock split:
- Menurunkan harga saham, sehingga menarik pembeli/investor.
- Diharapkan harga akan meningkat.
- Menguntungkan bagi investor, jika dividen yang dibayar lebih besar, misalnya sebelum dipecahkan membayar dividen Rp. 2.000 per lembar. Setelah dipecahkan hanya membayar dividen Rp. 1.250 per lembar, maka investor akan menerima dividen Rp. 2.500 dengan nilai penyertaan yang sama besarnya.
- Dividen scrip, yaitu dalam bentuk perjanjian tertulis untuk membayar dalam jumlah tertentu pada waktu yang disepakati.
- Dividen property (property dividen), yaitu dividen yang dibagikan dalam bentuk aktiva lain selain kas atau saham, misalnya aktiva tetap dan surat-surat berharga.
- Dividen likuidasi (liquidating dividen), yaitu dividen yang diberikan kepada pemegang saham sebagai akibat dilikuidasikannya perusahaan. Dividen diperoleh dari selisih antara nilai realisasi aset perusahaan dikurangi dengan semua kewajibannya.
5. Bentuk-bentuk Kebijakan Dividen
Banyak
faktor lain yang ikut berperan dalam penetapan besarnya pembayaran
dividen, namun yang menjadi persoalan selanjutnya adalah mengenai
bentuk-bentuk kebijakan dividen yang bisa ditempuh oleh suatu
perusahaan. Menurut Awat (1998: 171) terdapat empat macam bentuk-bentuk
kebijakan dividen, yaitu:
1.
Kebijakan dividen yang stabil (stable dividend-per-share policy), yakni
jumlah pembayaran dividen itu sama besarnya dari tahun ke tahun. Salah
satu alasan mengapa suatu perusahaan itu menjalankan kebijakan dividen
yang stabil adalah untuk memelihara kesan para investor terhadap
perusahaan tersebut, sebab apabila suatu perusahaan menerapkan kebijakan
dividen yang stabil berarti perusahaan tersebut yakin bahwa pendapatan
bersihnya juga stabil dari tahun ke tahun. Meskipun perusahaan mengalami
kerugian, jumlah dividen yang dibayar misalnya Rp. 1.500 per saham,
maka jumlah ini tetap dibayar kepada pemegang saham. Investor akan aman
dengan jumlah yang tetap diterimanya sesuai dengan motivasi mereka.
2.
Kebijakan dividend payout ratio yang tetap (constant dividend payout
ratio policy). Dalam hal ini, jumlah dividen akan berubah-ubah sesuai
dengan jumlah laba bersih, tetapi rasio antara dividen dan laba ditahan
adalah tetap. Deviden yang dibayar berfluktuasi tergantung besarnya
keuntungan bagi pemegang saham. Misalnya DPO 60% dari keuntungan. Jika
keuntungan Rp 1 miliar, maka deviden yang dibayarkan sebesar 60% x Rp 1
Milyar = Rp 600 juta.
3.
Kebijakan kompromi (compromise policy), yakni suatu kebijakan dividen
yang terletak antara kebijakan per saham yang stabil dan kebijakan
dividend payout ratio yang konstan ditambah dengan persentasi tertentu
pada tahun-tahun yang mampu menghasilkan laba bersiih yang tinggi.
4.
Kebijakan dividen residual (residual-dividend policy). Apabila suatu
perusahaan menghadapi suatu kesempatan investasi yang tidak stabil maka
manajemen menghendaki agar dividen hanya dibayar ketika laba bersih itu
bersih.
Contoh
Tahun
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Laba bersih
Rencana investasi
|
5 milyar
1 milyar
|
1,5
1,5
|
2,5
2,0
|
2,3
1,5
|
1,8
2,0
|
Jika perusahaan memiliki 1 juta lembar saham dengan harga pasar Rp. 1.000 per lembar.
Dividen menurut residu sebagai berikut:
Tahun
|
Laba
|
Investasi
|
Deviden
|
EPS
|
Dana Ekstern
|
1
2
3
4
5
|
2
1,5
2,5
2,3
1,8
|
1
1,5
2,0
1,5
2,0
|
1
0
0,5
0,8
0
|
1.000
0
500
800
0
|
0
0
0
0
200
|
6. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen
Dalam membagikan dividen, perusahaan harus memperhatikan beberapa faktor, antara lain:
- Dividend Payout Ratio industri di mana perusahaan itu berada. Artinya, perusahaan tidak boleh mengabaikan kebijakan dividen perusahan lain
- Kesempatan investasi. Kebijakan dividen perusahaan jangan sampai mengorbankan proyek yang dapat meningkatkan value pemegang saham di masa yang akan datang. Semakin besar kesempatan investasi maka dividen yang bisa dibagikan akan semakin sedikit.
