Wednesday, 15 March 2017

Konsep Aplikasi Management By Objective (Mbo)

Konsep Aplikasi Management By Objective (Mbo)
Menurut Agus Suntoyo (2008,h.172) MBO sering disebut dengan tool atau alat manajemen lengkap, yang penuh dengan pertimbangan perilaku karyawan. Alat manajemen tersebut sering dianggap sebagai aktualisasi dan interaksi dari pengetahuan mengenai perilaku manusia secara utuh, Suatu pendekatan sistem yang mencakup seluruh segi dan bidang yang dianggap manajemen. yang menjadi tanggung jawab seorang manajer pimpinan.

Menurut Stephen P. Robbins dan Timothy A. Jugde (2007:240) manajemen berdasarkan tujuan-tujuan nyata yang ditentukan secara partisipasi, bisa diuji, dan bisa diukur. Daya tarik MBO niscaya terletak pada penekanannya terhadap perubahan tujuan-tujuan organisasional menjadi tujuan-tujuan khusus untuk unit-unit organisasional dan anggota-anggota individual. MBO mengoprasionalkan konsep tujuan-tujuan tersebut dengan memikirkan sebuah proses dimana tujuan-tujuan tersebut.

Tujuan-tujuan keseluruhan organisasi menjadi tujuan-tujuan untuk setiap tungkat di bawahnya (divisional, departemental, dan individual). Tetapi karena unit yang lebih rendah bersama-sama berpartisipasi dalam menetukan tujuan-tujuan mereka sendiri, MBO bekerja dari : ’bawah ke atas” (bottom-up) dan dari “atas ke bawah” (top-down) hasilnya adalah sebuah hierarki yang menghibungkan tujuan-tujuan di satu tingkat dengan tujuan-tujuan di tingkat berikutnya. Untuk karyawan individual, MBO memberikan tujuan-tujuan kinerja pribadi yang spesifik.

Banyak elemen dari program MBOyang seseuai dengan proporsi teori penentuan tujuan. Sebagai contoh, memepunyai periode waktu yang eksplisit untuk mencapai tujuan-tujuan sesuai dengan penekanan teori penentuan tujuan pada kekhususan tujuan. Demikian halnya, kita telah mengemukakan sebelumnya bahwa umapan balik tetang kemajuan tujuan merupakan elemen penting dalam teori penentuan tujuan. Satu-satunya bidang yang memungkinkan adalah pertentangan antara MBO dan teori penentuan tujuan berhubungan dengan persoalan partisipasi-MBO sanagat mendukungnya, sementara teori penentuan tujuan menunjukan bahwa manajer menetapkan tujuan-tujuan yang biasanya sama efektifnya.

Menurut Stephen. P. Robbins (2006:262) manajemen berdasarkan tujuan (MBO) menetapkan sasaran secara partisipatif yang berwujud, dapat tercipta kebenarannya, dan dapat diukur. Itu bukanlah gagasan baru. Bahkan MBO dikemukakan lebih dari 45 tahun lalu sebagai sarana penggunaan sasaran untuk memotivasi karyawan, bukanya untuk mengendalikan mereka.

Tidak diragukan lagi, daya tarik MBO terletak pada tekanannya untuk mengubah tujuan organisasi secara keseluruhan menjadi tujuan khusus untuk unit-unit organisasi dan para individu yang menjadi anggotanya. MBO menjalankan konsep tujuan dengan merancang suatu proses, dimana dengan proses tersebut sasaran-sasaran secara beringkat diturunkan kesepanjang organisasi itu. Ada empat unsur umum dalam program MBO yakni spesifikasi sasaran pengambilan keputusan partisipatif, jangka waktu yang eksplisit, serta umpan balik kinerja.

MBO hendaknya merupakan pernyataan ringkas mengenai pencapaian tujuan yang diharapkan. Tidaklah memadai, misalnya, untuk sekedar menyatakan hasrat mengurangi biaya, memperbaiki pelayanan, atau meningkatkan kualitas. Keinginan-keinginan semacam itu harus diubah menjadi tujuan yang dapat diukur dan dievaluasi. Untung mengurangi biaya departemen sebanyak 7 persen, memperbaiki layanan dengan memastikan bahwa semua pesanan lewat telepon diproses dalam 24 jam setelah diterima, atau untuk meningkatkan kualitas dengan mempertahankan laba kurang dari 1 persen dari penjualan merupakan contoh dari tujuan spesifik.

