Saturday, 25 March 2017

TRADISI SEMIOTIK ( Teori Sistem Non-verbal dan Pondasi Klasik Bahasa )

TRADISI SEMIOTIK
Semiotik telah menjadi hal penting yang membantu kita dalam memahami apa yang terjadi dalam pesan, bagian-bagiannya, dan bagaimana semua bagian itu disusun. Teori ini juga membantu kita untuk memahami bagaimana menyampaikan pesan supaya bermakna. Sebagai contoh, jika anda menyampaikan sebuah pidato, maka pendengar memperhatikan pada kata-kata yang anda pilih, tata bahasa, intonasi, dan gerak tubuh, kontak mata, serta cara anda menempatkan diri dengan pendengar. Teori semiotik kurang memperhatikan karakteristik anda sebagai seorang pelaku komunikasi, pendengar merespon pesan anda atau situasi social dan budaya saat pidato itu disampaikan, walaupun teori semiotik manganggap bahwa makna yang anda dan pendengar berikan pada kata-kata serta gerak tubuh dari pidato anda bergantung pada semua hal-hal diatas tersebut. Disini , kita akan menyertakan tiga teori semiotik : teori symbol, teori bahasa, dan teori perilaku non-verbal.

Teori Simbol Susanne Langer
Teori symbol yang terkemuka dan sangat bermanfaat diciptakan oleh Susanne Langer, penulis Philosophy in a new key yang sangat diperhatikan oleh pelajar yang mempelajari simbolisme. Teori Langer sangat bermanfaat karena teori ini menegaskan beberapa konsep dan istilah yang biasa digunakan dalam bidang komunikasi, Teori ini memberikan sejenis standardisasi untuk tradisi semiotik dalam kajian komunikasi.

Langer, seorang filsuf, memikirkan simbolisme yang menjadi inti pemikiran filosofi karena simbolisme mendasari pengetahuan dan pemahaman semua manusia. Menurut Langer, semua binatang yang hidup didominasi oleh perasaan, tetapi perasaan manusia dimediasikan oleh konsepsi, symbol dan bahasa. Binatang merespons tanda, tetapi manusia menggunakan lebih dari sekedar tanda sederhana dengan mempergunakan symbol. Tanda ( sign ) adalah sebuah stimulus yang menandakan kehadiran dari suatu hal.sebagai contoh, jika anda melatih anjing anda untuk berguling , ketika anda memberikan perintah yang tepat maka kata guling  adalah sebuah tanda untuk anjing supaya berguling. Dengan demikian sebuah tanda berhubungan erat dengan makna dari kejadian sebenarnya. Awan dapat menjadi tanda untuk hujan, tertawa tanda untuk kebahagiaan, dan sebuah jingga tua atau oranye “ kawasan pekerja “ merupakan petunjuk untuk konstruksi selanjutnya. Hubungan sederhana ini disebut pemaknaan ( signification . anda akan berjalan pelan ketika melihat sebuah tanda konstruksi oranye karena adanya pemaknaan.

Sebaliknya, symbol digunakan dengan cara yang lebih kompleks dengan membuat seseorang untuk berfikir tentang sesuatu yang terpisah dari kehadirannya. Sebuah symbol adalah “ sebuah instrument pemikiran “ symbol adalah konseptualisasi manusia tentang suatu hal, sebuah symbol ada untuk sesuatu. Sementara tertawa adalah sebuah tanda kebahagiaan , kita dapat mengubah gelak tawa menjadi sebuah symbol dan membuat maknanya berbeda dalam banyak hal terpisah dari acuannya secara langsung. Dapat berarti kesenangan, kelucuan, ejekan, cemoohan, pelepaskan tekanan, diantara banyak hal. Kemudian, symbol merupakan inti dari kehidupan manusia dan proses simbolisasi penting juga untuk manusia seperti halnya makan dan tidur. Kita arahkan kedunia fisik dan social kita melalui symbol-simbol dan maknanya serta makna membuat suatu hal sering menjadi jauh lebih penting daripada objek sesungguhnya atau keterangan mereka.

Sebuah symbol atau kumpulan symbol-simbol bekerja dengan menghubungkan sebuah konsep, ide umum, pola, atau bentuk. Menurut Langer, konsep adalah makna yang disepakati bersama-sama diantara pelaku komunikasi. Bersama, makna yang disetujui adalah makna denotative, sebaliknya, gambaran atau makna pribadi adalah makna konotatif. Sebagai contoh, jika anda sedang melihat lukisan karya Vincent Van Gogh, anda akan memberikan makna bersama-sama dengan orang yang sedang melihat lukisan tersebut secara nyata sebuah makna denotative. Bagaimana pun,pelukis sendiri mempunyai makna pribadi sendiri atau konotasi untuk arti dari lukisan itu.

