2.1 Pengertian Merek
Merek berdasarkan undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 (pasal 1 ayat 1 ) adalah :
“Tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa”.
Amerika Marekting Association mendefinisikan merek (Philip Kotler, 2000:444) adalah sebagai berikut :
“ A Brand is a name, term, sign, symbol, or design, or a combination of them, intended to identify the goods or service of one seller or group of seller and to differentiate them from those of competitors”.
Pengertian merek menurut David A. Aaker (Rangkuti, 2002:36) adalah :
“ Nama dan atau Simbol yang bersipat membedakan (seperti sebuah logo, cap atau kemasan) dengan maksud mengidentifikasikan barang atau jasa dari seorang penjual atau sebuah kelompok penjual tertentu”.
Pada hakekatnya, merek membedakan penjual atau pembuatnya. Dengan demikian suatu merek membedakan dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh kompetitor. Merek dapat berupa, nama, merek dagang, logo, atau simbol lain. Berdasarkan undang-undang Merek Dagang, penjual diberi hak ekslusif untuk menggunakan mereknya untuk selamanya. Jadi merek berbeda dengan aktiva lain seperti hak paten dan hak cipta yang mempunyai batas waktu.
Merek sebenarnya merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan keistimewaan, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek-merek terbaik memberikan jaminan mutu. Akan tetapi merek lebih dari sekedar simbol.
Menurut Philip Kotler (2000:404), merek dapat memiliki enam tingkat pengertian, yaitu :
- Atribut (Attributes) Yaitu merek mengingatkan pada atrinut-atribut tertentu.
- Manfaat (Benefits) Yaitu suatu merek lebih dari serangkaian atribut. Pelanggan tidak membeli atribut, mereka membeli manfaat. Atribut diperlukan untuk diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan emosional.
- Nilai (values) Yaitu merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen.
- Budaya (Culture) Yaitu merek juga mewakili budaya tertentu
- Kepribadian (Personality) Yaitu merek juga menentukan mencerminkan kepribadian tertentu
- Pemakai (User) yaitu merek menunjukan jenis konsumen yang membeli atau mengunakan produk tersebut.
2.1.1 Peranan dan Kegunaan Merek
Merek memegang peranan sangat penting, salah satunya adalah menjembatani harapan konsumen pada saat kita menjanjikan sesuatu kepada konsumen. Dengan demikian dapat diketahui adanya ikatan emosional yang tercipta antara konsumen dengan perusahaan penghasil produk melalui merek. Pesaing bisa saja menawarkan produk yang mirip, tapi mereka tidak mungkin menawarkan janji emosional yang sama.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa merek mempunyai dua unsur (Rangkuti, 2002:37), yaitu brand name yang terdiri dari hurup-hurup atau kata-kata yang dapat terbaca, serta brand mark yang berbentuk simbol, desain atau warna tertentu spesifik. Kedua unsur dari sebuah merek, selain berguna untuk membedakan satu produk dari produk lainnya juga berguna untuk mempermudah konsumen untuk mengenali dan mengidentifikasi barang atau jasa yang hendak dibeli.
Merek menjadi sangat penting saat ini karena beberapa faktor, seperti :
- Emosi konsumen terkadang turun naik, merek mampu membuat janji emosi menjadi konsisten dan stabi
- Merek mampu menembus setiap setiap pagar budaya dan pasar. Bisa dilihat bahwa suatu merek yang kuat mampu diterima di seluruh dunia dan budaya.
- Merek mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen. Semakin kuat suatu merek, makin kuat pula interaksinya dengan konsumen dan makin banyak asosiasi merek terbentuk dalam merek tersebut. Jika asosiasi merek yang terbentuk memiliki kualitas dan kuantitas yang kuat, potensi ini akan meningkatkan citra merek.
- Merek sangat berpengaruh dalam membentuk prilaku konsumen. Merek yang kuat akan sanggup merubah prilaku konsumen.
- Merek memudahkan proses pengambilan keputusan pembelian oleh konsumen. Dengan adanya merek, konsumen dapat dengan mudah membedakan produk yang akan di belinya dengan produk lain sehubungan dengan kualitas, Kepuasan, kebanggan, ataupun atribut yang melekat pada merek tersebut.
