Monday, 24 April 2017

PERSAMAAN HUKUM PENGORBANAN DENGAN KEPEMIMPINAN

HUKUM PENGORBANAN
Seorang Pemimpin Harus Rela Berkorban Demi Peningkatan
Salah satu perubahan yang paling luar biasa dalam sejarah bisnis Amerika secara dramatis memperlihatkan Hukum Pengorbanan. Itu terjadi di Chrysler Corporation di awal tahun 1980-an. Chrysler kacau balau ketika itu, walaupun sebelumnya pernah memiliki sejarah sukses. Perusahaan ini telah didirikan sejak tahun 1920-an, ketika Walter Chrysler mereorganisasikan Maxwell dan Chalmers Motor Car Companies, dan mengubah namanya menurut namanya sendiri. Pada tahun 1928, ia membeli Dogge dan Plymouth, dan pada tahun 1940, ketika ia meninggal, ia memiliki perusahaan mobil terbesar kedua di dunia, lebih unggul dibandingkan Ford, sang pelopor dalam industri ini, dan hanya kalah dibandingkan General Motors. Kisah suksesnya sungguh luar biasa. Chrysler pernah memiliki pangsa pasar domestik sebesar 25 persen.

Perusahaan ini tetap kuat selama tahun 1960-an. Sekian banyak mobilnya merupakan hasil dari perekayasaan inovatifnya. Umpamanya, para insinyur Chrysler merancang starter elektronis yang pertama untuk mobil, rem hidrolik yang pertama, dan komputer di bawah tutup mesin yang pertama. Dan pada tahun 1960-an, mobil-mobilnya juga dikenal berprestasi baik, dengan model-model seperti Barracuda, Dodge Daytona, dan Plymounth Road Runner – yang oleh sementara orang disebut sebagai mobil balap nomor satu.

KEMEROSOTAN YANG MENGHANCURKAN
Namun menjelang tahun 1970-an, perusahaan ini merosot dengan cepat. Pada tahun 1978, pangsa pasarnya turun dari 25 persen menjadi tinggal 11 persen. Dan segalanya menjadi lebih parah. Organisasinya hampir bangkrut. Lalu pada bulan November 1978 Chrysler merekrut pemimpin baru. Namanya adalah Lee Iacocca. Ia adalah tokoh industri mobil yang sudah berpengalaman, yang telah meningkat karirnya di Ford. Walaupun sekolah insinyur, ia memulai karirnya di Ford Pennsylvania sebagai pramuniaga pada tahun 1940-an, dan akhirnya meningkat karirnya hingga ditarik ke kantor pusat di Dearborn, Michigan. Di kantor pusat itu, ia memimpin tim yang menciptakan mobil-mobil terobosan seperti Lincoln Cotinental Mark III serta Mustang yang legendaries, salah satu mobil paling populer dalam sejarah.

Pada tahun 1970, Iacocca menjadi presiden Ford Motor Company, posisi kepemimpinan tertinggi di bawah pimpinan puncak Henry Ford II. Secara keseluruhan, Iacocca bekerja di Ford selama empat puluh dua tahun. Dan ketika ia mengundurkan diri pada tahun 1978, perusahaannya membukukan rekor keuntungan, yaitu sebesar $ 1.8 milyar dalam dua tahun terakhir berturut-turut. Walaupun perpisahan tersebut tidak menyenangkan, antara paket pesangon yang diperolehnya dengan saham yang telah dimilikinya sementara masih di Ford, Iacocca berada dalam posisi yang mana ia tidak perlu bekerja lagi selamanya. Namun usianya baru lima puluh empat tahun ketika ia mengundurkan diri dari Ford, dan ia tahu masih banyak yang dapat diberikannya kepada sebuah organisasi.

