Saturday 11 March 2017

Konsep Manajemen Kepegawaian dan Konsep Akuntabilitas

Konsep Akuntabilitas
Menurut Taliziduhu Ndraha (2003:85), konsep akuntabilitas berawal dari konsep pertanggungjawaban, konsep pertanggungjawaban sendiri dapat dijelasakan dari adanya wewenang. Wewenang di sini berarti kekuasaan yang sah. Menurut Krina (2003:9) akuntabilitas adalah prinsip yang menjamin setiap kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dapat dipertanggung-jawabkan secara terbuka oleh pelaku kepada pihak yang terkena dampak penerapan kebijakan. 

Menurut Mardiasmo (2009:18) Akuntabilitas adalah pertanggung-jawaban kepada publik atas setiap aktivitas yang dilakukan. Sedangkan menurut Mardiasmo (2002:20), akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan dan mengungkapkan segala aktivitasnya dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk menerima pertanggungjawaban tersebut. 

Dari pengertian di atas terlihat bahwa pertanggungjawaban akan suatu kegiatan harus dilaksanakan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Pertanggung jawaban ditujukan pada lembaga-lembaga yang bersangkutan atau pihak yang dikenai dampak kegiatan dalam suatu kegiatan.

Akuntabilitas merupakan perwujudan kewajiban untuk mem-pertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan melalui suatu media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik. Implementasi akuntabilitas di Indonesia dimungkinkan apabila tercipta koordinasi yang baik dan adanya standar atau kriteria yang jelas yang menjadi acuan bagi semua instansi yang terlibat dalam pelaksanaan pembangunan nasional.

Akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan dituntut di semua tahap mulai dari penyusunan program kegiatan, pembiayaan, pelaksanaan, dan evaluasinya, maupun hasil dan dampaknya. Untuk mengukur akuntabilits pemerintahan secara objektif perlu adanya standar dan indikator yang jelas untuk mengukur pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan, hasil pengukuran tersebut dipublikasikan serta ketika ada pelanggaran harus ada mekanisme pelaporan dan tindak lanjut terhadap pelanggaran yang terjadi.

Miftah Thoha (2002:58) menjelaskan bahwa salah satu wujud dari akuntabilitas itu ialah agar semua produk hukum dan kebijakan yang menyangkut kehidupan rakyat banyak harus diupayakan didasarkan atas undang-undang dijadikan sebagai salah satu indikator dalam mengukur proses penyelenggaraan pemerintahan.

Secara internal, pertanggungjawaban dapat berbentuk hasil kerja atas pelaksanaan tugas dan fungsi kepada instansi/pihak yang memberikan kewenangan. Hasil kerja tersebut diberikan dalam bentuk laporan yang kemudian akan diukur sejauh mana pencapaiannya sesuai dengan standar-standar yang telah ditetapkan.

Bentuk pertanggungjawaban eksternal adalah dengan menyediakan akses informasi berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan. Melalui akses ini masyarakat dapat memberikan penilaian dan masukan serta laporan jika pada penyelenggaraan pemerintahan tersebut tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

Laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah harus disampaikan oleh instansi-instansi dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Penyusunan laporan harus mengikuti prinsip-prinsip yang lazim, yaitu laporan harus disusun secara jujur, objektif, dan transparan.

Agar pengungkapan laporan akuntabilitas aspek-aspek pendukung pelaksanaan tugas pokok dan fungsi instansi tersebut tidak tumpang tindih dengan pengungkapan akuntabilitas kinerja sebagaimana dimaksud dalam pedoman yang telah ditetapkan, maka harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
  • Uraian pertanggungjawaban keuangan dititikberatkan kepada perolehan dan penggunaan dana.
  • Uraian pertanggungjawaban SDM, dititikberatkan pada penggunaan dan pembinaan dalam hubungannya dengan peningkatan kinerja yang berorientasi pada hasil atau manfaat dan peningkatan kualitas pada masyarakat.
  • Uraian mengenai pertanggungjawaban penggunaan sarana dan prasarana dititikberatkan pada pengelolaan, pemeliharaan, pemanfatan dan pengembangan.
  • Uraian mengenai metode kerja, pengendalian manajemen, dan kebijaksanaan lainnya difokuskan pada manfaat atau dampak dari suatu kebijaksanaan yang merupakan cerminan pertanggungjawaban kebijaksanaan.
Konsep Manajemen Kepegawaian
Manajemen kepegawaian merupakan paduan kata manajemen dan kepegawaian yang masing-masing mempunyai arti dan berdiri sendiri. Manajemen adalah melaksanakan perbuatan tertentu dengan menggunakan tenaga orang lain, sedangkan kepegawaian adalah seluruh kegiatan yang berhubungan dengan kepentingan kepegawaian.