- Merek terkembang menjadi sumber aset terbesar bagi perusahaan.
Dalam kondisi pasar yang kompetitif, preferensi dan loyalitas pelanggan adalah kunci kesuksesan. Terlebih lagi pada kondisi sekarang, nilai suatu merek yang mapan sebanding dengan realitas semakin sulitnya, menciptakan suatu merek. Pemasaran dewasa ini merupakan pertempuran yang dirasakan konsumen, tidak sekedar pertempuran produk. Beberapa produk dengan kualitas, model, features (karakteristik tambahan dari produk), serta kualitas yang relatif sama dapat memiliki kinerja yang berbeda-beda di pasar karena perbedan yang dirasakan dari produk tersebut di benak
Membangun yang dirasakan konsumen dapat dilakukan melalui jalur merek. Suatu produk dengan ekuitas merek yang kuat dapat membentuk landasan merek yang kuat dan mampu mengembangkan keberadaan suatu merek dalam persaingan apa pun dalam jangka waktu yang lama.
Dengan semakin banyaknya jumlah pemain pasar, meningkat pula ketajaman persaingan di antara merek-merek yang beroperasi di pasar dan hanya produk yang memiliki ekuitas merek kuat yang akan tetap mampu bersaing, merebut, dan menguasai pasar.
Di lain pihak, menurut Chandrashekran et al, yang dikutip ulang dalam Jurnal Sains Pemasaran Indonesia , Andre Nugroho P, MM (2003:54) mengatakan:
Suatu pemilihan merek, akan melalui suatu pola : seseorang akan membetuk suatu ide atau suatu kepercayaan akan beberapa alternatif dan membangun suatu preferensi. Kepercayaan-kepercayaan dan preferensi tersebut dapat membantu konsumen mengambil keputusan
2.2 Pengertian Ekuitas Merek (Brand Equity)
Menurut David A. Aaker (Freddy Rangkuty,2004:39), ekuitas merek atau brand equity adalah :
“Seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah barang atau jasa kepada perusahaan atau para pelanggan perusahaan.”
Ekuitas Merek dapat dikelompokan kedalam 5 kategori, yaitu :
- loyalitas merek (brand loyalty),
- kesadaran merek (brand awareness),
- kesan kualitas (perceived qulity),
- asosiasi-asosiasi merek sebagai tambahan terhadap kesan kualitas (brand association)
- dan aset-aset merek lainnya (Other Proprietary brand asset) seperti paten, cap, saluran hubungan.
Empat elemen ekuitas merek di luar aset-aset merek lainya dikenal dengan elem-elemen utama dari ekuitas merek. Elemen ekuitas merek yang kelima secara langsung akan di pengaruhi oleh kualitas dari empat elemen utama tersebut. Konsep ekuitas merek ini dapat ditampilkan pada gambar 2.3., yang memperlihatkan memapuan ekuitas merek atau brand dalam menciptakan nilai bagi perusahaan atau pelangga atas dasar lima kategori aset yang telah disebutkan.
BRAND EQUITY
2.2.1 Kesadaran Merek (Brand Awareness)
Kesadaran Merek menurut David A. Aaker adalah kesanggupan seseorang calon pembeli untuk mengenal atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu. Freddy Rangkuti(2004:39). Peran Brand Awareness dalam keseluruhan Brand Equity tergantung dari sejauh mana tingkatan kesadaran yang dicapai oleh suatu merek.
Penjelasan Mengenai Piramida Brand Awareness Dari tingkat terendah sampai tingkat tertinggi adalah ;
1. Unware of Brand (tidak meyakini merek)
Merupakan tingkat yang paling rendah dalam piramida kesadaran merek, di mana konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merek.
2. Brand recognition (Pengenalan Merek)
Tingkat minimal dari kesadaran merek. Hal ini penting pada saat seseorang pembeli memilih suatu merek pada saat melakukan pembelian
3. Brand recall (Pengingatan kembali terhadap merek)
Pengingatan kembali pada merek didasarkan terhadap permintaan seseorang untuk menyebutkan merek tertentu dalam suatu kelas produk. Hal ini diistilahkan dengan pengingatan kembali tanpa bantuan, karena berbeda dari tugas pengenalan, responden tidak perlu dibantu untuk memunculkan merek tersebut.
