Saturday, 1 April 2017

Fungsi dan Kedudukan Pancasila Menurut Undang-Undang

Pengertian Pancasila Menurut Para Ahli
Secara arti kata pancasila mengandung arti, panca yang berarti lima “lima” dan sila yang berarti “dasar”. Dengan demikian pancasila artinya lima dasar.Tetapi di sini pengertian pancasila berdasarkan sejarah pancasila itu sendiri. Apabila kita ingin benar-benar melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuan, maka kita tidak saja harus melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal dari Batang Tubuh atau lebih dkenal isi dari UUD 1945 itu, tetapi juga ketentuan-ketentuan pokok yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945. Oleh karena pembukaan UUD 1945 (walaupun tidak tercantum dalam satu dokumen dengan Batang Tubuh UUD 1945, seperti konstitusi (RIS) atau UUDS 1950 misalnya), adalah bagian mutlak yang tidak dipisahkan dari Konstitusi Republuk Indonesia Tahun 1945, pembukaan dan Batang Tubuh kedua-duanya telah ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945.

Apabila kita berbicara tentang UUD 1945. maka yang dimaksud ialah Konstitusi (UUD) yang disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia tersebut pada tanggal 18 Agustus 1945 yang diumumkan dalam Berita Republik Indonesia Tahun 1946 No. 7 halaman 45-48, yang terdiri atas : Pembukaan yang meliputi 4 alinea ; Batang Tubuh atau isi UUD 1945, yang meliputi; Penjelasan Adapun Pembukaan UUD 1945 yang terdiri atas emapt bagian itu yang amat penting ialah bagian/alinea ke 4 yang berbunyi sebagai berikut:

“Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Dalam penjelasan resmi dari pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa dalam Pembukaan UUD 1945 terkandung emapt pokok-pokok pikiran sebagai berikut: Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia berdasar atas Persatuan; Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia; Negara Indonesia adalah Negara yang berkedaulatan rakyat dan berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan/ perwakilan; Negara Indonesia berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Khusus bagian/alinea ke -4 dari pembukaan UUD 1945 adalah merupakan asas pokok Pemebentukan pemerintah Negara Indonesia. Isi bagian ke 4 dari Pembukaan UUD 1945 itu dibagi ke dalam 4 hal:
  1. Tentang hal tujuan Negara iondonesia, tercantum dalam kalimat “Kemudian daripada itu dan seluruh tumpah darah indinesia, yang; Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; Memajukan kesejahteraan rakyat; Mencerdaskan kehidupan bangsa; Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
  2. Tentang hal ketentuan diadakanya Undang-Undang Dasar tarcantum dalam kalimat yang berbunyi: “maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia”;
  3. Tentang hal bentuk Negara dalam kalimat: yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat;
  4. Tentang hal Dasar Falsafah Negara Pancasila. Adapun Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang telah disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945 itu sebagian besar bahan-bahanya berasal dari Naskah Rancangan Pembukaan UUD yang disusun oleh Panitia Perumus (panitia kecil) yang beranggotakan 9 orang yang diketua oleh Ir. Soekarno pada tanggal 22 Juni 1945 di Jakarta.
Sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, naskah politik yang bersejarah itu dijadikan Rancangan Pembukaan UUD sebagai bahan pokok dan utama bagi penyusunan/penetapan Pembukaan UUD yang akan ditetakan itu. Naskah politik yang bersejarah yang disusun pada tanggal 22 Agustus 1945 itu, di kemudian hari oleh Mr. Muhamad Yamin dalam pidatonya di depan sidang Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan (BPPK) pada tanggal 11 Juni 1945 dinamakan “Piagam Jakarta” dan baru beberapa tahun kemudian dimuat dalam bukunya yang berjudul Prokalmasi dan Konstitusi pada tahun 1951. Dalam naskah politik yang di sebut dengan Piagam Jakarta 22 Juni 1945 inilah untuk pertama kali dasar falsafah Negara pancasila ini dicantumkan secara tertulis, setelah diusulkan oleh Ir. Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945. Adapun panitia perumus yang beranggotakan 9 orang yang telah menyusun Piagam Jakarta itu adalah salah satu panitia kecil dari Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan (BPPK) yang dibentuk pada tanggal 29 April 1945. Di atas telah dijelaskan tentang pentingnya Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Adapun besar arti pentingnya Pembukaan Undang-Undang Daar itu ialah karena pada aline ke 4 itu tercantum ketentuan pokok yang bersifat fundamental, yaitu dasar falsafah Negara Republik Indonesia yang dirumuskan dalam kata-kata berikut: ….”maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan Mang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kelima dasar ini tercakup dalam satu nama/istilah yang amat penting bagi kita bangsa Indonesia yaitu pancasila. Istilah atau perkataan pancasila ini memang tidak tercantum dalam Pembukaan maupun dalam Batang Tubuh UUD 1945. Di alinea ke 4 dari Pembukaan UUD 1945 hanyalah disebutkan bahwa, Negara Republik Indonesia berdasarkan kepada lima prinsip atau asas yang tersebut di atas, tanpa menyebutkan pancasila. Bahwa kelima prinsip atau dasar tersebut adalah pancasila, kita harus menafsirkan sejarah (maupun penafsiran sistematika) yakni menghubungkanya dengan sejarah lahirnya pencasila itu sendiri pada tanggal 1 Juni 1945, seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Berkenaan dengan perkataan pancasila, menurut Prof. Mr. Muhamad Yamin (Pembahasan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia) pada halaman 437 antara lain sebagai berikut “perkataan Pancasila” yang kini telah menjadi istilah hukum, mula-mula ditempa dan dipakai oleh Ir. Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 untuk menamai paduan sila yang lima. Perkataan itu diambil dari peradaban Indonesia lama sebelum abad XIV. Kata kembar itu keduanya berasal dari bahasa Sanskerta yaitu panca dan sila yang memiliki arti yang berbeda. Pancasila dengan huruf i biasanya memiliki arti berbatu sendi yang lima. Pancasila dengan huruf i yang panjang bermakna “5 peraturan tingkah laku yang penting”.