John B dan Minier dalam Moekijat (1989:5), manajemen kepegawaian adalah suatu proses untuk mengembangkan, menerapkan dan menilai kebijaksanaan-kebijaksanaan, prosedur-prosedur, metode-metode, dan program-program yang ada hubungannya dengan individu dengan organisasi.

Selanjutnya Nititisemito (1998:10) mengemukakan manajemen kepegawaian sebagai suatu ilmu dan seni untuk melaksanakan antara lain: planning, organizing, controlling, sehingga efektifitas dan efisiensi personalia dapat ditingkatkan semaksimal mungkin dalam mencapai tujuan. 

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa manajemen kepegawaian merupakan suatu seni dan ilmu yang digunakan dalam mencapai suatu tujuan yang ada hubungannya dengan individu dengan organisasi.

Dengan demikian, kita dapat melihat bahwa manajemen kepegawaian itu memang penting dalam organisasi yang mempunyai andil yang cukup penting karena menyangkut manusia yang akan menentukan arah kemajuan dan kesuksesan dalam suatu organisasi.

Dalam manajemen pegawai tentu dibahas mengenai pengadaan pegawai yang biasa disebut dengan rekruitmen. Pada dasarnya rekruitmen dilakukan untuk mengisi kebutuhan organisasi akan tenaga kerja/karyawan yaitu untuk menduduki jabatan-jabatan yang ada dalam organisasi yang masih kosong.

Henry Simamora (1997:212) dalam buku koleksi digital Universitas Kristen Petra menyatakan bahwa: Rekruitmen (Recruitment) adalah serangkaian aktivitas mencari dan memikat pelamar kerja dengan motivasi, kemampuan, keahlian dan pengetahuan yang diperlukan guna menutupi kekurangan yang diidentifikasi dalam perencanaan kepegawaian.

Drs. Fautisno Cardoso Gomes (1995:105) menyatakan bahwa “rekruitmen merupakan proses mencari, menemukan dan menarik para pelamar untuk dipekerjakan dalam dan oleh suatu organisasi.”

Rekrutmen adalah proses mencari, menemukan, mengajak dan menetapkan sejumlah orang dari dalam maupun dari luar perusahaan sebagai calon tenaga kerja dengan karakteristik tertentu seperti yang telah ditetapkan dalam perencanaan sumber daya manusia. Hasil yang didapatkan dari proses rekrutmen adalah sejumlah tenaga kerja yang akan memasuki proses seleksi, yakni proses untuk menentukan kandidat yang paling layak untuk mengisi jabatan tertentu yang tersedia di perusahaan. 

Terkait dengan rekruitmen dalam Peraturan Pemerintah No.98 tahun 2000 tentang pengadaan PNS disebutkan bahwa pengadaan Pegawai Negeri Sipil dilakukan mulai dari perencanaan, pengumuman, pelamaran, penyaringan, pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil sampai dengan pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil

Pelaksanaan rekruitmen dan seleksi merupakan tugas yang sangat penting, krusial, dan membutuhkan tanggung jawab yang besar. Hal ini karena kualitas sumber daya manusia yang akan digunakan perusahaan sangat tergantung pada bagaimana prosedur rekrutmen dilaksanakan.

Langkah-langkah dalam perekrutan pegawai dipengaruhi oleh aturan-aturan yang berlaku disetiap perusahaan, organisasi ataupun instansi. Perbedaan tercermin dari nilai-nilai apa yang menjadi panutan. Suatu perusahaan berbeda dengan yang lain dan akan mempengaruhi setiap kebijakan penerimaan atau rekrutmen pegawai baru. Kebijakan-kebijakan yang bersifat politis dari kalangan birokrat/penguasa juga akan mempengaruhi perekrutan.

