1. Pengertian penyesuaian sosial
Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi. Agar hubungan interaksi berjalan baik diharapkan manusia mampu untuk beradaptasi atau menyesuaiakan diri terhadap lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya (Wedjajati, 2008). Dengan kata lain berhasil atau tidaknya manusia dalam menyelaraskan diri dengan lingkungannya sangat tergantung dari kemampuan penyesuaian dirinya.
Sedangkan penyesuaian sosial, Schneirders (dalam Hurlock, 2002) mengatakan penyesuaian sosial merupakan proses mental dan tingkah laku yang mendorong seseorang untuk menyesuaikan diri dengan keinginan yang berasal dari dalam diri sendiri yang dapat diterima oleh lingkungannya. Penyesuaian sosial dapat berlangsung karena adanya dorongan manusia untuk memenuhi kebutuhan. Pemenuhan kebutuhan ini adalah untuk mencapai keseimbangan antara tuntutan sosial dengan harapan yang ada dalam dirinya.
Pengertian penyesuaian sosial menurut Kartini Kartono (dalam Nurdin, 2009:87) ialah: “(1) penjalinan secara harmonis suatu relasi dengan lingkungan sosial; (2) mempelajari tingkah laku yang diperlukan, atau mengubah kebiasaan yang ada, sedemikian rupa, sehingga cocok bagi suatu masyarakat sosial”. Keseluruhan proses hidup dan kehidupan individu akan selalu diwarnai oleh hubungan dengan orang lain, baik itu dalam lingkup keluarga, sekolah maupun masyarakat secara luas. Sebagai makhluk sosial individu selalu membutuhkan pergaulan dalam hidupnya dengan orang lain, pengakuan dan penerimaan terhadap dirinya dari orang lain.
Menurut Schneiders (dalam Nugroho, 2003) penyesuaian sosial di sekolah diartikan sebagai kemampuan siswa dalam beradaptasi dengan lingkungan sekolah sehingga siswa mampu berinteraksi secara wajar dan interaksi yang terjalin dapat memberikan kepuasaan bagi diri dan lingkungannya.
Dalam penelitian ini penyesuaian sosial siswa di sekolah diartikan sebagai kemampuan siswa untuk berinteraksi dengan orang lain dan situasi-situasi tertentu yang ada di lingkungan sekolah secara efektif dan sehat, sehingga ia memperoleh kepuasaan dalam upaya memenuhi kebutuhannya, yang dapat dirasakan oleh dirinya dan orang lain atau lingkungannya (Hurlock, 2002).
2. Aspek-aspek penyesuaian sosial
Hurlock (2002) mengemukakan aspek-aspek dalam penyesuaian sosial sebagai berikut :
- Penampilan nyata. Overt performance yang diperlihatkan individu sesuai norma yang berlaku di dalam kelompoknya, berarti individu dapat memenuhi harapan kelompok dan ia di terima menjadi anggota kelompok tersebut.
- Penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok. Artinya bahwa individu tersebut mampu menyesuaikan diri secara baik dengan setiap kelompok yang dimasukinya, baik teman sebaya maupun orang dewasa.
- Sikap sosial. Artinya individu mampu menunjukkan sikap yang menyenangkan terhadap orang lain, ikut pula berpartisipasi dan dapat menjalankan perannya dengan baik dalam kegiatan sosial.
- Kepuasan pribadi, ditandai dengan adanya rasa puas dan perasaan bahagia karena dapat ikut ambil bagian dalam aktivitas kelompoknya dan mampu menerima diri sendiri apa adanya dalam situasi sosial.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian sosial
Schneiders (dalam Nugroho, 2003) mengemukakan bahwa faktor lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat dapat mempengaruhi penyesuaian sosial dengan penjelasan sebagai berikut:
A. Penyesuaian dalam keluarga atau rumah
- Hubungan yang sehat diantara keluarga. Hubungan ini ditandai dengan adanya peyesuaian yang baik antara anggota keluarga yang satu dengan yang lainnya, sehingga ada rasa kasih sayang antara anggota keluarga, saling membantu, tidak ada pilih kasih dan tidak ada rasa benci.
- Kemampuan untuk menerima otoritas orang tua. Merupakan suatu hal penting yang perlu diterapkan pada anak, dan anak harus bisa menerima sikap disiplin orang tua mereka. Penyesuaian terhadap otoritas orang tua merupakan langkah penting menuju penyesuaian yang baik di lingkungan masyarakat.
