Nilai-Nilai Dasar Dalam Pendidikan Islam
Berangkat
dari konsep pendidikan Islam di atas, maka setiap aspek pendidikan
Islam mengandung nilai-nilai yang mengarah kepada pemahaman dan
pengalaman doktrin Islam secara menyeluruh. Adapun nilai-nilai yang
harus diperhatikan dalam pendidikan Islam menurut Zulkarnain adalah:
1. Nilai Tauhid/Aqidah
Aspek
pengajaran tauhid dalam dunia pendidikan Islam pada dasarnya merupakan
proses pemenuhan fitrah bertauhid. Fitrah bertauhid merupakan unsur
hakiki yang melekat pada diri manusia sejak penciptaannya. Ketika berada
di dalam arwah, manusia telah mengikrarkan ketauhidannya itu,
sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah QS. Al-A’raf: 172:
وَإِذْ
اَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِىْ آدَمَ مِنْ ظُهُوْرِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ
وَاَشْهَدَهُمْ عَلَى اَنْفُسِهِمْ اَلَسْتَ بِرَبِّكُمْ قَالُوْا بَلَى
شَهِدْنَا أَنْ تَقُوُلُوْا يَوْمَ الْقِيَامَةِ اِنَّا كُناَّ هَذَا
غَافِلِيْنَ
“Dan
(ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari
Sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab “Betul (Engkau
Tuhan kani), kami menjadi saksi . . .”
Pendidikan
Islam pada akhirnya ditujukan untuk menjaga dan mengaktualisasikan
potensi ketauhidan melalui berbagai upaya edukatif yang tidak
bertentangan dengan ajaran Islam.
2. Nilai Ibadah (‘Ubudiyah)
Ibadah
yang dimaksud adalah pengabdian ritual sebagaimana diperintahkan dan
diatur dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Aspek ibadah ini disamping bermanfaat
bagi kehidupan duniawi, tetapi yang paling utama adalah sebagai bukti
dari kepatuhan manusia memenuhi perintah-perintah Allah.
3. Nilai Akhlak
Akhlak
menjadi masalah penting dalam perjalanan hidup manusia. Sebab akhlak
memberi norma-norma baik dan buruk yang menentukan kualitas pribadi
manusia. Dalam akhlak Islam, norma-norma baik dan buruk telah ditentukan
dalam Al-Qur’an dan hadits. Islam menegaskan bahwa hati nurani
senantiasa mengajak manusia mengikuti yang baik dan menjauhkan yang
buruk. Dengan demikian hati dapat menjadi ukuran baik dan buruk pribadi
manusia. Puncak dari akhlak itu adalah pencapaian prestasi berupa:
- Irsyad, yakni kemampuan membedakan antara amal yang baik dan buruk,
- Taufiq, yaitu perbuatan yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah dengan akal sehat,
- Hidayah, yakni gemar melakukan perbuatan baik dan terpuji serta menghindari yang buruk dan tercela.
4. Nilai Kemasyarakatan
Bidang
kemasyarakatan ini mencakup pengaturan pergaulan hidup manusia di atas
bumi, misalnya pengaturan tentang benda, ketatanegaraan, hubungan antar
negara, hubungan antar manusia dalam dimensi sosial, dan lain-lain.
Abdul
Majid dan Dian Andayani mengutip dari Zayadi mengemukakan bahwa
nilai-nilai yang berlaku dalam pranata kehidupan manusia dapat
digolongkan menjadi dua macam, yaitu:
1. Nilai Ilahiyah
Dalam
bahasa Al-Qur’an, dimensi hidup Ketuhanan ini juga disebut jiwa
rabbaniyah atau ribbiyah. Dan jika dirinci apa saja wujud nyata atau
substansi jiwa ketuhanan itu, maka kita dapatkan nilai-nilai keagamaan
pribadi yang amat penting yang harus ditanamkan kepada setiap peserta
didik. Diantara nilai-nilai yang sangat mendasar adalah:
- Iman, yaitu sikap batin yang penuh kepercayaan kepada Allah. Jadi tidak cukup hanya percaya adanya Allah, melainkan harus mengingat menjadi sikap mempercayai kepada adanya Tuhan dan menaruh kepercayaan kepada-Nya.
