Opini Audit Going Concern: Prediksi Kebangkrutan Dan Auditor Independen
Going
concern adalah kelangsungan hidup suatu badan usaha dan merupakan
asumsi dalam pelaporan keuangan suatu entitas. Asumsi ini mengharuskan
perusahaan secara operasional memiliki kemampuan mempertahankan
kelangsungan hidupnya (going concern) dan akan melanjutkan usahanya di
masa depan. Perusahaan diasumsikan tidak bermaksud atau berkeinginan
melikuidasi atau mengurangi secara material skala usahanya (Ikatan
Akuntan Indonesia, 2007:5).
Kelangsungan
hidup usaha selalu dihubungkan dengan kemampuan manajemen dalam
mengelola perusahaan agar dapat bertahan hidup. Ketika suatu perusahaan
mengalami permasalahan keuangan (financial distress), kegiatan
operasional perusahaan akan terganggu, yang akhirnya berdampak pada
tingginya risiko yang dihadapi perusahaan dalam mempertahankan
kelangsungan hidup usahanya di masa mendatang, hal ini akan berpengaruh
terhadap opini audit yang diberikan oleh auditor.
Opini
audit going concernmerupakan opini yang diterbitkan auditor untuk
memastikan apakah perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya
(Ikatan Akuntan Indonesia, 2007). Penerbitan opini audit going concern
ini sangat berguna bagi para pemakai laporan keuangan untuk membuat
keputusan yang tepat dalam berinvestasi, karena ketika seorang investor
akan melakukan investasi perlu untuk mengetahui kondisi keuangan
perusahaan, terutama yang menyangkut tentang kelangsungan hidup
perusahaan tersebut (Hany et.al., 2003). Para investor mengharapkan
auditor memberikan early warning akan kegagalan keuangan perusahaan
(Chen dan Church, 1996). Situasi tersebut membuat auditor mempunyai
tanggung jawab yang besar untuk mengeluarkan opini audit going concern
yang konsisten dengan keadaan sesungguhnya.
Kesangsian
terhadap kelangsungan hidup perusahaan merupakan indikasi terjadinya
kebangkrutan. Altman dan McGough (1974) menemukan bahwa tingkat prediksi
kebangkrutan dengan menggunakan suatu model prediksi mencapai tingkat
keakuratan 82 persen, dan menyarankan penggunaan model prediksi
kebangkrutan sebagai alat bantu auditor untuk memutuskan kemampuan
perusahaan mempertahankan kelangsungan hidupnya. Perusahaan yang
terancam bangkrut berpeluang mendapatkan opini audit going concern dari
auditor.
Tucker
et. al. (2003) menemukan bahwa dari 228 perusahaan publik yang
mengalami kebangkrutan, 96 perusahaan menerima opini wajar tanpa
pengecualian pada tahun sebelum bangkrut. Di Indonesia terdapat beberapa
kasus serupa, misalnya dilikuidasi beberapa bank setelah sebelumnya
menerima pendapat wajar tanpa pengecualian. Pada awal 1990 Bank Summa
dilikuidasi, selanjutnya terdapat 16 bank yang telah dilikuidasi
pemerintah per 1 November 1997, Bank Prasidha Utama dan Bank Ratu di
likuidasi di tahun 2000, Unibank di tahun 2001, Bank Asiatic dan Bank
Dagang Bali dilikuidasi tahun 2004 serta Bank Global International di
tahun 2005 (Rahayu, 2007). Terjadinya peristiwa pembekuan ijin empat
akuntan publik yang terjadi pada tanggal 18 November 2002 dan kesalahan
yang dilakukan oleh sejumlah Kantor Akuntan Publik (KAP) ketika
melakukan audit terhadap laporan keuangan 38 bank beku kegiatan usaha
(BBKU). Laporan audit yang dibuat oleh Kantor Akuntan Publik dalam
peristiwa tersebut menyatakan bahwa kondisi perbankan saat itu sangat
baik, tetapi dalam kenyataannya buruk. Keadaan seperti itu membuktikan
bahwa Kantor Akuntan Publik memiliki peranan yang penting dalam
memprediksi kebangkrutan perusahaan. Kantor Akuntan Publik harus
memiliki keberanian untuk mengungkapkan permasalahan mengenai
kelangsungan hidup perusahaan klien. Barnes dan Huan (1993)
mengungkapkan going concern perusahaan seharusnya diberikan oleh auditor
pada saat opini audit itu diterbitkan.
