Penemuan Ilmiah dan Non Ilmiah
Manusia
selalu ingin memperoleh pengetahuan tentang berbagai fenomena. Hasrat
manusia yang tak ternah padam untuk memperoleh pengetahuan dan untuk
dapat memanfaatkan alam mendorong manusia untuk selalu mengembangkan
metode-metode tertentu sesuai keinginannya untuk memenuhi hasratnya
memperoleh pengetahuan. Untuk memperoleh pengetahuan tersebut, seseorang
harus melalui sebuah proses penelitian. Tidak selamanya penemuan
kebenaran atau memperoleh pengetahuan itu didapatkan dari sebuah proses
yang ilmiah. Pada prinsipnya, penemuan non ilmiah juga merupakan sebuah
proses penemuan kebenaran atau memperoleh pengetahuan.
A. Penemuan Ilmiah
Penemuan
ilmiah lahir untuk mengatasi kelemahan yang ada pada cara yang tidak
ilmiah. Penemuan ilmiah dapat dikatakan suatu pengejaran terhadap
kebenaran yang diatur oleh pertimbangan-pertimbangan logis. Memperoleh
kebenaran dengan metode ilmiah adalah lebih efisien dan dapat dipercaya.
Pada dasarnya metoda ilmiah mencakup induksi dari hipotesis-hipotesis
berdasarkan pengamatan (observasi), deduksi dari implikasi hipotesis,
pengujian implikasi-implikasi tersebut, dan konfirmasi (diterimanya)
atau diskonfirmasi (ditolaknya) hipotesis.
Pengetahuan
yang benar dapat dicapai manusia melalui pendekatan ilmiah. Pendekatan
ilmiah menuntut dilakukannya cara-cara atau langkah-langkah tertentu
dengan urutan tertentu, agar dapat dicapai pengetahuan yang benar. Cara
mencari kebenaran yang dipandang cara ilmiah adalah melalui metode
penyelidikan. Seorang penulis telah merumuskan pengertian penyelidikan
di sini sebagai “a method
of study by which through the careful and echaustive investigation
of all acertaineble evidence bearing upon a definable problem, we reach a
solution to that problem”. Penyelidikan adalah penyaluran hasrat
ingin tahu manusia dalam taraf keilmuan. Sebuah metode penyelidikan
hanya akan menarik dan membenarkan suatu kesimpulan apabila telah
dibentengi dengan bukti-bukti yang meyakinkan, bukti-bukti mana
dikumpulkan melalui prosedur yang sistematik, jelas dan dikontrol.
Pengetahuan
yang diperoleh dengan pendekatan ilmiah diperoleh melalui penelitian
ilmiah dan dibangun di atas teori tertentu. Dan berkembang melalui
penelitian ilmiah, yaitu penelitian yang sistematik dan terkontrol
berdasar atas data empiris. Teori itu dapat diuji (dites) dalam hal
keajegan dan kemantapan internalnya. Artinya, jika penelitian ulang
dilakukan orang lain menurut langkah-langkah yang serupa pada kondisi
yang sama akan diperoleh hasil ajeg (consistent), yaitu hasil yang sama
atau hampir sama dengan hasil terdahulu.
Dengan
pendekatan ilmiah, orang berusaha untuk memperoleh kebenaran ilmiah,
yaitu pengetahuan yang kebenarannya terbuka untuk diuji oleh siapa saja
yang menghendaki untuk mengujinya. Penemuan ilmiah adalah upaya
memecahkan masalah melalui berpikir rasional dan berpikir empiris.
Berpikir rasional artinya berpikir atas dasar penalaran agar
kebenarannya dapat diterima oleh akal sehat. Oleh sebab itu, dalam
berpikir rasional diperlukan teori-teori yang telah mapan atau telah
teruji kebenarannya. Berpikir empiris artinya berpikir atas dasar
fakta-fakta atau gejala yang terdapat dalam berpikir empiris harus
ditunjukkan oleh bukti-bukti yang dapat dipercaya.
