Monday, 20 March 2017

KEADILAN DAN MASALAH-MASALAH DALAM KESEHATAN

KEADILAN DAN MASALAH-MASALAH DALAM KESEHATAN
KEADILAN DAN MASALAH-MASALAH
Proses pembangunan pada umumnya akan memberikan pengaruh-pengaruh positip di bidang kesejahteraan sosial. Tetapi di samping itu kemungkinan akan terdapat pula akibat­-akibat sampingan yang kurang serasi. Hal ini dapat menggon­cangkan nilai-nilai sosial yang lama sehingga sering menimbul- kan perasaan cemas, ketidakpastian, dan ketidakstabilan.. Kecuali itu, masih terdapat pula keadaan-keadaan yang meru­-pakan kelemahan-kelemahan dan kepincangan sosial dalam masyarakat sebagai warisan ketiadaan pembangunan di masa sebelumnya. Hal ini merupakan salah satu masalah utama yang perlu segera ditanggapi dalam usaha pembangunan di bidang kesejahteraan sosial. Di samping itu terdapat pula masalah­masalah kesejahteraan sosial lainnya misalnya masalah tuna­karya, terutama yang berasal dari golongan berkemampuan ekonomi sangat rendah. Masalah tersebut disebabkan kegagalan untuk mendapatkan lapangan pekerjaan sebagai akibat belum terpenuhinya pengembangan kesempatan kerja yang memadai atau terjadinya pergeseran-pergeseran sektor pekerjaan serta perubahan-perubahan persyaratan-persyaratan kerja. Dalam bidang ini terdapat suatu masalah yang juga penting yaitu mengenai generasi muda Indonesia. Persoalan pokok di sini adalah untuk menjamin pertumbuhan dan perkembangan gene­rasi sebagai sumber manusia muda atau sebagai sumber tenaga kerja potensiil.

Mengenai persoalan meningkatan gejala penyalah gunaan narkotika di kalangan remaja, diperlukan penyempurnaan penanggulangannya yang bersifat kegiatan antar departemen/ lembaga dan masyarakat meliputi baik usaha pencegahan, pem­berantasan, maupun penyembuhannya.

Dalam masa Repelita I telah dilakukan berbagai usaha guna mengembangkan kelompok masyarakat yang mengalami ham­batan serta kesulitan dalam memahami dan menyesuaikan diri dengan alam pembangunan. Antara lain telah diusahakan kegiatan-kegiatan pembinaan kesejahteraan sosial desa. Berba- ­gai hasil telah diperoleh dari kegiatan-kegiatan lembaga sosial desa, misalnya perbaikan perumahan pedesaan dengan sistem gotong royong dan lain sebagainya. Namun dirasakan bahwa perhatian terhadap daerah pedesaan perlu lebih ditingkatkan dalam jangka waktu Repelita II. Kebijaksanaan terhadap pede­saan harus merupakan kebijaksanaan yang mendasar meliputi aspek-aspek ekonomis dan sosial serta mengembangkan kelem­bagaan-kelembagaan mereka sendiri secara bertahap dalam rangka pengembangan prakarsa pembangunan. Demikian juga terhadap keluarga-keluarga dan masyarakat yang tinggal di be­berapa daerah yang minus dan tandus, daerah yang terasing, dan daerah yang padat penduduknya perlu diberikan pelayanan untuk mengembangkan kemampuan ekonomis mereka. Ini dila­kukan melalui bantuan guna mengembangkan berbagai ketram­pilan yang memungkinkan meluasnya kesempatan kerja lokal. Permasalahan tersebut sebenarnya ditanggapi oleh usaha pem­bangunan itu sendiri karena dengan pembangunan diharapkan golongan-golongan masyarakat yang terlalu lemah potensi eko­nominya dapat ditingkatkan.