4. Top of Mind ( Puncak Pikiran)
Apabila seseorang ditanya secara langsung tanpa diberi bantuan pengingatan dan ia dapat ,menyebutkan satu nama merek, maka merek yang paling banyak disebutkan pertama sekali merupakan puncak pikiran. Dengan kata lain, merek tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada di dalam benak konsumen.
2.2.2 Kesan Kualitas (Perceived Quality)
Pengertian kesan kualitas menurut David A.Aaker (Freddy Rangkuti, 2004:41) adalah persepsi pelanggan terhadap keselurhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan maksud yang diharapkan. Kesan kualitas memberikan nilai dalam beberapa bentuk.
Terdapat lima keuntungan kesan kualitas, yaitu :
1. Alasan membeli
Kesan kualitas sebuah merek memberikan alasan yang penting untuk membeli. Hal ini mempengaruhi merek-merek mana yang harus dipertimbangkan, dan selanjutnya mempengaruhi merek apa yang akan dipilih.
2. Diferensiasi/posisi
Diferensiasi mempunyai arti merupakan suatu karakteristik penting dari merek untuk memposisikannya dalam dimensi kesan kualitas
3. Harga optimum
Keuntungan ini memberikan pilihan-pilihan didalam menetapkan harga optimum.
4. Minat Saluran distribusi
Keuntungan ini yaitu meningkatkan minat para distributor dikarenakan adanya suatu arti penting bagi para distributor, pengecer serta berbagai saluran distribusi lainya sehingga kejadian ini akan membantu perusahaan dalam perluasan distribusi.
5. Perluasan Brand
Kesan kualitas dapat dieksploitasi dengan cara mengenalkan berbagai perluasan merek, yaitu dengan menggunakan merek tertentu untuk masuk kedalam kategori produk baru.
2.2.3 Asosiasi Merek (Association Brand)
Asosiasi merek menurut David A Aaker (Freddy Rangkuti,2004:160) adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai merek. Asosiasi merek menjadi salah satu komponen yang membentuk ekuitas merek. Hal ini disebabkan karena asosiasi merek dapat membentuk image positif terhadap merek yang muncul, yang pada akhirnya akan menciptakan prilaku positif konsumen. Di sisi lain menurut Keller (Uswatun Chasanah, 2003 :106) bahwa asosiasi merek didorong pula oleh identitas dari merek tersebut yang ingin dibangun oleh perusahan. Lebih lanjut disebutkan oleh keller, asosiasi merek memiliki berbagi tipe sebagai berikut :
- Atributes (Atribut), asosiasi yang dikaitkan terhadap atribut-atribut dari merek tersebut, baik yang berhubungan langsung terhadap produknya maupun yang tidak berhubungan langsung terhadap produknya. Seperti harga (price), perasaan (feeling), pengalaman (experiences) dan personalitas merek (brand Personality).
- Benefit (manfaat) asosiasi suatu merek dikaitkan dengan manfaat fungsional (fungsional Benefit), manfaat simbolik (symbolic benefit), dari pemakaian dan pengalaman yang dirasakan oleh pengguna (experiental Benefit)
- Attitudes (Sikap), asosiasi yang muncul dikarenakan motivasi diri sendiri yang merupan sikap dari berbagi sumber, seperti Punishment, Reward dan Ilmu pengetahuan (Knowledge). patents, trade mark, dan lain sebagainya.
2.2.4 Loyalitas Merek (Loyalty Brand)
Loyalitas merek adalah ukuran dari kesetiaan konsumen terhadap suatu merek. Loyalitas merek merupakan inti dari Brand Equity yang menjadi gagasan sentral dalam pemasaran, karena hal ini merupakan suatu ukuran keterkaitan seseorang pelanggan pada sebuah merek. Apabila loyalitas merek meningkat maka kerentaan kelompok pelanggan dari serangan kompetitor dapat dikurangi. Hal ini merupakan suatu indikator dari Brand Equity yang berkaitan dengan perolehan laba dimasa yang akan datang karena loyalitas merek secara langsung dapat diartikan sebagai penjualan di masa depan.