Tujuan dari MBO tidaklah ditentukan secara sepihak oleh atasan dan kemudian ditugaskan ke bawahan. MBO. Menggantikan sasaran yang dipaksakan dengan sasaran yang ditentukan secara partisipasif. Atasan dan bawahan bergantung untuk memilih sasaran dan sepakat mengenai cara mengukur sasaran itu. Tiap tujuan mempunyai kurun waktu penyelesaian yang spesifik, lazimnya kurun waktu itu adalah tiga bulan, enam bulan, atau stahun. Jadi para manajer dan bawahan tidak hanya mempunyai tujuan yang spesifik, tetapi juga kurun waktu yang ditetapkan untuk mencapai tujuan itu.

Unsur terakhir dari MBO adalah upman balik terhadap kinerja. MBO berusaha memberikan umpan balik yang terus-menerus mengenai kemajuan ke sasaran. Idealnya, ini dicapai untuk memberikan upan balik berkelanjutan ke individu sehingga mereka dapat membantu dan mengkoreksi tindakan mereka sendiri. Ini dilengkapi dengan evaluasid manajerial secara berkala, ketika kemajuan itu ditunjau ulang.

Menurut Edwin Locke dalam Robert Kreitner dan Angelo Kinicki (2003:308) mendefinisikan tujuan sebagai “sesuatu yang ingin dicapai individu, tujuan merupakan sasaran atau target dari tindakan. Untuk memperluas definisi ini mereka menambahkan:

Konsep tersebut serupa dengan pengertian tujuan dan maksud… konsep lain yang sering kali digunakan dalam pengertian tujuan adalah standar prestasi (suatu pengurutan untuk mengevaluasi prestasi), kuota (suatu jumlah pekerjaan atau produksi minimal), norma kerja (suatu standar perilaku yang ditentukan oleh sebiah kelompok kerja), tugas (suatu pekerjaan yang harus diselesaikan), sasaran (target mutlak dari suatu tindakan atau serangkaian tindakan), jatuh tempo (batas waktu untuk menyelesaikan tugas), dan anggaran (biaya untuk mencapai tujuan atau batas yang digunakan)

Belakangan ini, penetapan tujuan telah diperkenalkanagar melalui suatu teknik manajemen yang digunakan secara luas yang disebut sebagai management by objective (MBO).

Management of objective adalah sistem manajemen yang berkaitan dengan partisipasi dalam pembuatan kepuasan, penetapan tujuan, dan sasaran umpan balik. Suatu meta analisis terhadap program MBO menunjukan terhadap peningkatan produktivitas antara 68 dampai 80 organisasi yang berlainan. Secara khusus, penelitian pengungkapan peningkatan produktivitas rata-rata 56% pada saat top manajemen memiliki komitmen tinggi. Penilaian rata-rata 6% pada saat komitmen rendah. Meta analisis kedua yang terdiri dari 18 penelitian menunjukan bahwa kepuasan kerja para karyawan berkaitan secara signifikan dengan komitmen top manajemen dari penerapan MBO. Hasil yang mengesahkan ini menyoroti manfaat positif dari penerapan MBO dan penetapan tujuan. Untuk memahami lebih lanjut mengenai bagaimana program-program MBO dapat meningkatkan produktivitas maupun kepuasan, marilah kita menguji proses penetapan di mana penetapan tujuan berkembang.

Teori penetapan-sasaran menunjukan bahwa yang sulit menghasilkan tingkat kinerja individu yang lebih tinggi daripada sasaran yang mudah. Selain itu, sasaran sulit yang spesefik menghasilkan tingkat kinerja yang lebih tinggi daripada tanpa sasaran sama sekali atau sasasran yang bersifat umum seperti “berusaha sebaik-baiknya”. Juga, umpan balik terhadap kinerja seseorang akan menghasilkan kinerja yang lebih tinggi. Bandingkan penemuan-penemuan ini dengan MBO.

MBO secara langsung mendukung sasaran spesifik dan umpan balik. MBO menyiratkan, bukannya menyatakan secara eksplisit, bahwa sasaran harus dipersiapkan sebagai hal yang dapat dilaksanakan (feasible). Konsisten dengan penerapan-sasaran, MBO akan sangat efektif bila sasaran itu cukup sulit agar dapat menuntut orang itu memaksa diri bekerja.

Satu-satunya wilayah yang mungkin terdapat ketidakcocokan antara MBO dan teori penetapan-sasaran adalah yang berkaitan dengan isu partisipasi: MBO sangat mendukung partisipasi itu sedangkan penetapan-sasaran menunjukan bahwa penugasan sasaran ke bawahan sering sama berhasilnya. Bagaimanapun, manfaat utama penggunaan partisipasi adalah untuk mendorong individu menetapkan sasaran yang lebih sukar.