Barbagai kegiatan lain telah dilakukan dalam bidang kesejah­teraan sosial untuk memberikan rehabilitasi dan penyantunan kepada anggota-anggota masyarakat yang sebagai orang per­seorangan terhalang kemampuannya oleh faktor-faktor fisik, mental, dan sosial. Usaha-usaha rehabilitasi sosial bagi para penderita cacat meliputi penderita cacat tubuh, cacat mental, dan tunanetra. Tujuannya adalah untuk mengusahakan agar para penderita mampu mengatasi kecederaannya serta mengem­balikan kepercayaan pada diri sendiri. Diusahakan pula agar mereka memperoleh ketrampilan kerja untuk dapat disalurkan kelapangan kerja yang layak sesuai dengan bakat dan kecakap­annya. Untuk itu lembaga-lembaga rehabilitasi penderita cacat di Solo serta cabangnya di Palembang, dan Ujung Pandang telah diperluas serta diperlengkapi dengan peralatan pendidikan dan ketrampilan. Sedangkan untuk para tunanetra, diseluruh Indo­nesia terdapat 14 buah Panti Pendidikan dan Pengajaran Kegu­naan Tunanetra sebagai tempat perawatan, pendidikan, dan latihan kerja. Pembinaan kesejahteraan anak dan taruna, antara lain dilakukan melalui penyelenggaraan Panti-panti Asuhan yang telah berjumlah 287 buah dengan hampir 13.000 anak asuhan.

Walaupun demikian masih perlu ditingkatkan usaha-usaha rehabilitasi bagi para penderita cacat serta penyalurannya ke­masyarakat dan lapangan pekerjaan. Demikian pula perlu per­baikan sistem asuhan bagi anak-anak terlantar. Di samping itu dengan adanya daerah bencana alam yang bersifat kronis se­- hingga tidak memungkinkan lagi bagi para korban bencana alam untuk dapat memulai kembali memperkembangkan kehi­dupan di daerah tersebut, maka perlu diusahakan untuk menya­lurkan mereka ke daerah-daerah pertanian di luar Jawa yakni Lampung, Bengkulu, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Tengga­ra. Di daerah-daerah tersebut diharapkan mereka akan mampu memperkembangkan dan memperbaiki tingkat penghidupannya. Melalui cara tersebut hasil penanggulangan korban akibat bencana alam tidak lagi bersifat konsumtif melainkan produktif serta turut membantu penyebaran penduduk yang lebih seim­bang. Selama Repelita I telah dapat disalurkan 3.108 Kepala Keluarga (KK) korban bencana alam berasal dari daerah banjir di Lamongan (Jawa Timur), dari daerah bencana gunung Merapi (Jawa Tengah), dari daerah bencana kelaparan di gunung Kidul (Yogyakarta), serta dari daerah banjir Ciamis (Jawa Barat). Semua kegiatan tersebut merupakan daya-upa­ya untuk mengurangi berbagai kelemahan dan kekurangan di bidang sosial pada umumnya.

Mengenai perkembangan dana-dana sosial serta jaminan sosial, pada akhir Repelita I telah mulai dirintis pemikiran­-pemikiran ke arah penggunaan yang lebih efektif dan pengor­ganisasian dana-dana sosial yang lebih baik. Dengan demikian dana-dana tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai dana pembangunan. Tentang hal ini masih dihadapi berbagai masalah yang perlu dipecahkan.

KEBIJAKSANAAN DAN LANGKAH-LANGKAH
Kebijaksanaan pokok dalam pembangunan di bidang kesejah­teraan sosial ditujukan untuk mendorong perkembangan kesa­daran, rasa tanggung jawab sosial, dan kemampuan golongan­golongan masyarakat tertentu guna mengatasi masalah-masa­- lah yang dihadapi dalam kehidupan masyarakat serta terwu­-judnya partisipasi mereka dalam pembangunan kesejahteraan sosial. Dengan demikian diharapkan makin meningkatnya usa­- ha-usaha pembangunan oleh masyarakat sendiri.