Berdasarkan piramida di atas, maka bisa dijelaskan yaitu:
- Tingakat loyalitas yang paling dasar adalah pembeli tidak loyal atau samasekali tidak tertarik pada merek-merek apapun yang ditawarkan. Dengan demikian, merek memainakan peran yang kecil dalam keputusan pembelian. Pada umumnya konsumen seperti ini suka berpindah-pindah merek atau disebut tipe konsumen Switcher atau price buyer (konsumen yang lebih memperhatikan harga di dalam melakukan pembelian)
- Tingkat kedua adalah para pembeli merasa puas dengan produk yang digunakan, atau minimal tidak mengalami kekecewaan. Pada dasarnya, tidak terdapat dimensi ketidak puasan yang dapat menjadikan sumber perubahan, apalagi apabila perpindahan ke merek yang lain itu ada penambahan biaya. Para pembeli tipe ini dapat disebut pembeli tipe kebiasaan (habitual buyer)
- Tingkat ketiga berisi orang-orang yang puas, tapi harus memikul biaya peralihan (Switching Cost), baik dalam waktu, uang atau resiko sehubungan dengan upaya untuk melakukan pergantian ke merek lain. Kelompok ini biasanya disebut dengan konsumen loyal yang merasakan adanya suatu pengorbanan apabila ia melakukan penggantian ke merek lain. Para pembeli tipe ini disebut satisfied buyer.
- Tingkat keempat adalah konsumen benar-benar menyukai merek tersebut. Pilihan mereka terhadap suatu merek dilandasi pada suatu asosiasi, seperti simbol, rangkaian pengalaman, atau kesan kualitas yang tinggi. Para pembeli pada tingkat injidi sebut sahabat merek, karena terdapat perasan emosional dalam menyukai merek
- Tingkat teratas adalah para pelanggan yang setia. Mereka mempunyai suatu kebanggan dalam menemukan atau menjadi pengguna satu merek. Merek tersebut menjadi penting bagi mereka baik dari segi fungsinya, maupun sebagai ekspresi mengenai siapa mereka sebenarnya (commited buyer)
Dari piramida loyalitas diatas terlihat bahwa bagi merek yang belum memiliki brand equity yang kuat, porsi tersebut dari konsumennya berada pada tingkatan switcher hingga porsi terkecil, di tempati oleh commited buyer. Meskipun demikian bagi merek yang memiliki brand equity yang kuat, tingkatan dalam brand loyalty-nya diharapkan membentuk segitiga terbalik, maksudnya makin ke atas makin melebar sehingga diperoleh jumlah commited buyer yang lebih besar dari pada switcher tampak
2.3 Proses Keputusan Pembelian
Dalam proses keputusan pembelian suatu produk atau jasa, ,menurut kotler (Hendra teguh Dkk, 2000:201) membedakan lima peran yang dimainkan orang dalam keputusan pembelian, yaitu :
Pencetus
Seseorang yang pertama kali mengusulkeun gagasan untuk membeli suatu produk atau jasa
Pemberi Pengaruh
Seseorang yang pandangan atau sarannya mempengaruhi keputusan
Pengambil Keputusan
Seseorang yang mengambil keputusan untuk setiap komponen keputusan pembelian-apakah membeli, tidak membeli, bagaimana membeli, dan dimana akan membeli.
Pembeli
Orang yang melakukan pembelian yang sesungguhnya.
Pemakai
Seseorang yang mengkonsumsi atau menggunakan produk atau jasa yang bersangkutan.
Pengambilan keputusan konsumen berbeda-beda, bergantung pada jenis keputusan pembeli. Hendry Assael (Philip kotler, alih bahasa Hendra Teguh, 2000:202) membedakan empat jenis prilaku pembeli konsumen berdasarkan tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat perbedaan merek.