Konsep Pegawai Negeri Sipil
1. Pengertian Pegawai Negeri Sipil
Di dalam masyarakat yang selalu berkembang, manusia senantiasa mempunyai kedudukan yang makin penting, meskipun negara Indonesia menuju kepada masyarakat yang berorientasi kerja, yang memandang kerja adalah sesuatu yang mulia, tidaklah berarti mengabaikan manusia yang melaksanakan kerja tersebut.

Demikian juga halnya dalam suatu organisasi, unsur manusia sangat menentukan sekali karena berjalan tidaknya suatu organisasi kearah pencapaian tujuan yang ditentukan tergantung kepada kemampuan manusia untuk menggerakkan organisasi tersebut ke arah yang telah ditetapkan.

Thoha (1986:6) memberikan pengertian bahwa pegawai adalah orang orang yang telah memenuhi syarat tertentu diangkat dan ditempatkan atau ditugaskan dan dipekerjakan dalam jajaran organisasi formal untuk melaksanakan suatu pekerjaan dan atas prestasi atau hasil kerja diberikan imbalan berupa gaji.

Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa pegawai merupakan modal pokok dalam suatu organisasi, baik itu organisasi pemerintah maupun organisasi swasta. Dikatakan bahwa pegawai merupakan modal pokok dalam suatu organisasi karena berhasil tidaknya suatu organisasi dalam mencapai tujuannya tergantung pada pegawai yang memimpin dalam melaksanakan tugas-tugas yang ada dalam organisasi tersebut.

Pegawai yang telah memberikan tenaga maupun pikirannya dalam melaksanakan tugas ataupun pekerjaan, baik itu organisasi pemerintah maupun organisasi swasta akan mendapat imbalan sebagai balas jasa atas pekerjaan yang telah dikerjakan.

Hal ini sesuai dengan pendapat Musanef yang mengatakan bahwa pegawai adalah mereka yang secara langsung digerakkan oleh seorang manajer untuk bertindak sebagai pelaksana yang akan menyelenggarakan pekerjaan sehingga menghasilkan karya-karya yang diharapkan dalam usaha pencapaian tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

Kranenburg dalam Sri Hartani, dkk (2010:31) memberikan pengertian dari pegawai negeri, yaitu pejabat yang ditunjuk. Jadi pengertian tersebut tidak termasuk terhadap mereka yang memangku jabatan mewakili seperti anggota parlemen, presiden, dan sebagainya.

Dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pegawai sebagai tenaga kerja atau yang menyelenggarakan pekerjaan perlu digerakkan sehingga mereka mampu bekerja secara efektif.

Dari beberapa defenisi pegawai yang telah dikemukakan para ahli tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa istilah pegawai mengandung pengertian sebagai berikut:
  1. Menjadi anggota suatu usaha kerja sama (organisasi) dengan maksud memperoleh balas jasa atau imbalan kompensasi atas jasa yang telah diberikan.
  2. Pegawai di dalam sistem kerja sama yang sifatnya pamrih.
  3. Berkedudukan sebagai penerima kerja dan berhadapan dengan pemberi kerja (majikan).
  4. Kedudukan sebagai penerima kerja itu diperoleh setelah melakukan proses penerimaan. 
  5. Akan mendapat saat pemberhentian (pemutusan hubungan kerja antara pemberi kerja dengan penerima kerja).
Dalam UU Nomor 43 Tahun 1999, tentang pokok-Pokok Kepegawaian pada pasal (1) ayat (10) menyebutkan bahwa PNS adalah setiap warga Negara RI yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 Pasal 5 juga tercantum bahwa Pegawai Negeri Sipil adalah pelaksana peraturan perundang-undangan, oleh sebab itu wajib berusaha agar setiap peraturan perundang-undangan ditaati oleh masyarakat, berhubung dengan itu Pegawai Negeri Sipil berkewajiban untuk memberikan contoh yang baik dalam mentaati dan melaksanakan segala peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya Pegawai Negeri Sipil adalah :
  1. Mereka yang telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan
  2. Diangkat oleh pejabat yang berwenang
  3. Diserahi tugas dalam suatu jabatan negara atau tugas negara lainnya.
  4. Diberi gaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selanjutnya disebutkan jenis pegawai yaitu :
  1. Pegawai Negeri Sipil
  2. Anggota Tentara Nasional Indonesia
  3. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
Pegawai Negeri Sipil, terdiri dari :
  1. Pegawai Negeri Sipil Pusat. Pegawai Negeri Sipil pusat adalah pegawai yang gajinya dibebankan oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan bekerja pada departemen,Lembaga Pemerintah non departemen, lembaga tertinggi/Tinggi Negara, instansi vertikal propinsi/kabupaten/kota, Kepaniteraan Pengadilan, atau dipekerjakan untuk menyelenggarakan tugas negara lainnya.
  2. Pegawai Negeri Sipil Daerah. Pegawai Negeri Sipil Daerah Propinsi /kabupaten/ kota yang gajinya dibebankan oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan bekerja pada Pemerintah daerah atau dipekerjakan diluar instansi induk dan gajinya dibebankan oleh instansi yang menerima perbantuan.
Disamping pegawai negeri, pejabat yang berwenang dapat mengangkat pegawai negeri tidak tetap, yang diangkat untuk jangka waktu tertentu guna melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan organisasi.

