Saturday, 1 April 2017

Sejarah Penemuan Ilmiah dan Non Ilmiah

Penemuan Ilmiah dan Non Ilmiah
Manusia selalu ingin memperoleh pengetahuan tentang berbagai fenomena. Hasrat manusia yang tak ternah padam untuk memperoleh pengetahuan dan untuk dapat memanfaatkan alam mendorong manusia untuk selalu mengembangkan metode-metode tertentu sesuai keinginannya untuk memenuhi hasratnya memperoleh pengetahuan. Untuk memperoleh pengetahuan tersebut, seseorang harus melalui sebuah proses penelitian. Tidak selamanya penemuan kebenaran atau memperoleh pengetahuan itu didapatkan dari sebuah proses yang ilmiah. Pada prinsipnya, penemuan non ilmiah juga merupakan sebuah proses penemuan kebenaran atau memperoleh pengetahuan.

A. Penemuan Ilmiah
Penemuan ilmiah lahir untuk mengatasi kelemahan yang ada pada cara yang tidak ilmiah. Penemuan ilmiah dapat dikatakan suatu pengejaran terhadap kebenaran yang diatur oleh pertimbangan-pertimbangan logis. Memperoleh kebenaran dengan metode ilmiah adalah lebih efisien dan dapat dipercaya. Pada dasarnya metoda ilmiah mencakup induksi dari hipotesis-hipotesis berdasarkan pengamatan (observasi), deduksi dari implikasi hipotesis, pengujian implikasi-implikasi tersebut, dan konfirmasi (diterimanya) atau diskonfirmasi (ditolaknya) hipotesis.

Pengetahuan yang benar dapat dicapai manusia melalui pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah menuntut dilakukannya cara-cara atau langkah-langkah tertentu dengan urutan tertentu, agar dapat dicapai pengetahuan yang benar. Cara mencari kebenaran yang dipandang cara ilmiah adalah melalui metode penyelidikan. Seorang penulis telah merumuskan pengertian penyelidikan di sini sebagai “a method of study by which through the careful and echaustive investigation of all acertaineble evidence bearing upon a definable problem, we reach a solution to that problem”. Penyelidikan adalah penyaluran hasrat ingin tahu manusia dalam taraf keilmuan. Sebuah metode penyelidikan hanya akan menarik dan membenarkan suatu kesimpulan apabila telah dibentengi dengan bukti-bukti yang meyakinkan, bukti-bukti mana dikumpulkan melalui prosedur yang sistematik, jelas dan dikontrol.

Pengetahuan yang diperoleh dengan pendekatan ilmiah diperoleh melalui penelitian ilmiah dan dibangun di atas teori tertentu. Dan berkembang melalui penelitian ilmiah, yaitu penelitian yang sistematik dan terkontrol berdasar atas data empiris. Teori itu dapat diuji (dites) dalam hal keajegan dan kemantapan internalnya. Artinya, jika penelitian ulang dilakukan orang lain menurut langkah-langkah yang serupa pada kondisi yang sama akan diperoleh hasil ajeg (consistent), yaitu hasil yang sama atau hampir sama dengan hasil terdahulu.

Dengan pendekatan ilmiah, orang berusaha untuk memperoleh kebenaran ilmiah, yaitu pengetahuan yang kebenarannya terbuka untuk diuji oleh siapa saja yang menghendaki untuk mengujinya. Penemuan ilmiah adalah upaya memecahkan masalah melalui berpikir rasional dan berpikir empiris. Berpikir rasional artinya berpikir atas dasar penalaran agar kebenarannya dapat diterima oleh akal sehat. Oleh sebab itu, dalam berpikir rasional diperlukan teori-teori yang telah mapan atau telah teruji kebenarannya. Berpikir empiris artinya berpikir atas dasar fakta-fakta atau gejala yang terdapat dalam berpikir empiris harus ditunjukkan oleh bukti-bukti yang dapat dipercaya.

Sebuah penemuan dikatakan ilmiah jika memiliki kriteria sebagai berikut:
1. Berdasarkan fakta
Keterangan-keterangan yang ingin diperoleh dalam penelitian, baik yang akan dikumpulkan dan yang dianalisis haruslah berdasarkan fakta-fakta yang nyata. Penemuan atau pembuktian ilmiah tidak didasarkan pada daya khayal, kira-kira, legenda, atau kegiatan sejenis
2. Bebas dari prasangka
Metode ilmiah harus memiliki sifat bebas prasangka, bersih dan jauh dari pertimbangan subjektif. Menggunakan suatu fakta haruslah dengan alas an dan bukti yang lengkap dan dengan pembuktian yang objektif.
3. Menggunakan prinsip analisa
Dalam memahami serta memberi arti terhadap fenomena yang kompleks, harus digunakan prinsip analisa. Semua masalah harus dicari sebab-musabab serta pemecahannya dengan menggunakan analisa yang logis. Fakta yang mendukung tidaklah dibiarkan sebagaimana adanya atau hanya dibuat deskripsinya saja. Tetapi semua kejadian harus dicari sebab-akibat dengan menggunakan analisa yang tajam.

