PERILAKU, HUBUNGAN DAN KEEFEKTIFAN YANG MEMPENGARUHI KEPEMIMPINAN
Teori kepemimpinan menjelaskan peran pemimpin dalam mempengaruhi orang lain dan hubungan antara kepemimpinan dan keefektifan organisasi. Dalam bab ini, teori kepemimpinan akan dikelompokkan menjadi 4: (a) sifat teori kepemimpinan, (b) pendekatan kekuatan terhadap kepemimpinan, (c) perilaku pemimpin, dan (d) kepemimpinan transformasional, visioner, dan moral.
Teori kepemimpinan menjelaskan peran pemimpin dalam mempengaruhi orang lain dan hubungan antara kepemimpinan dan keefektifan organisasi. Dalam bab ini, teori kepemimpinan akan dikelompokkan menjadi 4: (a) sifat teori kepemimpinan, (b) pendekatan kekuatan terhadap kepemimpinan, (c) perilaku pemimpin, dan (d) kepemimpinan transformasional, visioner, dan moral.
Terdapat berbagai definisi kepemimpinan, cenderung berupa deskripsi kepemimpinan dalam hal orientasi tertentu atau pendekatan terhadap pembelajaran kepemimpinan. Yukl (1994) menggunakan salah satu definisi kepemimpinan yaitu bahwa kepemimpinan meliputi proses hubungan sosial di mana ada tujuan tertentu dari seseorang terhadap orang lain untuk mengatur kegiatan dan hubungan dalam sebuah kelompok atau organisasi.
Dalam kepemimpinan organisasi, kita harus mengetahui dan bisa membedakan antara kepemimpinan dan manajemen (atau administrasi). Biasanya, penulis menunjukkan perbedaan itu hanya pada orangnya (manajer versus pemimpin), bukan pada prosesnya (mengatur versus memimpin). Contohnya, Bennis (1989) menyatakan bahwa “manajer melakukan pekerjaan dengan benar; pemimpin melakukan sesuatu yang benar” dan “manajer fokus pada system dan struktur, pemimpin fokus pada orangnya”. Namun, Yukl membedakan manajer dan pemimpin dengan cara yang sederhana. Menurut Yukl, yang harus dibedakan adalah proses mengatur(manage) dan memimpin; namun belum ada penelitian yang benar-benar membedakan ke dua proses ini secara eksklusif atau ke dua proses ini harus dilakukan oleh orang yang berbeda. Schein (1985) menyatakan bahwa perbedaan kepemimpinan dengan manajemen adalah pada fungsi kepemimpinan, yaitu untuk membentuk dan menciptakan budaya organisasi. Hanson (1996) mencirikan manajemen sebagai “mur dan baut (pekerja yang saling membantu dan menguatkan)” agar organisasi dapat berjalan dengan baik, sedangkan kepemimpinan berkonsentrasi pada visi strategis dan ketrampilan dalam menarik pengikutnya secara aktif untuk mencapai visi tersebut.
Penerapan bagi Pemimpin Sekolah
Pemahaman teori kepemimpinan akan membantu pemimpin sekolah untuk :
- Menilai kekuatan dan kelemahan diri yang berhubungan dengan ketrampilan yang dibutuhkan untuk kepemimpinan yang efektif
- Menggunakan kekuasaan dengan benar untuk mempengaruhi secara positif dan mendapatkan komitmen dari orang lain
- Menilai keyakinan diri sehubungan dengan asumsi-asumsi tentang kepemimpinan dan pengikutnya
- Memahami berbagai peran kepemimpinan
- Mengenali hubungan antara perilaku pemimpin yang berorientasi-tugas dan yang berorientasi-manusia
- Menyadari pentingnya tujuan moral dan nilai etis bagi kepemimpinan
SIFAT TEORI KEPEMIMPINAN
Beberapa peneltian sebelumnya berusaha mencari sifat dan karakteristik yang membedakan pemimpin dan yang bukan pemimpin. Pendekatan ini sejalan dengan konsep Carley tentang teori “Great man”, dimana dia menyatakan kejadian-kejadian sejarah berpengaruh kepada prestasi yang telah diraih oleh orang hebat. Yukl (1994) menyimpulkan dari berbagai hasil penelitian kepemimpinan bahwa sifat dan ketrampilan berhubungan dengan keefektifan organisasi. Dia menemukan 8 sifat pribadi yang berpengaruh terhadap keefektifan kepemimpinan, yaitu:
- Energy dan toleransi terhadap stress
- Percaya diri
- Penguasaan diri
- Kedewasaan emosional
- Kejujuran, integritas
- Usaha untuk memotivasi
- Berorientasi pada hasil
- Bisa bekerjasama
Sifat kepemimpinan di atas merupakan deskripsi umum yang menjadi karakteristik posisi kepemimpinan. Siat-sifat tersebut sesuai dengan posisi kepemimpinan di skeolah. Tingkat energi dan tingkat toleransi pada stress yang tinggi dibutuhkan untuk menghadapi maslah yang rumit yang berhubungan dengan kepemimpinan sekolah, khususnya pada tingkat pembentukan. Kebiasaan harian kepala sekolah adalah slah satu interaksi yang konstan, sambung menyambung dari satu kejadian ke kejadian yang lain. Banyak penelitian menemukan bahwa 50% kegiatan kepala sekolah adalah untuk berinteraksi langsung dengan para guru dan siswa, dan pekerjaan kepala sekolah nampak pada pengambilan keputusan yang untuk menjadi lebih baik (Sergiovanni, 1991). Kemampuan kepala sekolah untuk mengatasi masalah secara efektif membutuhkan kemampuan untuk tetap tenang ketika menghadapi konflik interpersonal yang besar dan situasi yang krisis. Kepercayaan diri dibutuhkan untuk mempengaruhi orang lain secara ilmiah. Ketrampilan konseptual meliputi kemampuan berpikir logis, cara berpikir yang induktif dan juga deduktif, kemampuan analitis, dan pemikiran yang kreatif.
Ke tiga jenis ketrampilan di atas dibutuhkan dalam kepemimpinan, namun seberapa penting masing-masing ketrampilan tersebut, tergantung pada kondisi yang diahadapi. Ketrampilan konseptual sangat penting bagi eksekutif tingkat atas. Di sekolah, ketrampilan ini perlu dimiliki oleh pengawas karena mereka perlu memiliki perspektif yang luas dan berjangka waktu lama dan mereka juga perlu memiliki pemahaman terhadap interaksi yang kompleks antara berbagai hal yang mempengaruhi daerah yang diawasinya. Peran manajemen menengah, seperti yang dilakukan oleh kepala sekolah, membutuhkan penggabungan ke tiga ketrampilan ini secara seimbang karena pemimpin di tingkatan ini berada dalam posisi mengimplementasikan kebijakan yang ada yang dibuat oleh tingkatan yang lebih tinggi. Ketrampilan teknis sangat penting bagi manajer tingkat rendah yang bertanggung jawab langsung terhadap supervisi langsung pada tugas dan kegiatan tertentu. Di sekolah, posisi administrasi seperti ini merupakan tanggng jawab koordinator kurikulum atau khusus program.