Empat jenis prilaku pembelian tersebut adalah :
Prilaku Pembelian yang Rumit
Konsumen terlibat dalam pembelian bila mereka mereka sangat terlibat dalam pembelian dan sadar akan adnya perbedan-perbedaan besar diantara merek. Prilaku pembelian yang rumit itu lazim terjadi bila produknya mahal, jarang dibeli, berisiko, dan sangat mengekspresikan diri serta konsumen umumnya tidak tahu banyak tentang kategori produk.
Prilaku pembelian pengurang ketidaknyamanan
Kadang-kadang konsumen sangat terlibat dalam sebuah pembelian namun melihat sedikit perbedaan di antara merek. Keterlibatan yang tinggi didasari fakta bahwa pembelian tersebut mahal, jarang dilakukan dan berisiko. Dalam kasus ini, pembeli akan memilih sambil mempelajari apa yang tersedia namun akan membeli dengan cepat, barangkali pembelian akan peka terhadap harga yang baik atau terhadap kenyamanan berbelanja.
Prilaku pembelian karena kebiasaan
Banyak produk dibeli dengan kondisi rendahnya keterlibatan konsumen dan tidak adanya perbedaan merek yang signifikan diantara merek. Perilaku seperti ini tidak melalui kepercayaan, sikap, dan rangkaian prilaku biasa. Mereka tidak melakukan pencarian informasi yang luas tentang berbagai merek, menilai ciri-cirinyaadan mempertimbangkan keputusanan guna menemukan mana yang akan di beli. Konsumen tidak membentuk sikap terhadap sebuah merek tetapi memilihnya karena itu sudah biasa dikenalnya.
Prilaku pembelian yang mencari Variasi
Dalam beberapa situasi membeli, adanya terdapat kondisi keterlibatan konsumen rendah tetapi ditandai oleh perbedan merek yang nyata.
Dalam Proses pembelian terdapat model lima tahap proses pengambilan keputusan adalah :
Problem recognition (Pengenalan masalah)
Proses pembelian dimulai saat pembeli mengenali sebuah masalah atau kebutuhan, Kebutuhan tersebut dapat dicetuskan oleh rangsangan dari dalam atau dari luar.
Information search (Pencarian Informasi)
Konsumen yang tergugah kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Pada tingkat selanjutnya, orang itu mungkin memasuki pencarian aktif informasi dengan cara mencari bahan bacan, menelpon teman, dan mengunjungi toko untuk mempelajari produk. Sumber informasi konsumen di golongkan kedalam empat kelompok yaitu : Pribadi, Komersial, Publik, dan pengalaman.
Evalution of Alternative (Penilaian Alternatif)
Penilaian Alternative atau evaluasi yang relevan adalah orientasi kognitif, yakni memandang konsumen dalam mempertimbangkan suatu produk terutama berlandaskan pada pertimbangan suatu produk terutama berlandaskan pada pertimbangan yang sadar dan rasional.
Purchase decision (Keputusan pembelian)
Para konsumen memiliki sikap yang berbeda-beda dalam memandang atribut-atribut yang dianggap relevan dan penting. Dalam tahap evaluasi, konsumen membentuk preferensi atas merek-merek dalam kumpulan pilihan. Konsumen juga mungkin membentuk niat untuk membeli produk yang paling disukai. Namun, dua faktor berikut dapat berada diantar niat pembelian dan keputusan pembelian. Faktor pertama, sikap orang lain, Sejauh mana sikap orang lain mengurangi alternatif yang disukai seseorang akan tergantung pada dua hal : (1). Intensitas negatif orang lain terhadap alternatif yang di sukai konsumen dan (2). Motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain. Semakin gencar sikap negatif orang lain dan semakin dekat orang tersebut dengan konsumen, semakin besar konsumen akan merubah niat pembelianya. Keadaan sebaliknyapun berlaku , Preferensi seorang pembeli terhadap suatu merek akan meningkat jika seseorang yang ia sukai juga menyuakai merek yang sama. Pengaruh orang lain akan semakin rumit beberapa orang yang dekat dengan pembeli memiliki pendapat yang berlawanan dengan pembeli ingin menyenangkan mereka semua. Faktor kedua adalah faktor situasi yang tidak terantisifasi yang dapat muncul dan mengubah niat pembelian. Keputusan pembelian untuk memodifikasi, menunda, atau menghidari suatu keputusan pembelian sangat dipengaruhi oleh risiko yang dirasakan (Perceived risk). Besarnya risiko yang dirasakan berbeda-beda menurut besarnya uang yang dipertaruhkan, besarnya ketidakpastian atribut, dan besarnya kepercayaan diri konsumen. Konsumen mengembangkan rutinitas tertentu untuk mengurangi resiko, seperti penghindaran keputusan, pengumpulan informasi dari teman-teman, dan preferensi atas merek dalam negri dan garansi. Pemasar yang mampu mengetahui dan memahami faktor-faktor yang menimbulkan perasaan adanya resiko dalam diri konsumen dan memberikan informasi serta dukungan untuk mengurangi risiko yang dirasakan.