MBO dalam Praktik
Seberapa luas dari penggunaan MBO? Tinjauan ulang dari studi-studi yang diusahakan untuk menjawab pernyataan ini menunjukan bahwa MBO merupakan teknik yang populer. Anda akan menemukan program-program MBO dalam banyak organisasi bisnis, pemeliharaan kesehatan, pendidikan, pemerintahan, dan nirlaba.

Kepopuleran MBO hendaknya tidak ditafsirkan bahwa MBO selalu berhasil. Dalam sejumlah kasus yang terdokumentasi, MBO teleh dilaksanakan tetapi gagal memenuhi harapan manajemen. Tetapi bila kasus-kasus ini dicermati, ternyata jarang masalahnya disebabkan karena komponen-komponen dasar MBO itu. Sebabnya lebih cenderung berupa faktor-faktor seperti misalnya penghargaan yang tak realistis mengenai hasil, kurangnya komitmen manajemen puncak, dan ketidakmampuan atau ketidaksediakan manajemen untuk memberikan imbalan yang didasarkan pada pencapaian sasaran. Kegagalan dapat juga muncul karena ketidaksesuaian budaya, seperti contoh, Fujitsu telah membatalkan program jenis MBO-nya karena manajemen menilaki tidak cocok dengan tekanan budaya Jepang soal meminimalkan risiko dan sasaran jangka panjang.

Langkah-langkah Proses MBO (antara karyawan & manajer)
1. Menyatakan dengan tertulis tanggung jawab pokok dari pekerjaannya.
MBO dimulai dengan persetujuan dengan atasan langsung, tentang tanggung jawab pokok dari pekerjaan karyawan yang dinyatakan secara tertulis. Pernyataan tertulis ini sangat berarti, karena jika terjadi perbedaan pendapat, mereka selaku bisa merujuk kembali kepada kesepakatan tertulis hendaknya rinci untuk menghindarkan pebedaan yang harus dilakukan oleh karyawan, dan uraian dari tugas yang harus dilakukan menurut harapan dari manajemen.

2. Pernyataan sementara dari sasaran (objective)
Karyawan menmbuat usulan (pernyataan) sementara dari tujuan pekerjaanyan untuk periode yang akan datang. Ini tidak berarti bahwa tanggung jawab manajer tentang pernyataan objektif itu diserahkan sepenuhnya kepada karyawan. Manajer harus memeriksa dan jika setuju, menyatakan persetujuannya secara tertulis.

3. Manajer membuat review dari butir 2 di atas.
Sesudah data terkumpul, manajer membuat review dari setiap peryataan ( draft), mendiskusikan dengan karyawan yang membuat draft tersebut, dan membuat berbagai revisi yang memang diperlukan, akhirnya pertanyaan persetujuan dari kedua belah pihak harus tercapai untuk melaksanakan selanjutnya. Akhir dari diskusi dengan karyawan itu adalah sasaran (objektif) dapat disetujui bersama, yaitu tingkat pencapaian dari prestasi karyawan, yang sejujur-jujurnya dapat diraih.

4. Karyawan: inisiatif untuk membuat evaluasi pelaksanaan sendiri
Pada akhir suatu pelaksanaan, karyawan hendaknya dimotivasi utnuk membuat penilaian sendiri (make his own performance appraisal), yang mungkin dilaksanakan bulanan, enam bulan atau tahunan. Periode dari penilaian ini sangat tergantung dari kegiatan perusahaan, dan dapat saja berfariasi sesuai dengan tuntutan dari operasi perusahaan.

5. Bicarakan performance appraisal tersebut dengan para karyawan
Ciri khas dari MBO adalah bahwa setiap langkah dari inisiatif karyawan diharapkan pada komunikasi langsung dengan manajer. Jadi performance appraisal yang telah dibuat dan direvisi oleh karyawan itu kemudian disesuaikan antara mereka dengan manajer.

6. Tidakan manajer berdasarkan hasil diskusi
Setiap kita berinteraksi dengan karyawan, terjadi interpersonal communication, maka jelas-jelas manajer dapat mendasarkan kebijakannya sesuai dengan informasi langsung yang diperolehnya dari karyawan. 

7. Tahap memulai lagi silkus MBO 
Tentu saja setiap sesudah dengan MBO, karyawan dihimbau untuk menyusun objektif yang baru dan daur seperti di atas dimulai kembali. Mungkin tanggung jawab seseorang tidak akan jauh berbeda dengan pertanyaan yang lalu, namun tujuan pencapaian mungkin mengalami revisi. Demikian juga proses pemerikasaan (review) oleh manajer mungkin sudah dapat delegasikan kepada para penyelia, sehingga setiap saat langkah panjang MBO bisa dijurangi dan disederhanakan.