PENDEKATAN KEKUATAN PADA KEPEMIMPINAN
Fungsi kepemimpinan yang penting adalah mempengaruhi orang lain untuk dapat mencapai tujuan organisasi secara efektif. Salah satu aspek kepemimimpinan yang menjelaskan fungsi pengaruh ini adalah konsep kekuatan. John R. P. French dan Betram Raven (1968) membuat taksonomi yang mengklasifikasi kekuatan interpersonal berdasarkan sumbernya. Ada 5 jenis kekuatan, yaitu:
- Kekuatan penghargaan: pemenuhan keinginan yang didapatkan karena pemberian penghargaan oleh pemimpin karena terdapat perilaku yang diinginkan
- Kekuatan paksaan: pemenuhan keinginan yang diperoleh karena pemimpin mengancam akan memberikan hukuman jika terdapat perilaku yang tidak diinginkan
- Kekuatan yang sah (legitimasi): pemenuhan keinginan dikarenakan posisi formal pemimpin. Bawahannya memenuhi keinginan pemimpinnya karena dia memiliki keyakinan bahwa pemimpinnya memiliki hak untuk memerintah, dan dia sebagai bawahan berkewajiban untuk melaksanakan perintahnya.
- Kekuatan ahli: pemenuhan keinginan karena pengikutnya berkeyakinan bahwa pemimpin memiliki pengetahuan dan keahlian khusus untuk melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya
- Kekuatan rujukan: pemenuhan keinginan karena pengikut/bawahan mengagumi atasannya dan dia ingin mendapatkan persetujuan dari atasannya.
Kekuatan penghargaan, paksaan, dan legitimasi berasal dari pemimpin di dalam organisasi tersebut. Kekuatan ahli dan rujukan lebih berhubungan dengan sifat personal si pemimpin. Pengaruh kekuatan dalam hal pengaruh dan pemenuhan keinginan sangat kompleks. Potensi pengaruh sangat tergantung pada persepsi dan persetujuan dari para pemimpin untuk mengambil resiko dan memenuhi tujuan yang tinggi. Pemimpin yang memiliki kepercayaan diri mendorong para guru dan staf yang lain. Dan pemimpin yang percaya diri cenderung cepat dalam mengatasi masalah atau konflik, tidak menunda, acuh, atau mengalihkan masalah tersebut kepada orang lain. Yang dimaksud dengan Kontrol internal adalah rasa percaya bahwa apapun yang ada dikehidupan seseorang ditentukan oleh perilaku/tindakan orang tersebut sendiri, bukan oleh kejadian di luar diri orang tersebut. Pemimpin dengan kontrol internal yang baik akan bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya dan berlatih banyak dalam mengatasi masalah. Kematangan emosional didefinisikan sebagai penyesuaian dan kewaspadaan terhadap kekuatan dan kelemahan seseorang. Pemimpin dalam bidang pendidikan dengan kematangan emosional tinggi bisasanya peduli terhadap semua orang yang ada di sekolah tersebut, dapat mengontrol diri nya, dan mau menerima kritik yang membangun.
Integritas seseorang dapat ditunjukkan dengan kejujuran, perilaku yang etis, dan bisa dipercaya. Pemimpin sekolah yang tidak dapat dipercaya akan kehilangan kredibilitasnya dari para guru, orang tua siswa dan rekan, demikian juga pemimpin yang melanggar janjinya. Guru tidak akan mempercayai pihak adminitrasi yang suka mengeksploitasi atau memanipulasi orang lain untuk kepentingan pribadi. Terlebih lagi, pemimpin yang mencoba menyalahkan orang lain karena kesalahan mereka akan dianggap sebagai pemimpin yang lemah dan tidak dapat dipercaya. Yang dimaksudkan dengan kekuatan motivasi adalah kekuatan seseorang atau kebutuhan akan kekuatan untuk mempengaruhi orang lain. keinginan yang sangat kuat dihubungkan dengan kepemimpinan yang kuat. Namun, bagaimana kekuatan tersebut digunakan juga berhubungan dengan apakah kekuatan akan menjadikan kepemimpinan yang efektif. Penggunaan kekuatan untuk kepentingan organisasi sekolah akan menghasilkan kepemimpinan yang efektif, sedangkan kekuatan yang digunakan untuk memuaskan seseorang atau status tidak efektif bagi organisasi tersebut. Berorientasi pada prestasi adalah keinginan untuk mempercepat dan mempermudah menuju kesuksesan. Seperti kekuatan motivasi, orientasi pada prestasi juga bisa berarti positif atau negatif dalam keefetifan seorang pemimpin. Orientasi pada prestasi ini hanya akan berpengaruh baik pada keefektifan kepemimpinan jika orientasi ini digabungkan dengan kebutuhan akan kekuatan yang akan menguntungkan orang lain dan sekolah. Keinginan untuk berafiliasi yang tinggi berarti bahwa seseorang memiliki keinginan yang sangat kuat untuk dapat disukai dan diterima oleh orang lain. Pemimpin yang memiliki keinginan tinggi untuk berafiliasi cenderung menghindari konflik dan menghindari membuat keputusan yang mungkin tidak umum dibuat. Mereka akan menunjukkan kesukaannya dan mencari dukungan/persetujuan orang lain, bukannya melakukan sesuatu secara efektif. Di lain pihak, pemimpin yang memiliki keinginan berafiliasi rendah mungkin akan gagal membentuk hubungan interpersonal yang akan menguatkan pengaruhnya pada orang lain.
Menurut Yukl (1994), ketrampilan yang relevan dengan kepemimpinan meliputi: (a) ketrampilan teknis, (b) ketrampilan interpersonal, dan (c) ketrampilan konseptual. Ketrampilan teknis meliputi pengetahuan mengenai kegiatan yang berhubngan dengan organisasi yang dia pimpin, yang didapatkan melalui pendidikan formal da pengalaman. Ketrampilan interpersonal meliputi pemahaman akan perilaku seseorang dan proses dalam kelompok, kemampuan untuk memahami perasaan dan motif orang lain, dan kemampuan untuk bias berkomunikasi dengan efektif dengan bawahannya. Ke lima kategori kekuatan yang telah dijabarkan dalam tipologi French dan Raven mengacu pada pemenuhan kepercayaan bawahannya
Dalam ringkasan penelitian yang dilakukan berdasarkan tipologi French dan Raven tersebut, Yukl (1994) menunjukkan bahwa penelitian-penelitian yang ada cenderung menyatakan bahwa pemimpin yang efektif lebih percaya kepada para ahli dan kekuatan rujukan daripada mempengaruhi bawahannya. Dalam kepemimpinan sekolah, para guru cenderung lebih patuh kepada kepala sekolah yang terlihat berkompeten, sesuai dengan penilaian masing-masing guru. Keluhan yang paling sering diungkapkan oleh para guru sehubungan dengan supervisi instruksional (pembelajaran) adalah bahwa para guru merasa bahwa kepala sekolah sering tidak menunjukkan pemahaman yang kuat terhadap hal instruksional (pembelajaran) dan tidak memberikan para guru masukan yang membangun. Para kepala sekolah yang mendukung praktik terbaik berdasarkan pemahaman yang menyeluruh terhdap kurikulum, instruksional, dan kebutuhan membangun untuk anak cenderung akan disukai oleh para guru yang mengagumi dan mendukung usaha kepala sekolahnya. Namun, Yukl mengatakan bahwa keterbatasan metodologi penelitian mungkin memberikan hasil yang bias terhadap sumber kekuatan ini. Tambahan lagi, penelitian-penelitian ini tidak memisahkan efek dari berbagai bentuk kekuatan atau melihat hubungan dari variabel-variabel tersebut. Yukl menduga bahwa penelitian yang akan datang akan menguatkan pernyataan bahwa kekuatan ahli dan kekuatan rujukan lebih ditekankan oleh pemimpin yang efektif, namun jenis kekuatan yang lain juga digunakan dan penting bagi kepemimpinan yang efektif.