Dalam melaksanakan niat pembelian, konsumen dapat membuat lima sub-keputusan yaitu keputusan merek, kebutuhan pemasok, keputusan kuantitas, keputusn waktu, dan keputusan metode pembayaran. Kebutuhan sehari-hari melibatkan sedikit keputusan dan lebih sedikit pertimbangan.
Postpurchase behavior (prilaku pasca pembelian)
Setelah melakukan pembelian, konsumen akan mengalami level kepuasn atau tidak puasan tertentu. Kepuasan konsumen ini harus di pantau dari mulai pasca pembelian, tindakan pasca pembelian dan pemakaian produk pasca pembelian. Kepuasan konsumen dapat di lihat dari seberapa dekat dari harapan konsumen atau pembeli atas suatu produk dengan kinerja yang dirasakan pembeli atas prosuk tersebut. Konsumen akanmerasa puas ketika produk atau jasa tersebut memenuhi harapannya. Dan sebaliknya, konsumen akan merasa tidak puas ketika kinerja produk lebih rendah dari harapan pembeli. Kepuasan dan ketidak uasan akan mempengaruhi tingkah laku berikutnya. Jika konsumen merasa puas, ia akan melakukan tindakan pembelian ulang, atau akan mengatakn sesuatu yang serba baik kepad aorang lain. Sebaliknya, konsumen akan meninggalkan produk tersebut, dan kelak akan menghindari untuk melakukan pembelian ulang serta akan mengatakan sesuatu yang serba buruk kepada orang lain. Bila tidak mendapatkan kepuasan dari kinerja produk atau jasa itu.
Ideal konsumen melalui kelima tahap tersebut dalam keputusan pembelianya.
Namun, dalam kenyataannya konsumen seringkali melewati satu atau dua tahap tertentu. Contohnya dalam pembelian rutin.
2.4 Hubungan Antara Ekuitas Merek (Brand Equity) dengan Proses Keputusan Pembelian.
Menurut Al Ries (Misteri merek,2001:4) mengatakan :
Pemasaran merupakan pemerekan itu sendiri. Suatu pemerekan yang tepat akan mempermudah penjualan produk. Pemerekan yang tepat akan menarik animo massa untuk datang, melihat dan akhirnya memiliki produk itu. Jika massa yang datang bagaikan air bah telah terbius oleh aroma merek yang ditebarkan niscaya mereka akan melakukan apa saja demi merek yang didamba, termasuk dalam pembelian terhadap produk atas merek yang didamba.
Menurut David A.Aaker yang dikutip kembali oleh Freddy Rangkuti. Dapat digambarkan konsep brand equity mempengaruhi pada proses keputusan pembelian konsumen yaitu :
BRAND EQUITY
Brand Equity (ekuitas Merek) kepada pihak pelanggan akan memberikan rasa percaya diri dalam melakukan pembeliannya, ini di pengaruhi langsung oleh elemen-elemen yang termasuk pada Brand Equity, seperti Kesadaran Merek yang tertanam di benak pelanggan, Kesan terhadap kualitas suatu produk, asosiasi Asosiasi merek yang memperkuiat dalam kesan kualitas suatu merek, serta aset hak milik lainya seperti lebel halal, dan juga rasa loyalitas yang tinggi pada suatu merek. Maka akan timbul suatu kepercayan diri yang tinggi sehingga berakhir pada keputusan pembelian terhadap Kartu shar-e.
No comments:
Post a Comment