Pada lukisan Van Gogh, still life with open bible, sebagai contoh, anda akan melihat Bible besar terletak disamping sebuah lilin. Disebelah Bible ada sebuah novel kecil dan jika anda lihat lebih dekat, maka anda akan melihat bahwa itu adalah novel Emile Zola, the joy of Living. Kemudian, lukisan menunjukkan sebuah Bible, lilin, dan sebuah buku. Akan tetapi, bagi Van Gogh sendiri, lukisan memiliki konotasi pribadi yang lebih banyak menyimbolkan kehidupan dan kematian ayahnya, seorang menteri. Oleh karena itu, Bible adalah symbol dari seorang bapak. Kematiannya disimbolkan oleh lilin yang menerangi bagian Isaiah tentang penderitaan pelayan. Buku yang lebih kecil menyimbolkan kehidupan sesepuh Van Gogh. Langer memandang makna sebagai sebuah hubungan kompleks diantara symbol, objek, dan manusia yang melibatkan denotasi ( makna bersama ) dan konotasi ( makna pribadi ).

Abstraksi, sebuah proses pembentukan ide umum dari sebentuk keterangan konkret, berdasarkan pada denotasi dan konotasi dari symbol. Langer mencatat bahwa proses manusia secara utuh cenderung abstrak. Ini adalah sebuah proses yang mengesampingkan detail dalam memahami objek, peristiwa, atau situasi secara umum. Sebagai contoh, kata anjing secara denotative mengacu pada sebuah binatang berkaki empat, tetapi bukan gambaran secara keseluruhan, tingkatan detail apa pun atau abstraksi selalu menyisakan sesuatu. Semakin abstrak symbol, gambaran semakin kurang lengkap : seekor anjing adalah mamalia, yaitu seekor binatang : seekor binatang adalah organisme, yaitu benda hidup. Setiap istilah dalam rangkaian ini lebih mendetail, sehingga lebih abstrak daripada istilah sebelumnya.

Walaupun denotasi biasanya lebih mendetail, konotasi dapat memasukkan banyak detail menyangkut makna symbol bagi individu. Konotasi dari anjing dapat cukup spesifik, seperti halnya anda memikirkan anjing yang anda miliki saat masih anak-anak, seekor anjing yang pernah menggigit anda, atau anjing tetangga anda yang menggonggong semalam suntuk. Baik denotative maupun konotatif, tidak dapat menangkap gambaran anjing  secara lengkap.

Penggunaan symbol pada manusia dirumitkan oleh fakta bahwa tidak ada hubungan langsung symbol dan objek sebenarnya. Bahkan, lebih dirumitkan lagi oleh fakta bahwa kita menggunakan symbol dalam kombinasi. Signifikansi sebenarnya dari bahasa adalah wacana, yang di dalamnya menghubungkan kata-kata menjadi kalimat dan paragraph. Wacana mengekspresikan proposisi, dimana symbol-simbol kompleks yang menghadirkan sebuah gambaran dari sesuatu. Kata anjing menimbulkan sebuah gambaran, tetapi gabungannya dengan kata lain memberikan gambaran yang menyatu : anjing cokelat kecil berbaring diatas kaki saya. Organisasi dan kombinasi bahasa berpotensi membuat bahasa benar-benar kaya dan sarana yang tidak tergantikan bagi umat manusia. Dengan bahasa, kita berfikir, merasa, dan berkomunikasi. Langer menyebut hal ini dengan simbolisme tidak berhubungan ( discursive symbolism )

Langer juga membahas kepentingan symbol non-diskursif atau presentasional. Peristiwa yang paling penting bagi manusia adalah emosional dan paling baik dikomunikasikan melalui ibadah, seni, dan music. Memang, lukisan Van Gogh adalah symbol presentasional. Sekarang, kita beralih pada teori-teori tambahan untuk ide-ide Susanne Langer tentang symbol lingustik atau symbol non-verbal.

Pondasi Klasik Bahasa
kajian bahasa telah sangat dipengaruhi oleh semiotic dan sebaliknya. Dalam buku ini, kita tidak punya cukup ruang untuk menguraikan teori linguistic satu per satu, tetapi penting juga untuk mengetahui sesuatu tentang struktur bahasa sebagaimana sebagaimana hal itu mempengaruhi pesan. Penemu lingustik modern adalah Ferdinand de Saussure yang memberikan banyak kontribusi pada tradisi structural dalam komunikasi. Saussure mengajarkan bahwa tanda, termasuk bahasa, dapat berubah-ubah. Ia mencatat bahwa bahasa yang berbeda menggunakan kata-kata yang berbeda untuk hal yang sama dan biasanya tidak ada hubungan secara fisik antara sebuah kata den acuannya. Oleh karena itu, tanda adalah kaidah yang ditata oleh aturan. Asumsi ini tidak hanya mendukung ide bahwa bahasa adalah sebuah struktur, tetapi juga memperkuat ide dasar bahwa bahasa dan realitas adalah terpisah. Kemudian, Saussure melihat bahasa sebagai sebuah system representasi realitas.