PERILAKU PEMIMPIN
Telah ada penelitian tentang kepemimpinan yang meneliti perilaku pemimpin. Douglas Mc Gregor (1960) menjelaskan bahwa tindakan pemimpin didasarkan kepada keyakinan dan asumsi mereka mengenai orang-orang yang ada ditempat kerja mereka. Dia mendeskripsikan kepemimpinan sebagai dua set keyakinan yang berlawanan, yang disebut dengan teori X dan teori Y.
Pemimpin teori X yakin bahwa:
- Setiap manusia tidak suka bekerja dan akan menghindari pekerjaan jika memungkinkan.
- Kebanyakan orang perlu dipaksa, dikontrol, diarahkan, dan diancam dengan hukuman agar mereka mau berusaha utnuk mencapai tujuan organisasi.
- Kebanyakan orang lebih memilih untuk diatur, ingin menghindari tanggungjawab, memiliki sedikit ambisi, dan mengharapkan keamanan.
Tindakan yang ada pada pemimpin ber-teori X mencerminkan asumsi-asumsi ini. Pemimpin ber-teori X yakin bahwa mereka harus mengorganisir, memerintah, dan mengontrol pekerjanya melalui bujukan, penghargaan, hukuman, atau paksaan.
Manajemen ber-teori X bias menggunakan pendekatan keras atau lunak. Pendekatan yang keras bercirikan supervisi tertutup, kontrol ketat terhadap perilaku, pemaksaan, dan ancaman tertutup. Pendekatan yang lunak meliputi memperbolehkan segala hal. Mc Gregor (1960) juga mengidentifikasi adanya pendekatan yang ke tiga, yang merupakan gabungan dari ke dua pendekatan tersebut di atas, yang disebut pendekatan “carrot and stick” bagi kepemimpinan (hlm. 41).
Dalam memperkenalkan teori Y, Mc Gregor (1960) mengakui bahwa “sisi keberanian seseorang akan berpengaruh pada kinerja manajemennya.” Dia mengutip bahwa kebijakan dan praktek yang menekankan lingkungan kerja yang menyenangkan, berekuitas, humanisime, dan aman. Namun, dia menyimpulkan bahwa hal-hal ini telah dilakukan “tanpa merubah… teori dasar manajemen”. Oleh karena itu, Mc Gregor mendasarkan gagasan yang ada dalam manajamen ber-teori Y pada asumsi-asumsi berikut ini:
- Usaha fisik dan mental dalam pekerjaan sama dengan bermain atau istirahat
- Orang akan berlatih mengarahkan diri sesuai dengan tujuan yang harus mereka patuhi
- Komitmen terhadap tujuan organisasi adalah fungsi dari penghargaan yang berhubungan dengan prestasinya, khususnya ego dan aktualisasi diri.
- Kebanyakan orang tidak hanya menerima, namun juga mencari tanggung jawab
- Pada umumnya, orang itu kreatif dan imajinatif, dan memiliki kecerdikan
- Di lingkungan kerja, potensi intelektual orang hanya sebagian yang digunakan
Teori X dan teori Y penting bagi praktisi di sekolah untuk menjelaskan bagaimana tindakan pemimpinnya sehubungan dengan pemahaman mereka atas perilaku manusia. McGregor menyatakan bahwa manajemen teori X tidak akan bekerja “karena perintah dan kontrol hanya terbatas pada memotivasi orang yang membutuhkan nilai sosial dan egoistic.”
Contoh bagaimana teori X dan teori Y jika diimplementasikan pada supervise kepala sekolah di dalam pembelajaran di skeolah. Administrator ber-teori X akan memonitor para guru secara tertutup untuk meyakinkan bahwa rencana pembelajaran, pembelajaran, manajemen kelas telah dilakukan sesuai dengan harapan organisasi. Guru akan diperbolehkan sedikit atau tidak ada masukan ke dalam kurikulum dan akan dibatasi agar sesuai dengan strategi instruksional khusus. Manajemen teori X bergerak berdasarkan asumsi bahwa keputusan mengenai operasional sekolah, kurikulum dan filosofi instruksional dibuat pada level administrative dan peran kepala sekolah adalah untuk meyakinkan bahwa guru bertindak sesuai dengan aturan dan prosedur operasi termasuk metode instruksional di kelas dan isi rencana pembelajaran. Guru yang melenceng dari aturan akan ditegur dan mendapatkan penilaian yang buruk. Mereka bisa saja dikeluarkan atau dibujuk untuk dapat melakukan segalanya sesuai dengan aturan yang ada. Guru yang melaksanakan tugasnya sesuai dengan norma instruksional akan diberikan penghargaan terhadap evaluasi kinerjanya dan tidak tidak dipengaruhi dalam bidang administrasi.
Seorang kepala sekolah ber-teori Y akan menggunakan pendekatan yang lebih kolaboratif dalam melakukan supervise dan akan berdialog langsung dengan para guru untuk mengetahui cara membuat pembelajaran yang efektif bagi semua siswa. Yakin bahwa semua guru telah termotivasi secara internal, kepala sekolah yang ber-teori Y akan terlibat dalam refleksi diri dan tujuan peningkatan diri setiap guru. Pendekatan kreatif dan inovatif dalam pembelajaran di kelas akan ditekankan utnuk meningkatkan prestasi siswa dan memperluas pembelajaran. Setiap guru akan dinilai secara individual karena kepala sekolah ber-teori Y bertindak berdasarkan asumsi bahwa motivasi internal setiap guru berbeda.
Ada dua sudut pandang yang digunakan dalam penelitian yang berhubungan dengan perilaku kepemimpinan. Fokus dari salah satu sudut pandang meliputi identifikasi peran dan sifat kepemimpinan. Fokus penelitian yang lain adalah berusaha membedakan antara perilaku pemimpin yang efektif dan yang tidak efektif.
Satu teori yang menonjol yang terbentuk dari penelitian deskriptif mengenai sifat kerja manajerial adalah taksonomi peran manajerial oleh Mintzberg (1979). Dia mengungkapkan 10 peran kegiatan manajerial. Kegiatan tertentu termasuk di dalam satu atau lebih dari peran manajerial berikut ini:
- Peran Figurehead: meliputi tugas-tugas yang bersifat simbolis, legal, atau sosial, seperti hadir di acara-acara seremonial atau menandatangani dokumen.
- Peran pemimpin: meliputi kegiatan-kegiatan yang tujuannya untuk mengintegrasikan organisasi untuk mencapai tujuan utama organisasi, seperti mempekerjakan seseorang, melatih, dan mempromosikan.
- Peran hubungan: meliputi kegiatan yang bertujuan untuk menciptakan dan menjaga hubungan dengan individu-individu di luar unit manajerial organisasi.
- Peran monitor: kegiatan yang meliputi pencarian informasi untuk mengidentifikasi dan menganalisa masalah dan kesempatan dan memahami kejadian-kejadian dan proses di dalam dan di luar unit organisasi.