Setyarno
et. al. (2006), menyatakan bahwa auditor dalam menerbitkan opini audit
going concern akan mempertimbangkan opini audit going concern yang telah
diterima oleh auditeepada tahun sebelumnya. Penelitian tersebut
memberikan bukti empiris bahwa opini audit tahun sebelumnya berpengaruh
signifikan terhadap penerbitan opini audit going concern.
Mutchler
(1984) menyatakan bahwa perusahaan yang menerima opini audit going
concern pada tahun sebelumnya lebih cenderung untuk menerima opini yang
sama pada tahun berjalan. Mutchler (1985) menguji pengaruh ketersediaan
informasi publik terhadap prediksi opini audit going concern, yaitu tipe
opini yang telah diterima perusahaan. Hasilnya menunjukkan bahwa model
discriminant analysis yang memasukkan tipe opini audit tahun sebelumnya
mempunyai akurasi prediksi keseluruhan yang paling tinggi sebesar 89,9
persen dibanding model yang lain
McKeown
et.al. (1991) dan Louwers (1998) dalam penelitiannya menunjukkan
auditor sering memberikan opini going concern ketika laporan audit
tertunda lebih lama. Lennox (2002) menyatakan beberapa kemungkinan untuk
menjelaskan hal ini. Pertama, auditor mungkin saja menemukan beberapa
permasalahan ketika mereka melakukan beberapa pengujian audit tambahan.
Kedua, auditor mungkin saja menguji ulang beberapa pengujian jika
menemui permasalahan tentang going concernperusahaan. Kedua, manajer dan
audit mungkin telah melakukan diskusi pendahuluan ketika terdapat
ketidakpastian mengenai going concern perusahaan. Mutchler et.al. (1997)
menemukan bukti bahwa keputusan opini going concern sebelum terjadinya
kebangkrutan secara signifikan berkorelasi dengan probabilitas
kebangkrutan dan variabel lag laporan audit.
Auditor
mempunyai peranan penting dalam menjembatani antara kepentingan
investor dan kepentingan perusahaan sebagai pemakai dan penyedia laporan
keuangan. Auditor pada saat ini harus mengemukakan secara eksplisit
apakah perusahaan klien akan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya
sampai setahun kemudian setelah pelaporan.
Masalah
timbul ketika banyak terjadi kesalahan opini (audit failures) yang
dibuat oleh auditor menyangkut opini going concern (Sekar, 2003). Tidak
adanya hasil-hasil penelitian yang konsisten yang dapat dijadikan acuan
dalam memberikan pertimbangan opini going concern menyebabkan pemberian
status going concern bukanlah suatu tugas yang mudah (Koh dan Tan,
1999).
Berdasarkan
uraian latar belakang masalah diatas mendorong peneliti melakukan
penelitian tentang pengaruh prediksi kebangkrutan dan auditor independen
terhadap opini audit going concen pada perusahaan manufaktur yang
mengalami financial distress di Bursa Efek Indonesia.
Prediksi
kebangkrutan diukur dengan model Altman tahun 1968, sedangkan kajian
berdasarkan auditor independen ditinjau dari reputasi auditor, opini
audit sebelumnya dan rentang waktu penyelesaian laporan audit (audit
lag).
PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Teori
Keagenan Jansen dan Meckling (1976) mendefinisikan hubungan keagenan
sebagai suatu kontrak antara manajemen (agent) dengan para pemegang
saham (principal).
Manajemen
merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja untuk
kepentingan pemegang saham. Manajemen berkewajiban untuk
mempertanggungjawabkan wewenang tersebut dengan membuat laporan
keuangan. Dalam hal ini manajer yang melaporkan kinerjanya dalam laporan
keuangan akan cenderung untuk melaporkan sesuatu yang dapat
memaksimalkan utilitasnya. Principal akan kesulitan untuk memastikan
apakah agent telah bertindak sesuai dengan keinginan principal atau
tidak. Pihak ketiga yang independen sangat dibutuhkan sebagai mediator
pada hubungan antara principal dan agent.
Auditor
adalah pihak yang dianggap mampu menjembatani kepentingan pihak
principal (shareholders) dengan pihak agent (manajer) dalam mengelola
keuangan perusahaan (Setiawan, 2006).
