Tuesday, 18 April 2017

PERGERAKAN UNSUR HARA DALAM KANDUNGAN TANAH

PERGERAKAN UNSUR HARA DALAM TANAH
Penyerapan hara oleh Tanaman
Penyerapan garam-garam mineral dari tanah oleh akar tanaman lazimnya disebut dengan istilah “penyerapan mineral”. Unsur mineral yang diperlukan oleh tanaman ada di dalam larutan tanah. Mineral-mineral ini ada dalam bentuk ion-ion dalam larutan tanah, dapat berupa kation atau anion. Ion-ion penting yang diserap oleh tanaman adalah H+, K+, Na+, Ca++, Mg++, CI-, H2PO4-, dll.

From the soil solution, the ions penetrate into the root cells: Entry of one type of ion into the cell must be accompanied by the entry of another type of ion of equal electrostatic charge. That is, equal Amount of anions and cations are absorbed. The monovalent cations such as K+, Na+ etc. are more rapidly absorbed than salts of bivalent or polyvalent cations such as Mg4"1", Ca"1"1" etc. Sometimes, plants take up different amounts of anions and cations. In such cases of unbalanced ratio of cations and anions, the equilibrium is maintained by certain changes in the ionic composition of cell sap arid the salt solution. For example, when cation uptake is more, the cell produces organic acids (K-COOH). The anions (R-COO") of organic acids remain in the cell and the cations (H+) of organic acids move out into the external medium . to compensate for the cations taken in.

Kramer identified two methods of nutrients and water absorption, passive and active processes. The two terms suggest only the role of the root in the process and should not be confused with similar terms used in describing transport across cell membranes.

(a) Penyerapan air secara pasif, dalam hal ini :
  • Akar tanaman hanya perperan secara pasif;
  • The actual force for absorption develops in the aerial parts (shoot). It is transpiration. It creates a tension or negative pressure (= pulling pressure) because of lowered *Kv in the leaves.
  • (The tension is transmitted to the xylem of roots, and then to the root hairs. Soil water passively moves through the root hairs along this path, quite rapidly, as if it is pulled from above.
  • Thus passive water absorption closely follows transpiration. About 95% of the total water absorbed is through this method.
(b). Penyerapan air secara aktif.
According to this theory it is the activity of roots that is responsible for water absorption. The process does not depend on any activity in the shoot. Therefore living root cells in an active state of metabolism are required for this. The process can occur in one of the following two ways:

(i) Non-Osmotic Water Absorption was suggested by Bennet-Clark in 1936. This theory assumes that water is absorbed actively but by nonosmotic mechanisms.
  • It is suggested that the energy necessary for the process comes from respiration. The evidence in favour of this is that respiratory poisons like cyanide inhibit this process. Low oxygen availability and low temperatures also inhibit the process.
  • The evidence available today supports this view. It is seen that the root hairs always remain turgid. This is because their solute potential (Ts) is always higher than that of the soil solution. The high solute potential is maintained by actively absorbing mineral ions from the soil solution. The plasma membrane of the root hairs contains transport proteins. These can pump specific ions against a concentration gradient, by using energy from ATP. The gradient causes water to enter the root hairs by osmosis.
  • Therefore energy is expended for mineral ion transport and not for osmosis. Such a non-osmotic absorption can occur even in the absence of transpiration. This happens at night when the atmospheric humidity is high (almost 100%) and transpiration does not occur. Even under such circumstances water absorption continues.
(ii) Osmotic Water Absorption was suggested by Priestley (1727) and Atkins (1916). According to this theory soil water is in the form of a soil solution because a number of mineral salts are dissolved in it. Still it is hypotonic to cell sap of root hair. Therefore soil water moves along the gradient into the root hairs by endosmosis.
  • The entire root cortex between the root hairs and xylem vessels acts as a semipermeable membrane. It is suggested that xylem vessels maintain a higher solute content by expenditure of energy.
  • Root pressure, (Section 8.5.ii), probably, contributes to active water absorption. Root pressure is a positive or pushing pressure. It can be demonstrated in some plants in which sap is seen to exude from the cut end of a stem.
Aliran Massa
Aliran massa (mass flow) dan diffusi merupakan dua proses yang menyebarkan bahan terlarut dalam profil tanah seperti pupuk dan pestisida. Kata diffusi berarti suatu penyebaran yang disebabkan oleh pergerakan panas secara acak, sebagai gerak Brown dari partikel koloid. Dalam hal ini perpindahan terjadi oleh adanya perbedaan konsentrasi larutan pada dua tempat yang berjarak tertentu dimana pergerakan terjadi dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang rendah. Aliran massa atau aliran konveksi berbeda dengan difusi kerena pergerakannya terjadi oleh adanya perpindahan air atau gas.