Saussure meyakini bahwa peneliti linguistic harus memperhatikan hal yang membentuk bahasa, seperti bunyi pengucapan, kata-kata, dan tata bahasa karena walaupun struktur bahasa berubah-ubah, tetapi tidak untuk penggunaan bahasa. Perlu menetapkan ketentuan. Dengan kata lain, anda tidak dapat memilih satu kata pun semau anda untuk mengutarakan maksud, tidak pula untuk menyusun kembali tata bahasa sekehendak anda, jika anda ingin dimengerti.

Bahasa yang digambarkan dalam kaidah structural adalah sebuah system hubungan baku tanpa inti. Hanya ketika makna ditambahkan pada fitur-fitur strukturaldari bahasa, yang menjadikannya menggambarkan sesuatu. Kunci untuk memahami struktur dari system Saussure adalah perbedaan. Elemen dan hubungan yang ditambahkan pada bahasa dibedakan oleh perbedaan mereka. Suatu bunyi terdengar berbeda dengan yang lainnya ( seperti bunyi “p” dan “b” ); suatu kata berbeda dengan yang lainnya ( seperti kata “pat” dan “bat” ); suatu bentuk tata bahasa berbeda dengan yang lainnya ( seperti pembentukan “ has run “ dan “ will run “). System perbedaan ini mendasari struktur bahasa. Baik bahasa tertulis maupun yang diucapkan, berbeda diantara tanda objek-objek di dunia, dapat diidentifikasi dengan mencocokkan perbedaan-perbedaan diantara tanda-tanda linguistic. Tidak ada unit linguistic yang memiliki signifikansi didalam atau diluarnya; hanya berlawanan dengan unit linguistic lainnya yang menjadi struktur tertentu mendapatkan makna.

Saussure meyakini bahwa semua orang yang mengenal dunia ditentukan oleh bahasa. Tidak seperti kebanyakan penganut semiotic lainnya, Saussure tidak melihat tanda sebagai referensial. Tanda tidak menandakan objek nelainkan mendasari mereka. Dapat saja tidak ada objek yang terpisah dari tanda yang digunakan untuk merancangnya, hal ini menghubungkannya secara jelas dengan gagasan Langer bahwa dunia kita terdiri dari makna yang dikaitkan dengan symbol-simbol penting dalam kehidupan kita.

Saussure membuat sebuah pembeda penting antara bahasa formal, yang disebut langue, dan kegunaan bahasa sebenarnya dalam komunikasi, yang ia sebut sebagai parole. Kedua istilah prancis ini dapat disamakan seperti bahasa inggris bahasa dan pengucapan. Bahasa ( langue ) adalah sebuah system baku yang dapat dianalisis terpisah dari kegunaanya dalam kehidupan sehari-hari. Pengucapan ( parole ) adalah kegunaan sebenarnya dari bahasa untuk mencapai tujuan. Pelaku komunikasi tidak menciptakan peraturan bahasa. Peraturan ini berfungsi melalui periode waktu yang lama dan “ dianugerahkan “ kepada kita saat bersosialisasidalam sebuah komunitas bahasa. Sebaliknya, pelaku komunikasi menciptakan berbagai bentuk pengucapan setiap saat. Dengan kata lain, anda tidak sedang duduk-duduk dengan teman andadan menemukan pola tata bahasa untuk menandakan masa lalu, sekarang, dan masa depan; tetapi anda melakukannya melalui interaksi, menggunakan bentuk-bentuk ini dengan kreatif dab secara konstan mengubah sesuatu. Inilah perbedaan antara bahasa dan pengucapan.

Sebuah contoh bagus yang begitu fleksibel dan mengubah sifat pengucapan adalah perubahan dengan bagaimana istilah “ to be “ dan “ like “ lebih banyak digunakan dalam logat gereja orang amerika. Berikut ini adalah hal yang tidak pernah diperkirakan berasal dari peraturan baku tata bahasa dan bahkan orang amerika dengan mudahnya akan memaham i ini

Dulu saya seperti how could you do this to me?
Dan dulu ia seperti what do you mean? Seperti
Ia tidak pernah mengakui apa yang telah ia lakukan, benar ? jadi saya seperti, seperti,oh,
Playing dumb now are we? [tertawa] dan ia telah,
Semua, kamu tahu, seperti kamu tahu,what,
What? Jadi,saya dulu seperti apa, oh,whatever.