4. Menggunakan hipotesa
Hipotesa merupakan pegangan yang jhas dalam menuntun jalan pikiran peneliti

5. Menggunakan ukuran Objektif
Kerja penelitian dan analisa harus dinyatakan dengan ukuran kuantitatif yang objektif.ukuran tidak boleh merasa-rasa atau menuruti hati nurani. Pertimbanganpertimbangan harus dibuat secara objektif dan dengan menggunakan pikiran yang waras.

6. Menggunakan teknik kuantifikasi
Dalam memperlakukan data ukuran kuantitatif yang lazim harus digunakan, kecuali untuk atribut-atribut yang tidak dapat dikuantifikasikan. Ukuran-ukuran seperti ton, kilogram dan sebagainya harus selalu digunakan. Tidak dengan kata-kata: ‘sejauh mata memandang’ dan sebagainya. Kuantifikasi yang termudah adalah dengan menggunakan ukuran nominal.

Proses penelitian melibatkan siklus empat unsur, yaitu pengamatan, induksi, temuan ilmiah dan deduksi. Siklus tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar  Siklus Kegiatan dalam Penelitian Ilmiah 

Siklus tersebut memberi gambaran kepada kita, bahwa dalam upaya mencari pemecahan masalah perlu dikumpulkan bukti-bukti empirik berdasarkan pengamatan. Berdasarkan hasil pengamatan dilakukan proses berpikir induktif. Dari kesimpulan induktif diperoleh temuan ilmiah yang berupa fakta atau data empirik. Berdasarkan fakta dapat dilakukan proses deduksi, yang selanjutnya dilakukan pengamatan kembali. Atas dasar siklus ini penelitian bisa dilakukan secara terus menerus, sehingga temuan ilmiah yang diperoleh dapat terus berkembang

Sifat penelitian Ilmiah Individu yang akan melaksanakan suatu karya ilmiah hendaknya telah berpola pikir ilmiah, yaitu memiliki sikap skeptis, analitis, dan kritis.
  • Berfikir skeptis, yaitu selalu mencari fakta atau bukti yang mendukung setiap pernyataan
  • Berfikir analitis adalah sikap yang mendasarkan pada analisis dalam setiap persoalan dan memilih yang relevan serta utama
  • Berfikir kritis, yaitu setiap memecahkan persoalan selalu berpijak pada logika dan objektivitas data atau fakta.
Ada dua kriteria untuk mengukur kadar keilmiahan suatu penelitian, yaitu:
  • Kemampuannya untuk memberi pemahaman (understanding) tentang pokok permasalahan yang diteliti
  • Kemampuannya untuk meramalkan (prodictive power), yaitu sampai suatu kesimpulan yang sama dapat dicapai jika data yang sama dikemukakan di lain tempat dan waktu Penemuan kebenaran dengan cara ilmiah menekankan pada proses bagaimana pengetahuan itu didapat daripada isi pengetahuan itu sendiri
Dengan cara ini dapat dikatakan bahwa dengan proses yang berbeda yang dilakukan, maka hasil atau isinya akan berubah. Dengan demikian proses memegang peranan utama, karena proses menghasilkan isi. Penemuan ilmiah (scientific inquiry) adalah suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan dengan menggunakan metode-metode yang diorganisasikan secara sistematis, dalam mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasikan data.

Pengertian ilmiah berbeda dengan ilmu. Ilmu merupakan struktur atau batang tubuh pengetahuan yang telah tersusun, sedang ilmiah adalah cara mengembangkan pengetahuan. Penemuan ilmiah dalam rangka menemukan kebenaran haruslah melewati sebuah proses. Downing (Nazir, 1988: 45) memberikan proses penelitian yang memiliki tujuh buah unsur pemikiran ilmiah yang harus dipatuhi serta 15 buah sifat ataupun tindakan serta kualifikasi yang haris ada agar penelitian tersebut terlaksana secara ilmiah.
B. Penemuan non ilmiah
Penemuan dengan cara yang tidak ilmiah adalah cara yang mudah dilakukan serta cepat didapat. Cara non ilmiah memiliki banyak kelemahan justru karena dengan cara ini didapat secara cepat dan mudah. Sebagai contoh, ketika suatu saat kita berjalan di tempat yang sunyi dan gelap, lalu tuba-tiba mendengar suara seperti benda keras yang jatuh. Kita bertanya-tanya apa yang sedang terjadi? Dengan menggunakan cara yang tidak ilmiahm spontan akan terfikir bahwa suara tersebut berasal dari ‘penghuni’ tempat tersebut.