Proses aliran massa dan difusi terjadi oleh sifat-sifat fisika yang berbeda dan arah geraknya berbeda. Aliran massa suatu zat dalam larutan tanah akan bergerak dari daerah yang berair ke daerah yang kering. Sedangkan difusi justru berlawanan, yaitu dari daerah yang berkonsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah (daerah yang banyak air). Walaupun prosesnya berbeda tetapi di dalam tanah berlangsung secara simultan atau bersama-sama.

Kedua proses pergerakan, baik difusi maupun aliran massa, sangat penting dalam memindahkan unsur hara dari suatu tempat ke dekat permukaan akar, agar dapat diserap oleh akar tanaman. Hal ini terjadi bagi unsur hara P, K, Ca, Mg, S dan sebagainya; tetapi bagi unsur hara N, terutama NO3- , justru pergerakan tersebut bukan saja berperan memindahkan ke dekat akar tetapi dalam pengangkutan yang menjauhi akar atau biasa dikenal sebagai tercuci/terlindi.

Unsur hara nitrogen NO3- dalam tanah sangat dibutuhkan oleh tanaman, maka usaha peningkatan efisiensi pemakaiannya perlu ditingkatkan. Salah satu caranya adalah dengan mempelajari pergerakannya ke akar tanaman dan pergerakan yang menjauhi akar (pelindian). Dengan demikian kajian atas gerakan difusi dan aliran massa di dalam tanah merupakan suatu hal yang penting bagi pemupukan.

Pergerakan Hara Dalam Tanah
Berbagai komponen tanah bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya melalui proses aliran massa dan difusi. Selain kedua proses tersebut perpindahan komponen tanah dapat juga terjadi melalui proses pergerakan mekanik. Proses yang terakhir merupakan ciri khas tanah-tanah yang mempunyai sifat Self Mulching.

Difusi
Proses difusi menghasilkan gerak termal bebas dari suatu ion, atom, molekul. Suatu komponen yang tidak bermuatan akan bergerak dari larutan yang berkonsentrasi tinggi ke larutan yang berkonsentrasi lebih rendah. Laju perubahan dari konsentrasi larutan, tergantung dari perbedaan Konsentrasi awal dari dua volume larutan atau jarak dari keduanya. Selain itu laju difusi juga ditentukan oleh temperatur larutan. Jumlah aliran per satuan waktu dirumuskan sebagai: (Nye dan Tinker, 1977; Wild, 1981)

J= -D ∂C/∂X
dimana :
J = Kerapatan aliran (flux) larutan tanah melalui bidang 1 cm2 (mol/cm2/detik).
C = Konsentrasi larutan (mol/cm1.
X = Jarak tempuh.
D = Koefisien difusi (cm2/detik).

Formula di atas dikenal dengan rumus Fick’s I. Apabila laju perubahan konsentrasi dikaitkan dengan waktu maka persamaan menjadi:

∂C/∂t = D (∂²C/∂X²

dimana :
∂C/∂t = laju perubahan konsentrasi berdasakan waktu.

∂²C/∂X² = gradien laju perubahan konsentrasi berdasarkan jarak.

Rumusan ini dikenal sebagai persamaan Fick’s II.
Pada ion yang mempunyai muatan, gerakkannya tidak hanya dipengaruhi oleh potensial gradien kimia saja tetapi juga oleh potensial listrik yang dihasilkan oleh muatan ion yang ada dalam larutan. Oleh karena itu, ion yang bermuatan akan bergerak dengan pengaruh elektro-kimia.