- Peran penyebar: kegiatan yang meliputi interpretasi dan pengeluaran informasi yang tidak bisa diakses secara langsung oleh bawahannya.
- Peran juru bicara: kegiatan yang meliputi transmisi informasi di luar unit organisasi
- Peran entrepreneur: kegiatan yang memulai dan mengontrol perubahan menuju peningkatan dalam organisasi
- Peran pengendali gangguan: meliputi kegiatan untuk mengatasi krisi, kegiatan dan konflik yang tidak terlihat
- Peran pengalokasi sumber daya: kegiatan yang meliputi pengalokasian dan penggunaan dana, personil, material, peralatan, fasilitas, dan jasa.
- Peran negosiator: kegiatan yang meliputi tawar menawar dalam transaksi yang membutuhkan komitmen dari sumber daya, seperti penawaran kolektif, kontrak, keluhan, atau pengankatan personil inti.
Tiga peran utama_figurehead, pemimpin, dan hubungan- berhubungan dengan perilaku interpersonal. Tiga peran selanjutnya-,onitor, penyebar, dan juru bicara-meliputi kegiatan pemrosesan informasi. Empat peran yang terakhir-entepreneur, pengendali gangguan, penalokasi sumber daya, dan negositor-berhubungan dengan perilaku pemimpin dalam membuat keputusan. Menurut Mintzberg, peran manajer tergantung pada sifat alamiah posisi manajerial, namun manajer memiliki fleksibilitas dalam memerankna masing-masing peran tersebut. Pada saat tertentu, konflik peran bisa muncul dikarenakan tekanan dari supervisor dan pengikutnya karena pentingnya peran yang berbeda atau perilaku dari peran yang dijalankan.
Penelitian yang lain fikus pada pengidentifikasian dan perbedaan pemimpin yang efektif dan yang tidak efektif. Penelitian yang mendasar dan berpengaruh diawali di Universitas Ohio pada tahun 1940an oleh john K. Hemphill dan Alvin Coons (1950) dan kemudian dilanjutkan oleh Andrew Halpin dan BJ Winer (1952). Dalam penelitian di Universitas Ohio, bentuk primer pengumpulan data dan penelitian adalah Kuesioner Deskripsi Perilaku Pemimpin (Leader Behavior Description Quessionaire (LBDQ)) yang dilakukan pada manajer dan atasan serta bawahan mereka. LBDQ ini meminta responden mendeskripsikan perilaku pemimpin dan mengukur dua dimensi dasar-pembentukan struktur dan pertimbangan. Pembentukan struktur mengacu pada perilaku pemimpin dalam berhubungan dengan atasan dan bawahannya dan menciptakan pola organisasi, channel komunikasi, dan metode procedural. Pertimbangan mengacu pada perilaku pemimpin yang menunjukkan hubungan baik, kepercayaan, kehangatan, minat, dan rasa hormat antara pemimpin dan bawahannya.
Pembentukan struktur dan pertimbangan ditemukan sebagai perilaku independen. Oleh karena itu, seorang pemimpin mungkin memiliki tingkat pertimbangan yang tinggi dan pembentukan struktur yang rendah, sedangkan pemimpin yang lain mungkin memiliki tingkat pertimbangan dan pembentukan struktur yang sama tingginya. Model hasil penelitian Ohio adalah matriks dua dimensi dengan empat quadran yang mendeskripsikan 4 pola kepemimpinan yang berbeda, seperti yang digambarkan pada gambar 5.1.
Pada penelitian sebelumnya menggunakan LBDQ untuk melihat perilaku pemimpin komandan di sebuah maskapai penerbangan, administrator pendidikan yang lebih tinggi, dan pengawas sekolah menunjukkan bahwa “kepemimpinan yang efektif bercirikan Pembentukan Struktur yang tinggi dan Pertimbangan yang tinggi pula” (Halpin. 1996 hlm. 127). Halpin menunjukkan bahwa ada hubungan antar perilaku pemimpin dan nilai organisasi. Dnegan kata lain, pemimpin dalam organisasi yang menekankan dan menempatkan nilai pada pembentukan struktur cenderung memperlihatkan perilaku yang berhubunagn dengan pertimbangan dan begitu pula sebaliknya.
Pada waktu yang hampir sama, penelitian yang hampir sama mengenai kepemimpinan di perusahaan asuransi, pabrik, dan perkeretaapian dilakukan oleh Universitas Michigan. Penelitian mereka menunjukkan ada 2 tipe perilaku yang membedakan pemimpin yang efektif dan yang tidak efektif (Yukl, 1994). Yakni, (a) perilaku yang berorientasi tugas, (b) perilaku yang berorientasi pada hubungan dan (c) kepemimpinan partisipatif. Pemimpin yang efektif berkonsentrasi pada kegiatan yang berorientasi pada tugas seperti merencanakan, menjadwalkan, mengkoordinasikan, dan menyediakan sumber daya. Pemimpin yang efektif juga membimbing bawahannya untuk membuat tujuan yang tinggi namun realistis. Namun, pemimpin yang efektif tidak hanya memikirkan perilaku yang berorientasi pada tugas. Mereka juga menunjukkan hubungan yang positif dengan bawahannya. Perilaku yang berorientasi pada hubungan yang berhubungan dengan pemimpin yang efektif meliputi ditunjukkannya sikap percaya, bersikap ramah dan penuh pertimbangan, menunjukkan pemahaman pada maslah yang dihadapi bawahannya, bersikap suportif pada karir bawahannya, berkomunikasi secara terbuka, dan mengetahui hal-hal yang telah dicapai oleh bawahannya. Pemimpin yang efektif juga melakukan supervisi umum, bukan melakukan inspeksi tertutup terhadap pekerjaan bawahannya. Penemuan yang terakhir oleh penelitian Michigan ini adalah partisipasi pekerja dalam membuat keputusan memberikan kepuasaan dan prestasi yang lebih tinggi.
Penelitian terhadap para pemimpin menghasilkan berbagai model dan teori yang mengkonseptualisasi kepemimpinan menjadi dua dimensi. Hanson (1996) menunjukkan bahwa setelah membandingkan dan mengkontraskan berbagai model perilaku kepemimpinan, Nampak berbagai variabel yang berhubungan dengan pembentukan struktur (perilaku yang berorientasikan tugas) dan pertimbangan (perilaku hubungan). Pendekatan perilaku dalam teori kepemimpinan cenderung fokus pada model universal keefektifan kepemimpinan. Robert Blake dan Jane Mouton (1964) menyusun Teori Grid manajerial yang mendeskripsikan pemimpin sehubungan dengan manusia dan produksi. Mereka menemukan bahwa pemimpin yang paling efektif adalah pemimpin yang sangat memikirkan manusia dan produksinya. Namun, pemimpin yang seperti itu (tinggi dalam segala hal) tidak secara langsung menunjukkan 2 perilaku yang berbeda yang merefleksikan manusia dan produksi atau salah satu dari perilaku yang berorientasi pada manusia dan perilaku yang berorientasi pada produksi. Pemimpin seperti ini menunjukkan orientasi pada manusia dan produksi. Blake dan Mouton (1982) menemukan bahwa perilaku yang dipilih oleh para pemimpin harus relevan dengan situasi agar efektif. Perilaku tertentu yang dipilih berbeda dari situasi ke situasi yang lain dan dari satu bawahan ke bawahna yang lain. Konsep kepemimpinan dua dimensi ini memunculkan berbagai penelitian berdasarkan berbagai kemungkinan dan situasi variabel. Teori kemungkinan akan dibahas lebih mendalam pada bab 6.
KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL
Berbagai teori baru mengenai kepemimpinan bertujuan mendeskripsikan kepemimpinan yang efektif tentang bagaimana pemimpin mentransformasi atau merubah organisasi. James MacGregor Burns (1978) melakukan penelitian pada pemimpin politik berdasarkan teori kepemimpinan, yang bisa dideskripsikan sebagai teori kepemimpinan transformasional. Burns menyatakan bahwa kepemimpinan tidak dapat dipisahkan dari kebutuhan dan tujuan bawahannya dan merupakan hasil hubungan antara pemimpin dan bawahannya. Burns membedakan 2 bentuk fundamental hubungan pemimpin dan bawahannya: (a) transaksional, dan (b) transformasional. Kepemimpinan transaksional meliputi mempengaruhi bawahannya dengan menukarkan sesuatu yang berharga bagi pemimpin dan bawahannya. Contohnya, satu barang dijual utnuk dibelikan sesuatu yang lain, pemberian suara diberikan kepada legislator yang berjanji memberikan sesuatu yang diinginkan oleh orang yang memberikan suara, atau seorang kepala sekolah menerima dukungan dari para guru setelah rapat setelah guru mendapatkan makan siang. Kepemimpinan transformasional meliputi hubungan antara pemimpin dan pengikutnya untuk tujuan umum, di mana “pemimpin dan bawahannya saling meningkatkan motivasi dan moral” (Burns, 1978, hlm. 20).
Bernard Bass dan Bruce Avolio (1994) menunjukkan efek kepemimpinan transformasional sebagai
- Menstimulasi orang lain utnuk melihat pekerjaan mereka dari sudut pandang yang baru
- Mengetahui visi dan misi organisasi
- Meningkatkan kemampuan orang lain
- Memotivasi orang lain di luar minat pribadi mereka yang menguntungkan kelompok atau organisasi
Bass dan Avolio menjelaskan kepemimpinan transformasional dalam hal perilaku pemimpin, menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional memiliki satu atau lebih perilaku berikut ini:
- Pengaruh yang ideal: pemimpin bersikap sebagai role model dan dikagumi, dihormati, dan dipercaya. Cara yang dilakukan pemimpin melakukan ini adalah dengan mempertimbangkan kebutuhan orang lain di atas kepentingan diri sendiri, berbagi resiko dengan bawahannya, konsisten, dan bertindak sesuai nilai dan moral.
- Motivasi inspirasional: pemimpin memotivasi dan menginspirasi dengan memberikan makna dan menantang bawahannya untuk bekerja lebih baik dan semangat tim nya meningkat. Perilaku pemimpin yang sesuai dengan ini adalah dengan melibatkan orang lain dalam kegiatan yang berlandaskan visi, menyampaikan harapan dengan jelas, dan bersikap penuh komitmen pada tujuan dan visi.
- Stimulasi intelektual: pemimpin menstimulasi orang lain untuk lebih inovatif dan kreatif. Pemimpin mendukung inovasi dan kreatifitas dengan cara menerima ide-ide baru dari orang lain, tidak membeberkan kesalahn orang lain secara umum, dan mendorong orang lain untuk mencoba pendekatan yang lain
- Pertimbangan individu: pemimpin transformasional mempertimbangkan kebutuhan individu utnuk berprestasi dan tumbuh dengan bertindak sebagai mentor atau pelatih. Perilaku kepemimpinan yang mempertimbangkan masing-masing individy meliputi menerima perbedaan indivisu dan mensupervisi sesuai dengan kebutuhan individu, mendorong terjadinya komunikasi 2 arah, mendengarkan, dan mendelegasikan.
Prinsip yang mendasari kepemimpinan transformasional adalah konsep tentang komitmen untuk tujuan moral dan nilai personal dari si pemimpin penting untuk mengadakan perubahan dalam organisasi. Bennis dan Nanus (1985) menemukan bahwa pemimpin yang inovatif memiliki visi ke depan bagi organisasinya; membangun kepercayaan dan komitmen dengan cara mengkomunikasikan visi-nya dan menekankan visi tersebut ke dalam setiap tindakan yang dilakukan; dan memfasilitasi pembelajaran yang terus menerus dalam organisasi.
Kenneth Leithwood (1994) mendeskripsikan kepemimpinan transformasional de sekolah memiliki 8 dimensi, yakni (a) membentuk visi sekolah, (b) menentukan tujuan sekolah, (c) memberikan stimulus intelektual, (d) memberikan dukungan individual, (e) memberikan contoh yang baik dan nilai organisasi yang penting, (f) memberikan contoh bagaimana harapan dari prestasi yang diharapkan, (g) menciptakan budaya sekolah yang produktif, dan (h) membangun struktur untuk mendorong partisipasi pengambilan keputusan di sekolah.
Teori yang terbaru sehubungan dengan kepemimpinan di sekolah dibuat berdasarkan konsep tujuan moral, komitmen terhadap nilai personal, dan visi yang berhubungan dengan kepemimpinan sekolah yang efektif. Thomas Sergiovanni (1992) menyatakan bahwa ada 5 sumber otoritas sebagai daasr kepemimpinan. Yakni (a) otoritas birokrasi, (b) otoritas psikologis, (c) otoritas teknis-rasional, (d) otoritas professional, dan (e) otoritas moral. Otoritas birokrasi berakar dari mandat, peraturan, undang-undang, job descriptions, dan harapan organisasi. Sergiovanni mendeskripsikan ini sebagi otoritas yang berdasarkan pemikiran bahwa seseorang harus “mengikuti apa yang saya mau karena posisi saya.” Otoritas psikologis digambarkan seperti pemikiran “ikuti saya karena saya akan membuatnya bermakna/berarti jika kamu melakukan apa sesuai apa yang aku inginkan.” Otoritas psikologis ini beranggapan bahwa guru akan memberikan respon sesuai dengan penghargaan yang diberikan ketika mereka melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan pembuat keputusan. Otoritas teknis-rasional menjelaskan kepemimpinan dengan sudut pandang bahwa guru akan mematuhi aturan karena pemimpin mengetahui “apa yang terbaik, sesuai hasil penelitian.” Pendekatan ini berasumsi bahwa guru akan merespon logika dan mengikuti apa yang disarankan oleh hasil karya ilmiah berdasarkan praktek yang efektif. Sergiovanni mendeskripsikan ke tiga pendekatan ini ke kepemimpinan sebagai sesuatu yang berasal dari sisi luar dan bisa dipaksakan kepada para guru.
Dia menkontraskan pendekatan-pendekatan ini dengan otoritas professional dan otoritas moral, yang mendorong terbentuknya perilaku guru dari sisi internal, bukan sebagai respon dari sesuatu yang dipaksakan kepada mereka. Otoritas professional mengacu pada pengetahuan teknis dan ketrampilan personal yang berhubungan dengan konteks tertentu yang dipraktekan oleh guru. Otoritas moral didefinisikan sebagai kewajiban dan tugas yang berasal dari nilai dan ide bersama.