Kata sila juga hidup dalam kata kesusilaan dan kadang-kadang juga berarti etika. Dalam bahasa Indonesia kedua pengertian di atas dirasakan sudah menjadi satu paduan antara sendi yang lima dengan lima tingkah laku yang senonoh. Dari uraian di atas dapatlah kiranya kita menarik kesimpulan bahwa pancasila sebagai istilah perkataan Sanskerta yang sudah dikenal di tanah air kita sejak abad XIV. Sedangkan pancasila dalam bentuk formalnya sebagai dasar Falsafah Negara Republik Indonesia baru diusulkan pada tanggal 1 Juni 1945. Pengertian Pancasila ini mudah mudahan bermanfaat untuk anda semua.

Fungsi dan Kedudukan Pancasila
Pancasila Sebagai Dasar Negara
Dasar negara merupakan alas atau fundamen yang menjadi pijakan dan mampu memberikan kekuatan kepada berdirinya sebuah negara. Negara Indonesia dibangun juga berdasarkan pada suatu landasan atau pijakan yaitu Pancasila. Pancasila, dalam fungsinya sebagai dasar negara, merupakan sumber kaidah hukum yang mengatur negara Republik Indonesia, termasuk di dalamnya seluruh unsur-unsurnya yakni pemerintah, wilayah dan rakyat. Pancasila dalam kedudukannya seperti inilah yang merupakan dasar pijakan penyelenggaraan negara dan seluruh kehidupan negara Republik Indonesia.

Pancasila sebagai dasar negara mempunyai arti menjadikan Pancasila sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan pemerintahan. Konsekuensinya adalah Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum. Hal ini menempatkan Pancasila sebagai dasar negara yang berarti melaksanakan nilai-nilai Pancasila dalam semua peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah seharusnya semua peraturan perundang-undangan di negara Republik Indonesia bersumber pada Pancasila. Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia mempunyai implikasi bahwa Pancasila terikat oleh suatu kekuatan secara hukum, terikat oleh struktur kekuasaan secara formal, dan meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum yang menguasai dasar negara (Suhadi, 1998). Cita-cita hukum atau suasana kebatinan tersebut terangkum di dalam empat pokok pikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 di mana keempatnya sama hakikatnya dengan Pancasila. Empat pokok pikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut lebih lanjut terjelma ke dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945. Barulah dari pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 itu diuraikan lagi ke dalam banyak peraturan perundang-undangan lainnya, seperti misalnya ketetapan MPR, undang-undang, peraturan pemerintah dan lain sebagainya.

Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa
Setiap manusia di dunia pasti mempunyai pandangan hidup. Pandangan hidup adalah suatu wawasan menyeluruh terhadap kehidupan yang terdiri dari kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur. Pandangan hidup berfungsi sebagai pedoman untuk mengatur hubungan manusia dengan sesama, lingkungan dan mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya.

Pandangan hidup yang diyakini suatu masyarakat maka akan berkembang secara dinamis dan menghasilkan sebuah pandangan hidup bangsa. Pandangan hidup bangsa adalah kristalisasi nilai-nilai yang diyakini kebenarannya maupun manfaatnya oleh suatu bangsa sehingga darinya mampu menumbuhkan tekad untuk mewujudkannya di dalam sikap hidup sehari-hari.

Setiap bangsa di mana pun pasti selalu mempunyai pedoman sikap hidup yang dijadikan acuan di dalam hidup bermasyarakat. Demikian juga dengan bangsa Indonesia. Bagi bangsa Indonesia, sikap hdup yang diyakini kebenarannya tersebut bernama Pancasila. Nilai-nilai yang terkandung di dalam sila-sila Pancasila tersebut berasal dari budaya masyarakat bangsa Indonesia sendiri. Oleh karena itu, Pancasila sebagai inti dari nilai-nilai budaya Indonesia maka Pancasila dapat disebut sebagai cita-cita moral bangsa Indonesia. Cita-cita moral inilah yang kemudian memberikan pedoman, pegangan atau kekuatan rohaniah kepada bangsa Indonesia di dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Pancasila di samping merupakan cita-cita moral bagi bangsa Indonesia, juga sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia. Pancasila sebagaimana termuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah hasil kesepakatan bersama bangsa Indonesia yang pada waktu itu diwakili oleh PPKI. Oleh karena Pancasila merupakan kesepakatan bersama seluruh masyarakat Indonesia maka Pancasila sudah seharusnya dihormati dan dijunjung tinggi.

Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa dan Negara Indonesia
A. Pengertian Ideologi
Berdasarkan etimologinya, ideologi berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari dua kata yaitu idea berarti raut muka, perawakan, gagasan buah pikiran dan logika berarti ajaran. Dengan demikian ideologi adalah ajaran atau ilmu tentang gagasan dan buah pikiran. Pengertian ideologi secara umum adalah suatu kumpulan gagasan, ide, keyakinan serta kepercayaan yang bersifat sistematis yang mengarahkan tingkah laku seseorang dalam berbagai bidang kehidupan seperti:
1. Bidang politik termasuk bidang hukum, pertahanan dan keamanan.
2. Bidang social
3. Bidang kebudayaan
4. Bidang keagamaan

Maka ideologi negara dalam arti cita-cita negara atau cita-cita yang menjadi basis bagi suatu teori atau sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat dan bangsa yang bersangkutan pada hakekatnya merupakan asas kerohanian yang antara lain memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Mempunyai derajad yang tinggisebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan.
b. Oleh karena itu mewujudkan suatu asas kerohanian, pandangan dunia, pandangan hidup, pedoman hidup, pegangan hidup yang dipelihara, dikembangkan, diamalkan, dilestarikan kepada generasi berikutnya, diperjuangkan dan dipertahankan dengan kesediaan berkorban.

B. Ideologi Terbuka dan Tertutup
a) Aspek Ideologi Terbuka Tertutup

Ciri khas
Hubungan Rakyat dan Penguasa
Nilai-nilai dan cita-cita digali dari kekayaan adat istiadat, budaya dan religius masyarakatnya

Menerima reformasi.

Penguasa bertanggung jawab pada masyarakat sebagai pengemban amanah rakyat.

Nilai-nilai dan cita-cita dihasilkan dari pemikiran individu atau kelompok yang berkuasa dan masyarakat berkorban demi ideologinya.

Menolak reformasi

Masyarakat harus taat kepada ideologi elite penguasa.