B. Penyesuaian sosial di sekolah
- Hormat dan mau menerima otoritas yang ada di sekolah
- Menunjukkan rasa terbaik dan partisipasi dalam lingkungan sosial.
- Menjalin hubungan yang baik dengan teman dan guru.
- Mau menerima larangan dan tanggung jawab.
- Membantu sekolah untuk melaksanakan tujuan sesuai dengan fungsinya.
C. Penyesuaian dalam masyarakat
Kemampuan untuk memberikan reaksi secara positif dan efektif terhadap situasi sosial sehingga dapat terpuaskan dalam cara-cara yang diterima. Penyesuaian dalam masyarakat antara lain:
- Ingin mengakui dan menghormati hak orang lain dalam masyarakat.
- Belajar akan hidup bersama dan menumbuhkan persahabatan dengan orang lain.
- Ingin berpartisipasi dalam aktivitas sosial.
- Memperhatikan kesejahteraan orang lain.
- Bermurah hati dan mementingkan orang lain.
- Menghormati nilai-nilai hukum, kebiasaan dan tradisi sosial yang ada di masyarakat.
Anak Usia Sekolah
1. Pengertian Anak Usia Sekolah
Menurut Wong (2009), usia sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun, yang artinya sekolah menjadi pengalaman inti anak. Periode ketika anak-anak dianggap mulai bertanggung jawab atas perilakunya sendiri dalam hubungan dengan orang tua mereka, teman sebaya, dan orang lainnya. Usia sekolah merupakan masa anak memperoleh dasar-dasar pengetahuan untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa dan memperoleh keterampilan tertentu.
Masa usia sekolah atau masa keserasian sekolah dibagi kedalam 2 fase (Hartono, 2011), yaitu:
1. Masa kelas rendah sekolah dasar (kelas 1, 2 dan 3), sifat khas atau karakteristiknya adalah sebagai berikut :
- Adanya hubungan positif yang tinggi antara keadaan kesehatan dengan prestasi sekolah
- Adanya sikap yang cenderung untuk memenuhi peraturan permainan tradisional
- Adanya kecenderungan memuji diri sendiri
- Suka membanding-bbandingkan dirinya dengan anak yang lain
- Jika tidak dapat menyelesaikan suatu soal maka soal itu dianggapnya tidak pening.
- Anak menghendaki nilai (angka raport) yang baik tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak
- Lebih mudah memahami hal-hal yang konkret ketimbang yang abstrak
- Kehidupan nya adalah bermain. Bermain bagi anak usia ini adalah sesuai yang dibutuhkan dan dianggap serius. Bahkan anak tidak dapat membedakan secara jelas perbedaan bermain dengan belajar/bekerja
- Kemampuan mengingat dan berbahasa sangat cepat
2. Masa kelas tinggi sekolah dasar (kelas 4, 5 dan 6), sifat khas atau karakteristiknya adalah sebagai berikut:
- Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret, hal ini menimbulkan adanya kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan yang praktis
- Amat realistic, ingin tahu dan ingin belajar
- Menjelang akhir masa ini telah ada minat terhadao hal-hal atau mata pelajaran khusus.
- Pada masa ini anak memandang nilai (angka raport) sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi sekolah
- Suka membentuk kelompok sebaya untuk dapat bermain bersama-sama
- Peran idola sangat penting. Pada umumnya orang tua dan keluarga dianggap sebagai manusia idola yang paling sempurna, oleh karena itu guru seringkali dianggap sebagai manusia serba tahu.
2. Tugas Perkembangan Anak Usia Sekolah
Tugas perkembangan berkaitan dengan sikap, perilaku atau keterampilan yang seyogyanya dimiliki oleh individu sesuai dengan usia atau fase perkembangan-nya, seperti tugas yang berkaitan dengan perubahan kematangan, persekolahan, pekerjaan, pengalaman beragama dan hal lainnya sebagai prasyarat untuk pemenuhan dan kebahagiaan hidupnya. Tugas-tugas perkembangan anak usia sekolah menurut Havighurst dalam Hurlock (2002) adalah sebagai berikut:
- Mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan-permainan yang umum
- Membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai mahluk yang sedang tumbuh
- Belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman seusianya
- Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat
- Mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca, menulis dan berhitung
- Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari
- Mengembangkan hati nurani, pengertian moral, tata dan tingkatan nilai
- Mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan lembaga-lembaga
- Mencapai kebebasan pribadi
Akselerasi
1. Karakteristik Siswa Akselerasi
Individu yang masuk kedalam kategori akselerasi adalah individu yang memiliki kemampuan tinggi dalam segala hal, atau yang sering kita sebut dengan anak berkemampuan khusus. Keberkemampuan yang mereka miliki bukanlah sekedar berkemampuan dalam bidang keterampilan saja, tetapi berkemampuan yang dimaksud adalah berkemampuan dari segi intelektual (Coleman, dalam Lismaniar, 2005).