PEMIMPIN PENYELAMAT
Undangan Chrysler kepadanya merupakan suatu kesempatan – sekaligus tantangan – seumur hidup. John Riccardo, yang ketika itu menjabat sebagai pimpinan puncak Chrysles, menyadari bahwa perusahaannya membutuhkan kepemimpinan yang kuat untuk dapat bertahan, sesuatu yang ia sendiri tak mampu memberikan. Menurut Iacocca, Riccardo sudah kewalahan, maka ia ingin mengangkat mantan orang Ford itu menjadi presiden Chrysler. Sebagai imbalannya, Riccardo akan turun dalam waktu kurang dari dua tahun agar Iacocca dapat menjadi pimpinan puncak merangkap Directur Utama Chrysle. John Riccardo rela berkorban demi kepentingan perusahaannya. Akibatnya, Iacocca mendapatkan kesempatan untuk membuat impian seumur hidupnya menjadi kenyataan: menjadi orang nomor satu di salah satu dari tiga besar.

IACOCCA RELA BERKORBAN DEMI PENINGKATAN 
Iacocca menerima tawaran tersebut, namun juga harus berkorban. Yang pertama adalah dalam soal keuangan. Upah yang diperolehnya di Chrysler hanya separuh lebih dari yang diperolehnya sebagai presiden di Ford. Pengorbanan lainnya dalam kehidupan keluarganya. Di Ford, Iacocca selalu bangga dengan fakta bahwa ia bekerja keras dari Senin hingga Jumat, namun selalu meluangkan hari Sabtu, Minggu, dan sebagian besar Jumat malam untuk keluarganya. Dan jika ia pulang, ia tinggalkan masalah-masalahnya di kantor.

Namun untuk memimpin Chrysler, ia harus bekerja hampir nonstop. Di atas segalanya, jika ia pulang, ia tidak bisa tidur. Belakangan Iacocca menggambarkan Chrysler selama ini dikelola seperti sebuah toko kelontong, padahal sedemikian besar. Tak ada system keuangan yang baik, metode produksi serta pasokannya kacau, produknya berkualitas buruk, dan hampir seluruhl divisinya dikelola oleh wakil-wakil presiden yang keras, yang tidak mau bekerjasama sebagai satu tim. Moral karyawan sangat rendah, loyalitas pelanggan merupakan yang terburuk dalam bisnis ini, dan perusahaan terus merugi.

JIKA SEGALANYA GAGAL, SUMBANGKANLAH PENGORBANAN LAGI
Iacocca paham bahwa para pemimpin sukses harus memelihara slikap rela berkorban untuk mengubah sebuah organisasi. Mereka harus rela melakukan segalanya demi peningkatan. Iacocca memecat tiga puluh tiga dari tiga puluh lima wakil presiden yang ada dalam kurun waktu tiga tahun. Namun segalanya terus memburuk. Negara sedang mengalami resesi buruk, dan tingkat suku bunga lebih tinggi dari yang sudah-sudah. Lalu harga minyak meroket ketika syah Iran digulingkan di awal tahun1979. Pangsa pasar Chrysler melorot menjadi 8 persen. Terlepas dari segala upaya Iacocca, tampaknya Hukum Pengorbanan itu tidak efektif.

Iacocca bekerja lebih keras untuk membangun kembali perusahaan ini dengan merekrut para pemimpin terbaik dalam industri ini, banyak di antaranya adalah mereka yang telah pensiun dari Ford. Ia pangkas setiap biaya semampunya dan membangun kekuatan-kekuatan yang ada, namun upaya-upaya tersebut masih juga belum cukup untuk mengangkat perusahaan. Chrysler hampir bangkrut. Iacocca harus menghadapi pengorbanan pribadi yang terbesar. Ia harus mendatangi pemerintah Amerika untuk mendapatkan jaminan pinjaman.

Di Ford, Iacocca telah mengembangkan reputasi sebagai sangat kritis terhadap keterllibatan pemerintah dalam bisnis. Maka ketika ia mendekati Kongres untuk minta bantuan, tak seorang pun bicara baik-baik kepadanya. Belakangan Iacocca menceritakan episode itu begini:

Di dalam benak Kongres serta media massa, kami telah berdosa. Kami telah kehilangan pasar, dan kami layak dihukum.