Difusi dalam Bentuk Gas
Komposisi gas dalam tanah berubah menurut ruang dan waktu, sebagai akibat dari hasil respirasi perakaran tanaman, mikroorganisme dan fauna tanah. Oksigen dikonsumsi sedangkan karbondioksida dilepaskan, beberapa gas lain seperti methan, ethylen dan nitrous oksida menyebabkan perubahan konsentrasi gas dalam tanah. Difusi gas terjadi apabila terdapat perbedaan konsentrasi gas antara tanah dan atmosfir di atas permukaan tanah, dan juga terjadi dalam tanah karena perbedaan setempat dalam pemakaian dan pelepasan gas.

Kegiatan respirasi dalam tanah menyebabkan konsentrasi CO2 lebih tinggi dan 02 lebih rendah dalam tanah dibandingkan dengan udara di atasnya. Fluks CO2 dari perubahan tanah bervariasi dari 1,5 gim2/hari di musim dingin sampai lebih dari 25 g/m2/hari untuk daerah tropik (Russel in Wild, 1981).

Konsentrasi CO2 clan O2 dalam tanah atau dalam berbagai kedalaman tanah dapat dihitung dengan menggunakan teori difusi. Jika suatu gas berdifusi melalui penampang A selama waktu t, maka koefisien difusi dihitung dengan dengan persamaan (Wild, 1981):

Apabila koefisien difusi dalam tanah adalah Ds dan koefisien difusi dalam udara adalah D, maka hubungan keduanya dapat ditulis dengan persamaan :

Ds = Øa D

Dimana Øa adalah volume ruang pori yang terisi udara.

Beberapa hubungan antara Ds/D dan Øa dilaporkan sebagai berikut (Wild, 1981) :
  • Ds/D = 0,66 Øa (Penman, 1940).
  • Ds/D = Øa 3/2 (Marshall, 1959).
  • Ds/D = Øa 4/3 (Millington, 1959).

Nilai koefisien difusi O2 dan CO2 di udara berkisar antara 0,1 -0,2 cm2/detik; sedangkan dalam air kurang lebih 10-5 cm2/detik. Oleh karena itu pada gradient konsentrasi yang sama, difusi O2 dan CO2 dalam udara 10.000 kali lebih besar dibandingkan dalam air.

Difusi dalam Bentuk Larutan
Apabila pupuk, pestisida dan benda terlarut lainnya ditambahkan dalam tanah maka akan tercipta konsentrasi larutan yang tinggi yang semakin lama akan menurun karena adanya difusi. Gradien konsentrasi juga terbentuk karena adanya pengambilan hara oleh akar dan mikroorganisme tanah yang menyebabkan adanya gerakan secara difusi.

Dalam beberapa hal, koefisien difusi dalam larutan murni dianggap konstan, dan sama untuk semua ion. Sebaliknya koefisien difusi dalam tanah (Ds) biasanya lebih kecil dibandingkan koefisien difusi dalam larutan mumi (D1). Koefisien difusi dalam tanah berbeda antar ion dan menurut sifat-sifat tanah.

Tiga sifat tanah yang mempengaruhi koefisien difusi, yaitu:
  • Kandungan air tanah.
  • Saluran difusi yang berliku-liku.
  • Proporsi ion terdifusi dalam larutan.
Berdasarkan faktor penghambat bervariasi menurut kandungan air dalam tanah. Pada tanah kering jalan yang dilalui proses difusi menjadi lebih berliku-liku.

Dalam larutan bebas nilai f1 = 1; tanah jenuh air ~ 0,4; kapasitas lapang ~ 0,2 dan pada titik layu ~0,01. Dengan memperhatikan adanya jalan yang berliku-liku dan kandungan air dalam tanah, maka fluks menjadi :

Persamaan tersebut hanya berlaku untuk ion yang tidak teradsorbsi, untuk ion yang teradsorbsi pada permukaan liat maka koefisien difusi yang terjadi :

Js = -D1 f1 Θ1 (∂C1/∂C)

dimana: (∂C1/∂C) = kapasitas bufer
C1 = konsentrasi dalam larutan.
C = konsentrasi dalam tanah, termasuk dalam larutan

Permukaan Partikel Tanah
Mobilitas ion tertukar pada permukaan liat murni terutama dipengaruhi pengembangan lapisan liat dan ketebalan air di antara lembar alumino-silikat. Anion yang secara spesifik diikat permukaan liat atau oksida mempunyai mobilitas permukaan yang dapat diabaikan karena terikat secara kovalen. Sementara itu adsorbsi anion non-spesifik pada muatan positif liat, dapat lebih mobil. Hal ini mempengaruhi koefisien difusi tetapi dapat diabaikan.