Kebijaksanaan lain adalah membantu golongan-golongan masyarakat yang relatif terhambat perkembangan sosial eko­nominya melalui pembinaan dan peningkatan agar mereka mampu ikut serta berperan dalam kegiatan pembangunan. Ke­bijaksanaan juga ditujukan ke arah tercapainya penyebar­- an beban dan hasil pembangunan yang lebih merata. Dalam rangka yang lebih luas maka kebijaksanaan tersebut akan mem­bantu mengembangkan dan mengarahkan nilai-nilai dan sikap-sikap yang lebih sesuai serta menunjang usaha pembangunan. Hal ini bertalian erat dengan berbagai program perubahan so­- sial dari bidang-bidang pendidikan, penerangan, kehidupan or­ganisasi masyarakat, pembinaan hukum, pembinaan generasi muda, dan lain-lain.

Berbagai kebijaksanaan lainnya di bidang kesejahteraan­- sosial ditujukan untuk menanggulangi masalah-masalah kepin­cangan-kepincangan sosial dalam masyarakat, seperti perju­- dian umum yang tidak terawasi, keberandalan anak-anak, penyalahgunaan narkotika, dan lain-lain.

Kepada anggota-anggota masyarakat yang terhalang, baik jasmani, mental, maupun sosial, diberikan pelayanan rehabili­- tasi dengan memberikan ketrampilan-ketrampilan yang diper­- lukan agar mereka dapat menjadi warga masyarakat yang layak dan dapat turut berpartisipasi dalam usaha pembangunan.

Demikian pula akan dikembangkan berbagai langkah usaha untuk membina sistem jaminan sosial dan pengerahan dana sosial bagi golongan-golongan masyarakat tertentu yang pe­manfaatannya secara langsung dapat digunakan bagi kepen­- tingan pembangunan.

Atas dasar hasil-hasil yang dicapai selama Repelita I maka kebijaksanaan pokok kesejahteraan sosial diarahkan agar ke­giatan-kegiatan pelayanan baik yang diselenggarakan dalam lembaga/panti sosial, maupun yang diselenggarakan di luar lembaga (non institusionalcare), mempergunakan cara pende­- katan ke arah pembentukan lembaga-lembaga yang bersifat produktif. Dalam kerangka yang demikian diharapkan, disatu pihak masyarakat dengan sukarela dan penuh kesadaran ikut serta dalam kegiatan-kegiatan sosial, dan dilain pihak masya­- rakat memperoleh kesempatan untuk mengembangkan keca­kapan/ketrampilan berkat adanya lembaga tersebut.

Bertitik tolak dari kebijaksanaan tersebut di atas maka usa­- ha-usaha kesejahteraan sosial dalam Repelita II, penyusunannya selain didasarkan atas besarnya masalah yang dihadapi, juga didasarkan atas perhitungan langsung atau tidak langsungnya serta cepat-lambatnya program tersebut dapat menunjang dan melengkapi usaha-usaha pembangunan. Atas dasar pokok-pokok masalah di bidang kesejahteraan sosial disusun langkah-langkah dalam skala prioritas sebagai berikut :
  1. Usaha-usaha kesejahteraan sosial yang sekaligus ekonomis produktif sehingga sedikit banyak menunjang dan meleng­- kapi usaha-usaha pembangunan.
  2. Usaha-usaha kesejahteraan sosial murni yang didasarkan atas prinsip mengangkat mereka yang berkepentingan un­- tuk dapat menolong diri mereka sendiri.
  3. Usaha-usaha perintisan jaminan sosial untuk para lanjut usia dan kelompok-kelampok produktif.
Di samping itu seluruh kegiatan tersebut selalu diarahkan untuk memberikan rangsangan terhadap perkembangan poten- ­si masyarakat pada umumnya dan kesejahteraan rakyat pada khususnya.