Dan kami memang dihukum. Selama dengar pendapat kongres, kami dipertontonkan dihadapan seluruh dunia sebagai contoh hidup dari segala yang keliru dalam industri Amerika. Kami dihina di halaman-halaman editorial karena tidak punya kelayakan untuk menyerah serta mati dengan mulia … isteri serta anak-anak kami menjadi bulan-bulanan cemoohan di pusat-pusat perbelanjaan serta sekolah-sekolah. Harganya jauh lebih tinggi ketimbang sekedar menutup pintu dan meninggalkan segalanya. Sungguh pribadi rasanya. Sungguh sakit rasanya.

Menelan harga dirinya merupakan pengorbanan Iacocca sebagai pahlawan, sesuatu yang takkan pernah dilakukan oleh para eksekutif top lainnya. Namun itulah harga yang harus dibayarnya untuk menyelamatkan perusahaan.

Setidaknya ada suatu pengorbanan yang dilakukannya ketika itu yang mendapatkan reaksi positif dari pers. Iacocca memangkas upahnya sendiri menjadi hanya satu dolar setahunnya. Ketika itu, ia mengingatkan, “Kepemimpinan berarti memberikan teladan. Jika Anda memegang posisi kepemimpinan, orang akan mengikuti segala gerak gerik Anda”. Ia susul tindakannya itu dengan permintaan terhadap yang lain untuk juga reala berkorban. Ia minta para eksekutif top Chrysler utnuk bersedia dipangkas upahnya sebesar 10 persen. Lalu ia minta – dan mendapatkan – konsesi dari serikat buruh dan bank yang berkerjasama dengan perusahaannya itu. Agar Chrysler sukses, mereka semua harus rela berkorban bersama-sama. Dan akhirnya mereka pun sukses. Pada tahun 1982, Chrysler menghasilkan keuntungan dari operasi sebesar $925 juta, yang terbaik dalam sejarahnya. Dan pada tahun 1983, perusahaan ini mampu melunasi hutang-hutangnya.

Chrysler terus sukses dan tumbuh. Perusahaan ini telah berjuang menemukan jalannya kembali, dan hari ini, pangsa pasar gabungannya di Amerika Serikat serta Canada sudah mencapai 16 persen – dua kali lipat dibandingkan tahun-tahun awal ketika Iacocca mengambil alih kepemimpinan. Setelah itu Iacocca pensiun, namun kepemimpinannya telah mengembalikan Chrysler ke peta industri ini. Mengapa? Karena ia memberikan teladan dalam Hukum Pengorbanan.

INTI KEPEMIMPINAN
Yang berlaku bagi Iacocca juga berlaku bagi pemimpin mana pun. Anda harus rela berkorban demi peningkatan. Banyak orang di zaman selarang ingin menaiki tangga perusahaan karena mereka percaya bahwa kebebasan serta kekuasaanlah yang menantikan mereka di puncak tangga karir. Mereka tidak sadar bahwa sifat sesungguhnya dari ekspemimpinan sejati adalah pengorbanan.

Kebanyakan orang mengakui bahwa pengorbanan dibutuhkan di awal karir sebagai pemimpin. Orang mengorbankan banyak hal demi mendapatkan kesempatan. Umpamanya, Tom Murphy mulai bekerja di General Motors pada tahun 1937. Namun ia hampir menolak posisinya yang pertama karena upah sebesar seratus dolar per bulan yang diperolehnya tidak cukup untuk menutup biaya-biayanya. Terlepas dari pengorbanan itu, ia tetap menerima pakerjaan itu, dengan menganggap bahwa kesempatan itu layak dikejar. Ternyata ia benar. Murphy akhirnya menjadi pimpinan puncak General Motors.