Linguistic bagi soussure adalah kajian dari langue , bukan parole : “ secara keseluruhan, pengucapan [ parole ] terdiri banyak segi dan heterogen; tidak memihak pada beberapa area secara kesinambungan…. Kita tidak dapat memasukkan kedalam kategori fakta-fakta manusia karena kita tidak dapat mengungkapkan kesatuannya. Bahasa [ langue ], sebaliknya adalah keseluruhan jati diri dan sebuah prinsip dari klasifikasi.” Kita tidak dapat memiliki logat tanpa bahasa, tetapi logat kurang beraturan dan variabelnya lebih beragam daripada system bahasa baku sebagaimana asalnya. Dengan kata lain, ketika anda berbicara, maka anda sedang menggunakan bahasa, tetapi anda juga sedang mengutipnya – menggunakan logat – supaya anda dapat meraih tujuan komunikasi.

Dipengaruhi oleh karya Saussure, para ahli bahasa structural mengembangkan model standar struktur kalimat antara tahun 1950-an. Pada dasarnya, model ini memecahkan sebuah kalimat menjadi komponen-komponen dalam model hierarki. Bunyi dan kelompok bunyi menyatu untuk membentuk bagian-bagian kata, yang akibatnya menyatu untuk membentuk kata-kata, kemudian frase. Frase diletakkan bersama-sama untuk membuat klausa atau kalimat. Dengan demikian, bahasa dapat dianalisis dalam berbagai tingkatan, menghubungkan dengan bunyi, kata-kata, dan frase. Bagaimanapun, analisis structural dengan sendirinya tidak akan membuktikan dalam menjelaskan kegunaan bahasa untuk manusia. Sebagai akibatnya, para ahli linguistic telah bergerak melebihi pendekatan structural dan sekarang lebih biasa untuk merangkul sebuah pendekatan yang berbeda yang disebut generative grammar.

Utamanya, melengkapi karya Noam Chomsky dan kolega, generative grammar sebetulnya lebih berhubungan dengan tradisi sosiopsikologis daripada dengan semiotic. Sebagai seorang ahli linguistic muda pada tahun 1950-an, Chomsky memisahkan diri dengan ahli teori klasik untuk mengembangkan sebuah pendrkatan yang telah menjadi aliran dalam linguistic kontemporer. Cabang linguistic ini lebih memperhatikan system kognitif manusia – bagaimana aturan bahasa ditambahkan dalam pikiran manusia dan bagaimana sumber mental ini membuat kita mampu untuk menghasilkan bahasa yang diucapkan. Seperti beberapa teoretis, generative grammar sekarang memiliki beberapa posisi yang didalamnya mengalir dengan baik sesuai cakupan yang ada dalam buku ini. Akademisi komunikasi sudah kurang berminat lagi dalam struktur bahasa dan aturan mental linguistic dan lebih tertarik bagaimana setiap orang sebenarnya berbahasa dan berperilaku, yang terangkum dalam wacana untuk mencapai cita-cita. Hal terpenting dalam proses ini adalah kita padukan elemen-elemen verbal atau linguistic dan non-verbal yang akan kita bahas kemudian.

Teori-teori Sistem Non-verbal
Akademis komunikasi menganggap bahwa bahasa dan perilaku lebih sering tidak bekerja bersama, sehingga teori-teori tanda non verbal adalah elemen penting dalam tradisi semiotic. Para ahli tidak menyepakati apakah komunikasi itu sebenarnya , seperti Randall Harrison yang menegaskan:

Istilah “ komunikasi non-verbal “ telah diterapkan untuk menyusun berbagai peristiwa yang membinggungkan, dari masalah wilayah binatang sampai masalah peraturan diplomat. Dari mimik muka sampai hentakan otot. Dari dalam, tetapi tidak tercurahkan, berperasaan seperti monument rakyat di luar. Dari pesanan pijat sampai ajakan untuk minum. Dari menari dan drama sampai music dan pelawak. Dari arus pengaruh sampai arus lalu lintas. Dari mode busana sampai mode arsitektur dan computer analog. Dari bau harum bunga mawar sampai harum cita rasa daging bakar. Dari symbol-simbol Freudian sampai tanda-tanda astrologi. Dari kekejaman secara retorik sampai penari erotis tanpa penutup dada.