Soil is made up of many components. A significant percentage of most soil is clay. Organic matter, while a small percentage of most soil is also important for several reasons. Both of these soil fractions have a large number of negative charges on their surface, thus they attract cation elements and contribute to a higher CEC. At the same time, they also repel anion nutrients ("like" charges). 

Aliran Massa
Aliran massa dalam tanah disebut juga konveksi, meliputi pergerakan dalam fase larutan maupun gas. Hujan dan air irigasi bergerak dalam tanah dengan membawa nitrat atau ion lain yang terlarut. Evapotranspirasi tanaman mempengaruhi gerakan air bersama partikel yang terlarut.

Kecepatan Aliran Air
1. Laju Aliran air.
Aliran terjadi apabila ada perbedaan potensial air pada bagian tanah. Potensial air dipengaruhi oleh potensial matrik, potensial gravitasi dan potensial osmotik. Laju aliran dapat diulis dangan persamaan (Wild, 1981):

V = -k (∂H/∂X)

dimana: V = Laju aliran (cm/detik).
k = koefisien hantaran air (cm/detik).
H = total potensial air.

Laju aliran dalam tanah jenuh air bervariasi tergantung dari ukuran dan kesinambungan pori.
2. Jumlah Aliran
Jumlah aliran air melalui profil tanah dihitung dengan :

Qo = P-R-E-T- ΔW
dimana : Qo = Jumlah air yang bergerak ke bawah.

P = Hujan + lrigasi
R = Aliran permukaan
E = Endapan
ΔW = Kenaikan simpanan air tanah.


Kecepatan Aliran Benda Terlarut
1. Aliran Massa Ion yang Tidak Diadsorbsi.
Air yang diberikan/ditambahkan dalam tanah, akan mendesak air yang sudah ada. Akibatnya, air akan semakin jauh dari permukaan tanah. Bersama dengan, aliran air ke bawah, ion-ion seperti khlor dan nitrat yang tidak diadsorbsi oleh tanah akan tercuci dan tidak terjangkau akar tanaman.

2. Aliran Massa Ion yang Diadsorbsi
Untuk ion yang diadsorbsi gerakan relatif dalam flux air, banyak ditentukan oleh koefisien adsorbsi (b). Jumlah benda terlarut yang diadsorbsi tanah dituliskan bp/Θ; p= berat volume dan Θ = volume kandungan air. Dalam gerakan massa dari ion yang diadsorbsi, gerakan ion lebih lambat bila dibandingkan dengan gerakan air ke bawah. Faktor perlambatan (RF) dirumuskan :

RF = Vs/V1 = ds/d1 = l/{l + (bpi / Θ)
dimana : Vs dan V1 = laju aliran dari ion dan air (cm/detik)

ds dan d1 = jarak gerakan.

3. Dispersi
Dispersi yang disebabkan oleh aliran larutan disebut sebagai dispersi hidrodinamik. Aliran larutan melalui pasir kemungkinan dapat menimbulkan empat macam pengaruh dispersi hidrodinamik, yaitu (Wild, 1981) :
  • Laju aliran tinggi pada bagian tengah pori, sedangkan pada dinding pori rendah.
  • Laju aliran lebih tinggi pada pori yang lebih besar.
  • Aliran yang terjadi pada berbagai pori yang berliku-liku, menghasilkan perbedaan jarak tempuh. Oleh karena itu laju aliran per unit panjang tanah berbeda.
  • Perbedaan kerapatan di antara larutan, khususnya jika larutan yang lebih pekat di bagian atas kolom vertikal. Larutan yang pekat akan mengalir ke bawah dengan pola menjari dan menimbulkan permukaan yang tidak rata
Gerakan Mekanik
Pengkerutan dan pengembangan yang disebabkan perubahan kandungan air tanah menimbulkan retakan dan saluran yang menyebabkan air dan gas melaluinya dengan mudah. Kondisi ini nampak pacta tanah yang disebut dengan Self-mulching Soil (Vertisol). Pada tanah ini terjadi pembalikan solum tanah secara berangsur-angsur. Erosi air dan angin dapat juga membalikan lapisan permukaan tanah dan subsoil ke permukaan, demikian juga binatang tanah seperti cacing dan rayap. Semua proses tersebut merupakan gambaran pergerakan hara yang diakibatkan oleh proses mekanik. 