- Profitabilitas dan Likuiditas. Kebijakan dividen perusahaan sebaiknya memperhitungkan profitabilitas dan likuiditas perusahaan. Aliran kas atau profitabilitas yang baik bisa membayar dividen atau meningkatkan dividen. Alasan lain pembagian dividen adalah untuk menghindari akuisisi oleh perusahaan lain.
- Akses ke pasar keuangan. Jika perusahaan mempunyai akses ke pasar keuangan yang baik, perusahaan bisa membayar dividen lebih tinggi. Akses yang baik bisa membantu perusahaan memenuhi kebutuhan likuiditasnya.
- Pertumbuhan pendapatan perusahaan. Jika pendapatan perusahaan mengalami pertumbuhan, maka jumlah pembayaran dividen dapat dinaikkan. Sebab dengan adanya tambahan pendapatan maka dividen dan laba ditahan juga bertambah.
- Stabilitas pendapatan. Jika pendapatan perusahaan relatif stabil, aliran kas di masa mendatang bisa diperkirakan dengan lebih akurat. Perusahaan semacam itu bisa membayar dividen yang lebih tinggi. Hal yang sebaliknya terjadi untuk perusahaan yang mempunyai pendapatan yang tidak stabil. Ketidakstabilan aliran kas di masa mendatang membatasi kemampuan perusahaan membayar dividen yang tinggi.
- Prefensi pemegang saham dan keleluasaan untuk menyimpang dari maksimisasi kemakmuran.
- Ketersediaan dan biaya alternatif sumber dana. Apabila biaya modal tinggi, maka penggunaan laba ditahan akan semakin menarik.
- Pembatasan-pembatasan yang diberikan kreditur. Kadang-kadang para kreditur bisa memberikan batasan mengenai jumlah pembayaran dividen yang boleh dilakukan perusahaan. Tindakan itu biasanya dilakukan agar perusahaan mampu mengarahkan usahanya dalam pelunasan hutang.
Harapan
mengenai kondisi bisnis pada umumnya. Pada waktu inflasi mungkin laba
cenderung naik sehingga manajemen dapat menaikkan pembayaran dividen.
Dengan demikian, dalam keadaan inflasi, pendanaan melalui pinjaman akan
lebih menarik, bandingkan dengan menggunakan laba ditahan.
7. Mekanisme Pembagian Dividen
Secara
umum mekanisme pembagian dividen terbagi dua yaitu jadwal dan tata cara
pembagian dividen. Mekanisme ini tergantung pada keputusan Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) yang umumnya diadakan per tahun. Berikut mekanisme
pembagian dividen:
a. Jadwal Pembagian Dividen
Harga
saham akan bergerak seiring dengan pengumuman pembagian dividen yang
akan dilakukan oleh perusahaan. Secara umum harga saham akan bergerak
naik sesuai dengan besarnya dividen yang akan dibagikan perusahan sampai
dengan cum dividend date. Kemudian harga saham akan turun kembali pada
tingkat wajarnya pada ex-dividend date. Berikut jadwal pembayaran
dividen yang harus diperhatikan pemegang saham, yaitu:
- Declaration Date, yaitu tanggal pengumuman resmi dari emiten/perusahaan untuk melakukan pembagian dividen.
- Cum-Dividend Date, yaitu tanggal terakhir transaksi/perdagangan saham dimana pembeli saham memperoleh hak atas dividen yang dibagikan perusahaan.
- Ex-Dividend Date, yaitu tanggal dimana investor sudah memiliki hak untuk memperoleh dividen dan sudah boleh untuk menjual saham yang dimilikinya.
- Date of Record/ Recording Date, yaitu tanggal dimana investor harus terdaftar atau menentukan daftar nama dalam Daftar Pemegang Saham Perseroan sehingga ia mempunyai hak yang diperuntukan bagi pemegang saham.
- Payment Date / Distribution Date, yaitu tanggal dimana perusahaan membagikan dividen kepada pemegang saham.
b. Tata Cara Pembagian Dividen
Berikut ini tata cara pembagian dividen secara tunai:
1.
Menemtukan tanggal dan jam pendaftaran pemegang saham yang berhak
menerima pembagian dividen tunai kepada perseroan/perusahaan yang
bersangkutan.
2. Menentukan distribusi pembagian dividen tunai, dapat melalui:
- PT Kustodian Sentral Efek Indonesia atau KSEI (koloktif)
- Broker
Hal ini tergantung lewat perantara mana pemegang saham mengalokasikan bagian dividen tunainya.
3.
Menentukan tanggal dan jam pembagian dividen tunai kepada pemegang
saham yang namanya tercatat dalam Daftar Pemegang Saham Perseroan.
4. Menentukan tarif dan perhitungan pajak.
5. Menentukan tarif dan perhitungan pajak bagi pemegang saham apabila yang bersangkutan merupakan wajib pajak luar negeri.
No comments:
Post a Comment