- Islam, sebagai kelanjutan iman, maka sikap pasrah kepada-Nya, dengan meyakini bahwa apapun yang datang dari Tuhan tentu mengandung hikmah kebaikan yang tidak mungkin diketahui seluruh wujudnya oleh kita yang dhaif.
- Ihsan, yaitu kesadaran yang sedalam-dalamnya bahwa Allah senantiasa hadir atau berada bersama kita di manapun kita berada. Berkaitan dengan ini, dan karena selalu mengawasi kita, maka kita harus berbuat, berlaku, dan bertindak menjalankan sesuatu dengan sebaik-baiknya dan penuh rasa tanggung jawab, tidak setengah-setengah dan tidak dengan menjauhi atau menjaga diri dari sesuatu yang tidak diridhai-Nya,
- Taqwa, yaitu sikap yang sadar penuh bahwa Allah selalu mengawasi kita, kemudian kita berusaha berbuat hanya sesuatu yang diridhai Allah, dengan menjauhi atau menjaga diri dari sesuatu yang tidak diridhai-Nya.
- Ikhlas, yaitu sikap murni dalam tingkah laku atau perbuatan, semata-mata demi memperoleh ridha dan perkenan Allah, dan bebas dari pamrih lahir dan batin, tertutup maupun terbuka.
- Tawakal, yaitu sikap senantiasa bersandar kepada Allah, dengan penuh harapan kepada-Nya dan keyakinan bahwa Dia akan menolong kita dalam mencari dan menemukan jalan yang terbaik. Karena kita mempercayai atau menaruh kepercayaan kepada Allah, maka tawakal adalah suatu kemestian.
- Syukur, yaitu sikap penuh rasa terima kasih dan penghargaan, dalam hal ini atas segala nikmat dan karunia yang tidak terbilang jumlahnya, yang dianugerahkan Allah kepada kita. Sikap bersyukur sebenarnya sikap optimis kepada Allah, karena itu sikap bersyukur kepada Allah adalah sesungguhnya sikap besyukur kepada diri sendiri.
- Sabar, yaitu sikap tabah menghadapi segala kepahitan hidup, besar dan kecil, lahir dan batin, fisiologis maupun psikologis keyakinan yang tak tergiyahkan bahwa kita semua berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya.
Tentu
masih banyak lagi nilai-nilai Ilahiyah yang diajarkan dalam Islam.
Walaupun hanya sedikit yang disebutkan di atas itu akan cukup mewakili
nilai-nilai keagamaan mendasar yang perlu ditanamkan pada anak, sebagai
bagian amat penting dari pendidikan.
2. Nilai Insaniyah
Selain
nilai-nilai Ilahiyah, nilai-nilai Insaniyah juga perlu diajarkan kepada
anak. Tentang nilai-nilai budi luhur (Insaniyah), sesungguhnya kita
dapat mengetahuinya secara akal sehat (common sense) mengikuti hati
nurani kita. adapun nilai-nilai Insaniyah yang patut ditanamkan kepada
peserta didik diantaranya adalah:
- Shillaturrahim, yaitu pertalian rasa cinta kasih antara sesama manusia, khususnya antara saudara, kerabat, tetangga dan lain-lain. Sifat Utama Tuhan adalah kasih (rahim, rahmah) sebagai satu-satunya sifat Ilahi yang diwajibkan sendiri atas diri-Nya. Maka manusia pun harus cinta kepada sesamanya, agar Allah cinta kepadanya.
- Al-Ukhuwah, yaitu semangat persaudaraan, lebih-lebih kepada sesama orang yang beriman (biasa disebut ukhuwah islamiyah).
- Al-Musawah, yaitu pandangan bahwa semua manusia, tanpa memandang jenis kelamin, kebangsaan atau kesukuannya, dan lain-lain, adalah sama dalam harkat dan martabat. Tinggi rendahnya manusia hanya dalam pandangan Allah yang tahu kadar ketaqwaannya.
- Al-‘Adalah, yaitu wawasan yang seimbang atau balance dalam memandang, menilai atau menyikapi sesuatu atau seseorang, dan seterusnya. Sikap ini juga disebut tengah (wasth) dan Al-Qur’an menyebutkan bahwa kaum beriman dirancang oleh Allah untuk menjadi golongan tengah (ummat wasathan) agar dapat menjadi saksi untuk sekalian umat manusia, sebagai kekuatan penengah.
