Fase Perkembangan Kehidupan Organisasi
Ahli organisasi Amerika Larry Greiner (1972) merupakan penggagas awal konsep ini. Gagasan Greiner sebenarnya sederhana, bahwa organisasi-organisasi pada umumnya mengalami suatu proses perkembangan sejalan dengan waktu dan bertambahnya ukuran organisasi itu sendiri. Greiner menyebut masing-masing fase sebagai gase entrepreneurial, kolektivitas, delegasi, formalisasi, dan kolaborasi.
Krisis kepemimpinan Krisis Otonomi
Krisis Kontrol
Krisis Pembaharauan Krisis Birokratik
Fase Entrepreneurial
Fase ini dimulai ketika organisasi didirikan. Dengan pengelolaan yang dilakukan secara langsung dan personal ini, para anggota mudah mengetahui apa yang diharapkan dari mereka karena mendapat umpan balik dan pengawasan secara langsung. Ketika aktivitas organisasi meluas, biasanya penggagas atau entrepreneur membutuhkan pengelola profesional untuk menangani aktivitas-aktivitas yang makin kompleks. Hal ini menimbulkan krisis dalam organisasi, disebut krisis kepemimpinan (leadership crisis).
Fase Kolektivitas
Tugas manajemen profesional yang menggantikan kepemimpinan entrepreneur tersebut adalah membangun integrasi kolektif di antara bagian-bagian yang telah terdeferensiasi di dalam organisasi. Di ujung kolektivitas, sekali lagi terjadi krisis. Kali ini adalah krisis otonomi (autonomy crisis). Bagian-bagian tertentu dalam organisasi mulai merasa perlu wewenang yang lebih besar untuk mengelola aktivitasnya dan tidak bersedia lagi dikontrol melalui pengambilan keputusan yang terpusat.
Fase Delegasi
Organisasi mulai mendelegasikan keputusan-keputusan ke bawah. Struktur organisasi mulai diformalisasi dengan aturan-aturan dan prosedur yang lebih formal, dengan tujuan mempertahankan efisiensi dan stabilitas organisasi. Ketika organisasi mengalami pertumbuhan yang lebih kompleks, maka terjadi lagi krisis baru, yaitu krisis kontrol (control crisis). Artinya, desentralisasi pengambilan keputusan menyebabkan pengelola organisasi kehilangan atau berkurang kemampuannya untuk mengontrol keseluruhan organisasi.
Fase Formalisasi
Pada fase ini cara-cara kontrol birokratik mulai diterapkan. Dengan melakukan standardisasi terhadap berbagai aktivitas, maka organisasi dapat dikontrol secara lebih efisien dan efektif. Sampai pada suatu ketika, kontrol birokratik yang makin detail dan rumit menyebabkan gejala over-bureaucracy atau birokrasi yang berlebihan. Organisasi menjadi tidak efektif dan efisien lagi, serta berkurang daya adaptasinya terhadap perubahan-perubahan lingkungan. Hal ini menimbulkan krisis yang disebut krisis birokratik (red-tape crisis). Berkurangnya kemampuan kontrol dari mekanisme birokratik biasanya direspons oleh para pengelola organisasi dengan menambah aturan-aturan dan prosedur yang justru lebih ketat.
Fase Kolaborasi
Pada fase ini organisasi mencoba mengatasi cara kerja birokrasi yang terlalu rasional dan impersonal, dengan mengembangkan kerja tim. Namun, fase ini pun mengandung suatu bibit krisis. Organisasi membutuhkan masa-masa penyegaran untuk mengatasi kelelahan dan kejenuhan yang dialami para anggotanya. Namun secara kualitatif, ada batas-batas di mana upaya-upaya penyegaran tidak lagi mampu mengatasi kejenuhan anggota. Hal ini disebut dengan krisis pembaruan (renewal crisis).
Steward Clegg, seorang ahli organisasi Australia, mengajukan gagasan de-deferensiasi (Hatch, 1997:163). Ia menyarankan sebuah solusi, yaitu agar organisasi membalik kondisi-kondisi yang menyebabkan terjadinya diferensiasi itu sendiri. Artinya, wewenang dan kontrol para manajer sebaiknya dikurangi dan membangun tim-tim yang mampu mengatur diri sendiri (self-management) atau grup-grup semi otonom yang membuat hadwal sendiri dan memonitor sendiri aktivitas-aktivitasnya, sehingga kebutuhan untuk integrasi dengan sendirinya berkurang.
