Saturday 11 March 2017

Manfaat Mempelajari Filsafat Hukum dan Ilmu Berobjek Hukum

Manfaat Mempelajari Filsafat Hukum
Bagi sebagian besar ma hasiswa, pertanyaan yang sering dilontarkan adalah: apakah manfaatnya mempelajari filsafat hukum itu?
Apakah tidak cukup mahasiswa dibekali dengan ilmu hukum saja?

Seperti telah disinggung di muka, filsafat (termasuk dalam hal ini filsafat hukum) memiliki tiga sifat yang membedakannya dengan ilmu-ilmu lain. Pertama, filsafat memiliki kar akteristik yang bersifat menyeluruh. Dengan cara berpikir yang holistik tersebut, mahasiswa atau siapa saja yan g mempelajari filsafat hukum diajak untuk berwawasan luas dan terbuka. Mereka diaj ak untuk menghargai pemikiran, pendapat dan pendirian orang lain. itulah sebabnya dalam filsafat hukum pun diajarkan berbagai aliran pemikiran tentang hukum.

Dengan demikian apa bila mahasiswa tersebut telah lulus sebagai sarjana hukum umpamanya, diharapkan ia tidak akan bersikap arogan dan apriori, bahwa disiplin ilmu yang dimilikinya lebih tinggi dibandingkan dengan disiplin ilmu yang lainnya.

Ciri yan g lain, filsafat hukum juga memil iki sifat yang menda sar. Artinya dalam menganalisis suatu masalah, kita diajak untuk berpikir kritis dan radikal. Mereka yan g mem pelajari filsafat hukum diaj ak untuk memahami hukum tidak dal am art i hukum po sitif semata.

Orang yang mempclajari hukum dalam arti positif semata tidak akan mampu memanfaatkan dan men gembangkan hukum secara baik apa bila ia menjadi hakim, misalnya di khawatirkan ia akan menjadi "corong undang-undang" belaka .

Ciri berikutnya yang tidak kal ah pentingnya adalah sifat filsafat yan g spekulatif. Sifat ini tidak boleh dia rtikan secara negatif sebagai sifat gambling. Sebagaimana din yatakan oleh Suriasumantri (1985) bahwa semua ilmu yang berkernbang saat ini bermula dari sifat spekulatif tersebut. Sifat ini mengaj ak mereka yang mempelajari filsafat hukum untuk berpikir inovatif, selalu mencari sesuatu yang baru.

Memang salah satu ciri orang yang berpikir rad ikal adalah senang kepada hal-hal baru, Tentu saja tind akan spekulatif yang dirnaksud di . sini adalah tindakan yang terarah, yan g dapat dipertanggungj awabkan secara ilmiah. Dengan berpikir spekulatif (dalam arti positif) itulah hukum dapat dikembangkan ke arah yang dicita-citakan bersama.

Ciri lain lagi adalah sifat filsafat yang reflektif kritis. Melalui sifat ini, filsafat hukum berguna untuk membimbing kita menganalisis masalah-masalah hukum secara rasional dan kemudian mernpertanyakan jawaban itu secara terus menerus. Jawaban tersebut seharusnya tidak sekedar diangkat dari gejala-gejala yang tampak, tetapi sudah sampai kepada nilai-nilai yang ada dibalik gejala-gejala itu . Analisis nilai inilah yang membantu kita untuk menentukan sikap secara bijaksana dalam menghadapi suatu masalah.

Sebagai bagian dari filsafat tingkah laku, mata kuliah filsafat hukum juga memuat materi tentang etika profesi hukum. Dengan mempelajari etika profesi tersebut, diharapkan para calon sarjana hukum dapat menjadi pengemban amanat luhur profesinya. Sejak dini mereka diajak untuk memahami nilai-nilai luhur profesi tersebut dan mernupuk terus ideal isme mereka. Sekalipun disadari bahwa dalam kenyataannya mungkin saja  nilai-nilai itu telah ,mengalami penipisanperupisan.

Seperti yang diungkapkan oleh Radhakrishnan dalam bukunya The History of Philosophy, manfaat mempelajari filsafat (tentu saja termasuk mempelajari filsafat hukum) bukan hanya sekedar mencerminkan seman gat masa ketika kita hidup, melainkan membimbing kita untuk maju. Fungsi filsafat hendaknya mengilhamkan keyakinan kepada kita untuk menopang dunia baru, mencetak manusia-manusia yang tergolong ke dalam berbagai bangsa, ras dan agama itu mengabdi kepada cita-cita mulia kemanusiaan. Filsafat tidak ada artinya sama sekali apabila tidak universal, baik dalam ruang lingkupnya maupun dalam semangatnya (Poerwartana, 1988).

Ilmu-i1mu yang Berobjek Hukum
Setelah memahami filsafat hukum dengan berbagai sifatnya, perlu juga diketahui keterkaitan antara filsafat hukum ini dengan ilmu-ilmu lain yang juga berobjek hukum. Suatu pembidangan yang agak lengkap tentang ilrnu-ilmu yang objeknya hukum diberikan oleh Pumadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto (1989).