Sergiovanni berpendapat bahwa walaupun otoritas birokratis, psikologis, dan teknis-rasional telah memiliki tempat, dasar primer untuk kepemimpinan seharusnya adalah otoritas professional dan moral. Hal yang sama dinyatakan oleh Deal dan Peterson (1994) membedakan 2 tradisi teori organisasi, yang mereka sebut rasional-teknis dan simbolis. Pendekatan rasional-teknis terhadap kepemimpinan berdasarkan asumsi bahwa organisasi adalah benda rasional yang ada untuk menyelesaikan tujuan yang eksplisit dan bisa diukur. Pendekatan simbolis menekankan dinamika normatif dan sosial organisasi dan menekankan pentingnya nilai inti dan keyakinan bersama dari orang-orang yang ada dalam organisasi. Mereka menyatakan bahwa kepemimpinan yang efektif bercirikan keseimbangan dari ke dua pendekatan tersebut, melihat bahwa, “organisasi yang berkinerja tinggi memiliki urutan dan makna, struktur dan nilai.”
KESIMPULAN
Bab ini menampilkan 4 kategori teori kepemimpinan yang dikelompok berdasarkan fokus sentral dari pendekatan teori kepemimpinan. Kategori-kategori tersebut adalah (a) teori yang mendeskripsikan cirri kepemimpinan; (b) teori yang menjelaskan pengaruh berdasarkan kekuatan; (c) teori yang mendeskripsikan perilaku dan peran pemimpin; dan (d) kepemimpinan transformasional yang menginspirasi perubahan.
Ciri kepemimpinan seperti yang telah diringkas oleh Yukl menawarkan kepada para pemimpin sekolah daftar karakteristik dan perilaku yang berkontribusi pada keefektifan. Pemimpin dalam bidang pendidikan harus memiliki tingkat energi yang tinggi dan toleran pada stress. Kepercayaan diri, kematangan emosional, dan kemauan utnuk menerima tanggung jawab atas tindakannya sendiri juga atribut yang penting dalam kepemimpinan yang efektif, seperti halnya makna nilai dan integritas. Pemimpin yang efektif juga memiliki keinginan untuk mempengaruhi organisasi untuk keuntungan siswa dan masyarakat. Yang terakhir, pemimpin kependidikan harus mau dan bisa bekerjasama dengan orang lain dan memiliki kerampilan interpersonal yang kuat.
Tipologi kekuatan Franch dan Raven memberikan informasi kepada pemimpin kependidikan tentang kekuatan yang berasal dari ahli dan rujukan. Pemimpin sekolah biasanya bisa mempengaruhi orang lain dan mendapatkan komitmen dari orang lain ketika mereka dilihat sebagai individu yang berkompeten yang memiliki pemahaman dan keinginan yang kuat terhadap kegiatan primer di sekolah; yaitu: kurikulum, pembelajaran, dan perkembangan siswa.
Teori kepemimpinan perilaku melihat dua dimensi perilaku yang mendefinisikan kepemimpinan. Penelitian yang dilakukan pada tahun 1950-an di Universitas Negeri Ohio dan Universitas Michigan memberikan konsep mendasar tengang perilaku kepemimpinan yang sangat mempengaruhi penelitian selanjutnya dan teori kepemimpinan organisasi. Dua dimensi perilaku kepemimpinan tersebut adalah (a) perilaku yang berhubungan dengan tugas, dan (b) perilkau yang berhubungan dengan hubungan. Pemimpin yang efektif menggunakan ke dua hubungan tersebut dan menyesuaikan fokus mereka dengan situasi.
Yang terakhir, kepemimpinan transformasional didefinisikan sebagai kepemimpinan yang mempengaruhi perubahan dalam organisasi. Burns mendeskripsikan kepemimpinan transformasional sebagai hubungan antara pemimpin dan bawahannya yang memilki tujuan yang sama. Konsep komitmen pemimpin terhadap tujuan moral dan nilai personal mendasari konsep kepemimpinan transformasional. Sergiovanni mengkonsep kepemimpinan sebagai awal dari berbagai otoritas dan menyatakan bahwa dasar utama kepemimpinan pendidikan harus memiliki otoritas professional dan moral.
Secara keseluruhan, teori kepemimpinan menggambarkan kepemimpinan sekolah berdasarkan pada kesadaran sosial dan fokus pada visi sekolah berdasarkan pengetahuan dan ketrampilan. Kepemimpinan sekolah telah dibedakan dari manajemen sekolah, dimana fungsi utama kepemimpinan adalah untuk membentuk dan mengarahkan budaya sekolah menuju sebuah visi, sedangkan manajemen fokus pada melakukan operasi dasar dan meneruskan status quo. Yukl mengingatkan kita bahwa baik manajemen maupun kepemimpinan adalah proses yang penting. Benar bahwa pemimpin terkadang mengatur, namun manajer tidak memimpin.
Teori Ke Praktek
MENCIPTAKAN KETERATURAN DI SMP JACKSON
Pada pukul 6:30 pagi, Tom Clayton, kepala sekolah SMP Jackson, berada di kantornya sedang memeriksa surat dan pesan yang diterimanya kemarin siang ketika dia sedang ada rapat di kantor administrasi pusat. “Waktu yang terbuang sia-sia,” dia berpikir. Tom tidak suka pergi dari sekolah karena dia tidak pernah tahu apa yang akan menunggunya ketika dia kembali atau masalah apa yang harus dia selesaikan keesokan harinya. Sekolah ini terletak di daerah termiskin di kota tersebut dan dalam lima tahun terakhir mengalami peningkatan masalah mengenai kedisiplinan siswa dan guru dan staf yang malas.
Posisi sebelumnya, dia bekerja di bagian adminisitrasi, selama dua tahun, dan kemudian menjadi pembantu kepala sekolah di SMP Walter. Sebagai seorang guru dan pembantu kepala sekolah, dia memiliki reputasi kuat dan baik. Dia telah mendapatkan hasilnya juga. Yang membanggakannya adalah siswa mendapatkan nilai tertinggi pada test SAT dan dia bangga telah menggunakan pendekatan tidak-ada-yang-tidak-mungkin selama mendisiplinkan siswa di SMP Walter.
Dia juga telah ditunjuk sebagai pemimpin di SMP Jackson. Dia merasa yakin bahwa daerah menghargai usahanya sebagai kepala sekolah SMP Jackson. Meskipun dia tahu bahwa administrator daerah lain menganggap Jackson sebagai sebuah tempat yang kurang dari yang diinginkan, dia percaya diri bahwa dia bisa membuat perbedaan dan membalikkan keadaan.
