Transformasi Fosfor Pada Mikroba
Mikroba tanah dapat berperan dalam proses penyediaan unsur hara untuk tanaman. Pada tanah-tanah kahat unsur hara tertentu yang perlu masukan tinggi untuk memanipulasi secara kimia agar ketersediaannya meningkat, maka penyediaan secara biologis dengan menggunakan mikroba menjadi sangat penting. Kenyataan di alam, pada rhizosfer (daerah sekitar perakaran) setiap tanaman merupakan habitat yang sangat baik untuk pertumbuhan mikroba. Oleh karenanya penggunaan mikroba yang hidup di rhizosfer yang dapat meningkatkan serapan unsur hara tanaman menjadi perhatian utama pada kajian ini. Mikroba yang berperan dalam transformasi P dalam tanah adalah mikoriza yang bersimbiosis dengan perakaran tanaman dan mikroba pelarut fosfat yang hidup bebas di daerah perakaran.
Mikroba tanah dapat berperan dalam proses penyediaan unsur hara untuk tanaman. Pada tanah-tanah kahat unsur hara tertentu yang perlu masukan tinggi untuk memanipulasi secara kimia agar ketersediaannya meningkat, maka penyediaan secara biologis dengan menggunakan mikroba menjadi sangat penting. Kenyataan di alam, pada rhizosfer (daerah sekitar perakaran) setiap tanaman merupakan habitat yang sangat baik untuk pertumbuhan mikroba. Oleh karenanya penggunaan mikroba yang hidup di rhizosfer yang dapat meningkatkan serapan unsur hara tanaman menjadi perhatian utama pada kajian ini. Mikroba yang berperan dalam transformasi P dalam tanah adalah mikoriza yang bersimbiosis dengan perakaran tanaman dan mikroba pelarut fosfat yang hidup bebas di daerah perakaran.
a. Mikorhiza Vesikular Arbuskular Mikoriza (VAM)
Pada keadaan tanah yang kurang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman, telah ditemukan adanya simbiosis tanaman dengan sejenis jamur yang disebut mikoriza. Mikoriza terdiri atas beberapa macam spesies, simbion untuk tanaman pertanian pada umumnya adalah endomikoriza yang dikenal sebagai vesicular arbuskular mikoriza (VAM). Tanaman memerlukan mikoriza untuk pengambilan unsure hara terutama kemampuannya untuk meningkatkan serapan P, sehingga dapat membantu pertumbuhan tanaman terutama pada tanah-tanah kahat P.
Vesikular Arbuskular Mikoriza pada akar tanaman
Sumber: http://sumarsih07.files.wordpress.com/2008/11/vi-mikroba-dan-kesuburan-tanah.pdf ...... diunduh 23/6/2011
Ektomikoriza pada akar tanaman
Sumber: http://sumarsih07.files.wordpress.com/2008/11/vi-mikroba-dan-kesuburan-tanah.pdf ...... diunduh 23/6/2011
Perakaran tanaman yang terinfeksi mikoriza mempunyai daya serap yang lebih besar terhadap air dan unsur hara, khususnya P, apabila dibandingkan dengan tanaman tanpa mikoriza. Hal ini disebabkan adanya miselium jamur mikoriza yang tumbuh keluar dari akar sehingga daya jangkau dan luas permukaan perakaran meningkat, akibatnya dapat memperbesar daya serap akar. Diduga bahwa hifa eksternal mikoriza menyerap ion secara intersepsi dan melalui pertukaran kontak langsung, sehingga penyerapan ion oleh tanaman dengan cara tersebut menjadi lebih besar, sedangkan penyerapan secara difusi dan aliran massa tetap berlangsung. Dengan demikian pada ketersediaan P yang sama, maka tanaman bermikoriza dapat menyerap P yang lebih besar apabila dibandingkan dengan tanaman tanpa mikoriza.
Tanaman bermikoriza mempunyai daya serap akar yang lebih besar sehingga mengakibatkan unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman juga meningkat. Oleh karena sifat dan cara penyerapan unsur hara yang berbeda satu sama lain, maka jumlah unsur hara yang dapat diserap oleh adanya miselium jamur mikoriza ini kemungkinan juga berbeda, dan hal ini dapat menyebabkan respon mikoriza pada serapan unsur hara tertentu sangat besar tetapi untuk unsur hara yang lain tidak sama.