Sebuah penemuan dikatakan ilmiah jika memiliki kriteria sebagai berikut:
1. Berdasarkan fakta
Keterangan-keterangan
yang ingin diperoleh dalam penelitian, baik yang akan dikumpulkan dan
yang dianalisis haruslah berdasarkan fakta-fakta yang nyata. Penemuan
atau pembuktian ilmiah tidak didasarkan pada daya khayal, kira-kira,
legenda, atau kegiatan sejenis
2. Bebas dari prasangka
Metode
ilmiah harus memiliki sifat bebas prasangka, bersih dan jauh dari
pertimbangan subjektif. Menggunakan suatu fakta haruslah dengan alas an
dan bukti yang lengkap dan dengan pembuktian yang objektif.
3. Menggunakan prinsip analisa
Dalam
memahami serta memberi arti terhadap fenomena yang kompleks, harus
digunakan prinsip analisa. Semua masalah harus dicari sebab-musabab
serta pemecahannya dengan menggunakan analisa yang logis. Fakta yang
mendukung tidaklah dibiarkan sebagaimana adanya atau hanya dibuat
deskripsinya saja. Tetapi semua kejadian harus dicari sebab-akibat
dengan menggunakan analisa yang tajam.
4. Menggunakan hipotesa
Hipotesa merupakan pegangan yang jhas dalam menuntun jalan pikiran peneliti
5. Menggunakan ukuran Objektif
Kerja
penelitian dan analisa harus dinyatakan dengan ukuran kuantitatif yang
objektif.ukuran tidak boleh merasa-rasa atau menuruti hati nurani.
Pertimbanganpertimbangan harus dibuat secara objektif dan dengan
menggunakan pikiran yang waras.
6. Menggunakan teknik kuantifikasi
Dalam
memperlakukan data ukuran kuantitatif yang lazim harus digunakan,
kecuali untuk atribut-atribut yang tidak dapat dikuantifikasikan.
Ukuran-ukuran seperti ton, kilogram dan sebagainya harus selalu
digunakan. Tidak dengan kata-kata: ‘sejauh mata memandang’ dan
sebagainya. Kuantifikasi yang termudah adalah dengan menggunakan ukuran
nominal.
Proses
penelitian melibatkan siklus empat unsur, yaitu pengamatan, induksi,
temuan ilmiah dan deduksi. Siklus tersebut dapat digambarkan sebagai
berikut:
Gambar Siklus Kegiatan dalam Penelitian Ilmiah
Siklus
tersebut memberi gambaran kepada kita, bahwa dalam upaya mencari
pemecahan masalah perlu dikumpulkan bukti-bukti empirik berdasarkan
pengamatan. Berdasarkan hasil pengamatan dilakukan proses berpikir
induktif. Dari kesimpulan induktif diperoleh temuan ilmiah yang berupa
fakta atau data empirik. Berdasarkan fakta dapat dilakukan proses
deduksi, yang selanjutnya dilakukan pengamatan kembali. Atas dasar
siklus ini penelitian bisa dilakukan secara terus menerus, sehingga
temuan ilmiah yang diperoleh dapat terus berkembang
Sifat
penelitian Ilmiah Individu yang akan melaksanakan suatu karya ilmiah
hendaknya telah berpola pikir ilmiah, yaitu memiliki sikap skeptis,
analitis, dan kritis.
- Berfikir skeptis, yaitu selalu mencari fakta atau bukti yang mendukung setiap pernyataan
- Berfikir analitis adalah sikap yang mendasarkan pada analisis dalam setiap persoalan dan memilih yang relevan serta utama
- Berfikir kritis, yaitu setiap memecahkan persoalan selalu berpijak pada logika dan objektivitas data atau fakta.
Ada dua kriteria untuk mengukur kadar keilmiahan suatu penelitian, yaitu:
- Kemampuannya untuk memberi pemahaman (understanding) tentang pokok permasalahan yang diteliti
- Kemampuannya untuk meramalkan (prodictive power), yaitu sampai suatu kesimpulan yang sama dapat dicapai jika data yang sama dikemukakan di lain tempat dan waktu Penemuan kebenaran dengan cara ilmiah menekankan pada proses bagaimana pengetahuan itu didapat daripada isi pengetahuan itu sendiri
Dengan
cara ini dapat dikatakan bahwa dengan proses yang berbeda yang
dilakukan, maka hasil atau isinya akan berubah. Dengan demikian proses
memegang peranan utama, karena proses menghasilkan isi. Penemuan ilmiah
(scientific inquiry) adalah suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan
dengan menggunakan metode-metode yang diorganisasikan secara sistematis,
dalam mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasikan data.