Atas dasar seluruh kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut di atas, akan dilakukan langkah-langkah kegiatan sebagai berikut :

A. Usaha-usaha kesejahteraan sosial yang membantu men-dorong perubahan sosial yang lebih luas
Berbagai kegiatan di bidang kesejahteraan sosial akan dila­-kukan untuk mendorong perubahan sikap sosial masyarakat guna berpartisipasi dalam pembangunan. Kegiatan ini antara lain meliputi peningkatan taraf hidup, pengembangan ketram­-pilan, nilai-nilai sosial, perbaikan dan pengembangan lembaga‑lembaga kemasyarakatan terutama di bidang ekonomi masya- ­rakat pedesaan.

Segi lain yang akan mendapatkan perhatian adalah pembina- ­an kesejahteraan masyarakat, termasuk antara lain usaha­- usaha pembinaan kesejahteraan perumahan dan usaha-usaha keluarga berencana.

Kebijaksanaan-kebijaksanaan pokok serta langkah-langkah kegiatan guna mendorong perubahan sosial, meliputi usaha-­ usaha sebagai berikut:

1. Pembinaan kesejahteraan sosial masyarakat
Pembinaan kesejahteraan sosial pertama-tama ditujukan kepada anggota masyarakat yang hidupnya dalam taraf yang sangat rendah, yang diperkirakan berjumlah 33 juta lebih. Pe­layanan kesejahteraan sosial diberikan terutama dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang mendorong mereka untuk meninggal­- kan ikatan-ikatan tradisionil yang relatif menghambat perkem­bangan. Kemudian diikut dengan pengembangan cara-cara kehidupan yang lebih rasionil, produktif, dan ekonomis dalam usaha meningkatkan kehidupan keluarga.

Dalam Repelita II direncanakan akan tercakup 12.500 Kepa- la Keluarga (KK) yang tersebar diberbagai daerah. Walaupun usaha tersebut baru dapat meliputi sebagian dari permasalahan, namun diharapkan bahwa usaha ini akan memberikan penga­- ruh yang lebih luas. Kegiatan-kegiatan tersebut akan diserasi­- kan dan dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan Pembangunan Desa, Koperasi Unit Desa, Keluarga Berencana, dan lain se­bagainya.

2. Pengembangan masyarakat suku terasing
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan perkembangan kehidupan suku-suku dipedalaman. Karena hambatan faktor komunikasi dan lain-lainnya, taraf perkembangan sosial budaya mereka jauh tertinggal dari perkembangan masyarakat Indo­- nesia pada umumnya. Jumlah mereka diperkirakan 1,5 juta yang tersebar di daerah-daerah terpencil. Dalam Repelita II diusahakan agar sebagian besar dari anggota suku terasing tersebut dapat dimasyarakatkan. Kegiatan tersebut diharapkan akan mempunyai pengaruh efektif pula terhadap suku-suku yang tinggal disekitarnya. Pelayanan sosial diberikan kepada mereka dalam bentuk penyuluhan dan bimbingan kegiatan sosial, pembangunan pusat Operasi Sementara, perintisan perkampungan yang menetap, dan penyediaan sarana-sarana sosial.

3. Pembinaan kesejahteraan berbagai kelompok masyarakat khusus
Perhatian utama kegiatan ini ditujukan untuk memberikan pelayanan sosial berupa bimbingan dan bantuan sosial kepada keluarga PahIawan Perintis kemerdekaan, keluarga-keluarga yang berhasrat menetap kembali di tanah air (repatrian), dan lain sebagainya. Tujuannya adalah untuk memberikan penghar-gaan yang sewajarnya dan membantu menempatkan serta usaha menyesuaikan diri kepada perkembangan lingkungan masyarakatt sekitarnya.