Principal
mengharapkan auditor memberikan early warning mengenai kondisi keuangan
perusahaan. Datadata perusahaan akan lebih mudah dipercaya oleh
investor dan pemakai laporan keuangan lainnya apabila laporan keuangan
yang mencerminkan kinerja dan kondisi keuangan perusahaan telah mendapat
pernyataan wajar dari auditor (Komalasari, 2007).
Opini
Audit Going Concern Audit report dengan modifikasi mengenai going
concern mengindikasikan bahwa dalam penilaian auditor terdapat resiko
perusahaan tidak dapat bertahan dalam bisnis (Komalasari, 2007). Auditor
harus mempertimbangkan hasil dari operasi, kondisi ekonomi yang
mempengaruhi perusahaan, kemampuan pembayaran hutang, dan kebutuhan
likuiditas di masa yang akan datang (Lenard et.al., 1998).
Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP) seksi 341 (IAI, 2007), memberikan
pedoman kepada auditor tentang dampak kemampuan satuan usaha
mempertahankan kelangsungan hidupnya terhadap opini auditor sebagai
berikut:
- Jika auditor yakin bahwa terdapat kesangsian mengenai kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas, ia harus:
- Memperoleh informasi mengenai rencana manajemen untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa tersebut.
- Menetapkan kemungkinan bahwa rencana tersebut secara efektif dilaksanakan.
- Jika manajemen tidak memiliki rencana untuk mengurangi dampak negatif kondisi dan peristiwa terhadap kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, auditor mempertimbangkan untuk memberikan pernyataan tidak memberikan pendapat.
- Jika manajemen memiliki rencana tersebut, langkah selanjutnya yang harus dilakukan oleh auditor adalah menyimpulkan efektivitas rencana tersebut.
- Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut tidak efektif, auditor menyatakan tidak memberikan pendapat.
- Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif dan klien mengungkapkan secara memadai, maka auditor akan memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelas mengenai kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya.
- Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif akan tetapi klien tidak mengungkapkan secara memadai, maka auditor memberikan pendapat wajar dengan pengecualian atau pendapat tidak wajar.
Pengaruh
Prediksi Kebangkrutan pada Opini Audit Going ConcernTingkat kesehatan
suatu perusahaan dapat dilihat dari kondisi keuangan perusahaan
(Ramadhany, 2004). McKeown dkk (1991) menemukan bahwa auditor hampir
tidak pernah memberikan opini audit going concern pada perusahaan yang
tidak mengalami kesulitan keuangan.
Krishnan
(1996), menyatakan bahwa auditor lebih cenderung untuk mengeluarkan
opini audit going concern ketika kemungkinan kebangkrutan berada diatas
28 persen dengan menggunakan model prediksi Zmijweski. Carcello dan Neal
(2000) menyatakan bahwa semakin buruk kondisi keuangan perusahaan maka
semakin besar probabilitas perusahaan menerima opini going concern.
Dengan menggunakan model prediksi Z score Altman, hasil penelitian
Ramadhany (2004) selaras dengan penelitian McKweon, Carcello dan Neal.
Beberapa
penelitian sebelumnya menyimpulkan bahwa model prediksi kebangkrutan
menggunakan rasiorasio keuangan lebih akuratdibandingkan pendapat
auditor dalam mengelompokkan perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut
(Altman dan McGough,1974; Koh dan Killough,1990; Koh,1991). Altman dan
McGough (1974) menemukan bahwa tingkat prediksi kebangkrutan dengan
menggunakan suatu model prediksi mencapai tingkat keakuratan 82%, dan
menyarankan penggunaan model prediksi kebangkrutan sebagai alat bantu
auditor untuk memutuskan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya. Perusahaan yang terancam bangkrut berpeluang
mendapatkan opini audit going concern dari auditor.
Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang dikembangkan adalah:
H1: Model prediksi kebangkrutan berpengaruh negatif pada opini audit going concern.