Pengertian
ilmiah berbeda dengan ilmu. Ilmu merupakan struktur atau batang tubuh
pengetahuan yang telah tersusun, sedang ilmiah adalah cara mengembangkan
pengetahuan. Penemuan ilmiah dalam rangka menemukan kebenaran haruslah
melewati sebuah proses. Downing (Nazir, 1988: 45) memberikan proses
penelitian yang memiliki tujuh buah unsur pemikiran ilmiah yang harus
dipatuhi serta 15 buah sifat ataupun tindakan serta kualifikasi yang
haris ada agar penelitian tersebut terlaksana secara ilmiah.
B. Penemuan non ilmiah
Penemuan
dengan cara yang tidak ilmiah adalah cara yang mudah dilakukan serta
cepat didapat. Cara non ilmiah memiliki banyak kelemahan justru karena
dengan cara ini didapat secara cepat dan mudah. Sebagai contoh, ketika
suatu saat kita berjalan di tempat yang sunyi dan gelap, lalu tuba-tiba
mendengar suara seperti benda keras yang jatuh. Kita bertanya-tanya apa
yang sedang terjadi? Dengan menggunakan cara yang tidak ilmiahm spontan
akan terfikir bahwa suara tersebut berasal dari ‘penghuni’ tempat tersebut.
Namun,
hal tersebut tidak dapat dibuktikan, karena tidak ada fakta yang
mendukung persepsi tersebut. Kelemahan pada metode non ilmiah terletak
pada lemahnya kemampuan kita dalam membuktian penemuan tersebut.
Ada beberapa kelemahan yang diungkapkan Bambang dan Lina (2005:5) yakni:
- Pengetahuan yang didapat cenderung tidak akurat dan bersifat terbatas
- Pengetahuan yang didapat cenderung digeneralisasikan ke tingkatan yang lebih umum, tanpa melalui sebuah proses yang dapat dipertanggungjawabkan.
- Pengetahuan yang didapat dimungkinkan sebagai sebuah hasil rekayasa demi kepentingan mempertahankan ‘kebenaran’ pengetahuan yang ada.
- Pengetahuan yang didapat sulit dibebaskan dari kepentingan subjektif
- Pengetahuan yang didapat masih memberikan ruang bagi nuansa mistik yang secara rasional dan logika sulit untuk dipertanggungjawabkan.
Pada
akhirnya, pengetahuan yang didapat dengan cara tidak ilmiah ini
cenderung untuk mengambil jalan pintas tanpa memperhatikan proses
bagaimana munculnya pengetahuan tersebut. Ada beberapa cara dalam
menemukan sesuatu melalui pendekatan non ilmiah, seperti: akal sehat,
prasangka, intuisi, penemuan kebetulan dan coba-coba serta pendapat
otoritas ilmiah dan fikiran kritis.
Menurut Nazir (1988: 18) kebenaran dapat diperoleh melalui cara non ilmiah yang terdiri dari:
- penemuan kebenaran secara kebetulan
- penemuan kebenaran secara common sense (akal sehat)
- penemuan kebenaran melalui wahyu
- penemuan kebenaran secara intuitif
- penemuan kebenaran melalui trial dan error
- penemuan kebenaran melalui spekulasi
- penemuan kebenaran karena kewibawaan
1. Penemuan Kebenaran secara kebetulan
Penemuan
secara kebetulan diperoleh tanpa rencana, tidak pasti serta tidak
melalui langkah-langkah yang sistimatik dan terkendali (terkontrol).
Penemuan kebenaran secara kebetulan bukanlah kebenaran yang ditemukan
secara ilmiah, namun banyak penemuan tersebut telah menggoncangkan dunia
ilmu pengetahuan. Salah satu contoh adalah tentang penemuan kristal
urease oleh Dr. J.S. Summers pada tahun 1962. Pada suatu hari Summers
sedang bekerja dengan ekstrak acetone.