Totaliter

C. Ideologi Partikular dan Ideologi Komprehensif
Menurut Karl Manheim yang beraliran Mark secara sosiologis ideologi dibedakan menjadi dua yaitu: ideologi yang bersifat partikular dan ideologi yang bersifat komprehensif.
b) Aspek Ideologi Partikular Komprehensif

Ciri Khas

Hubungan Rakyat dan penguasa

Nilai-nilai dan cita merupakan suatu keyakinan-keyakinan yang tersusun secara sistematis dan terkait erat dengan kepentingan kelas sosial tertentu.

Negara komunis membela kaum proletar.

Negara liberal membela kebebasan individu - Mengakomodasi nilai-nilai dan cita-cita yang bersifat menyeluruh tanpa berpihak pada golongan tertentu atau melakukan transformasi sosial secara besar-besaran menuju untuk tertentu.

Negara mengakomodasi berbagai idealisme yang berkembang dalam masyarakat yang bersifat majemuk seperti indonesia dengan ideologi pancasila.

Menurut Alfian kekuatan ideologi tergantung pada kualitas tiga dimensi yang ada pada ideologi tersebut,yaitu;
  • Dimensi realita, yaitu bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung didalam ideologi tersebut secara riil hidup didalam serta bersumber dari budaya dan pengalaman sejarah masyarakat atau bangsa dimensi idealisme. 
  • DimensiIdealisme, yaitu bahwa nilai-nilai dasar ideologi tersebut mengandung idealisme yang memberi harapan pengalaman dalam praktek kehidupan bersama sehari-hari. 
  • Dimensi fleksibel/dimensi pengembangan, yaitu ideologi tersebut memiliki keluwesan yang memungkinkan kepada generasi penerus bangsa, diperjuangkan dan dipertahankan dengan semangat nasionalisme. 
  • Dalam proses reformasi, MPR melalui sidang istimewa tahun1998, kembali menegaskan kedudukan pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia yang tertuang dalam TAP MPR No.XVIII/MPR/1998.
Oleh karena itu segala agenda dalam proses reformasi,yang meliputi rakyat (sila 4) juga harus mendasarkan pada nilai-nilai yang terkandungdalam pancasila. Reformasi tidak mungkin menyimpang dari nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan.Pancasila sebagai suatu ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup, namun bersifat reformatif, dinamis dan terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa ideologi Pancasila adalah bersifat aktual, dinamis, antisipatif dan senantiasa mampu menyelesaikan dengan perkembangan jaman ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamika perkembangan aspirasi masyarakat.

Keterbukaan ideologi Pancasila bukan berarti mengubah nilai-nilai dasar yany terkandung didalamnya, namun mengekplisitkan wawasannya secara lebih konkrit, sehingga memiliki kemampuan yang reformatif untuk memecahkan masalah aktual yang selalu berkembang.

Pengertian Paradigma
Awalnya istilah Paradigma berkembang dalam dunia ilmu pengetahuan terutama yang kaitannya dengan filsafat ilmu pengetahuan. Tokoh yang mengembangkan istilah tersebut dalam dunia ilmu pengetahuan adalah Thomas S. Khun dalam bukunya yang berjudul The Structure of Scientific Revolution (1970: 49). Inti sari paradigma adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan asumsi teoritis yang umum dan dijadikan sumber hukum, metode serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, cirri dan karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.

Dengan adanya kajian paradigma ilmu pengetahuan sosial kemudian dikembangkanlah metode baru yang berdasar pada hakikat dan sifat paradigma ilmu, yaitu manusia yang disebut metode kualitatif. Kemudian berkembanglah istilah ilmiah tersebut dalam bidang manusia serta ilmu pengetahuan lain misalnya politik, hukum, ekonomi, budaya, serta bidang-bidang lainya. Dalam kehidupan sehari hari paradigma berkembang menjadi terminologi yang mengandung arti sebagai sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar, sumber asas, tolak ukur, parameter serta arah dan tujuan dari suatu perkembangan, perubahan, dan proses dalam bidang tertentu termasuk bidang pembangunan, reformasi, maupun pendidikan. Dengan demikian paradigma menempati posisi dan fungsi yang strategis dalam proses kegiatan. Perencanaan, pelaksanaan dan hasil-hasilnya dapat diukur dengan paradigma tertentu yang diyakini kebenaranya.

Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan
Istilah paradigma pada mulanya dipakai dalam bidang filsafat ilmu pengetahuan. Menurut Thomas Kuhn, Orang yang pertama kali mengemukakan istilah tersebut menyatakan bahwa ilmu pada waktu tertentu didominasi oleh suatu paradigma. Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan.

Istilah paradigma makin lama makin berkembang tidak hanya di bidang ilmu pengetahuan, tetapi pada bidang lain seperti bidang politik hukum, sosial dan ekonomi. Paradigma kemudian berkembang dalam pengertian sebagai kerangka pikir, kerangka bertindak, acuan, orientasi, sumber, tolok ukur, parameter, arah dan tujuan. Sesuatu dijadikan paradigma berarti sesuatu itu dijadikan sebagai kerangka, acuan, tolok ukur, parameter, arah, dan tujuan dari sebuah kegiatan. Dengan demikian, paradigma menempati posisi tinggi dan penting dalam melaksanakan segala hal dalam kehidupan manusia.

Pancasila sebagai paradigma artinya nilai-nilai dasar pancasila secara normatif menjadi dasar, kerangka acuan, dan tolok ukur segenap aspek pembangunan nasional yang dijalankan di Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi atas pengakuan dan penerimaan bangsa Indonesia atas Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional. Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif bahwa Pancasila adalah dasar negara Indonesia, sedangkan negara merupakan organisasi atau persekutuan hidup manusia maka tidak berlebihan apabila pancasila menjadi landasan dan tolok ukurpenyelenggaraan bernegara termasuk dalam melaksanakan pembangunan.

Nilai-nilai dasar Pancasila itu dikembangkan atas dasar hakikat manusia. Hakikat manusia menurut Pancasila adalah makhluk monopluralis. Kodrat manusia yang monopluralis tersebut mempunyai ciri-ciri, antara lain: 
  • Susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa dan raga. 
  • Sifat kodrat manusia sebagai individu sekaligus sosial. 
  • Kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk tuhan. 
Berdasarkan itu, pembangunan nasional diarahkan sebagai upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga, pribadi, sosial, dan aspek ketuhanan. Secara singkat, pembangunan nasional sebagai upaya peningkatan manusia secara totalitas. Pembangunan sosial harus mampu mengembangkan harkat dan martabat manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu, pembangunan dilaksanakan di berbagai bidang yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Pembangunan, meliputi bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Pancasila menjadi paradigma dalam pembangunan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan mempertahanan keamanan.

Arah dan Kebijaksanaan Pembangunan Hukum
Pembangunan dalam bidang hukum adalah salah satu bidang pembangunan yang sangat penting, hal ini dikarenakan hukum dilihat dari fungsinya tidak hanya berfungsi sebagai pengendali sosial terhadap berbagai macam bentuk penyimpangan prilaku yang dinilai tidak produktif dalam proses pembangunan, tetapi hukum juga memiliki kemampuan melakukan perubahan sosial yaitu sebuah fungsi yang dapat dimainkan oleh hukum dalam melakukan berbagai perubahan atau rekayasa sosial. Di samping kedua fungsi tersebut, pembangunan bidang hukum juga diarahkan pada upaya pemberian perlindungan hukum kepada rakyat agar tercipta rasa ketentraman, kenyamanan, keamanan dan ketertiban umum bagi masyarakat, dimana ketiga kondisi tersebut merupakan prasyarat bagi keterlibatan dan partisipasi publik secara aktif dalam proses pembangunan yang berbasiskan pada nilai-nilai HAM. Ketiga fungsi hukum tersebut, dalam konteks pembangunan tentunya diarahkan bagaimana agar seluruh aspek dan komponen yang ada pada daerah ini diarahkan pada upaya percepatan keberhasilan pembangunan itu sendiri.