2. Kedudukan Pegawai Negeri Sipil
Berdasarkan Undang-Undang No 43 tahun 1999 pasal 3 menyebutkan bahwa:
  1. Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur Negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara professional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas Negara, pemerintahan dan pembangunan.
  2. Dalam kedudukan dan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pegawai Negeri harus netral dari pengurus semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
  3. Untuk menjamin netralitas pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pegawai negeri dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
Pegawai negeri mempunyai peranan yang amat penting sebab pegawai negeri merupakan unsur aparatur Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan dalam rangka pencapaian tujuan Negara.

3. Fungsi Pegawai Negeri Sipil
Pemerintahan Negara RI menganut sistem Fundamental, ini terwujud dengan adanya berbagai departemen, lembaga pemerintah non departemen yang masing-masing melaksanakan tugas pokok dan fungsi yang berbeda, tapi mempunyai tujuan yang sama yaitu: mencapai tujuan nasional. Dengan demikian bisa dilihat dari tugas yang diemban oleh setiap pegawai negeri maka mereka mempunyai peredaran fungsi yang sesuai dengan instansi tempat mereka bekerja.

Fungsi Pegawai Negeri erat hubungannya dengan kedudukan pegawai negeri sipil dimana fungsi pegawai negeri sebagai unsur penggerak organisasi atau lembaga pemerintahan, peraturan dengan terciptanya ketatalaksanaan yang tertib, efektif, dan efisien serta mengolah kelengkapan milik pemerintah atau Negara.

Di samping itu, selaku warga negara biasa yang hidup dan berada ditengah-tengah lingkungan masyarakat, Pegawai Negeri Sipil berfungsi pula sebagai pemberi teladan dan panutan setiap gerak langkah dalam usaha pembangunan untuk kesejahteraan seluruh masyarakat.

Selain itu Pegawai Negeri Sipil memiliki tiga fungsi yang melekat padanya. Fungsi tersebut adalah sebagai Abdi Negara, Aparatur pemerintah serta pelayan masyarakat.

Dalam kedudukan sebagai Abdi Negara seorang Pegawai Negeri Sipil adalah warga negara yang harus tetap menunjukkan pengabdiannya. Misalnya saat ada perbedaan di masyarakat, ia harus berusaha untuk bisa mensinergikan perbedaan tersebut.

Selanjutnya, sebagai aparatur pemerintah, Pegawai negeri Sipil merupakan alat untuk mencapai tujuan negara. Untuk itu saat terjadi perbedaan, jangan hanya berbangga dengan perbedaan yang ada, karena masih ada misi yang lebih penting, yaitu mensinergikan perbedaan menjadi satu kesatuan.

Terakhir adalah sebagai pelayan masyarakat. PNS harus bisa mengoptimalkan pengabdian, karena posisi PNS sangat strategis untuk mencapai kesejahteraan baik kesejahteraan untuk pribadi maupun negara.

Konsep Tenaga Honorer
1. Tenaga Honorer 
Eksistensi pegawai honorer daerah diakui secara formal dalam UU No. 43 tahun 1999 tentang perubahan Atas UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian pasal 2 ayat (3) dan diimplementasikan dalam struktur sumber daya aparatur Indonesia, yang berfungsi membantu pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dan pelayanan pada masyarakat khususnya di daerah.