Karena
ia ingin bermain tennis, maka ekstrak acetone tersebut disimpan kedalam
kulkas dan ia bergegas pergi ke lapangan tennis. Keeseokan harinya,
ketika ia ingin meneruskan percobaan dengan ekstrak acetone yang
disimpannya ke dalam kulkas, dilihatnya telah timbul kristal-kristal
baru pada ekstrak acetone tersebut. Kemudian ternyata bahwa
kristal-kristal tersebut adalah enzim urease yang amat berguna bagi
manusia. Kejadian yang tidak disengaja atau kebetulan itu, akhirnya
diketahuilah bahwa ekstrak acetone yang dibekukan akan menghasilkan
kristal urease yang sangat berguna bagi manusia.
Cara
menemukan kebenaran seperti tersebut diatas bukanlah cara yang
sebaikbaiknya, karena manusia bersifat pasif dan menunggu. Tetapi tidak
selalu penemuan secara kebetulan merupakan asasi. Adakalanya penemuan
secara kebetulan dapat membuat seseorang menjadi tertipu karena hubungan
yang seakan-akan ada artinya padahal hubungan tersebut berdiri sendiri
2. Cara penemuan kebenaran dengan trial and error
Mencoba
sesuatu secara berulang-ulang, walaupun selalu menemukan kegagalan dan
akhirnya menemukan suatu kebenaran disebut cara kerja trial and error.
Dengan cara ini seseorang telah aktif melakukan usaha untuk menemukan
sesuatu, meskipun sebenarnya tidak mengetahui dengan pasti tentang
sesuatu yang ingin dicapainya sebagai tujuan dalam melakukan percobaan
itu. Penemuan coba-coba (trial and error) diperoleh tanpa kepastian akan
diperolehnya sesuatu kondisi tertentu atau pemecahan sesuatu masalah.
Usaha
coba-coba pada umumnya merupakan serangkaian percobaan tanpa kesadaran
akan pemecahan tertentu. Pemecahan terjadi secara kebetulan setelah
dilakukan serangkaian usaha; usaha yang berikut biasanya agak lain,
yaitu lebih maju, daripada yang mendahuluinya. Penemuan secara kebetulan
pada umumnya tidak efisien dan tidak terkontrol. Dari satu percobaan
yang gagal, dilakukan lagi percobaan ulangan yang mengalami kegagalan
pula.
Demikian
dilakukan terus percobaan demi percobaan dan kegagalan demi kegagalan,
tanpa rasa putus asa sehingga akhirnya sebagai suatu surprise dari
serangkaian percobaan itu ditemukan suatu kebenaran. Kebenaran yang
menambah perbendaharaan pengetahuan, yang kebenarannya semula tidak
diduga oleh yang bersangkutan. Salah satu contoh dapat dilihat pada
percobaan Robert Kock yang dilakukannya dengan mengasah kaca hingga
terbentuk sebagai lensa, yang mampu memperbesar benda-benda yang tidak
dapat dilihat dengan mata telanjang, kaca-kaca itu diasah tanpa
mengetahui tujuannya. Akhirnya ternyata lensa yang ditemukannya itu
telah mendasari pembuatan mikroskop, yang pada giliran berikutnya
melalui trial and error telah mengantarkan yang bersangkutan pada
keberhasilan menemukan basil atau kuman penyakit Tuberculose (TBC).
Sebagaimana
dikatakan di atas cara ini sudah menunjukkan adanya aktivitas manusia
dalam mencari kebenaran, walaupun lebih banyak mengandung unsur-unsur
untung-untungan. Di samping itu cara tersebut kerap kali memerlukan
waktu yang lama karena kegiatan mencoba itu tidak dapat direncanakan,
tidak terarah dan tidak diketahui tujuannya. Dengan kata lain cara ini
terlalu bersifat meraba-raba, tidak pasti dan tanpa pengertian yang
jelas. Oleh karena itulah maka cara trial and error tidak dapat diterima
sebagai metode keilmuan dalam usaha menggungkapkan kebenaran ilmu,
terutama karena tidak memberikan jaminan untuk sampai pada penemuan
kebenaran yang dapat mengembangkan ilmu secara sistematik.
3. Penemuan kebenaran melalui otoritas atau kewibawaan
Di
dalam masyarakat, kerapkali ditemui orang-orang yang karena kedudukan
pengetahuannya sangat dihormati dan dipercayai. Orang tersebut memiliki
kewibawaan yang besar di lingkungan masyarakatnya. Banyak pendapatnya
yang diterima sebagai kebenaran. Kepercayaan pada pendapatnya itu tidak
saja karena kedudukannya di dalam masyarakat itu, misalnya sebagai
pemimpin atau pemuka adat atau ulama dan lainlainnya, tetapi dapat juga
karena keahliannya dalam bidang tertentu. Otoritas ilmiah adalah
orang-orang yang biasanya telah menempuh pendidikan formal tertinggi
atau yang mempunyai pengalaman kerja ilmiah dalam sesuatu bidang yang
cukup banyak.