PERGERARAKAN Unsur Hara dalam Tanah
Theories of Passive Absorption: Mass flow theory
According to this theory ions are absorbed by the root along with mass flow of water under the influence of transpiration. This theory failed to explain the salt accumulation against osmotic gradient. An increase in transpiration pull increases the uptake of ions by the roots. The uptake of ions by free diffusion. Thus, mass flow of ions through the root tissues occurs due to transpiration pull in the absence of metabolic energy.


Bersama unsur fosfor (P) dan kalium (K), nitogen (N) merupakan unsur hara yang mutlak dibutuhkan oleh tanaman. Bahan tanaman kering mengandung sekitar 2 sampai 4 % N; jauh lebih rendah dari kandungan C yang berkisar 40 %. Namun hara N merupakan komponen protein (asam amino) dan khlorofil. Bentuk ion yang diserap oleh tanaman umumnya dalam bentuk NO3¯ dan NH4+ bagi tanaman padi sawah (Russell, 1973).

Begitu besarnya peranan N bagi tanaman, maka penyediaannya sangat diperhatikan sekali oleh para petani. Surnber N utama tanah adalah dari bahan organik melalui proses mineralisasi NH4+ dan NO3¯. Selain itu N dapat juga bersumber dan atmosfir (78 % NV melalui curah hujan (8 -10 % N tanah), penambatan (fiksasi) oleh mikroorganisme tanah baik secara sembiosis dengan tanaman maupun hidup bebas. Walaupun sumber ini cukup banyak secara alami, namun untuk memenuhi kebutuhan tanaman maka diberikan secara sengaja dalam bentuk pupuk, seperti Urea, ZA, dan sebagainya maupun dalam bentuk pupuk kandang ataupun pupuk hijau (Sanchez, 1976: Megel dan Kirkby, 1982). Nitrogen dapat dikatakan sebagai salah satu unsur hara yang bermuatan.

Selain sangat mutlak di butuhkan , ia dengan mudah dapat hilang atau menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Ketidak tersediaan N dari dalam tanah dapat melalui proses pencucian/terlindi (leaching) NO3¯ , denitrifikasi NO3¯ menjadi N2, volatilisasi NH4+ menjadi NH3, terfiksasi oleh mineralliat atau dikonsumsi oleh mikroorganisme tanah.

Bentuk NO3- lah yang selalu terlindi dan mudah larut, maka dikaji pergerakannya ke permukaan akar agar tidak hilang sehingga merupakan suatu usaha ke arab efisiensi pemupukan.

Pergerakan N Dalam Tanah
Sebagaimana yang dikemukakan sebelumnya, bahwa larutan hara yang di dalam tanah bergerak melalui proses difusi dan aliran massa (konveksi). Walaupun mekanismenya berbeda, namun berlangsung secara bersama-sama. Besarnya kerapatan aliran (fluks) dari larutan (solute) dirumuskan (Hillel, 1980; Scotter dan Tillman, 1991) :

Pergerakan N di dalam tanah cukup sui it untuk diamati, karena adanya proses transformasi yang tidak dapat dikendalikan, seperti amonifikasi dan nitrifikasi (Nkurumah, et al. 1989). Walaupun demikian, beberapa literatur mengukur banyaknya N yang berpindah dalam suatu waktu. Bila pupuk Urea yang diberikan ke dalam tanah, maka oleh Wagenet dalam Tillman dan Scatter (1991) menjadi :

Sedangkan untuk nitrat digunakan indek n :

Pergerakan Nitrat dalam Tanah
Nitrat merupakan ion yang mudah bergerak (mobil) di dalam tanah. Hal ini disebabkan oleh sifatnya yang mudah sekali larut dan tidak terjerap (adsorbsi) oleh koloid tanah. Pergerakan NO3- secara difusi lebih besar karena besarnya nilai koefisien difusi molekul (ionik) dan kecilnya faktor penghambat (NO3- tidak dijerap). Sebagai perbandingan dengan beberapa ion lain, dapat dilihat di Tabel 1.