4. Pengasuhan anak terlantar
Sasaran usaha ini adalah anak-anak terlantar yang meliputi anak yatim, yatim piatu, anak kurang urus, anak sukar, anak cacat, dan lain sebagainya. Usaha-usaha untuk menanggulangi masalah anak-anak terlantar dilaksanakan dalam bentuk pela­yanan-pelayanan sosial melalui proyek-proyek yang berorientasi kepada usaha-usaha mereka yang produktif dengan mengutama­kan sistem terbuka dalam Panti Asuhan, Pusat Latihan Kerja Anak-anak Terlantar, Karang Taruna, dan Asuhan Keluarga. Dalam masa lima tahun diperkirakan akan dapat dirawat dan dilayani sekiitiar 168.000 anak.

5. Penyantunan orang lanjut usia
Sasaran usaha ini adalah orang-orang tua/jompo yang diper­kirakan jumlahnya 2,4 juta jiwa. Dari jumlah tersebut diperKirakan 29% tinggal di pedesaan dalam keadaan kurang tera- ­wat dan memerlukan penyantunan. Kepada orang-orang lanjut usia tersebut diberikan pelayan sosial dalam bentuk Pant Wer- dha dengan kegiatannya pengisian waktu terluang serta latihan- latihan ketrampilan untuk memberikan kesibukan dan re­- kreasi sehat. Pelaksanaan penyantunan selama Repelita I menca- ­pai jumlah 5.000 orang. Dalam Repelita II direncanakan akan dapat diselenggarakan penyantunan untuk sekitar 20.000 orang.

B. Bantuan dan penyantunan sosial 1. Rehabilitasi sosial
Tujuan dari usaha ini adalah memberikan rehabilitasi, ke­cakapan, dan kesempatan kepada golongan-golongan anggota masyarakat yang terhalang kesanggupannya disebabkan oleh faktor-faktor fisik, mental, dan sosial. Dengan demikian diha­rapkan agar mereka maanpu dan sanggup memasuki lapangan pekerjaan serta memenuhi nafkahnya. Dengan demikian mere- ­ka dapat memiliki kembali harga diri setelah mendapatkan kerja yang mantap dan cocok.

Sidang kegiatan usaha ini terdiri atas beberapa kegiatan sebagai berikut :
a. Rehabilitasi penderita cacat
Sasaran usaha ini adalah para penderita cacat yang diper­kirakan jumlahnya sekitar 2.961.000 jiwa. Kepada mereka di­berikan pelayanan sosial dalam lembaga-lembaga rehabilitasi dengan pemberian prothese, pendidikan khusus, latihan ke­trampilan, penyaluran, serta perawatan lanjutan. Selama Re­- pelita I penyantunan dan rehabilitasi mencapai jumlah 27.000 orang. Dalam Repelita II akan diusahakan pemberian pelayan­- an terhadap sekitar 40.000 orang sesuai dengan kemampuan tenaga yang tersedia serta perluasan berbagai fasilitas yang ada.

b. Rehabilitasi penderita akibat bencana , alam dan korban lainnya
Sasaran usaha ini adalah penderita korban akibat bencana alam yang sifatnya kronis dan di daerah-daerah yang dilanda bencana sehingga tidak memungkinkan mereka menempati da­-fasilitas yang tersedia maka untuk masa Repelita II akan di- erah tersebut. Dengan memperhatikan kemampuan tenaga dan usahakan rehabilitasi dan penyaluran sebanyak 10.000 Kepala Keluarga ke luar Jawa, maupun penyaluran secara lokal. Pe­- antara lain Lampung, Bengkulu, dan Sulawesi Tenggara. Di nyaluran ke luar Jawa diutamakan ke daerah-daerah pertanian samping itu akan dilanjutkan usaha-usaha yang bersifat men­-cegah serta mengatasi kemungkinan timbulnya bencana ini di daerah kronis tersebut. Dalam hal ini akan diadakan kerja sama antar berbagai lembaga yang bersangkutan dalam kegi­- atan ini.