Pendapat-pendapat
mereka sering diterima orang tanpa diuji, karena dipandang benar.
Namun, pendapat otoritas ilmiah itu tidak selamanya benar. Ada kalanya,
atau bahkan sering, pendapat mereka itu kemudian ternyata tidak benar,
karena pendapat tersebut tidak diasalkan dari penelitian, melinkan hanya
didasarkan atas pemikiran logis. Kiranya jelas, bahwa pendapat-pendapat
sebagai hasil pemikiran yang demikian itu akan benar kalau
premise-premisenya benar. Misalnya penerimaan teori evolusi dari Darwin,
yang selama ini diakui kebenarannya oleh banyak orang, tiada lain
karena yang bersangkutan dipandang ahli dibidangnya sehingga mampu
meyakinkan tentang kebenaran teorinya walaupun tidak bertolak dari
pembuktian ilmiah melalui fakta-fakta pengalaman.
Di
samping itu banyak tokoh-tokoh sejarah yang karena memiliki otoritas
atau kewibawaan di lingkungan masyarakatnya, berbagai pendapat yang
dikemukakannya dipandang sebagai kebenaran, walaupun berlakunya terbatas
selama jangka waktu tertentu. Misalnya Hitler dengan teorinya tentang
ras Aria sebagai ras yang terbaik di dunia. Sukarno sebagai presiden di
zamannya dengan berbagai teorinya mengenai politik, kemasyarakatan,
ekonomi dan lain-lainnya. Pendapat-pendapat seperti itu kerapkali
berguna juga, terutama dalam merangsang dan memberi landasan bagi usaha
penemuan-penemuan baru di kalangan orang-orang yang meragukannya. Akan
tetapi cara inipun tidak dapat diterima sebagai cara ilmiah dalam metode
keilmuan karena lebih banyak diwarnai oleh subjektivitas dari orang
yang mengemukakan pendapat tersebut.
4. Penemuan Kebenaran secara spekulatif
Cara
ini mengandung kesamaan dengan cara trial and error karena mengandung
unsur untung-untungan dalam mencari kebenaran. Oleh karena itu cara ini
dapat dikatagorikan sebagai trial and error yang teratur dan terarah.
Dalam prakteknya seseorang telah memulai dengan menyadari masalah yang
dihadapinya, dan mencoba meramalkan berbagai kemungkinan atau alternatif
pemecahannya. Kemudian tanpa meyakini betulbetul tentang ketepatan
salah satu alternatif yang dipilihnya ternyata dicapai suatu hasil yang
memuaskan sebagai suatu kebenaran.
Dengan
kata lain yang bersangkutan memilih salah satu dari beberapa
kemungkinan pemecahan masalah itu, walaupun tanpa meyakini bahwa
pilihannya itu sebagai cara yang setepat-tepatnya. Cara spekulatif
seperti itu tidak dapat dilakukan oleh semua orang. Dalam hubungan ini
sering ditemui orang yang pandangan atau intuisinya tajam, yang
memungkinkan penggunaan cara spekulatif dalam menanam sejenis tanaman di
tanah gambut. Dari penanaman yang cukup banyak untuk jangka waktu
tertentu, ternyata dihasilkannya suatu kebenaran bahwa jenis
tanaman tersebut dapat tumbuh subur di atas tanah gambut atau
sebaliknya.
Di
atas telah dikemukakan bahwa cara ini mengandung unsur untung-untungan
yang sangat dominan, sehingga tidak efektif untuk dipergunakan dalam
mengungkapkan kebenaran ilmiah. Unsur untung-untungan itu mengakibatkan
cara menemukan kebenaran lebih bersifat meraba-raba, sehingga
kemungkinan gagal lebih besar daripada keberhasilan menemukan kebenaran
sebagaimana diharapkan. Salah satu contoh dari untung-untungan adalah
ketika pemerintah menyediakan proyek penanaman tahan gambut untuk
ditanami dengan pohon yang produktif. Setelah diolah ternyata mengalami
kegagalan, karena masih memerlukan teknologi yang lebih canggih untuk
pengolahan tanahnya.