Arah Kebijakan pembangunan bidang hukum ini dititik beratkan kepada upaya penegakan supremasi hukum yang berbasiskan serta menjunjung tinggi HAM guna pencapaian kesejahteraan, keamanan dan ketentraman masyarakat, dengan tentunya tetap berpegang pada prinsip demokrasi melalui berbagai tahapan pembangunan hukum seperti tahap formulasi berbagai kebijakan yang akan dituangkan kedalam produk hukum berupa Peraturan Derah, tahap aplikasi yaitu tahap penerapan dan pelaksanaan hukum yang merupakan hasil kesepakatan bersama antara eksekutif (pemerintah daerah) dengan Legislatif (DPRD), serta tahap evaluasi, monitoring dan pengawasan jalannya pelaksanaan dan penerapan hukum tersebut.

Mendasarkan pada pemahaman tersebut di atas, maka secara konsepsional penegakan hukum pada jangka menengah di diarahkan pada empat tipe penegakan hukum yaitu: 
  • Penegakan hukum formulatif, yaitu proses penegakan hukum yang diawali dengan penyusunan program legislasi daerah yang isinya memuat prioritas pembangunan hukum di daerah ini, yang disertai dengan penyusunan draft perda yang memenuhi pilar hukum yang baik berupa terpenuhinya prinsip-prinsip filosifis, sosiologis (living law) maupun yuridis. Penyusunan program legislasi daerah yang memuat prioritas pembangunan hukum ini tentunya tetap memperhatikan hak inisiatif yang ada pada lembaga legislatif. Termasuk juga di dalam penegakan hukum formulatif ini adalah melakukan penataan berbagai macam peraturan daerah sebagai produk hukum agar prinsip sinergisitas dan sinkronisasi baik vertikal maupun horizontal terpenuhi. 
  • Penegakan hukum aplikatif yaitu proses penegakan hukum yang dilakukan oleh institusi yang memiliki kewenangan untuk melaksanakan peraturan daerah tersebut melalui prosedur kelembagaan yang telah ditetapkan terlebih dahulu secara formal. Penegakan hukum aplikatif ini dalam pelaksanaannya tetap memperhatikan nilai dan prinsip HAM, keadilan, moralitas serta mampu memberikan perlindungan dan pencerahan masyarakat. 
  • Penegakan hukum represif dan keorsif, yaitu penegakan hukum dengan mengambil tindakan yang tegas terhadap subyek hukum yang dinilai telah melanggar peraturan daerah. Tidak hanya terhadap subyek hukum saja yang diambil tindakan tegas, tetapi juga para aparat pelaksana hukum juga akan diambil tindakan tegas jika terbukti secara hukum telah melanggar, mengabaikan atau menyalahgunakan tugas, fungsi dan kewenangan yang ada. 
  • Penegakan hukum preventif, yaitu proses penegakan hukum yang dilakukan melalui kegiatan sosialisasi semua peraturan daerah kepada masyarakat dimana tujuan dari penegakan hukum preventif ini adalah tidak terjadinya pelanggaran hukum yang merupakan kesepakatan antara eksekutif dan legislatif sebagai presentasi dari rakyat karena diketahuinya produk hukum tersebut oleh masyarakat. 
Untuk arah kebijakan bidang penataan Peraturan Daerah (PERDA) dititik beratkan ada upaya peninjauan kembali berbagai produk hukum daerah yang dinilai tidak lagimemenuhi rasa keadilan masyarakat, serta dinilai tidak sesuai lagi dengan tujuan pembangunan. Peninjauan kembali berbagai produk hukum daerah ini tentunya akan dibarengi dengan tindakan berupa pencabutan dengan menggantikan peraturan daerah baru atau melakukan revisi peraturan daerah jika peraturan daerah yang lama tersebut dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan tujuan-tujuan pembangunan yang telah ditetapkan. Penataan ini juga dilakukan dengan melakukan kajian dan analisis isi dari masing-masing peraturan daerah agar tidak saling bertentangan satu dengan yang lainnya, sehingga prinsip sinkronisasi baik vertikal maupun horizontal dalam hukum bisaterjaga dan terpenuhi.