MENGHITUNG HARGA KEPEMIMPINAN
Pengorbanan itu adalah sesuatu yang konstan dalam kepemimpinan. Pengorbanan adalah proses yang berkelanjutan, bukan suatu pengorbanan. Jika saya menoleh ke belakang, saya sadar bahwa selalu ada harga yang harus saya bayar demi mencapai kemajuan. Itu terjadi di bidang keuangan setiap kali saya pindah kerja kecuali satu. Ketika saya menerima pekerjaan yang pertama, pendapatan keluarga saya menurun isteri saya, Margaret, harus melepaskan pekerjaannya sebagai guru sekolah demi saya. Ketika saya menerima posisi direktur di kator pusat aliran ini di Marion, Indiana, saya sekali lagi harus menerima upah lebih kecil. Setelah saya diwawancarai untuk posisi yang ketiga, saya terima pekerjaan tersebut tanpa mengetahui upah saya (ternyata lebih rendah). Ketika beberapa anggota dewan memperlihatkan keheranannya, saya katakan bahwa saya dengan baik, maka upah saya akan mengurus dirinya sendiri. Dan pada tahun 1995 ketika akhirnya saya meninggalkan gereja setelah karir selama dua puluh enam tahun agar saya dapat mengajar kepemimpinan secara penuh waktu, saya relakan seluruh upah saya. Setiap kali Anda tahu bahwa langkah Anda benar, jangan ragu-ragu untuk berkorban.

ANDA HARUS RELA BERKORBAN DEMI PENINGKATAN 
Para pemimpin yang ingin meningkat harus melakukan lebih dari sekedar potongan upah sesekali. Mereka harus merelakan hak mereka. Seperti yang dikatakan oleh teman saya, Gerald Brooks, “Jika Anda menjadi pemimpin, Anda kehilangan hak untuk memikirkan diri sendiri”. Untuk masing-masing orang, sifat pengorbanannya bisa berbeda-beda. Umpamanya, pengorbanan Iacocca yang terbesar terjadi menjelang akhir karirnya. Dalam kasus seseorang seperti mantan presiden Afrika Selatan, F. W. de Klerk, yang berupaya menghapuskan aparteid di negaranya, pengorbanannya adalah karirnya sendiri. Keadaannya mungkin berubah-ubah dari orang ke orang, namun prinsipnya tidak berubah. Kepemimpinan berarti pengorbanan.

Para pemimpin rela berkorban demi peningkatan. Itu benar bagi setiap pemimpin terlepas dari profesinya. Bicaralah kepada pemimpin bahwa ia telah berulang-ulang berkorban. Biasanya, semakin tinggi kepemimpinannya, semakin besar pengorbanan yang telah diberikannya. Para pemimpin yang efektif banyak mengorbankan hal yang baik demi mendedikasikan diri kepada yang terbaik. Itulah cara kerja Hukum Pengorbanan. Pimpinan Puncak merangkap Direktur Utama Digital, yaitu Robert Palmer, mengatakan dalam sebuah wawancara, “Dalam model manajemen saya, hampir tak ada ruang untuk berkelit. Jika Anda menginginkan posisi manajemen, Anda harus menerima tanggung jawab serta pertanggungan jawab yang menyertainya. Yang ia bicarakan adalah harga kepemimpinan.

Jika demi peningkatan saja para pemimpin harus rela berkorban, terlebih lagi jika mereka ingin tetap berada di atas. Pernahkah Anda merenungkan betapa jarangnya tim olah raga itu menang terus dalam beberapa musim bertanding? Alasannya sederhana: jika seorang pemimpin dapat membawa timnya ke pertandingan kejuaraan dan memenangkannya, ia sering kali berasumsi ia dapat mengulang suksesnya tahun depan tanpa mengadakan perubahan-perubahan. Ia menjadi enggan untuk mengadakan pengorbanan tambahan di masa yang bukan musim bertanding. Namun yang berhasil membawa tim ke puncak tak dapat mempertahankannya di atas sana. Satu-satunya jalan untuk tetap berada di puncak adalah dengan berkorban lebih besar lagi. Kepemimpinan menuntut perubahan, perbaikan, serta pengorbanan yang berkelanjutan. Ahli filsafat sekaligus penyair Ralph Waldo Emerson, memberikan pilihan ini: “Untuk segala yang telah Anda lewatkan, Anda memperoleh sesuatu yang lain; dan untuk segala yang telah Anda dapatkan, Anda kehilangan sesuatu.”