Membuat pertanyaan dalam komunikasi non-verbal bahkan lebih menantang, penelitian dalam permasalahan ini luas dan berasal dari berbagai bidang. Beragam topik yang sesuai dengan komunikasi non-verbal yang akan terkuak dalam buku ini; disini, kita akan berkonsentrasi pada metode structural persandian non-verbal yang menjadi inti dalam komunikasi semiotic.

Kode Non-verbal. Kode non-verbal adalah kumpulan perilaku yang digunakan untuk menyampaikan arti. Judee Burgoon menggolongkan system kode non-verbal seperti halnya memiliki beberapa struktur sifat. Pertama, kode non-verbal cenderung analog daripada digital. Sinyal digital mempunyai ciri tersendiri,seperti huruf dan angka, sedangkan sinyal analog berkesinambungan, membentuk sebuah tingkatan atau spectrum, seperti volume suara dan intensitas cahaya. Oleh karena itu, sinyal non-verbal, seperti ekspresi wajah dan intonasi suara tidak dapat dengan sederhana digolongkan menjadi kategori yang mempunyai ciri-ciri tersebut, tetapi lebih dilihat sebagai perbedaan.

Fitur kedua yang banyak ditemukan, tetapi tidak semua, dalam kode non-verbal adalah kemiripan ( inconicity ). Kode ikonis menyerupai benda yang telah disimbolkan ( seperti ketika anda menggambarkan bentuk sesuatu dengan tangan anda ). Ketiga, kode non-verbal tertentu kelihatannya memunculkan makna universal. Terutama dalam kasus yang berhubungan dengan tanda-tanda, seperti ancaman dan penunjukan emosi yang mungkin saja dapat ditentukan secara biologis. Keempat, kode non-verbal memungkinkan adanya transmisi berkesinambungan dalam beberapa pesan. Dengan wajah, tubuh, suara, dan tanda-tanda menimbulkan sebuah respons otomatis – menerobos lampu merah. Pada akhirnya, tanda-tanda non-verbal sering terpancar secara spontan, seperti ketika anda melepaskan rasa gugup dengan memainkan rambut anda atau menggoyangkan kaki anda.

Kode non-verbal memiliki dimensi semantik, sintaksis, dan pragmatik. Sematik mengacu pada makna dari sebuah tanda. Sebagai contoh, dua jari dipasangkan dibelakang kepala seseorang adalah sebuah cara untuk memanggilnya seorang “ setan “. Sintaksis mengacu pada metode bagaimana tanda-tanda tersebut disusun kedalam system dengan tanda lainnya. Sebagai contoh, seseorang mungkin menyimpan dua buah jarinya dibelakang kepala seseorang, tertawa dan berkata “ mengejek anda!”. Hal tersebut adalah sebuah gerak tubuh, sebuah tanda suara ( tertawa ), ekspresi wajah, dan bahasa bersatu untuk menciptakan makna. Progmatik mengacu pada pengaruh atau perilaku yang dimunculkan oleh sebuah tanda atau sekelompok tanda, sepeti ketika tanda “ setan “ dianggap sebuah lelucon daripada sebuah penghinaan. Tidak seperti bentuk verbal, makna yang diterapkan pada bentuk non-verbal terkungkung oleh konteks atau ditentukan dalam bagian dari situasi yang mereka hasilkan. Baik bahasa maupun bentuk non-verbalmengizinkan pelaku komunikasi untuk menggabungkan beberapa tanda yang berhubungan kedalam sebuah variasi kompleks yang hampir tidak terbatas dari pengungkapan makna.

System kode non-verbal sering digolongkan menurut jenis aktivitas yang digunakan dalam kode. Burgoon mengusulkan tujuh jenis : kinesis ( aktivitas tubuh ); vokalis atau paralanguage ( suara ); penampilan fisik, haptics ( touch ); proxemics ( ruang ); chronemics ( waktu ); dan artefak ( objek ). Dari semua ini, kinesis dan proxemics telah dikaji secara luas.