Beberapa catatan kritis tentang daur kehidupan organisasi diberikan oleh Robbins (1990:21-22) :
- Tidak semua organisasi melewati kelima fase tersebut.
- Fase-fase pertumbuhan organisasi tidak harus bersifat kronologis.
- Fase penurunan (decline) atau bahkan kematian bisa terjadi pada organisasi.
Model Greiner ini, jika dicermati lebih jauh, sebenarny bertujuan menggambarkan perbedaan-perbedaan dalam karakteristik pengelolaan organisasi, yang bersumber dari fase-fase dalam daur kehidupan organisasi itu sendiri. Pertumbuhan organisasi sesungguhnya selalu berlangsung secara dinamis, khususnya ketika ukuran organisasi makin besar dan tugas-tugas yang dilaksanakan makin kompleks.
Peran Administrasi dalam Fase-Fase Kehidupan Organisasi
Pemikiran lain yang berkaitan dengan pertumbuhan atau daur kehidupan organisasi, yaitu dari Katz dan Kahn (1966). Mereka membuat sebuah model, dimana kompleksitas fungsi-fungsi dalam organisasi dapat dibedakan secara evolusioner. Menurut model ini, ketika organisasi pertama kali dibentuk, satu-satunya elemen dalam struktur organisasi adalah fungsi technical core, yaitu inti teknis dari pengembangan suatu produk atau jasa yang akan dihasilkan oleh organisasi.
Pada fase pertumbuhan pertama, terjadi pemisahan atau diferensiasi terhadap pola aktivitas. Fungsi purchasing dan marketing telah terbentuk di sini. Sebagian anggota organisasi memusatkan perhatian hanya pada produksi, sementara sebagian lagi mengurus pengamanan input-input pasokan bahan mentah, dan sebagian lagi mengatur pemasaran output-output produksi. Katz dan Kahn menyebut kedua aktivitas ini sebagai kelompok aktivitas-aktivitas pendukung (support activities).
Inputs Outputs
Fase berikutnya, karena kegiatannya makin kompleks, organisasi membutuhkan koordinasi dan intregasi di antara ketiga aktivitas tersebut (fungsi pembelian, produksi, dan pemasaran) agar terjadi sinkronisasi yang baik. Fungsi administrator dikembangkan sehingga membentuk gugus tugas tersendiri dalam organisasi. Katz dan Kahn menyebutnya tugas-tugas pemeliharaan (maintenance tasks), yang meliputi akunting, personel, manajemen pengelolaan fasilitas-fasilitas milik perusahaan, dan hubungan masyarakat (public relations).
Pada fase yang lebih kompleks, organisasi menghadapi masalah dengan lingkungannya, khususnya dalam menyesuaikan tuntutan lingkungan dan proses internal organisasi. Tidak jarang terjadi kesalahan atau kekeliruan, hal ini bisa mengganggu kelancaran organisasi. Fungsi adaptasi (adaptive function)yang merupakan fungsi khusus bertugas memantau lingkungan dan menyimpulkan perubahan-perubahan yang perlu dilakukan internal organisasi dalam rangka menghadapi faktor lingkungan tersebut. Pada fungsi administrasi (executive decision making) lebih kentara dan didukung oleh fungsi-fungsi adaptif yang dikembangkan secara lebih spesifik, seperti perencanaan strategis (strateguc planning), peramalan kondisi-kondisi ekonomi (economic forecasting), penelitian pasar (market research), penelitian dan pengembangan (research & development), perencanaan pajak, penasihat hukum, dan lobi kepada pihak-pihak luar (lobbying).
Model Greiner mungkin bisa juga dianalisis untuk menggambarkan hal yang sama, tetapi tidak sejelas model Kartz dan Kahn. Melalui model perkembangan fungsi-fungsi organisasi tersebut, kita dapat melihat bahwa peran administrasi biasanya baru berkembang pada fase ketiga daur kehidupan organisasi. Pada fase ini, upaya-upaya koordinasi khusus agar aktivitas-aktivitas organisasi dapat terintegrasi secara baik dibutuhkan.
No comments:
Post a Comment