Pengaruh
Reputasi Auditor pada Opini Audit Going Concern Auditor
bertanggungjawab untuk menyediakan informasi yang mempunyai kualitas
tinggi yang akan digunakan untuk pengambilan keputusan para pemakai
laporan keuangan. Reputasi auditor menunjukkan prestasi dan kepercayaan
publik yang disandang auditor atas nama besar yang dimiliki auditor
tersebut. Lennox (2002) menyatakan adanya hubungan positif antara ukuran
Kantor Akuntan Publik (KAP) dengan kualitas audit. Klien biasanya
mempersepsikan bahwa auditor yang berasal dari KAP besar dan memiliki
afiliasi dengan KAP internasional memiliki kualitas yang lebih tinggi,
karena auditor tersebut memiliki karakteristik yang dapat
dikaitkan dengan kualitas, seperti pelatihan, pengakuan internasional,
serta adanya peer review (Craswell et.al., 1995).
DeAngelo
(1981), mengemukakan bahwa KAP yang besar memiliki insentif yang lebih
untuk menghindari hal-hal yang dapat merusak reputasinya dibandingkan
dengan KAP yang lebih kecil. KAP yang besar akan berusaha keras
mempertahankan reputasi mereka serta menghindari tindakantindakan yang
dapat merusa reputasi.
Auditor
skala besar juga lebih cenderung untuk mengungkapkan masalah-masalah
yang ada karena mereka lebih kuat menghadapi resiko proses pengadilan.
Argumen tersebut berarti auditor skala besar memiliki kemungkinan atau
dorongan yang lebih untuk melaporkan masalah going concern kliennya
apabila terbukti terdapat masalah untuk melangsungkan usahanya
dibandingkan dengan auditor skala kecil. Auditor skala besar dapat
menyediakan kualitas audit yang lebih baik dibanding auditor skala
kecil, termasuk dalam mengungkapkan masalah going concern. Semakin besar
skala auditor maka akan semakin besar kemungkinan auditor untuk
menerbitkan opini audit going concern.
Barbadillo
et.al. (2004) menyatakan bahwa reputasi auditor berpengaruhsignifikan
pada probability penerbitan opini audit going concern pada perusahaan
yang mengalami financial distress di Bursa Efek Spanyol.
Penelitian
yang dilakukan Rahayu (2007) menemukan bukti empiris bahwa reputasi
auditor (big four dan non big four) berpengaruh terhadap opini audit
going concern pada perusahaan sektor perbankan di Bursa Efek indonesia.
Penelitian Januarti (2009), juga menunjukkan hasil bahwa reputasi
auditor yang diproksikan dengan auditor spesialisasi industri
berpengaruh signifikan terhadap penerbitan opini audit going concern.
Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang dikembangkan adalah:
H2: Reputasi auditor berpengaruh positif pada opini audit going concern.
Pengaruh
Opini Audit Tahun Sebelumnya pada Opini Audit Going Concern Opini audit
going concern tahun sebelumnya ini akan menjadi faktor pertimbangan
penting auditor untuk menerbitkan kembali opini audit going concern pada
tahun berikutnya.
Apabila
auditor menerbitkan opini audit going concern tahun sebelumnya maka
akan semakin besar kemungkinan perusahaan akan menerima kembali opini
audit going concern pada tahun berjalan (Mutchler, 1984). Nogler (1995)
dalam Carcello dan Neal (2000) memberikan bukti bahwa setelah auditor
mengeluarkan opini going concern, perusahaan harus menunjukkan
peningkatan keuangan yang signifikan untuk memperoleh opini bersih pada
tahun berikutnya, jika tidak mengalami peningkatan keuangan maka
penerbitan opini audit going concern dapat diberikan kembali. Ramadhany
(2004) menunjukkan hasil bahwa variabel opini audit tahun sebelumnya
berpengaruh positif terhadap penerbitan opini audit going concern.
Penelitian
Setyarno et.al. (2006) menunjukkan bahwa auditor dalam menerbitkan
opini audit going concern akan mempertimbangkan opini audit going
concern yang telah diterima oleh auditee pada tahun sebelumnya.
Penelitian-penelitian
tersebut diatas memperkuat bukti ada hubungan positif yang signifikan
antara opini audit going concern tahun sebelumnya dengan opini audit
going concern tahun berjalan. Berdasarkan uraian tersebut, maka
hipotesis yang dikembangkan adalah:
H3: Opini audit going concern tahun sebelumnya berpengaruh positif pada opini audit going concerntahun berjalan.