2. Penyantunan pengaruh sampingan proses pembangunan
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengusahakan pe­nyantunan terhadap pengaruh-pengaruh sampingan yang me­nyertai proses urbanisasi dan perubahan struktur sosial eko­- nomi yang tidak diharapkan. Hal ini misalnya mengenai pe­nanggulangan kenakalan/kejahatan remaja, dislokasi tenaga kerja yang menyebabkan meningkatnya tunakarya, tunawisma, dan lain sebagainya.

Kegiatan usaha yang perlu dilakukan adalah menanggulangi dan mencegah masalah sosial tersebut hingga dapat dibatasi atau dikurangi efek negatifnya. Kegiatan ini meliputi usaha­- usaha sebagai berikut:

a. Pembinaan Generasi Muda
(1) Kegiatan yang ditujukan kepada golongan anak dan re­-maja yang nakal meliputi antara lain:
  • Usaha untuk mengatasi/membatasi sumber-sumber penye­babnya.
  • Usaha penampungan dan rehabilitasi dalam panti-panti sosial.
  • Usaha untuk dapat menyalurkan hasrat dan aspirasinya.
(2) Kegiatan yang ditujukan kepada anak-anak diluar jangkauan sistem persekolahan serta anak-anak mogok sekolah (drops-out).

Kegiatan antara lain:
  • Bimbingan untuk mengembangkan ketrampilan kerja dan peningkatan sumber pendapatannya. Kemudian memper­siapkan mereka untuk dapat berpartisipasi secara produk­- tif dalam pembangunan.
  • Penyediaan fasiilitas-fasilitas rekreasi.
(3) Kegiatan yang ditujukan kepada keluarga-keluarga, antara lain:
  • Pelayanan bimbingan kesejahteraan bagi keluarga yang mengalami keretakan.
  • Bimbingan keluarga dengan cara pemberian perangsang berupa alat-alat produksi agar mereka mampu meningkat­- kan pendapatannya sehingga dapat menjamin pertumbuh­- an serta perkembangan anak-anaknya.
b. Penampungan dan penyaluran tunakarya.
Sasaran daripada kegiatan ini adalah para tunakarya yang keadaan ekonominya sangat rendah (gelandangan),

Kegiatan pokoknya meliputi:
  • Pendidikan/latihan ketrampilan kerja.
  • Penyaluran 10.000 Kepala Keluarga tunakarya ke lapangan pekerjaan terutama ke daerah pertanian di luar Jawa.
  • Kegiatan-kegiatan lain di bidang ini ditujukan antara lain untuk mencegah dan melindungi masyarakat dari pengaruh perjudian.
Demikian pula usaha untuk menyantunkan wanita tunasusila pada panti-panti pendidikan agar dapat disalurkan ke lapangan pekerjaan yang sesuai dengan martabat kemanusiaan yang se­wajarnya.

Dalam banyak hal kegiatan tersebut di atas membutuhkan pendekatan yang menyeluruh meliputi kegiatan-kegiatan yang bersifat preventif maupun rehabilitatif dari berbagai lembaga pemerintah maupun masyarakat.

3. Perintisan/peningkatan dana dan jaminan sosial
Kebijaksanan di bidang ini ditujukan untuk merintis pela- ­yanan dan jaminan sosial, antara lain bagi kalangan pegawai negeri, karyawan industri, dan sebagainya. Prinsip dari kegi­- atan ini ialah kegotongroyongan antara pemerintah, pengusaha, dan pegawai/karyawan agar bersama-sama memikul tanggung jawab untuk melindungi dan menjaga kesejahteraan para kar­yawan.

Pelayanan dan jaminan sosial ini bersifat asuransi sosial dan dapat berbentuk dana pensiun, dana kecelakaan, dana kesehat­-an, tabungan kesejahteraan hari tua dan kematian, serta dana­-dana kesejahteraan (welfare benefits) lainnya yang dapat di­kembangkan sesuai dengan timbulnya kebutuhan dan kemung­kinan sumber-sumber dananya.