Karena sudah menjadi kepala sekolah di SMP Jackson, dia langsung menciptakan otoritasnya dan menyampaikan harapan-harapannya kepada sekolah dan para siswa. Dia mengatakan kepada sekolah (guru dan staf) bahwa dia menginginkan rencana pembelajaran dikumpulkan setiap minggu dan dia mengharapkan semua guru menerapkan aturan kedisiplinan di kelas mereka. Pembangkangan terhadap aturan ini tidak bisa ditoleransi, sekecil apapun itu. Dia memberitahukan hal yang sama pada siswa dan mulai memanggil dan menghukum siswa jika perlu. Selama ini pendekatan tersebut berjalan dengan baik. Walaupun nilai hasil tes tidak menunjukkan peningkatan tahun lalu, namun keteraturan di sekolah tersebut mengalami peningkatan. Lorong-lorong di sekolah bersih, siswa-siswa selalu berada di dalam kelas, dan lebih sedikit gangguan. Dia telah mengeluarkan hampir 30 siswa yang paling nakal tahun lalu, dan mereka tidak kembali ke sekolah tersebut. Sekitar sepertiga guru telah keluar pada 1 tahun pertamanya karena mereka tidak ingin memenuhi harapnnya yang terlalu tinggi. Dia juga bisa menggantikan mereka dengan guru-guru muda, banyak di tahun pertama mereka, yang mau belajar dan mereka bisa ikut arus. Namun, menjaga agar iklim kerja di sekolah tersebut sesuai dengan aturan tetap menjadi tugas konstan harian. Sepertinya setiap dia meninggalkan sekolah, pasti ada sesuatu yang terjadi. Dia tidak mempercayai guru-gurunya atau wakil kepala sekolah untuk menjaga sesuatu dengan sebaik-baiknya. Dia telah mencoba menjelaskan kepada wakil kepala sekolahnya, Sam Johnson, bahwa dia harus lebih berhati-hati. Namun para guru dan staf tidak takut pada pak Johnson seperti mereka takut kepada Tom.
Seperti yang terjadi kemarin, ada laporan tentang pencurian di ruang guru, perkelahian di kefetaria, dan dia mengetahui ada pertemuan orang tua pagi ini di sekolah tanpa sepengetahuannya. Dia memutuskan sebaiknya dia berjalan mengitari sekolah untuk mengetahui apa lagi yang telah terjadi. Ketika dia berjalan ke kafetaria, dia kecewa melihat masih ada sebuah meja yang belum disingkirkan dan masih ada beberapa cangkir kopi yang ditinggalkan di sekitar kelas. Dia berpikir, “sepertinya aku harus melakukan semuanya sendiri,” dan dia langsung mengembalikan meja tersebut ke kafetaria dan mencuci cangkir-cangkir tersebut.
Dia kembali ke kantornya pada pukul 07: 15 dan melihat sekretarisnya sedang ngobrol dengan pak Johnson yang baru saja datang sambil minum kopi. Tom berkata pada mereka. “Apakah kalian berdua tidak memiliki kegiatan lain yang lebih baik daripada ngobrol dan minum kopi? Pak Johnson, anda bertanggungjawab atas sekolah ini ketika saya pergi keluar, dan ketika saya sampai di sekolah ini tadi pagi, bahwa kita memiliki dua hal ketidakberesan di sekolah ini dan kafetarianya berantakan sekali! Apakah anda tidak tahu bahwa anda harus mengawasi kerja tukang sapu kita atau membiarkan mereka mengerjakan pekerjaannya tidak selesai? Dan Nona Worth, kenapa saya tidak diberitahu sebelumnya bahwa ada pertemuan orang tua pagi ini? Saya mengharapkan anda bisa memberikan jejak perjanjian yang lebih baik di kalender saya.”
ANALISIS PADA CONTOH
Jelas sekali bahwa Tom Clayton merupakan pemimpin yang menganut asumsi Teori X. semua tindakan dan pikirnannya menunjukkan bahwa dia berkeyakinan bahwa semua orang harus ditekan dan diatur untuk melakukan pekerjaannya. Karena pendekatan Teori X dilakukan oleh Pak Clayton telah menghasilkan keteraturan dalam menciptakan keteraturan, pemenuhan keteraturan tersebut nampaknya merupakan hasil dari rasa takut, bukan kepemimpinan. Staf tidak terlibat dalam menciptakan filosofi atau tujuan sekolah dan tidak ada visi yang sama dari guru dan staf. Pak Clayton adalah satu-satunya orang yang bertanggungjawab atas penentuan dan pengarah tujuan dan misi sekolah. Nampaknya guru memiliki sedikit komitmen terhadap konsep keteraturan Pak Clayton seperti terlihat dari hasil pengamatannya bahwa orang lain tidak peduli dengan segala sesuatu kecuali dia berada di sana untuk mengawasi.
Perilaku kepemimpinan Mr. Clayton ini hanya melihat pada tugas, bukan pada pelakunya. Teori grid manajerial dua dimensi Blake dan Mounton menyatakan bahwa jika fokusnya hanya pada tugas tanpa memperhatikan perilaku manusianya, maka dia tidak akan mendapatkan hasil yang diinginkan. Blake dan Mouton menyatakan bahwa pemimpin yang paling efektif adalah pemimpin yang mempaerhatikan keduanya, tugas dan perilakunya.
Maka dapat disimpulkan bahwa keinginan Mr. clayton untuk menjadi agen perubah berdasarkan pernyataannya sendiri bahwa dia ingin “membalikkan keadaan” di SMP Jackson. Dengan menerapkan teori Burn sehubungan dengan interaksi pemimpin dan bawahannya, kepemimpinan Mr. Clayton hanya memiliki sedikit celah untuk bisa berubah. Untuk merubah suatu organisasi, harus ada hubungan yang erat antara pemimpin dan bawahannya dan memiliki tujuan yang sama. Tidak ada bukti bahwa Mr. Clayton melibatkan guru atau staf yang lain untuk menciptakan visi sekolahnya. Perilaku kepemimpinannya seperti kepemimpinan yang menggunakan pendekatan “aturannku atau aturan orang lain.” walaupun Mr. Clayton telah menciptakan otoritasnya, dia melakukannya melalui mandat, aturan, dan harapan. Menurut Sergiovanni, sumber otoritas kepala sekolah akan disebut birokratis, jika otoritas tersebut menyatakan bahwa konsekuensinya akan menjadi kepatuhan minimal dimana para guru hanya mengerjakan pekerjaan sesuai dengan tugas yang telah diberikan. Status quo akan diatur, namun hanya menggunakan supervisi tertutup dan inspeksi. Mr Clayton mungkin akan bisa mengontrol SMP Jackson tapi hanya jika dia terus melakukan tekanan yang konstan. Hanya sedikit perubahan yang bisa diharapkan dan keteraturan akan terus diharapkan dari moral guru dan staf. Nampaknya Mr. Clayton akan terus melakukan perubahan pada stafnya. Orang yang tetap tinggal akan tidak memiliki komitmen pada organisasi, dan seperti yang dinyatakan oleh Sergiovanni, guru akan berperilaku seperti teknisi, melakukan skrip yang telah ditentukan sebelumnya di ruang kelas mereka.
APA YANG TERJADI DI EASTBROOK?
Dr. Michelle Adams kuatir dengan keadaan SD Eastbrook, salah satu dari 16 SD di bawah supervisinya sebagai pengawas di Rayon 4 di Cottonwood County School District. Cottonwood County terletak di pinggir kota, dimana kebanyakan penduduknya miskin. Banyak keluarga di desa itu bekerja di peternakan kecil. Ada yang bekerja dengan upah minimal sebagai pekerja paruh waktu, bekerja dengan aturan jam di restoran atau toko kecil. Ada juga yang bekerja di pabrik kaca, namun pabrik ini hanya mempekerjakan sedikit pekerja.