5. Akal Sehat
Akal
sehat dan ilmu adalah dua hal yang berbeda sekalipun dalam batas
tertentu keduanya mengandung persamaan. Menurut Conant yang dikutip
Kerlinger (1973:3) akal sehat adalah serangkaian konsep (concepts) dan
bagan konseptual (conceptual schemes) yang memuaskan untuk penggunaan
praktis bagi kemanusiaan. Konsep adalah kata-kata yang menyatakan
abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus. Bagan konsep
adalah seperangkat konsep yang dirangkaikan dengan dalil-dalil hipotesis
dan teoritis. Walaupun akal sehat yang berupa konsep dan bagan konsep
itu dapat menunjukkan hal yang benar, namun dapat pula menyesatkan.
Suatu contoh misalnya akal sehat mengenai peranan hukuman dan ganjaran
dalam pendidikan. Pada abad ke- 19 menurut akal sehat yang diyakini oleh
banyak pendidik, hukuman adalah alat utama dalam pendidikan. Penemuan
ilmiah ternyata membantah kebenaran akal sehat tersebut. Hasil-hasil
penelitian dalam bidang psikologi dan pendidikan menunjukkan bahwa bukan
hukuman yang merupakan alat utama dalam pendidikan, melainkan ganjaran.
6. Prasangka
Pencapaian
pengetahuan secara akal sehat diwarnai oleh kepentingan orang yang
melakukannya. Hal yang demikian itu menyebabkan akal sehat mudah beralih
menjadi prasangka. Dengan akal sehat, orang cenderung mempersempit
pengamatannya karena diwarnai oleh pengamatannya itu, dan cenderung
mengkambing-hitamkan orang lain atau menyokong sesuatu pendapat . Orang
sering tidak mengendalikan keadaan yang juga dapat terjadi pada keadaan
lain. Orang sering cenderung melihat hubungan antar dua hal sebagai
hubungan sebab-akibat yang langsung dan sederhana, padahal sesungguhnya
gejala yang diamati itu merupakan akibat dari berbagai hal. Dengan akal
sehat orang cenderung kearah pembuatan generalisasi yang terlalu luas,
yang lalu merupakan prasangka.
7. Pendekatan Intuitif
Dalam pendekatan intuitif orang menentukan “pendapat” mengenai sesuatu berdasar atas “pengetahuan” yang
langsung atau didapat dengan cepat melalui proses yang tak disadari
atau yang tidak difikirkan lebih dahulu. Dengan intuisi, orang
memberikan penilaian tanpa didahului sesuatu renungan. Pencapaian
pengetahuan yang demikian itu sukar dipercaya. Di sini tidak terdapat
langkah-langkah yang sistematik dan terkendali. Ditambahkan oleh Sumanto
(1990:2) penemuan kebenaran melalui cara yang tidak ilmiah adalah
dengan:
1. Pengalaman Untuk memperoleh sesuatu yang diinginkan, manusia seringkali menggunakan pengalaman-pengalaman mereka.
Contoh,
anak kecil kerap kali menggunakan pengalaman-pengalamannya agar
memperoleh sesuatu yang dikehendaki dari orang tuanya. Misalnya, anak
kecil menggunakan pengalamannya bahwa kalau ia selalu patuh terhadap
orang tua dan berprestasi selalu mendapatkan ganjaran dari orang tuanya.
Sebaliknya, kalau ia tidak patuh dan tidak berprestasi maka ia akan
dimarahi. Dengan pengalaman seperti itu, anak-anak cenderung untuk patuh
dan ingin mendapatkan prestasi yang setinggi-tingginya agar memperoleh
pujian dan ganjaran dari orang tuanya.
2.
Metode A Priori Metode apriori juga disebut metode intuisi. Dalam
pendekatan ini orang menentukan pendapat mengenai sesuatu berdasar atas
pengetahuan yang langsung (didapat dengan cepat tanpa proses dan
pemikiran yang matang). Dalil-dalil dan kesimpulan yang diterima menurut
metode tersebut semata-mata berdasar alasan tidak dipertimbangkan
dengan pengalaman
No comments:
Post a Comment