Pengaruh
Audit Lag pada Opini Audit Going ConcernAudit lag didefinisikan sebagai
jumlah hari antara akhir periode akuntansi sampai dikeluarkannya
laporan audit. Penelitian menunjukkan bahwa auditor sering memberikan
opini going concern ketika laporan audit tertunda lebih lama (McKeown
et. al, 1991; Louwers, 1998). Lennox (2002) menyatakan beberapa
kemungkinan untuk menjelaskan hal ini. Pertama, auditor mungkin saja
menemukan beberapa permasalahan ketika mereka melakukan kembali beberapa
pengujian audit tambahan. Kedua, auditor mungkin saja menguji ulang
beberapa pengujian jika menemui permasalahan tentang going concern
perusahaan. Ketiga, manajer dan auditor mungkin telah melakukan diskusi
pendahuluan ketika terdapat ketidakpastian mengenai going concern
perusahaan. Ashton dan Elliot (1987), dan Dodd et. al. (1984) menyatakan
bahwa perusahaan yang menerima opini going concern membutuhkan waktu
audit (audit delay) yang lebih lama dibandingkan perusahaan yang
menerima opini tanpa modifikasi going concern. Berdasarkan uraian
tersebut, maka hipotesis yang di kembangkan adalah:
H4: Rentang waktu penyelesaian laporan audit berpengaruh positif pada opini audit going concern.
METODE PENELITIAN
Sampel Penelitian
Populasi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh auditee manufaktur
yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sampel dalam penelitian ini
diperoleh dengan metode purposive sampling, dengan kriteria sebagai
berikut:
- Auditee terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode penelitian (2002-2008).
- Memperoleh laba operasi negatif sekurangnya empat kali observasi. Laba operasi negatif digunakan untuk menunjukkan kondisi keuangan perusahaan yang bermasalah dan memiliki kecenderungan untuk menerima opini audit going concern (McKeown et.al., 1991).
- Menerbitkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor independen beserta laporan auditnya dari tahun 2002 sampai dengan 2008 dan data yang dibutuhkan tersedia lengkap.
- Menggunakan periode laporan keuangan mulai dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember tahun yang bersangkutan.
Proses seleksi sampel berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, disajikan pada Tabel.
Definisi
Operasional Variabel Variabel dependen penelitian ini adalah opini
audit going concern. Opini audit going concern merupakan opini audit
dengan paragraf penjelasan mengenai pertimbangan auditor bahwa terdapat
ketidakmampuan atau ketidakpastian signifikan atas kelangsungan hidup
perusahaan dalam menjalankan operasinya di masa mendatang. Variabel
dependen dalam penelitian ini adalah variabel dummy.
Kategori
1 untuk perusahaan yang menerima opini audit going concern dan 0 untuk
perusahaan yang tidak menerima opini audit going concern.
Variabel independen dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Prediksi kebangkrutan yang diukur dengan The Altman Model (1968).
Rumus model Altman sebagai berikut:
Z = 1,2Z1 + 1,4Z2 + 3,3Z3 + 0,6Z4 + 0,999Z5 ...............................(1)
Keterangan:
Z = Overall index
Z1 = working capital/total asset
Z2 = retained earnings/total asset
Z3 = earnings before interest and taxes/total asset
Z4 = market value of equity/book value of debt
Z5 = sales/total asset
b.
Reputasi auditor merupakan prestasi dan kepercayaan publik yang
disandang auditor atas nama besar yang dimiliki auditor tersebut.
Reputasi
auditor diukur dengan variabel dummy. Kategori 1 jika KAP termasuk
dalam kategori The Big Four Auditors, dan kategori 0 jika tidak termasuk
kategori The Big Four Auditorsc. Opini Audit tahun sebelumnya
didefinisikan sebagai opini audit yang diterima oleh auditee pada tahun
sebelumnya. Variabel ini diukur dengan dummy, opini audit going concern
(OGC) akan diberi kode 1, sedangkan untuk opini audit non going concern
(NOGC) akan diberi kode 0.
d.
Audit lag atau rentang waktu penyelesaian laporan audit adalah jumlah
hari antara akhir periode akuntansi sampai dengan dikeluarkannya laporan
audit.