- Husnu al-dzan, yaitu berbaik sangaka kepada sesama manusia, berdasarkan ajaran agama bahwa manusia itu pada asal dan hakikat aslinya adalah baik, karena diciptakan Allah dan dilahirkan atas fitrah kejadian asal yang suci.
- At-Tawadhu’, yaitu sikap rendah hati, sebuah sikap yang tumbuh karena keinsafan bahwa segala kemuliaan hanya milik Allah, maka tidak sepantasnya manusia mengklaim kemuliaan itu kecuali dengan pikiran yang baik dan perbuatan yang baik, yang itupun hanya Allah yang menilainya.
- Al-Wafa, yaitu tepat janji. Salah satu sifat orang-orang yang benar-benar beriman ialah sikap selalu menepati janji bila membuat perjanjian.
- Insyirah, sikap lapang dada, yaitu sikap penuh kesediaan mengahargai orang lain dengan pendapat-pendapat dan pandangan-pandangannya, seperti dituturkan dalam Al-Qur’an mengebai sikap Nabi sendiri disertai pujian kepada beliau.
- Al-Amanah, dapat dipercaya, sebagai salah satu konsekuensi iman ialah amanah atau penampilan diri yang dapat dipercaya. Amanah sebagai budi luhur adalah lawan dari khiyanah yang amat tercela.
- Iffah atau ta’affuf, yaitu sikap penuh harga diri, namun tidak sombong, jadi tetap rendah hati, dan tidak mudah menunjukkan sikap memelas atau iba dengan maksud mengundang belas kasihan orang lain dan mengharapkan pertolongannya.
- Qawamiyah, yaitu sikap tidak boros (isrof) dan tidak perlu kikir (qatr) dalam menggunakan harta, melainkan sedang (qawam) menggambarkan bahwa orang yang boros adalah teman setan yang menentang Tuhannya.
l.
Al-Munfiqun, yaitu sikap kaum beriman yang memiliki kesediaan yang
besar untuk menolong sesama manusia, terutama mereka yang kurang
beruntung (fakir, miskin, dan terbelenggu oleh perbudakan dan kesulitan
hidup lainnya) dengan mendermakan sebagian dari harta benda yang
dikaruniakan dan diamanatkan kepada mereka. Sebab manusia tidak akan
mendapatkebaikan sebelum mendermakan sebagian harta yang dicintainya
itu.
Sama
halnya dengan nilai-nilai Ilahiyah yang membentuk ketaqwaan,
nilai-nilai Insaniyah juga membentuk akhlak mulia di atas itu tentu
masih dapat ditambah dengan deretan nilai-yang banyak sekali. Namun,
kiranya yang tersebut di atas akan sedikit membantu mengidentifikasi
agenda pendidikan (keagamaan), baik dalam rumah tangga maupun di
sekolah, yang lebih kongkrit dan operasional.
Selain
nilai-nilai di atas, juga masih ada nilai-nilai yang berharga yang
harus dijadikan paradigma dalam pendidikan Islam. Menurut Tobroni,
secara singkat nilai-nilai tersebut terdiri dari nilai-nilai ketuhanan,
kemanusiaan, dan kealaman. Dari ketiga kategori tersebut dapat
dijabarkan sebagai berikut:
1. Nilai-nilai Filosofis
Filsafat
sebagai the art of life (pengetahuan tentang hidup) membicarakan secara
mendalam tentang nilai-nilai keadilan dan kebenaran. Kualitas hidup
manusia sangat ditentukan oleh sejauh mana manusia komitmen untuk
menegakkan nilai kebenaran dan keadilan ini dalam berbagai dimensi
kehidupannya, seperti politik, ekonomi, sosial dan budaya. Dan
sebaliknya, kesengsaraan manusia manakala nilai-nilai tersebut
dilecehkan oleh manusia itu sendiri. Nila-nilai keadilan dan kebenaran
harus dijadikan paradigma dan tujuan dalam pendidikan Islam dengan cara
menanamkan nilai-nilai itu kepada peserta didik, dan menjadikannya
sebagai spirit dalam setiap aktifitas pendidikan.