Penyerapan unsur hara oleh tanaman dapat secara pasif dan aktif, ada yang berpendapat bahwa pengaruh mikoriza lebih nyata pada unsur hara yang terutama diserap tanaman secara pasif dan sifat ionnya tidak lincah, seperti fosfor yang terutama diserap oleh akar secara difusi. Fosfor merupakan unsur penting penyusun ATP, dan ATP merupakan bentuk energi tinggi yang sangat berperanan dalam penyerapan unsure hara secara aktif, sehingga peningkatan serapan fosfor memungkinkan peningkatan serapan unsur hara lain yang diserap secara aktif oleh perakaran tanaman.
Mikoriza adalah suatu bentuk hubungan simbiosis mutualistik antara jamur (mykus) tanah kelompok tertentu dan perakaran (rhiza) tumbuhan tingkat tinggi. Berdasarkan struktur tubuhnya dan cara infeksi terhadap tanaman inang, mikoriza dapat dikelompokkan ke dalam 3 golongan besar yaitu Endomikoriza, Ektomikoriza, dan Ektendomikoriza. Endomikoriza lebih dikenal dengan Vesikular Arbuskular Mikoriza atau disingkat VAM, karena pada simbiosis dengan perakaran dapat membentuk arbuskul dan vesikula di dalam akar tanaman. Berdasarkan struktur arbuskul atau vesikula yang dibentuk, maka VAM dapat digolongkan ke dalam 2 sub ordo, yaitu Gigaspoinae dan Glominae. Sub ordo Gigaspoinae terdiri atas satu famili Gigaspoceae yang beranggotakan 2 genus yaitu Gigaspora sp. dan Scutellospora sp. Kedua genus ini tidak membentuk struktur vesikula tetapi hanya membentuk arbuskul apabila berasosiasi dengan akar tumbuhan. Salah satu anggota sub ordo Glominae adalah Glomus sp.
Vesikular Arbuskular Mikoriza merupakan simbiosa antara jamur tanah yang termasuk kelompok Endogonales dengan semua tanaman yang termasuk dalam Bryophyta, Pteridophyta, Gymnospermae dan Angiospermae, kecuali pada family Cruciferae, Chenopodiaceae dan Cyperaceae yang belum diketahui adanya simbiosis dengan jamur tersebut. Simbiosis antara tanaman dengan mikoriza terjadi dengan adanya pemberian karbohidrat dari tanaman kepada jamur dan pemberian unsur hara terutama P dari jamur kepada tanaman. Oleh karena itu perkembangan mikoriza pada akar sangat tergantung pada tingkat fotosintesis tanaman inang. Jamur membutuhkan senyawa carbon yang dihasilkan oleh tanaman inang, sehingga kemampuan tanaman untuk mensuplai senyawa carbon dari hasil fotosintesis menentukan keberhasilan tanaman bersimbiosis dengan jamur. Akar tanaman dapat menghasilkan senyawa yang dapat merangsang pertumbuhan jamur VAM. Senyawa tersebut berupa flavonoid yang disebut eupalitin (3,5-dihidroksi-6,7-dimetoksi-4-hidroksi flavon) yang dapat merangsang pertumbuhan hifa VAM, selain itu ada senyawa lain yang belum teridentifikasi yang dapat berfungsi sebagai molekul sinyal untuk terjadinya simbiosis tanaman-VAM.
Bagian penting dari VAM adalah adanya hifa eksternal yang dibentuk diluar akar tanaman. Hifa ini membantu memperluas daerah penyerapan akar tanaman. Jumlah miselium eksternal dapat mencapai 80 cm per cm panjang akar, yang perkembangannya dipengaruhi oleh keadaan tanah terutama aerasi. Dengan semakin luasnya daerah penyerapan akar maka semakin besar pula daya serap akarnya, sehingga adanya mikoriza pada perakaran tanaman akan dapat meningkatkan penyerapan unsur hara. Penyerapan air oleh akar juga menjadi lebih besar, sehingga tanaman lebih tahan terhadap kekeringan. Manfaat lain adanya mikoriza adalah dapat meningkatkan ketahanan terhadap serangan patogen akar, dan dapat memproduksi hormon dan zat pengatur tumbuh yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman.