Sedangkan Marland (Lismaniar, 2005:34) mengartikan anak berkemampuan sebagai anak yang diidentifikasi sebagai anak yang mampu mencapai prestasi yang tinggi karena mempunyai kemampuan-kemampuan yang unggul. Berdasarkan kedua definisi inilah, pemerintah membatasi karakteristik siswa program akselerasi pada hal-hal berikut:
“Siswa yang diterima sebagai peserta program akselerasi adalah siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa sesuai kriteria yang telah ditetapkan, yakni mempunyai taraf intelegensi atau IQ di atas 125; mereka yang diidentifikasi oleh psikolog atau guru sebagai peserta didik yang telah mencapai prestasi yang memuaskan, dan memiliki kemampuan intelektual umum yang berfungsi pada taraf cerdas, dan keterikatan terhadap tugas yang tergolong baik serta kreativitas yang memadai; dan yang tak kalah penting adalah adanya persetujuan dari orang tuanya”.
2. Kurikulum Program Akselerasi
Kurikulum program akselerasi dikembangkan secara berdiferensiasi (Depdiknas, 2007:16-17), mencakup empat dimensi yang satu bagian dengan yang lainnya tidak dapat dilihat terlepas, seperti tersebut dibawah ini:
- Dimensi umum, yaitu kurikulum yang merupakan kurikulum inti yang memberikan keterampilan dasar, pengetahuan, pemahaman, nilai dan sikap yang memungkinkan peserta didik berfungsi sesuai dengan tuntutan masyarakat atau tuntutan jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
- Dimensi diferensiasi, yaitu bagian kurikulum yang berkaitan erat dengan ciri khas perkembangan peserta didik berkemampuan dan berkecerdasan luar biasa, yang merupakan program khusus dan pilihan terhadap bidang studi tertentu. Peserta didik memilih bidang studi yang diminatinya untuk diketahui lebih luas dan mendalam.
- Dimensi non akademis, yaitu bagian kurikulum yang memberi kesempatan pada peserta didik untuk belajar di luar kegiatan sekolah formal dengan cara melalui media lain seperti belajar melalui radio, televisi, internet, CD-ROM, wawancara pakar, kunjungan ke museum dan lain sebagainya.
- Dimensi suasana belajar, yaitu pengalaman belajar yang dijabarkan dari lingkungan keluarga ke sekolah, iklim akademis, sistem pemberian ganjaran dan hukuman, hubungan antar peserta didik, antar guru peserta didik, antara guru-orang tua-peserta didik dan antara orang tua peserta didik, merupakan unsur-unsur yang menentukan dalam lingkungan belajar.
Siswa SD akselerasi yang diidentifikasi memiliki kemampuan di atas rata-rata tentunya juga memiliki banyak tuntutan yang harus ditingkatkan, salah satunya adalah meningkatkan aspek kognitif, seperti belajar terus menerus, mengejar materi pembelajaran, meningkatkan nilai dan lain sebagainya. Namun disisi lain, pada masa perkembangan siswa usia sekolah dasar juga memiliki tugas-tugas perkembangan di aspek sosial yang harus dikuasai. Havighurst dalam Hurlock (2002) mengemukakan tugas-tugas perkembangan siswa usia sekolah dasar yang harus dikuasai adalah belajar menyesuaikan diri dengan teman seusianya, mulai mengembangkan peran sosial, mengembangkan sikap terhadap kelompok sosial dan mencapai kebebasan pribadi. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui bagaimana gambaran penyesuaian sosial siswa SD akselerasi (kelas 4 dan kelas 6) berdasarkan aspek-aspek penyesuaian sosial yang diungkapkan oleh Hurlock (2002).
No comments:
Post a Comment