2. Nilai-nilai Akhlak
Islam
adalah agama akhlak. Sebagai agama puncak evolusi samawi, sebagaimana
dikemukakan Rasulullah mengemban misi diutus untuk membangun akhlak
karimah, yaitu peradaban adiluhung atau puncak peradaban manusia. Dalam
sebuah hadits qudsi Allah berfirman: “Barang siapa Ku kehendaki
kebaikan, Ku beri dia akhlak yang baik, dan barang siapa Ku kehendaki
keburukan, Ku beri dia akhlak yang buruk”. Betapa pentingnya akhlak
dalam kehidupan manusia dalam pandangan Islam, niscaya dijadikan dasar
dan tujuan dalam pendidikan Islam.
3. Nilai-nilai Ilmiah
Islam
adalah agama ilmu, dan Al-Qur’an adalah kitab ilmu. Karena itu hanya
orang yang berilmu yang dapat memahami Islam dan mengamalkan ajarannya.
Karena Islam menyatakan menuntut ilmu itu wajib bagi laki-laki dan
perempuan, kapan saja, dimana saja, dan perintah itu berlaku sepanjang
hayat. Nilai-nilai ilmiah itu antara lain seperti sikap obyektif,
kritis, skeptis, dan analitis. Sikap-sikap yang merupakan
pengejawentahan dari nilai-nilai ilmiah ini harus ditanamkan dalam diri
peserta didik.
4. Nilai-nilai Spiritual
Yang
dimaksud nilai-nilai spiritual di sini adalah nilai-nilai rohani dan
prinsip-prinsip moral dalam batin seseorang yang memberi warna pada
pandangan dunia, etos dan tingkah laku seseorang. Pendidikan Islam harus
memberikan nilai-nilai spiritual yang Islami, yang kondusif dan
fungsional bagi pembentukan pandangan dunia peserta didik. Al-Qur’an
menyatakan, bahwa kehidupan dunia adalah tempat bertanam dan akhirat
tempat menuai, kehidupan dunia adalah ibarat sebuah pertandingan antara
menang dan kalah dan umat Islam diperintahkan untuk memenangkan
pertandingan itu. Dari nilai-nilai spiritualitas Islam ini berarti anak
harus diberi pemahaman yang benar tentang hakikat hidup di dunia, supaya
mereka berprestasi dan beramal sholeh ketika di dunia, dan sebaliknya
tidak membenci atau menjauhi dunia.
5. Nilai-nilai Karya
Islam
disamping agama ilmu juga merupakan agama amal. Islam menghendaki ilmu
bermanfaat secara luas yang diibaratkan seperti pohon yang berbuah lebat
dan memberikan manfaat bagi kehidupan. Sebaliknya Islam mengecam ilmu
yang tidak bermanfaat, ilmu yang disembunyikan untuk dirinya yang
diibaratak seperti pohon tak berbuah. Karena itu, ilmu yang baik adalah
yang alamiah dan amal yang baik adalah amal ilmiah. Dalam hidup dan
berkarya, Islam mengajarkan untuk senantiasa exellen oriented dalam
berkarya.
6. Nilai-nilai Ekonomi atau Harta
Islam
adalah agama kemanusiaan dan salah satu kebutuhan manusia yang
fundamental adalah ekonomi atau harta. Islam memandang wanita, anak dan
harta (emas, perak, kendaraan yang bagus, binatang ternak, dan sawah
ladang) sebagai perhiasan hidup dan keindahan. Kalau Islam memandang
harta sebagia keindahan, berarti manusia diperintahkan untuk mencari
danmenjaga harta itu agar tetap indah, dengan cara mencarinya melalui
cara-cara yang halal dan mendayagunakan proporsionalnya. Islam
menghendaki umatnya menggunakan pakaian yang bagus dan memakai
harum-haruman, memakan makanan yang halal lagi berkualitas dan
senantiasa menjaga kebersihan dan keindahan.
Dalam
rangka mencapai suasana ideal dan mengambil langkah-langkah
pencapaiannya, nilai-nilai Islam tentang hidup tersebut perlu dirumuskan
dalam pendidikan Islam dan dapat memberikan gambaran tentang luas
lingkup yang hendak dijangkau oleh pendidikan Islam. Karena manusia yang
dibina itu merupakan totalitas sebagai makhluk individu dan sosial.
Dengan demikian pendidikan harus mampu mengemban misi yang diperlukan
untuk pertumbuhan dan perkembangan pribadi masyarakat.
No comments:
Post a Comment