Besarnya koefisien difusi ionik (Di) dapat dijadikan sebagai konstanta dalam larutan, tetapi bila di dalam tanah koefisien difusi ionik (Di) harus dikalikan dengan beberapa faktor menjadi koefisien difusi tanah (Ds). Hubungan tersebut dinyatakan (Wild, 1981; Nye dan Tinker, 1977; Barrachlogh clan Nye, 1979) :

Ds = Di Θ f
dimana: Ds = koefisien difusi tanah.
Di = koefisien difusi ionik.
Θ = kadar air volumetrik
f = faktor penghambat, berupa viskositas air, turtousitas angkutan ruang pori dan proses adsorbsi tanah.

Khusus untuk difusi NO3-, faktor-faktor penghambat tersebut juga berpengaruh. kecuali faktor adsorbsi ion, karena ion NO3- tidak teradsorbsi di permukaan koloid tanah (Wild, 1981). Disamping itu besarnya difusi NO3- dipengaruhi juga oleh besarnya ka (koefisien nitrifikasi) dan Ma (jumlah senyawa amonium dalam larutan tanah) sebagaimana persamaan indeks n (Tillman dan Scotter, 1991). Dengan sendirinya besar difusi NO3- di dalam tanah, secara tidak langsung dipengaruhi juga oleh faktor-faktor yang mempengaruhi nitrifikasi seperti pH tanah, air tanah, aerase tanah dan aktifitas bakteri nitrifikasi (Mengel dan Kirkby, 1982; Tillman dan Scotter, 1991).

Pergerakan NO3- melalui aliran massa jauh lebih besar dibandingkan dengan pergerakan melalui difusi. Terkadang disebut, walaupun kurang tepat, bahwa pergerakan NO3- hanya secara aliran massa. Russel (1973) menyajikan aliran massa NO3- dan dibandingkan dengan beberapa ion lainnya, disajikan pada Tabel 2. Pada tabel tersebut, kolom (1) menunjukkan konsentrasi ion yang diperoleh dari kejenuhan basa tanah (cukup bervariasi), kolom (2) menunjukkan aliran massa per minggu ke permukaan akar untuk transpirasi sebesar 2,5 cm dan kolom (3) menunjukkan besarnya penyerapan (up take) tanaman.

*) Diasumsikan evapotranspirasi 2,5 cm/minggu = 2,5 X 10 cm/ha/minggu, sehingga kg hara yang ditransfer ke akar/minggu oleh aliran massa sebesar = kolom (1) X 2,5, 10.

Besarnya pergerakan NO3- secara aliran massa dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kadar dan potensial air tanah, porositas tanah, transpirasi dan faktor-faktor yang menentukan besarnya ka (koefisien nitrifikasi) dan Ma (jumlah senyawa dalam larutan tanah) menurut persamaan indeks n. Aliran massa yang merupakan aliran air, menurut hukum Darcy, maka besarnya aliran (flux) sangat ditentukan sekali oleh potensial air tanah (potensial grafitasi, potensial matriks, potensial osmotik). Semakin besar beda potensial air tanah maka akan semakin besar pula aliran (fluks). Pengaruh yang sama juga terjadi pada kadar air tanah, menurut persamaan (Hillel, 1980).

Porositas tanah juga sangat menentukan aliran massa. Menurut Piseuille dalam Wild (1981) bahwa besarnya aliran berbanding lurus dengan r4 (dimana r = diameter pori tanah).

Transpirasi dan evapotranspirasi merupakan proses penguapan air dari dalam tanah baik melalui tajuk tanaman atau langsung dari tanah. Proses penguapan air ini akan mempengaruhi pula kepada besarnya laju aliran massa.

Pergerakan Kation Dalam Tanah
Pergerakan kation dalam pori tanah dengan cara Elektro-Osmosis.
The cations that are attracted to the surface of the particle can be separated into two regions. The first region consists of cations, which are held tightly to the particle. This region is called the Stern layer. The second layer is the diffuse layer, where a layer of attracted but mobile cations extends into the surrounding liquid. These cations are attracted to the surface by the electrical potential but contumely move away from the particle because of thermal f luctuations. The concentration of cations in the double layer diminishes as the distance from the surface of the particle increases. Ultimately, the double layer blends into free water.