Vesikular Arbuskular Mikoriza mempunyai struktur hifa eksternal dan hifa internal, hifa gulung, arbuskul dan vesikula. Hifa jamur mikoriza tidak bersekat, tumbuh diantara sel-sel korteks dan bercabang-cabang di dalam sel tersebut. Di dalam jaringan yang diinfeksi dibentuk hifa yang bergelung-gelung atau bercabang-cabang yang sering disebut arbuskul. Arbuskul merupakan cabang-cabang hifa dikotom, struktur ini akan tampak sebagai massa protoplasma yang berbutir-butir dan bercampur baur dengan protoplasma sel tanaman. Arbuskul mempunyai hifa bercabang halus yang dapat meningkatkan 2-3 kali luas permukaan plasmolema akar, dan diduga berperan sebagai pemindah unsur hara antara jamur dan tanaman inang. Arbuskul dapat dibentuk dua sampai tiga hari setelah infeksi jamur terjadi pada perakaran. Vesikula mengandung lipida, terutama berfungsi sebagai organ penyimpan. Apabila sel kortek rusak, vesikula dapat dibebaskan ke dalam tanah, dan selanjutnya dapat berkecambah dan merupakan propagul infektif. Perakaran yang terinfeksi VAM tidak terjadi perubahan nyata secara fisik, sehingga hanya dapat dideteksi dengan teknik pewarnaan dan diamati dengan mikroskop. Di dalam tanah, mikoriza dapat membentuk spora yang tumbuh satu-satu atau berkelompok yang disebut sporokarp. Berdasarkan tipe sporanya, dibedakan yang dapat membentuk klamidospora, yaitu genera Glomus, Sclerocystis, dan Complexipes. Sedangkan yang membentuk asigospora adalah genera Gigaspora, Acaulospora dan Entrophospora.
Pengaruh yang menguntungkan dari mikoriza untuk pertumbuhan tanaman, yang menunjukkan bahwa tanaman yang bermikoriza mempunyai berat kering yang lebih besar dari tanaman yang tidak bermikoriza. Tanaman yang bermikoriza tumbuh normal sedangkan tanaman tanpa mikoriza menunjukkan gejala defisiensi P. Mikoriza memperbaiki pertumbuhan tanaman dengan jalan meningkatkan penyerapan unsurunsur hara dari dalam tanah, terutama unsur P. Oleh karena P merupakan hara utama untuk pertumbuhan tanaman, maka pengaruh infeksi mikoriza sangat nyata. Dengan demikian respon pertumbuhan tanaman merupakan akibat langsung ataupun tidak langsung dari perbaikan penyerapan P. Selain itu juga didukung oleh peningkatan serapan unsur-unsur lain, seperti N, S, Zn dan Cu.
b. Mikroba Pelarut Fosfat
Bakteri yang diketahui dapat melarutkan fosfat adalah bermacam-macam spesies dari genera Bacillus, Pseudomonas, Arthrobacter, Micrococcus, Streptomyces, dan Flavobacterium. Spesies-spesies bakteri yang mempunyai daya tinggi untuk melarutkan fosfat adalah Pseudomonas striata, P. rathonis, Bacillus polymyxa, dan Bacillus megaterium. Semua bakteri tersebut mempunyai kemampuan yang stabil dalam melarutkan P tidak tersedia dalam tanah dan batu fosfat. Kebanyakan bakteri yang dapat melarutkan fosfat adalah bakteri pembentuk spora. Selain bakteri, berbagai jamur yang diketahui dapat melarutkan fosfat adalah bermacam-macam spesies dari genera Aspergillus, Penicillium dan khamir. Beberapa varitas dari spesies jamur Aspergillus niger mempunyai daya tinggi untuk melarutkan fosfat.