Tenaga honorer menurut PP No 48/2005 jo PP 43/2007 Tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi CPNS adalah seseorang yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian atau pejabat lain dalam pemerintahan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu pada instansi pemerintah atau yang penghasilannya menjadi beban APBN/APBD.
  • Penghasilan tenaga honorer dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah penghasilan pokok yang secara tegas tercantum dalam alokasi belanja pegawai/upah pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
  • Dalam hal penghasilan tenaga honorer tidak secara tegas tercantum dalam alokasi belanja pegawai/upah pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, maka tenaga honorer tersebut tidak termasuk dalam pengertian dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Misalnya, dana bantuan operasional sekolah, bantuan atau subsidi untuk kegiatan/ pembinaan yang dikeluarkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau yang dibiayai dari retribusi.
  • Tenaga Honorer yang penghasilannya dibiayai oleh APBN/APBD dikategorikan sebagai tenaga honorer kategori 1, sedangkan tenaga honorer yang penghasilannya tidak dibiayai oleh APBN/APBD dikategorikan sebagai tenaga honorer kategori 2.
2. Prioritas Pengangkatan Tenaga Honorer
Prioritas pengangkatan tenaga honorer kategori 1 menjadi CPNS berdasarkan PP No.48 tahun 2005 Jo. PP No.43 Tahun 2007 yaitu sebagai berikut:

· Pasal 3
1. Pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil diprioritaskan bagi yang melaksanakan tugas sebagai: 
  • guru; 
  • tenaga kesehatan pada sarana pelayanan kesehatan; 
  • tenaga penyuluh di bidang pertanian, perikanan, peternakan; dan 
  • tenaga teknis lainnya yang sangat dibutuhkan pemerintah.
2. Pengangkatan tenaga honorer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada: 
  • usia paling tinggi 46 (empat puluh enam) tahun dan paling rendah 19 (sembilan belas) tahun; dan 
  • masa kerja sebagai tenaga honorer paling sedikit 1 (satu) tahun secara terus menerus.
3. Masa kerja terus menerus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b tidak berlaku bagi dokter yang telah selesai menjalani masa bakti sebagai pegawai tidak tetap.

· Pasal 4
  1. Pengangkatan tenaga honorer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dilakukan melalui pemeriksaan kelengkapan administrasi.
  2. Pengangkatan tenaga honorer yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diprioritaskan bagi tenaga honorer yang mempunyai masa kerja lebih lama atau yang usianya menjelang 46 (empat puluh enam) tahun.
Pada Pasal 4 Ayat (1) tenaga honorer yang mempunyai masa kerja lebih banyak menjadi prioritas pertama untuk diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil. Dalam hal terdapat beberapa tenaga honorer yang mempunyai masa kerja yang sama, tetapi jumlah tenaga honorer melebihi lowongan formasi yang tersedia, maka diprioritaskan untuk mengangkat tenaga honorer yang berusia lebih tinggi.

Dalam hal terdapat tenaga honorer yang usianya menjelang 46 (empat puluh enam) tahun, maka yang bersangkutan menjadi prioritas pertama untuk diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil. Pengertian “menjelang usia 46 (empat puluh enam) tahun” yaitu apabila dalam tahun anggaran berjalan yang bersangkutan tidak diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil, maka untuk tahun anggaran berikutnya menjadi tidak memenuhi syarat untuk diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil karena telah berusia lebih dari 46 (empat puluh enam) tahun.

Pada pasal 4 (2), Tenaga honorer yang bekerja pada instansi pemerintah dan penghasilannya tidak dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, baru dapat diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil apabila semua tenaga honorer yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah seluruhnya secara nasional telah diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil sebelum Tahun Anggaran 2009.

Dengan demikian, apabila masih terdapat tenaga honorer yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah belum diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil sampai Tahun Anggaran 2009, maka tenaga honorer yang tidak dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tidak dapat diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil.

Apabila sebelum Tahun 2009 secara nasional tenaga honorer yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah telah selesai seluruhnya diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil, maka tenaga honorer yang tidak dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang bekerja pada instansi pemerintah dapat diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan kebijakan nasional, berdasarkan formasi, analisis kebutuhan riil, dan kemampuan keuangan negara

No comments:

Post a Comment