Electro-osmosis occurs in clay soils when cations in the double layer are driven by the application of an electrical field, and as a result, a velocity field in the pore fluid develops, as shown in this following figure. The velocity distribution changes rapidly near the particle's surface, but then becomes flat at the edge of the double layer. Therefore, electro-osmotic flow appears as plug flow through the pores of soil.

Pergerakan amonium di dalam tanah sangat kurang dikaji. Hal ini disebabkan pada lahan kering bentuk NH4+, melalui proses nitrifikasi, akan segera berobah menjadi N03- yang merupakan bentuk yang tersedia bagi tanaman. Hanya tanaman padi sawah saja yang menyerap N dalam bentuk NH4+, maka pengkajian tentang NH4+ biasanya ditekankan pada tanah-tanah sawah. Sebagaimana halnya NO3-, NH4+ di dalam tanah juga mudah bergerak (mobil) melalui proses difusi maupun aliran massa. Banyaknya NH4+ yang bergerak per satuan waktu dirumuskan pada persamaan amonium. Dari persamaan tersebut terlihat bahwa pergerakan NH4+ dipengaruhi oleh faktor ku (konstanta hidrolisis urea), Mu (jumlah senyawa amonium yang ada dalam tanah), ka (koefisien nitrifikasi) dan Ma (jumlah senyawa amonium yang ada dalam tanah). Sehingga pergerakan NH4+, selain dipengaruhi oleh faktor-faktor pergerakan (aliran massa dan difusi) secara umum, juga itentukan oleh besarnya hidrolisis urea (seperti enzim urease, air tanah) dan faktor penentu nitrifikasi (seperti pH, air tanah, aktivitas bakteri nitrifikasi).

Apabila dibandingkan dengan NO3-, maka pergerakan NH4+ justru jauh lebih lambat. Keadaan ini dikarena oleh beberapa sebab, antara lain:
  • Kation NH4+ merupakan kation yang dapat teradsorbsi di permukaan koloid tanah, sehingga gerakan difusinya akan lebih kecil dibandingkan NO3- yang senantiasa bebas di larutan tanah (Wild, 1981).
  • Kation NH4 + di tanah sawah yang jenuh air lebih kecil aliran massa yang terjadi, karena aliran (flux) berbanding terbalik dengan kadar air tanah, sebagaimana persamaan kecepatan rata-rata aliran (Hillel, 1980).
  • Kation NH4 + adakalanya terfiksasi di antara dua lempeng mineralliat, umumnya yang bertipe 2 : 1 (Mengel dan Kirkby, 1982) sehingga tidak mungkin berpindah baik secara difusi aliran massa.
DAFTAR PUSTAKA;
  • Barraclough, D and P.H. Nye. 1979. The Effect of Molecular Size on Diffusion Charracteristics in Soil. Journal of Soil Science. 30: 29 -42.
  • Hillel, D. 1980. Fundamentals of Soil Physics. Academica Press.
  • Mengel, K and E.A. Kirkby. 1982. Principles of Plant Nutrition 3rd edition International Potash Institute. Warblaufen-Bern Switzerland.
  • Nkrumah, M., S.M. Griffith, N. Ahmad, and F.A. Gumbs. 1989. Lysimeter and Field Studies on 15N in a Tropical Soil. Plant and Soil. 114: 3 -12.
  • Nye, P.H and P.B. Tinker. 1977. Solute Movement in The Soil-Root System. Blackwell Scientific Publ.
  • Russel, E. W. 1973. Soil Condition and Plant Growth 10th edition Longman-ELBS, London.
  • Sanchez, P .A. 1976. Properties and Management of Soils in The Tropics. John Wiley & Sons. New York.
  • Scotter, D.R. and R. W. Tillman. 1991. Movement of Solute associated with Intermittent Soil Water Flow I. Tritium and Bromide. Aust.J. Soil Res. 29: 175 - 183.
  • Tillman, R.W and D. R. Scotter. 1991. Movement of Solute associated with Intermittent Soil Water Flow II. Nitrogen and Cation. Aust.J. Soil Res. 29 : 185 - 196.
  • Wild, A. 1981. Mass Flow and Diffusion in D.J. Grreenland and M.H.B. Hayes (eds). The Chemistry of Soil Processes. John Wiley & Sons New York.

No comments:

Post a Comment