Kriteria Sasaran (objektif) dari MBO yang efektif.
Objektif atau sasaran dari MBO yang memuaskan, yang akan menghasilkan interaksi karyawan dengan pimpinan secara efektif, adalah:

  1. Sasaran yang dapat menggunakan potensi secara optimal, pada tingkat kemampuan karyawan.
  2. Sasaran dapat dinyatakan secara spesifik, tepat dan jelas.
  3. Sasaran yang dapat dinyatakan dengan tolak ukur yang tepat secara rinci dan kuantitatif.
  4. Sasaran yang mencakup periode pencapaian terget yang jelas, kapan harus diselesaikan, dan diajukan sebagai hasil akhir pekerjakan.
Model modifikasi perilaku organisasi yang disingkat menjadi OB Mod, adalah suatu penerapan dari teori penguatan (reinforcement theory) kepada karyawan dalam keadaan yang sesungguhnya dilingkungan pekerjaannya. OB Mod ini dilaksanakan dalam 5 tahapan:

1. Identifiksi perilaku yang menunjang kinerja
Apa yang dilakukan oleh seorang karyawan, tidak semua berkaitan atau tidak semua penting untuk menjadi suatu tingkat untuk kerja yang tinggi. Karena itu pada tahap awal OB Mod ini, pimpinan hendaknya jeli mengamati dan membuat identifikasi, perilaku yang mana saja yang memberikan dampak terbesar untuk keberhasilan karyawan itu dalam menggerakan tugasnya. Perilaku lainnya juga diamati, yaitu yang tidak memberikan dampak penentuan dalam melakukan tugasnya. Menurut beberapa pengamat hanya 5 sampai 10% kegiatan yang menunjang 70 sampai 80% kinerja. Jadi sekitar 90 samapi 95% kegiatan yang dilakukan karyawan hanya menyumbang kinerja sebesar 20 samapai 30% saja.

2. Mengembangkan dan menentukan data sebagai ukuran baku
Pada tahap ini manajer menganalisis hasil pengamatannya, mungkin suatu survei, dan menetukan frekuensi terjadinya perilaku tertentu yang diamati, pada keadaan sekarang ini. Jadi hendaknya dapat dilihat, apakah perilaku yang dianggap penyumbang terbesar kinerja itu dilakukan berulang-ulang oleh satu orang, atau dilakukan bersama oleh banyak karyawan dengan frekuensi yang lebih rendah.

3. Identifikasi komponen perilaku yang menjadi pemicu awal atau yang menjadi penyebabnya
Pada tahap ini hendaknya dapat dikenali perilaku yang mendukunga atau menyebabkan terjadinya perilaku yang diinginkan, atau akibat dari perilaku itu terhadap unjuk kerja. demikian juga hendaknya dapat dikenali penyebab dari dipertahankannya cara kerja (perilaku) yang mendukung untuk kerja, dan sejauh mana terjadi diterimanya perilaku itu pada lingkungan karyawan (social acceptance), atau kebalikannya dimana karyawan lalu menghindarkannya (karena tidak mau bekerja lebih keras lagi). Upaya membuat identifikasi semacam ini termasuk dalam kawasan analisis dari fungsi-fungsi tugas seseorang dalam organisasi.

4. Kembangkan strategi investasi
Pada tahap ini dikembangkan suatu strategi investasi untuk memperkuat perilaku yang dikehendaki, dan melemahkan perilaku yang dikehendaki. Strategi yang dirumuskan mungkin menyangkut penilaian terhadap sistem imbalan-misalnya struktur pengkajian, proses pemberian insentif, teknologi yang dipakai, pengelompokan karyawan, atau pengelompokan tugas (work group) yang tujuannya dalah memberikan kesan bahwa pekerjaan yang prima akan menghasilkan suatu kepuasan yang menyeluruh, termasuk suatu kepuasan ekstrinsik dari pekerjaan itu. Kualitas dan kuantitas suatu pekerjaan yang telah dilakukan oleh kelompok karyawan itu memberikan kepuasan tersendiri bagi mereka.

5. Evaluasi perbaikan kinerja 
OB Mod ini dianggap telah dapat memperluas wawasan para manajer dalam melihat karyawan sebagai mitra kerja. terutama sekali manajer dapat menerima umpan balik dengan sikap yang menunjukan kedewasaan, umpan balik tidak lagi dianggap sebagai serangan yang bersifat probadi, manajer akan lebih menghayati kebenaran dari penelitian kinerja (performance appraisal), dan manajer juga akan lebih berwawasan dalam membuat alokasi terhadap imbalan dan intensif pada simpul organisasi yang paling mendukung kinerja perusahaan.

No comments:

Post a Comment