Kinesis. Ray Birdwhistell diakui sebagai orang pertama dibalik bidang kinesis. Seorang antropolog yang tertarik dangan bahasa, Birdwhistell, menggunakan linguistic sebagai metode untuk karya kinesisnya. Pada kenyataannya, hubungan ini sangat kuat yang mana istilah yang popular untuk kinesis adalah bahasa tubuh. Dalam bukunya, kinesics and context, Birdwhistell mengurutkan tujuh asumsinya yang menjadi dasar teorinya dalam bahasa tubuh.
  1. Semua gerakkan tubuh mempunyai makna penting dalam konteks komunikasi. Seseorang selalu dapat memberikan makna terhadap aktivitas tubuh.
  2. Perilaku dapat dianalisis karena telah diatur dan pengaturan ini dapat dikupas dengan analisis sistematis.
  3. Walaupun aktivitas tubuh memiliki keterbatasan secara biologis, kegunaan pergerakan tubuh dalam interaksi dianggap menjadi sebuah bagian dari system social. Oleh karena itu, kelompok yang berbeda akan menggunakan gesture- dan gerakan tubuh lainnya secara berbeda.
  4. Orang yang dipengaruhi oleh aktivitas tubuh orang lain yang terlihat.
  5. Cara aktivitas tubuh yang berfungsi dalam komunikasi dapat diselidikit.
  6. Makna yang terungkap dalam hasil penelitian kinesis ini berasal dari perilaku yang telah dikaji sebagaimana metode yang digunakan untuk penelitian.
  7. Seseorang yang menggunakan aktivitas tubuh akan mencari ciri-ciri idiosyncratic, tetapi juga akan menjadi bagian system social yang besar bersama-sama dengan yang lainnya.
Susunan karya Birdwhistell, Paul Ekman, dan Wallace Friesen yang berkaborasi dalam penelitian yang membawa sebuah model dasar sempurna dari perilaku kinesis, memusatkan karya mereka pada wajah dan tangan. Tujuan mereka sangatlah ambisius: “ tujuan kita adalah untuk meningkatkan pemahaman terhadap terhadap individu, perasaan, mood, kepribadian dan sikap, serta untuk meningkatkan pemahaman terhadap interaksi interpersonal yang ada, sifat dari hubungan, status atau kualitas komunikasi, impresi apa yang terbentuk, dan apa yang terungkap dari gaya atau kemampuan antarpersonal.” Para penulis ini menganalisis aktivitas non-verbal dengan tiga cara : asal, kode, dan penggunaan.

Sumber ( origin ) adalah sumber dari sebuah tindakan. Perilaku non-verbal mungkin saja bawaan lahir ( tersusun dalam system kegugupan ); species-constant ( perilaku universal yang dibutuhkan bagi para kelangsungan hidup ); atau variant lintas budaya, kelompok, dan individu. Sebagai contoh, seseorang dapat berspekulasi bahwa mengangkat alis sebagai sebuah tanda yang mengejutkanadalah bawaan lahir, yang menandai wilayah adalah species constant dan goyangkan kepala ke belakang dan keempatnya adalah indikasi dari ketiadaan budaya spesifik.

Sandi ( coding ) adalah hubungan dari tindakan dengan maknanya. Sebuah tindakan mungkin berubah-ubah dengan ketiadaan makna yang melekat pada tanda itu sendiri. Sebagai contoh, dengan budaya amerika, kita sepakat bahwa mengangguk adalah sebuah indikasi dari ya, tetapi sandi ini bermacam-macam dan dalam kebanyakan budaya lain, maknanya benar-benar berlawanan. Tanda non-verbal lainnya ikonis dan menyerupai dengan benda yang dimaknai. Sebagai contoh, kita sering mengambil gambar di udara atau posisi tangan kita mengilustrasikan apa yang sedang kita bicarakan. Kategori ketiga dari persandian ini adalah intrinsik. Secara intrinsik, penunjuk kode berisikan makna mereka diantara mereka dan mereka sendiri adalah bagian dari apa yang ditandai. Menangis adalah sebuah contoh dari kode intrinsik. Menangis adalah sebuah isyarat emosi, tetapi menangis juga merupakan bagian dari emosi itu sendiri.

Cara ketiga untuk menganalisis perilaku adalah dengan kebiasaan. Kebiasaan meliputi tingkatan sebuah perilaku non-verbal yang dimaksudkan untuk menyampaikan makna. Sebuah tindakan komunikatif digunakan untuk menyampaikan makna dengan sengaja. Tindakan interaktif sebenarnya mempengaruhi perilaku partisipan lainnya. Sebuah tindakan, baik itu komunikatif maupun interaktif adalah jika tindakan itu disengaja dan berpengaruh. Sebagai contoh, jika anda dengan sengaja melambaikan tangan kepada teman anda sebagai tanda anda member sapaan dan teman anda melambaikan tangan balik, isyarat anda berarti komunikatif, tetapi memberikan informasi untuk penerima. Tindakan tersebut dikatakan menjadi informatif. Pada suatu hari, ketika anda merasa kurang bersahabat, mungkin anda menunduk saat dijalan untuk menghindari teman anda.jika orang lain melihat penghindaran tersebut, maka perilaku anida sudah informatif walaupun anda tidak ingin menceritakannya.