Istilah "disiplin hukum" sendiri sebenamya dialihbahasakan oleh Pumadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto dari kata legal theory, sebagaiman dimaksudkan oleh W. Friedmann. Hal ini tampak dalam terjemahan karya Friedmann oleh Pumadi Purbacarakan dan Chidir Ali (1986) yang diberi kata sambutan oleh Soerjono Soekanto.

Penerjemahan legal theory dengan "disiplin hukum" disini mungkin akan membingungkan, mengingat untuk istilah yang sama oleh pen erjemah lain (Mohammad Arifin, 1990) digunakan istilah "teori hukum".

Disiplin hukum oleh Purbacaraka, Soekanto, dan Chidir Ali diartikan sama dengan teori hukum dalam arti luas yang mencakup politik hukum, filsafat hukum dan teori hukum dalam arti sempit.

Teori hukum dalam arti sempit inilah yang disebut dengan ilmu hukum. Ilmu hukum dibedakan menjadi ilmu tentang norma (normwissenschafii, ilmu tentang pengertian hukum (begriffenwissenschafii; dan ilmu tentang kenyataan hukum (tatsachenwissenschaft). Ilmu tentang norma antara lain membahas tentang perumusan norma hukum, apa yang dimaksud norma hukum abstrak dan konkrit itu, isi dan sifat norma hukum, essensialia norma hukum, tugas dan kegunaan norma hukum, pemyataan dan tanda pemyataan norma hukum, penyimpangan terhadap norma hukum dan keberlakuan norma hukum.

Selanjutnya ilmu ten tang pengertian hukum antara lain membahas tentang apa yang dimaksud dengan masyarakat hukum, subyek hukum, objek hukum, hak dan kewajiban, peristiwa hukum dan hubungan hukum. Kedua jenis ilmu ini disebut dengan ilmu tentang dogmatik hukum. Ciri dogmatik hukum tersebut adalah teoritis rasional dengan menggunakan logika deduktif.

Ilmu tentang kenyataari hukum antara lain: Sosiologi Hukum, Antropologi Hukum, Psikologi Hukum, Perbandingan Hukum dan Sejarah Hukum. Sosiologi Hukum mempelajari secara empiris dan analitis hubungan timbal balik antara hukum sebagai gejala dengan gejala-gejala sosial lainnya. Antropologi Hukum mempelajari pola-pola sengketa dan penyelesaiannya baik pada masyarakat sederhana maupun masyarakat yang sedang mengalami proses modemisasi.

Psikologi Hukum mempelajari hukum sebagai suatu perwujudan perkembangan jiwa manusia. Perbandingan Hukum adalah cabang ilmu (hukum) yang memperbandingkan sistem-sistem hukum yang berlaku di dalam sesuatu atau beberapa masyarakat. Sejarah Hukum mempelajari tentang perkembangan dan asal-usul dari sistem hukum dalam suatu masyarakat tertentu. (Purbacaraka dan Soekanto, 1989). Berbeda dengan ilmu tentang norma dan ilmu tentang pengertian hukum, cirri ilmu tentang kenyataan ilmu ini adalah teoritis empiris dengan menggunakan logika induktif.

Politik Hukum mencakup kegiatan-kegiatan memilih nilai-nilai dan mcnerapkan nilai-nilai. Filsafat Hukum adalah perenungan dan perumusan nila-nilai, kecuali itu filsafat hukum juga mencakup penyerasian nilai-nilai, misalnya penyerasian antara ketertiban dan ketentraman, antara kebendaan (materialisme) dan keakhlakan (idealisme), antara kelanggengan nilai-nilai lama (konservatisme) dan pembaharuan (Purbacaraka dan Soekanto, 1989). Dapat pula ditambahkan bahwa politik hukum selalu berbicara tentang hukum yang dicitacitakan (Jus Constituendunu dan berupa menjadikannya sebagai hukum positif (Jus Constitutuniy pada suatu masa mendatang.

Dari pembidangan yang diuraikan di atas, tampak bahwa filsafat hukum tidak dimasukkan sebagai cabang dari filsafat hokum tetapi sebagai bagia n dari teori hukum (legal theory) ata u disiplim hukum. Teori hukum dengan demikian tidak sama dengan filsafat hukum, karena yang satu mencakup yang lainnya. Satji pto Raharjo (1986) menyatakan bahwa teori hukum boleh dise but sebagai kelanjutan dari usaha mempelajari hukum positif, setidak-tidaknya dalam urutan yang demikian itula h kita mengkonstruksikan kehadiran teori hukum secara jelas.

Teori hukum memang berbicara tentang banyak hal yang dapat masuk ke dalam Iapangan politik hukum, filsafat hukum, ilmu hukum atau kombinasi dari ketiga bidang itu. Karena itulah teori hukum dapat saja pada suatu ketika membicarakan sesuatu yang bersifat universal, tetapi tidak tertutup kemungkinan ia berbicara mengenai hal-hal yang sangat khas menurut tempat dan wakt u tertentu. Uraia n tentang filsafat hukum dan teori hukum di atas kiranya akan berguna dalam rangka menjelaskan kelak mengenai apa dan dimana letak filsafat hukum dan teori hukum Indonesia.

No comments:

Post a Comment