Dr. Adams mengkhawatirkan Eastbrook karena terjadi perubahan yang sangat signifikan sejak kepemimpinan Margaret Lee. Margaret telah menjadi guru SD dan konselor di Marshall City School, sekitar 30 mil dari eastbrook. Dr. Adam telah mengangkat Margaret menjadi kepala sekolah dan berpikir bahwa dia akan menjadi kepala sekolah yang hebat, dan nampaknya begitu. Setiap kali Dr. Adam mengunjungi sekolahnya, sepertinya sekolah tersebut hangat dan menarik. Guru-guru tampak senang, dan Margaret terlihat selalu peduli pada staf dan muridnya. Selain berubahnya sikap guru di eastbrook yang tidak biasa ini, Dr. Adams mengkhawatirkan merosotnya nilai siswa. Walaupun kemerosotan tersebut tidak begitu banyak, namun terlihat penurunan yang terus menerus selama tiga tahun terakhir.
Dr. Adams mengambil keputusan untuk menyelidiki lebih jauh dan melihat bahwa guru-guru yang meninggalkan eastbrook, sebagian besar tidak meninggalkan county district, namun mereka meminta untuk dipindahkan ke SD di daerah yang lain. sekolah yang lain di daerah tersebut memiliki demografi yang sama, jadi Dr. Adams berpikir bahwa para guru tersebut meminta dipindahkan bukan karena alasan lokasi dan populasi siswanya. Pengawas ini memutuskan untuk mewawancarai beberapa guru yang telah meninggalkan Eastbrook, dan mereka tidak memiliki penilaian yang negatif mengenai Ms. Lee. Namun, para guru mengatakan hal-hal seperti ini, “Ms. Lee itu orang yang baik. Saya pergi dari sana bukan karena dia. Saya hanya ingin mencari tantangan baru,” atau “saya hanya ingin mencari perubahan.” Ada juga yang lebih terbuka. Seorang guru menyatakan, “walaupun saya menyukai Ms. Lee, dia orang yang berkepribadian dan peduli pada orang lain- Saya hanya ingin mendapatkan organisasi dan aturan yang lebih.” Ada juga yang menyatakan, “Guru hanya datang untuk mengajar dan bersosialiasi. Tidak ada yang ingin membicarakan tentang siswa, kurikulum, atau ide-ide baru untuk pengajaran di kelas. Saya ingin berada di sekolah yang lebih memperhatikan masalah akademis.”
Mungkin, Dr. Adams merefleksikan, bahwa ada masalah dengan kepemimpinan Margaret. Dia memutuskan untuk mereview beberapa laporan yang dikumpulkan oleh kepala sekolah. Pertama, dia mengecek rencana tahunan perkembangan sekolah. Margearet mengumpulkan dan Dr. Adams menemukan bahwa Margaret mengisi laporannya seminggu atau 10 hari sebelum tanggal yang ditentukan. Dr. Adams tidak pernah ketat terhadap batas waktu, namun lebih melihat pada kualitasnya. Rencana perkembangan sekolah Ms. Lee nampaknya telah sesuai aturan. Namun, mungkin ada beberapa pola di sini. Dia melihat bahwa di dua laporan terakhirnya telah dimodifikasi setelah laporan tersebut dikumpulkan, untuk menyesuaikan data personal dan nilai tes.
Dr. Adams memutuskan untuk menelepon bagian Sumber Daya Manusia untuk mengetahui pendapat direkturnya, Dr. Lester mengenai perubahan di Eastbrook. Sekretaris Dr. Lester, Jean, yang menjwab teleponnya. Jean memberitahukan dr. Adams bahwa dia harus meninggalkan pesan karena Dr. Lester sedang tidak ada di kantornya selama beberapa hari. Dr. Adams menjelaskan pada Jean bahwa dia menelpon sehubungan dengan masalah di SD Eastbrook. Jean menjawab sambil tertawa, “Yang mana?”
Dr. Adams telah mengenal jean selama bertahun-tahun dan merasa nyaman untuk bertanya lebih jauh, dan bertanya, “Maksudnya apa ya?”
Jean menjelaskan, “oh, ini selalu terjadi setiap tahun di Eastbrook. Nampaknya Ms. Lee tidak pernah tahu pasti celah apa yang telah dia buka dari hari ke hari, karena dia selalu berubah pikiran atau lupa ke mana dia telah memindahkan seseorang.”
“Kamu bilang itu selalu seperti itu?” Dr. Adams bertanya.
“Ya,” Jean berkata, “dan kenyataannya, ini bukan hanya mengenai masalah personel yang membuatnya bingung. Laura, sekretarisnya, adalah teman saya, dan dia bercerita bahwa segala sesuatu di sana selalu membingungkan. Ini membuat Laura bingung, dan sepertinya Laura telah melamar sebuah pekerjaan di sekolah yang lain.”
“Terima kasih atas informasinya, Jean. Tolong minta Dr. Lester untuk menelpon saya besok.”
Setelah Dr. Adams menutup teleponnya, dia berpikir dia mulai memahami apa yang sebenarnya terjadi di Eastbrook.
Latihan Siswa: Analisis Kasus
- Berdasarkan fakta yang telah dikumpulkan dr. Adams, seperti apakah kepemimpinan Margaret Lee?
- Teori kepemimpinan manakah yang telah dijabarkan di Bab ini yang bisa digunalan untuk membantu Margaret Lee?
- Apa peran kepemimpinan dan tanggungjawab dari Dr. Adams sehubungan dengan kepala sekolah di daerah yang diawasinya?
DAFTAR PUSTAKA;
- Bass, B.M., & Avolio, B.J. (1994). Improving organizational affectiveness through transformational leadership. Thousand Oaks, CA : Sage.
- Bennins, W. (1989). On becoming a leader. Reading, MA : Addison – Wesley.
- Bennis, W.G., & Nanus, B. ( 1985 ). Leaders : The strategies for taking charge. New York : Harper and Row
- Blake, R.R., & Mouton, J.S. (1964). The managerial grid : Key orientations for achieving production through people. Houston, TX : Gulf.
- Blake, R.R., & Mouton, J.S. (1982). The managerial grid III. Houston, TX : Gulf.
- Burns, J.M. (1978). Leadership. New York : Harper and Row.
- Deal, T.E., & Peterson, K. D. (1994). The leadership paradox : Balancing logic and artistry in school. San Fransisico : Jossey – Bass
- French, J.R.P., & Raven, B.H. (1968). Bases of social power. In D. Carwright and A. Zander (Eds.), Group dynamics, research and theory (PP.259-270). New York : Harper and Row.
- Halpin, A. W. (1966). Theory and research in administration. New York : Macmillan.
- Hanson, E.M. (1996). Educational administration and organizational behavior (4th ed). Boston : Allyn and Bacon
- Leithwood, K. (1994) . Leadership for school restructuring. Educational Administration Quarterly, 30 (4), 498-518
- McGregor, D. (1960). The human side of enterprise. New York : McGraw Hill.
- Mintzberg, H. (1979). The structuring of organizations. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall
- Schein, E.H. (1985). Organizational culture and leadership. San Fransisco: Jossey-Bass
- Sergiovanni, T.J. (1991). The principalship : A reflective practice perspective (2nd ed). Boston: Allyn and Bacon.
- Sergiovanni, T.J. (1992). Moral leadership: Getting to the heart of school improvement. San Fransisco : Jossey-Bass.
- Stogdill, R.M. (1974). Handbook of leadership : A survey of theory and research . New Tork : Free Press.
- Yukl, G. (1994). Leadership in organizations (3 rd ed). Englewood Cliffs, NJ : Prentice Hall.
No comments:
Post a Comment