Menurut Ekman dan Friensen, semua perilakun non-verbal dapat digolongkan menjadi satu dari kelima jenis tersebut, bergantung pada sumber, sandi, dan kebiasaan. Tipe pertama adalah lambang atau emblem. Lambang secara verbal dapat diartikan kedalam makna yang cukup tepat. Mereka biasanya digunakan pada sebuah kebiasaan yang disengaja untuk menyampaikan sebuah pesan tertentu. Sebagai contoh, “ V “ untuk tanda victory dan kekuatan kepalan tangan hitam. Lambang muncul dari budaya dan mungkin saja dapat berubah-ubah atau ikonis.

Illustrator adalah jenis kedua dari isyarat non-verbal. Illustrator digunakan untuk menggambarkan apa yang telah dikatakan secara verbal. Meraka disengaja, walaupun kita tidak selalu diarahkan untuk menyadari mereka dan termasuk di dalamnya adalah mengarahkan dan mengambil gambar diudara. Illustrator dipelajari dalam non-verbal yang kegunaanya mungkin saja komunikatif atau informatif; adakalanya mereka interaktif.

Jenis ketiga dari perilaku non-verbal adalah adaptor, yang mengabdi untuk memudahkan pelepasan tekanan fisik. Contohnya adalah remasan tangan, menggaruk kepala, atau menggoyangkan kaki. Self-adaptor ditujukan untuk tubuh seseorang. Mereka mencakup menggaruk, memukul, membersihkan, dan menekan. Alter-adaptor ditujukan untuk tubuh orang lain, seperti menampar orang dari belakang. Object-adaptor ditujukan untuk benda seperti memutar penjepit kertas. Pada beberapa kasus, adaptor dapat menjadi ikonis atau intrinsik. Mereka jarang yang disengaja dan seseorang biasanya tidak menyadari perilaku adaptif seseorang. Walaupun mereka jarang komunikatif, kadang-kadang mereka interaktif dan sering informatif.

Regulator, jenis keempat dari perilaku yang digunakan untuk mengendalikan atau mengoordinasikan interaksi. Sebagai contoh, kita menggunakan kontak mata untuk menandakan pembicaraan dan mendengarkan yang berperan dalam sebuah percakapan. Regulator utamanya adalah interaktif. Mereka dikodekan secara intrinsik atau ikonis, dan mereka berasal dari pembelajaran budaya.

Kategori terakhir dalam perilaku adalah affect display. Perilaku ini mungkin saja bagian dari bawaan lahir, melibatkan penunjukan perasaan dan emosi. Wajah adalah sumber yang kaya untuk penunjukan pengaruh, walaupun bagian tubuh lainnya mungkin juga terlibat. Penunjukan pengaruh dikodekan secara intrinsik. Mereka jarang komunikatif, sering interaktif, dan selalu informatif.

Proxemics. Kategori kedua pada non-verbal yang telah dikaji secara luas dadlam komunikasi adalah proxemics. Secara spesifik, proxemics mengacu pada penggunaan jarak dalam komunikasi. Ini adalah kajian dalam bagaimana manusia menyusun jarak yang kecil dalam praktik kehidupan sehari-hari mereka. Edward Hall, penemu proxemics, menggambarkannya sebagai sebuah jarak antara manusia dalam “ melakukan transaksi sehari-hari, pengaturan jarak dalam …… perumahan dan pergedungan, dan yang paling akhir adalah tata ruang dari …. Kota.”

Menurut Hall, metode jarak ini digunakan dalam interaksi, sangat bermasalah dengan kebudayaan. Pengertian yang berbeda penting bagi budaya yang berbeda. Dibeberapa negara seperti Amerika, pandangan dan pendengaran yang berkuasa; ditempat lain seperti budaya Arab, penciuman yang penting. Beberapa kebudayaan bergantung pada sentuhan lebih dari yang lainnya. Pada umumnya, pengertian yang menonjol dari sebuah kebudayaan biasanya menentukan jarak yang digunakan dalam kebudayaan tersebut. Kebudayaan juga mempunyai definisi yang berbeda sendiri, yang juga berpengaruh pada bagaimana jarak didefinisikan dan digunakan. Kebanyakan orang-orang dalam kebudayaan barat belajar untuk mengidentifikasi dirinya melalui kulit dan pakaian. Akan tetapi, Arab menempatkan dirinya lebih dalam ditengah raganya.