Mikroba pelarut fosfat heterotrof dapat menghasilkan asam-asam organik. Berbagai asam organik tersebut terutama asam-asam hidroksi dapat mengikat secara khelat dan membentuk kompleks yang relatif stabil dengan kation-kation Ca2+, Mg2+, Fe3+, dan Al3+, sehingga fosfat yang semula terikat oleh kation-kation tersebut menjadi terlarut. Beberapa bakteri disamping menghasilkan asam organik non-volatil juga dapat membentuk asam volatil. Asam organik yang dihasilkan oleh satu jenis bakteri dapat bermacam- macam, seperti asam glukonat. Pembentukan asam organik seperti asam-asam karboksilat yang terjadi selama perombakan bahan organik oleh jamur dapat menyebabkan larutnya batu fosfat. Pelarutan batu fosfat dapat diketahui dengan meningkatnya Ca yang terlepas dari batu fosfat. Dari metode tersebut diketahui bahwa pelarutan batu fosfat meningkat terus sampai hari ke 90. Peningkatan jumlah asam karboksilat dan total keasaman organik sebanding dengan peningkatan pelarutan batu fosfat.
Beberapa mikroba yang bersifat khemolitotrofik juga berperan dalam proses pelarutan fosfat tidak tersedia dalam tanah. Bakteri kelompok Nitrosomonas dan Thiobacillus berturut-turut dapat menghasilkan asam nitrat dan asam sulfat. Asam-asam tersebut merupakan asam kuat yang mampu melarutkan fosfat yang berbentuk tidak larut.
Jaring-jaring makanan dalam tanah:
The living part of the soil is just as critical to plant growth as the physical soil structures. Soil microorganisms are the essential link between mineral reserves and plant growth. The cycles that help nutrients to flow from soil to plant are all interdependent and they work only with the help of the living organisms that constitute the soil community.
Jaring-jaring makanan dalam tanah (Sumber: http://www.prism.gatech.edu/~gh19/b1510/ecosys.htm ..... diunduh 25/6/2011)
Soil organisms, from bacteria and fungi to protozoans and nematodes, on up to mites, springtails and earthworms, perform a vast array of fertility-maintenance tasks. Organic soil management aims at helping soil organisms maintain fertility; conventional (non-organic) soil management merely substitutes a simplified chemical system to provide nutrients to plants. Once a healthy soil ecosystem is disrupted by the excessive use of soluble synthetic fertilizers, restoring it can be a long and costly process. In many cases, the excessive use of energy-intensive petroleum-based fertilizers and pesticides has destroyed the biological fertility of soil, so growers use ever-larger amounts of these materials to sustain crop growth. Like all living things, the creatures of the soil community need food, water, and air to carry on their activities A basic diet of plenty of organic material, enough moisture, and well-aerated soil will keep their populations thriving.
Soil creatures thrive on raw organic matter with a balanced ratio of carbon to nitrogen, about 25 to 30 parts carbon to 1 part nitrogen. Carbon, the form of carbohydrates, is the main course for soil organisms. Given lots of it, they grow quickly scavenging every scrap of nitrogen from the soil system to go with it. That’s why adding lots of high-carbon materials to your soil can cause nitrogen deficiencies in plants. In the long term, carbon is the ultimate fuel for all soil biological activity and therefore of humus formation and productivity. A balance supply of mineral nutrients is also essential for soil organisms, and micronutrients are important to the many bacterial enzymes involved in their biochemical transformations
Jaring-jaring makanan dalam tanah (Sumber: http://www.ecowalkthetalk.com/blog/2010/06/14/organic-gardening-importance-of-balanced-soils/ ….. diunduh 25/6/2011)
Biodiversitas Tanah dan Keterkaitannya dengan Proses-proses Soil.
Tanah merupakan suatu bagian dari ekosistem terrestrial yang di dalamnya dihuni oleh banyak organisme yang disebut sebagai biodiversitas tanah. Biodiversitas tanah merupakan diversitas alpha yang sangat berperan dalam mempertahankan sekaligus meningkatkan fungsi tanah untuk menopang kehidupan di dalam dan di atasnya. Pemahaman tentang biodiversitas tanah masih sangat terbatas, baik dari segi taksonomi maupun fungsi ekologinya. Makrofauna tanah merupakan kelompok fauna bagian dari biodiversitas tanah yang berukuran sekitar 2 mm hingga 20 mm. Makrofauna tanah merupakan bagian dari biodiversitas tanah yang berperan penting dalam perbaikan sifat fisik, kimia, dan biologi. Dalam dekomposisi bahan organik, makrofauna tanah lebih banyak berperan dalam proses fragmentasi (comminusi) serta memberikan fasilitas lingkungan (mikrohabitat) yang lebih baik bagi proses dekomposisi lebih lanjut yang dilakukan oleh kelompok mesofauna dan mikrofauna tanah serta berbagai jenis bakteri dan fungi. Peran makrofauna tanah lainnya adalah dalam perombakan materi tumbuhan dan hewan yang mati, pengangkutan materi organik dari permukaan ke dalam tanah, perbaikan struktur tanah, dan proses pembentukan tanah. Dengan demikian makrofauna tanah berperan aktif untuk menjaga kesuburan tanah atau kesehatan tanah.