SEMAKIN TINGGI POSISI ANDA, SEMAKIN BESAR PENGORBANAN ANDA
Siapakah pemimpin yang paling hebat di dunia? Menurut saya, presiden Amerika Serikat. Lebih dari siapa pun juga, perbuatan serta perkataannya memberikan dampak pada orang, bukan saja di negara sendiri, melainkan juga di seluruh dunia. Renungkanlah apa yang harus dikorbankannya untuk mencapai posisi presiden lalu mempertahankan posisinya itu. Waktunya tidak lagi menjadi miliknya. Ia terus diawasi. Keluarganya berada di bawah tekanan besar. Dan tentu, ia harus mengabil keputusan-keputusan yang dapat mengakibatkan ribuan orang kehilangan nyawanya. Bahkan setelah ia melepaskan jabatannya pun, ia akan melewatkan sisa hidupnya ditemani agen-agen rahasia yang melindunginya dari ancaman.

Hukum Pengorbanan menuntut semakin besar seorang pemimpin, semakin banyak yang harus ia korbankan. Renungkanlah seseorang seperti Martin Luther King Jr. Isterinya, Coretta Scott King, berkomentar dalam bukunya My Life with Martin Luther King Jr., “Siang malam telepon kami berdering, dan seseorang akan melontarkan kata-kata tidak senonoh…. Seringkali percakapan telepon itu diakhiri dengan ancaman untuk membunuh kami jika kami tidak menyingkir ke luar kota. Namun terlepas dari segala bahaya itu, kekacauan kehidupan pribadi kami ketika itu, saya malah terinspirasi, malah hampir bersukacita”.

Sementara memimpin gerakan hak-hak sipil, King sering ditahan dan dipenjara. Ia dilempari batu, ditikam, dan diserang secara fisik. Rumahnya dibom. Namun visinya – dan pengaruhnya – terus meningkat. Akhirnya, ia mengorbankan segala miliknya. Namun ia mengorbankan segalanya itu dengan rela. Dalam pidato terakhirnya, yang disampaikannya pada malam sebelum ia dibunuh di Memphis, ia mengatakan,

Saya tidak tahu apa yang akan terjadi pada diri saya sekarang. Hari-hari mendatang sangat berat. Namun sekarang ini semuanya itu tidak lagi menjadi masalah bagi saya. Karena selama ini saya berada di puncak gunung. Saya takkan keberatan. Seperti siapa pun juga, saya ingin umur panjang. Namun sekarang ini saya sudah tidak lagi memusingkannya. Saya hanya ingin melaksanakan kehendak Allah. Dan Ia telah memungkinkan saya naik ke puncak gunung. Dan saya telah melihat Tanah Perjanjian. Mungkin saya takkan sampai di sana bersama Anda, namun saya ingin Anda tahu malam ini, akan sampai di Tanah Perjanjian. Maka malam ini saya berbahagia…. Saya tidak takut kepada siapa pun juga. “Mata saya telah melihat kemuliaan kedatangan Tuhan”.

Keesokan harinya ia membayar harga pengorbanan tertinggi. Dampak King sungguh mendalam. Ia pengaruhi jutaan orang untuk secara damai menentang sistem serta masyarakat yang ingin menyingkirkan mereka.

Yang dirasakan orang-orang sukses menjadi semakin jelas bagi mereka ketika mereka menjadi pemimpin. Tak ada sukses tanpa pengorbanan. Semakin tinggi tingkat kepemimpinan yang ingin dicapai, semakin besar pengorbanan yang harus diberikan. Demi peningkatan, Anda harus rela berkorban. Itulah sifat sesungguhnya dari kepemimpinan. Itulah Hukum Pengorbanan.

No comments:

Post a Comment