Hall mendefinisikan tiga jenis dasar jarak. Ruang karakteristik terbatas ( fixed-feature space ) terdiri dari benda-benda yang tidak dapat dipindahkan, seperti dinding dan kamar. Ruang katakteristik semi terbatas ( semi-fixed-feature space )­ meliputi objek yang dapat bergerak seperti furnitur. Ruang informal (informal space ) adalah daerah pribadi sekitar tubuh yang menjalar dengan tubuh seseorang dan menentukan jarak antarpribadi diantara manusia. Sebagai contoh, Budaya Anglo-Amerika menggunakan empat jenis jarak yang dapat dilihat: ( 0 – 8 inci ), pribadi ( 1 – 4 kaki ), sosial ( 4 – 12 kaki ), dan publik ( ebih dari 12 kaki ).

Hall juga menggambarkan delapan faktor yang mungkin memberi pengaruh bagaimana ruang digunakan ketika orang berinteraksi dalam percakapan :
  • Postur ( posture ) – faktor seks ( sex factors ): hal ini mencakup jenis kelamin partisipan dan posisi dasar tubuh ( berdiri, duduk, berbaring ).
  • Poros sosial keluar kedalam ( sociofugal-sociopetal axis ): kata sosiofugal berarti keputusan berinteraksi dan sosiopetal termasuk dorongan. Axis adalah poros yang relatif dengan orang lain. Pembicara mungkin saling berhadapan, mungkin saling membelakangi, atau mungkin saja diposisikan pada radius sudut tertentu. Dengan demikian, beberapa sudut, seperti bertatapan muka, mendorong interaksi, sementara yang lainnya, seperti saling membelakangi, mematikan interaksi.
  • Faktor kinestetik ( kinesthetic factors ): adalah kedekatan antarindividu yang berhubungan dengan sentuhan. Setiap individu mungkin saja melakukan kontak fisik atau pada jarak yang dekat, mungkin saja mereka diluar dari kontak tubuh; atau mungkin saja diantara kedekatan ini. Faktor ini juga mencakup penempatan bagian tubuh seperti halnya bagian-bagian yang sedang bersentuhan.
  • Perilaku sentuhan ( touching behavior ): manusia mungkin saja terlibat dalam elusan dan pelukan, merasakan, pelukan erat, saling menekan, sedikit sentuhan, bersentuhan secara kebetulan atau tidak ada kontak.
  • Sandi visual ( visual code ): kategori ini mencakup budaya kontak mata langsung ( mata ke mata ) sampai tidak ada kontak.
  • Sandi termis ( thermal code ): elemen ini melibatkan panas yang diterima dari pelaku komunikasi lainnya.
  • Sandi penciuman ( olfactory code ): faktor ini meliputi jenis dan tingkatan bau yang diterima dalam percakapan.
  • Kebisingan suara ( voice loudness ): kerasnya suara dapat memengaruhi jarak antarpribadi.
Perhatikan bahwa semua teori dalam bagian ini, teori-teori simbol, bahasa, dan komunikasi non-verbal, memberikan ide bahwa pesan terdiri atas bagian dan fitur tertentu, termasuk verbel ( linguistik ) dan non-verbal ( perilaku ), yang mana pelaku komunikasi memberikan makna. Inti dari hal ini adalah pemikiran semiotika, tetapi hal ini hanya menambah sebagian kecil dari dasar komunikasi yang sangat besar.

Kajian bahasa dapat berhubungan dengan sejumlah tradisi, bergantung pada fokusnya. Kajian yang melihat hubungan bahasa dengan kekuasaan akan mencerminkan suatu tradisi kritis, kajian yang menguji kegunaan bahasa dengan kelompok budaya yang beragam akan mencerminkan social budaya, dan kajian yang melihat pada bagaimana kita menafsirkan bahasa dari teks akan dengan jelas mencerminkan fenomenologis. Akan tetapi, kajian struktur bahasa sudah menjadi sifat dari semiotika karena hal ini memperlakukan tanda sebagai sebuah jembatan antara merasakan dunia dan memahami dunia. Bahasa adalah sebuah tempat tradisi yang dapat bekerja bersama-sama dengan banyaknya teori kritis, social budaya, dan fenomenologis memiliki dasar semiotika.

Kajian komunikasi non-verbal juga dapat menjadi penghubung dalam tradisi. Sebagai contoh, perilaku non-verbal menggabungkan semiotika dan budaya. Ketika keduanya dibawa bersama-sama dalam satu pandangan, maka tradisi semiotika dan social budaya muncul. Anda dapat melihat perilaku non-verbal sebagai sejanis perilaku individu, yang dapat membawa tradisi semiotika dan sosiopsikologis bersamaan. Pada kenyataannya, banyak teori komunikasi non-verbal yang secara jelas menggunakan sebuah pendekatan psikologis dan digolongkan dengan tradisi terakhir pada bab lain dalam buku ini. Untuk melanjutkan penelusuran kita terhadap pesan, mari kita berahli ke tradisi social budaya.

No comments:

Post a Comment