Untuk mampu melaksanakan penataan seperti tersebut di atas, maka peningkatan kualitas aparatur bidang hukum menjadi penting. Peningkatan ini tidak hanya upaya memahami dengan baik berbagai asas dan prinsip hukum yang ada, tetapi juga peningkatan pemahaman akan nilai-nilai yang ada pada masyarakat, baik nilai filosofis, sosilogis maupun yuridis serta tanggap dan responsif terhadap perkembangan yang ada. Peningkatan kualitas aparatur bidang hukum ini tentunya akan berpengaruh secara langsung kepada kualitas materi produk hukum daerah yang akan dikeluarkan.

Pada akhirnya partisipasi aktif masyarakat dalam proses penegakan hukum merupakan kata kunci dari keberhasilan pembangunan dalam bidang hukum, dan partisipasi aktif masyarakat ini bisa dicapai jika masyarakat secara pasti mengetahui hak dan kewajibannya yang ada dalam hukum. Oleh karena itu, penataan berupa pendokumentasian hukum serta informasi hukum merupakan suatu kegiatan pembangunan dalam bidang hukum yang perlu direncanakan dan dilaksanakan dengan baik. Adanya fiksi hukum yang mengatakan bahwa: “masyarakat harus mengetahui hukum” menjadikan fungsi pendokumentasi dan informasi hukum menjadi penting.

Landasan dan arah pembangunan dibidang hukum menyatakan bahwa:
  1. Pembangunan dan pembinaan hukum Indonesia didasarkan atas pancasila dan UUD 1945
  2. Tujuan dari pembangunan dan pembinaan hukum yaitu:
  • Memantapkan hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai oleh indonesia selama ini.
  • Menciptakan kondisi yang lebih mantap sehingga segenap masyarakat dapat menikmati ketertiban, kepastian hikum dan keadilan.
  • Memberi dukungan dan pengamanan kepada upaya pembangunan untuk mencapai kemakmuran.
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Hukum
Salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini mengandung makna bahwa tugas dan tanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara saja, tetapi juga rakyat Indonesia secara keseluruhan. Atas dasar tersebut, sistem pertahanan dan keamanan adalah mengikut sertakan seluruh komponen bangsa. Sistem pembangunan pertahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata). Sistem pertahanan yang bersifat semesta melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman. Penyelenggaraan sistem pertahanan semesta didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara, serta keyakinan pada kekuatan sendiri.

Sistem ini pada dasarnya sesuai dengan nilai-nilai pancasila, dimana pemerintahan dari rakyat (individu) memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam masalah pertahanan negara dan bela negara. Pancasila sebagai paradigma pembangunan pertahanan keamanan telah diterima bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam UU No. 3 Tahun 2002 tentang pertahanan Negara. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk menjamin keutuhan dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Dengan ditetapkannya UUD 1945, NKRI telah memiliki sebuah konstitusi, yang di dalamnya terdapat pengaturan tiga kelompok materi-muatan konstitusi, yaitu: (1) adanya perlindungan terhadap HAM, (2) adanya susunan ketatanegaraan negara yang mendasar, dan (3) adanya pembagian dan pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang juga mendasar.Sesuai dengan UUD 1945, yang di dalamnya terdapat rumusan Pancasila.

Pembukaan UUD 1945 merupakan bagian dari UUD 1945 atau merupakan bagian dari hukum positif. Dalam kedudukan yang demikian, ia mengandung segi positif dan segi negatif. Segi positifnya, Pancasila dapat dipaksakan berlakunya (oleh negara); segi negatifnya, Pembukaan dapat diubah oleh MP sesuai dengan ketentuan Pasal 37 UUD 1945. Hukum tertulis seperti UUD termasuk perubahannya, demikian juga UU dan peraturan perundang-undangan lainnya, harus mengacu pada dasar negara (sila-sila Pancasila dasar negara).

Dalam kaitannya dengan , Pancasila sebagai paradigma pengembangan hukum‟, hukum (baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis) yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila: (1) Ketuhanan Yang Maha Esa, (2) Kemanusiaan yang adil dan beradab, (3) Persatuan Indonesia, (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan (5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dengan demikian, substansi hukum yang dikembangkan harus merupakan perwujudan atau penjabaran sila-sila yang terkandung dalam Pancasila. Artinya, substansi produk hukum merupakan karakter produk hukum responsif (untuk kepentingan rakyat dan merupakan perwujuan aspirasi rakyat).

No comments:

Post a Comment