Teknik
Analisis Data Data dalam penelitian ini dianalisis dengan statistik
deskriptif, kemudian dilakukan pengujian model, dan terakhir pengujian
hipotesis. Statistik deskriptif memberikan gambaran tentang distribusi
frekuensi variabelvariabel penelitian, nilai maksimum, minimum,
rata-rata dan standar deviasi. Sebelum dilakukan pengujian hipotesis,
terlebih dahulu model data diuji dengan menilai kelayakan model regresi,
menilai keseluruhan model, dan menguji koefisien regresi. Metode
statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah logistic
regression. Ghozali (2006:225) menyatakan bahwa metode ini cocok
digunakan untuk penelitian yang variabel dependennya bersifat
kategorikal dan variabel independennya kombinasi antara metrik dan non
metrik. Model penelitian ini disajikansebagai berikut:
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan
kriteria sampel yang telah ditetapkan, diperoleh sebanyak 22 perusahaan
manufaktur untuk periode selama 7 tahun yakni tahun 2002 sampai dengan
tahun 2008 dengan total observasi 154. Statistik deskriptif memberikan
gambaran tentang distribusi frekuensi variabel-variabel penelitian,
nilai maksimum, minimum, rata-rata dan standar deviasi. Hasil pengujian
dengan statistik deskriptif disajikan pada Tabel.
Nilai
rata-rata opini audit (OGC) sebesar 0,90 lebih besar daripada 0,50;
menunjukkan bahwa opini audit dengan kode 1, yakni opini audit going
concern merupakan opini audit yang paling banyak diberikan. Perusahaan
yang menerima opini audit going concern sebanyak 139, dan 15 perusahaan
menerima opini audit non going concern dengan standar deviasi sebesar
0,30.
Besarnya
nilai Z score (Z68) tertinggi sebesar 11,63 dan terendah - 7,58 dengan
standar deviasi 2,78. Nilai rata-rata Z score perusahaan adalah sebesar
0,14 lebih kecil daripada batas bawah tingkatan Z score sebesar 1,81.
Berdasarkan
tingkatan Z score, perusahaan dengan nilai Z lebih kecil daripada 1,81
diklasifikasikan sebagai perusahaan yang berpotensi bangkrut.
Hasil
tersebut menunjukkan bahwa rata-rata perusahaan sampel mengalami
permasalahan keuangan, yang dapat mengancam kelangsungan hidup usahanya.
Nilai
rata-rata reputasi auditor (RAD) adalah sebesar 0,53 lebih besar
daripada 0,50; menunjukkan bahwa nilai yang paling sering muncul adalah
1,
yang merupakan kode untuk KAP yang termasuk dalam The Big Fours.
Perusahaan yang dijadikan sampel penelitian 154, sebanyak 73perusahaan
menggunakan jasa auditor Non The Big Fours (kode 0), dan 81perusahaan
menggunakan jasa auditor The Big Fours (kode 1).
Nilai
rata-rata opini audit tahun sebelumnya (OATS) sebesar 0,92 lebih besar
dari 0,50 dengan standar deviasi 0,27. Hasil ini menunjukkan bahwa opini
audit tahun sebelumnya yang paling sering muncul adalah opini audit
going concern (kode 1), yaitu sebanyak142 perusahaan menerima opini
audit going concern dan sisanya sebanyak 12 perusahaan menerima opini
audit non going concern.
Variabel
rentang waktu penyelesaian laporan audit (LAG) ratarata sebesar 74,95
hari (75 hari) dengan standar deviasi sebesar 20,55 (21 hari). Rentang
waktu penyelesaian laporan audit yang paling cepat adalah 15 hari
(sekitar setengah bulan) dan terlama 162 hari (sekitar 5 bulan) sejak
tanggal laporan keuangan.
Tabel
menunjukkan hasil pengujian dengan regresi logistik pada taraf
kesalahan 5 persen. Hasil pengujian regresi logistik menghasilkan model
sebagai berikut:
Berdasarkan model regresi logistik yang terbentuk, diinterpretasikan hasil sebagai berikut:
1.
Model prediksi kebangkrutan (Z score) mempunyai koefisien regresi
negatif sebesar 0,542 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,004 <
0,05 Hasil ini menunjukkan bahwa prediksi kebangkrutan (Z score)
berpengaruh pada opini audit going concern. Auditor dalam menerbitkan
opini audit going concern, sangat memperhatikan kondisi keuangan
auditee. Auditee yang mempunyai permasalahan keuangan yang serius,
kesulitan likuiditas, kekurangan modal kerja, serta kerugian terus
menerus yang mengakibatkan nilai Z score rendah berpeluang besar
menerima opini audit going concern.