Program ini dilakukan melalui pemupukan dana-dana sosial.
Dana-dana itu sekaligus dapat pula dipergunakan untuk pem­bangunan.

Para pengusaha dapat diwajibkan menyediakan fasilitas­- fasilitas kesejahteraan sosial serta jaminan sosial bagi buruh-buruhnya menurut ketentuan perundang-undangan dan peratur­-an-peraturan yang berlaku.

Pada waktunya, program ini dapat diperluas meliputi kelom­-pok-kelompok masyarakat yang tidak bermajikan dan bekerja secara berdikari.

Kebijaksanaan dan kegiatan usaha di bidang ini juga mem­butuhkan usaha yang terintegrasi. Dengan demikian perlu di­kembangkan suatu perlembagaan yang efektif untuk menam­- pung dan mengkoordinasikan penyelenggaraannya.

4. Peningkatan prasarana pelayanan kesejahteraan sosial
Kegiatan-kegiatan di lapangan ini meliputi usaha-usaha se­- bagai berikut :
  • Pendidikan dan latihan pekerjaan sosial yang bertujuan untuk menciptakan tenaga-tenaga pelaksana tingkat tinggi, menengah, maupun tenaga-tenaga pembantu yang terlatih baik. Kecuali itu meningkatkan mutu kerja tenaga-tenaga pelaksana yang sudah ada dengan berbagai kursus dan latihan,
  • Penelitian/survey masalah-masalah kesejahteraan sosial yang hasilnya dipergunakan sebagai dasar penetapan kebijak­sanaan, penyusunan rencana dan program, dan untuk penyem­purnaan sistem pelayanan kesejahteraan sosial serta usaha­- usaha pengarahan dan pengendalian pelaksanaannya.
  • Peningkatan fasilitas-fasilitas guna kelancaran dan pe­nyempurnaan pelaksanaan usaha-usaha dan sistem pelayanan kesejahteraan sosial.
  • Penyusunan dan perumusan serta penerbitan perundang­undangan, peraturan-peraturan, dan ketentuan-ketentuan usa­- ha-usaha kesejahteraan sosial.
PEMBIAYAAN
Pembiayaan dari Anggaran Pembangunan Negara untuk pembangunan Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial dalam ta­- hun 1974/75 berjumlah Rp. 17,1 milyar, sedang selama jangka waktu lima tahun dalam Repelita II diperkirakan berjumlah Rp. 142,5 milyar.

Di samping itu ada pula kegiatan untuk pembangunan kese­-hatan dan kesejahteraan sosial yang pembiayaannya diperhi­tungkan di sektor-sektor lain , yakni untuk pendidikan yang di‑

golongkan dalam sektor Pendidikan, Kebudayaan Nasional, dan Pembinaan Generasi Muda sebesar Rp. 920,00 juta dalam tahun 1974/75 dan diperkirakan berjumlah Rp. 6.845,00 juta dalam jangka waktu lima tahun selama Repelita II.

Untuk Penelitian yang digolongkan dalam sektor Pengem­- bangan Ilmu dan Teknologi, Penelitian dan Statistik sebesar Rp. 385,00 juta dalam tahun 1974/75 dan diperkirakan ber­- jumlah Rp. 2.740,00 juta selama lima tahun dalam Repelita II.

Sedang untuk pembangunan prasarana fisik Pemerintahan dan/atau untuk Peningkatan Efisiensi Aparatur Pemerintahan yang digolongkan dalam Sektor Aparatur Negara sebesar Rp. 515,00 juta dalam tahun 1974/75 dan diperkirakan ber­- jumlah Rp. 2.740,00 juta selama lima tahun dalam Repelita IL

Dalam seluruh jumlah-jumlah tersebut di atas sudah terma­- suk nilai lawan pelaksanaan bantuan proyek.

No comments:

Post a Comment