Organisme sebagai bioindikator kualitas tanah bersifat sensitif terhadap perubahan, mempunyai respon spesifik dan ditemukan melimpah di dalam tanah. Salah satu organisme tanah adalah fauna yang termasuk dalam kelompok makrofauna tanah (ukuran > 2 mm) terdiri dari milipida, isopoda, insekta, moluska dan cacing tanah (Wood, 1989). Makrofauna tanah sangat besar peranannya dalam proses dekomposisi, aliran karbon, redistribusi unsur hara, siklus unsur hara, bioturbasi dan pembentukan struktur tanah (Anderson, 1994). Biomasa cacing tanah telah diketahui merupakan bioindikator yang baik untuk mendeteksi perubahan pH, keberadaan molekul organik, kelembaban tanah dan kualitas humus. Rayap berperan dalam pembentukan struktur tanah dan dekomposisi bahan organik. Penentuan bioindikator kualitas tanah diperlukan untuk mengetahui perubahan dalam sistem tanah akibat pengelolaan yang berbeda. Perbedaan penggunaan lahan akan mempengaruhi populasi dan komposisi makrofauna tanah. Pengolahan tanah secara intensif, pemupukan dan penanaman secara monokultur pada sistem pertanian konvensional dapat menyebabkan terjadinya penurunan secara nyata biodiversitas makrofauna tanah.
Populasi, biomasa dan diversitas makrofauna tanah dipengaruhi oleh praktek penggelolaan lahan dan penggunaannya. Sebaliknya, pada lahan terlantar karena kualitas lahannya tergolong masih rendah menyebabkan hanya makrofauna tanah tertentu yang mampu bertahan hidup, sehingga diversitas makrofauna tanah baik yang aktif di permukaan tanah maupun di dalam tanah juga sangat rendah.
Fauna tanah memerlukan persyaratan tertentu untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Struktur dan komposisi makrofauna tanah sangat tergantung pada kondisi lingkungannya. Makrofauna tanah lebih menyukai keadaan lembab dan masam lemah sampai netral (Notohadiprawiro, 1998). Hakim dkk (1986) dan Makalew (2001), menjelaskan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi aktivitas organisme tanah yaitu, iklim (curah hujan, suhu), tanah (kemasaman, kelembaban, suhu tanah, hara), dan vegetasi (hutan, padang rumput) serta cahaya matahari.
Cahaya matahari merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi sifat-sifat tumbuhan dan hewan. Tumbuhan dan hewan yang berbeda memiliki kebutuhan akan cahaya, air, suhu, dan kelembapan yang berbeda. Berdasarkan responnya terhadap cahaya, makrofauna tanah ada yang aktif pada pagi, siang, sore, dan malam hari. Kebanyakan makrofauna permukaaan tanah aktif di malam hari. Selain terkait dengan penyesuaian proses metabolismenya, respon makrofauna tanah terhadap intensitas cahaya matahari lebih disebabkan oleh akitivitas menghindari pemangsaan dari predator. Dengan pergerakaannya yang umumnya lambat, maka kebanyakan jenis makrofauna tanah aktif atau muncul ke permukaan tanah pada malam hari.
Bahan organik tanaman merupakan sumber energi utama bagi kehidupan biota tanah, khususnya makrofauna tanah, sehingga jenis dan komposisi bahan organik tanaman menentukan kepadatannya. Makrofauna tanah umumnya merupakan konsumen sekunder yang tidak dapat memanfaatkan bahan organik kasar/seresah secara langsung, melainkan yang sudah dihancurkan oleh jasad renik tanah.
No comments:
Post a Comment