2.
Reputasi auditor mempunyai koefisien regresi positif sebesar 0,168
dengan tingkat signifikansi sebesar 0.848 yang lebih besar dari 0,05.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa reputasi auditor tidak berpengaruh
pada opini audit going concern. Besar kecilnya sebuah Kantor Akuntan
Publik (KAP) tidak mempengaruhi besar kecilnya kemungkinan KAP tersebut
untuk menerbitkan opini audit going concern. Profesi akuntan publik
harus memperhatikan kualitas audit sebagai hal yang sangat penting untuk
memastikan bahwa profesi auditor dapat memenuhi kewajibannya kepada
para pemakai jasanya. Hasil penelitian ini memberikan bukti empiris
bahwa auditor dalam menjalankan tugasnya patuh kepada Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP), dalam hal ini SPAP seksi 341 yang
mengatur pertimbangan auditor atas kemampuan entitas dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Penelitian ini juga menunjukkan
KAP yang beraffiliasidengan Big Four atau non Big Four tidak mempunyai
pengaruh pada opini audit going concern auditee, tetapi lebih
dipengaruhi oleh ketaatan auditor terhadap kode etik, mempertahankan
independensi, integritas, dan objektivitasnya.
Auditor
dalam bertugas, harus selalu mempertahankan sikap mental independen di
dalam memberikan jasa profesional. Auditor juga harus mempertahankan
integritas dan objektivitas, serta harus bebas dari benturan
kepentingan. Etika profesional ini terikat untuk semua auditor, tanpa
dipengaruhi apakah auditor tersebut berasal dari KAP besar (Big Four)
atau KAP kecil (non Big Four). Auditor, baik dari KAP besar maupun
kecil, akan tetap memberikan opini audit going concern apabila auditor
tersebut meragukan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan
kelangsungan usahanya, sehingga reputasi auditor yang diproksikan dengan
ukuran KAP tidak berpengaruh pada opini audit going concern.
3.
Pengujian atas variabel opini audit tahun sebelumnya ditemukan bukti
empiris bahwa opini audit yang diterima pada tahun sebelumnya secara
signifikan berpengaruh positif pada opini audit going concern pada tahun
berjalan.
Hasil
pengujian regresi logistik terhadap opini audit tahun sebelumnya
menunjukkan angka probabilitas signifikansi 0,000 dibawah tingkat
signifikansi 0,05, dengan nilai koefisien positif sebesar 4,339. Hasil
temuan empiris ini menunjukkan bahwa auditor sangat memperhatikan opini
going concern yang diterima pada tahun sebelumnya. Walaupun sebenarnya
penerbitan kembali opini going concern ini tidak didasarkan kepada
opini going concern yang diterima pada tahun sebelumnya semata, namun
lebih kepada efek yang disebabkan oleh pemberian opini going concern
tersebut yaitu hilangnya kepercayaan dari publik akan keberlanjutan
usaha auditee termasuk dari investor, kreditur, dan konsumen sehingga
akan semakin mempersulit manajemen perusahaan untuk dapat bangkit
kembali dari kondisi keterpurukan (Jones, 2003).
4.
Rentang waktu penyelesaian laporan audit (audit lag) mempunyaikoefisien
regresi positif sebesar 0,043 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,022
lebih kecil dari 0,05. Hasil pengujian menunjukkan bahwa rentang waktu
penyelesaian laporan audit (audit lag) berpengaruh pada opini audit
going concern. Hasil penelitian ini mendukung temuan McKeown et. al.
(1991), dan Louwers (1998) menunjukkan bahwa auditor sering memberikan
opini going concern ketika laporan audit tertunda lebih lama. Penelitian
Ashton dan Elliot (1987), dan Dodd et.al. (1984) menyatakan bahwa
perusahaan yang menerima opini going concern membutuhkan waktu audit
(audit delay) yang lebih lama dibandingkan perusahaan yang menerima
opini tanpa modifikasi going concern. Lennox (2002) menyatakan ketika
laporan auditor memerlukan waktu penyelesaian yang lebih, mungkin saja
auditor menemukan permasalahan tentang going concern perusahaan dan
melakukan pengujian ulang terhadap beberapa pengujian sebelumnya.
boleh minta daftar pustaka nya? terimakasih atas bantuannya
ReplyDelete