Namun, hal tersebut tidak dapat dibuktikan, karena tidak ada fakta yang mendukung persepsi tersebut. Kelemahan pada metode non ilmiah terletak pada lemahnya kemampuan kita dalam membuktian penemuan tersebut.

Ada beberapa kelemahan yang diungkapkan Bambang dan Lina (2005:5) yakni:
  1. Pengetahuan yang didapat cenderung tidak akurat dan bersifat terbatas
  2. Pengetahuan yang didapat cenderung digeneralisasikan ke tingkatan yang lebih umum, tanpa melalui sebuah proses yang dapat dipertanggungjawabkan.
  3. Pengetahuan yang didapat dimungkinkan sebagai sebuah hasil rekayasa demi kepentingan mempertahankan ‘kebenaran’ pengetahuan yang ada.
  4. Pengetahuan yang didapat sulit dibebaskan dari kepentingan subjektif
  5. Pengetahuan yang didapat masih memberikan ruang bagi nuansa mistik yang secara rasional dan logika sulit untuk dipertanggungjawabkan.
Pada akhirnya, pengetahuan yang didapat dengan cara tidak ilmiah ini cenderung untuk mengambil jalan pintas tanpa memperhatikan proses bagaimana munculnya pengetahuan tersebut. Ada beberapa cara dalam menemukan sesuatu melalui pendekatan non ilmiah, seperti: akal sehat, prasangka, intuisi, penemuan kebetulan dan coba-coba serta pendapat otoritas ilmiah dan fikiran kritis.

Menurut Nazir (1988: 18) kebenaran dapat diperoleh melalui cara non ilmiah yang terdiri dari:

  • penemuan kebenaran secara kebetulan
  • penemuan kebenaran secara common sense (akal sehat)
  • penemuan kebenaran melalui wahyu
  • penemuan kebenaran secara intuitif
  • penemuan kebenaran melalui trial dan error
  • penemuan kebenaran melalui spekulasi
  • penemuan kebenaran karena kewibawaan
1. Penemuan Kebenaran secara kebetulan
Penemuan secara kebetulan diperoleh tanpa rencana, tidak pasti serta tidak melalui langkah-langkah yang sistimatik dan terkendali (terkontrol). Penemuan kebenaran secara kebetulan bukanlah kebenaran yang ditemukan secara ilmiah, namun banyak penemuan tersebut telah menggoncangkan dunia ilmu pengetahuan. Salah satu contoh adalah tentang penemuan kristal urease oleh Dr. J.S. Summers pada tahun 1962. Pada suatu hari Summers sedang bekerja dengan ekstrak acetone.

Karena ia ingin bermain tennis, maka ekstrak acetone tersebut disimpan kedalam kulkas dan ia bergegas pergi ke lapangan tennis. Keeseokan harinya, ketika ia ingin meneruskan percobaan dengan ekstrak acetone yang disimpannya ke dalam kulkas, dilihatnya telah timbul kristal-kristal baru pada ekstrak acetone tersebut. Kemudian ternyata bahwa kristal-kristal tersebut adalah enzim urease yang amat berguna bagi manusia. Kejadian yang tidak disengaja atau kebetulan itu, akhirnya diketahuilah bahwa ekstrak acetone yang dibekukan akan menghasilkan kristal urease yang sangat berguna bagi manusia.

Cara menemukan kebenaran seperti tersebut diatas bukanlah cara yang sebaikbaiknya, karena manusia bersifat pasif dan menunggu. Tetapi tidak selalu penemuan secara kebetulan merupakan asasi. Adakalanya penemuan secara kebetulan dapat membuat seseorang menjadi tertipu karena hubungan yang seakan-akan ada artinya padahal hubungan tersebut berdiri sendiri

2. Cara penemuan kebenaran dengan trial and error
Mencoba sesuatu secara berulang-ulang, walaupun selalu menemukan kegagalan dan akhirnya menemukan suatu kebenaran disebut cara kerja trial and error. Dengan cara ini seseorang telah aktif melakukan usaha untuk menemukan sesuatu, meskipun sebenarnya tidak mengetahui dengan pasti tentang sesuatu yang ingin dicapainya sebagai tujuan dalam melakukan percobaan itu. Penemuan coba-coba (trial and error) diperoleh tanpa kepastian akan diperolehnya sesuatu kondisi tertentu atau pemecahan sesuatu masalah.

Usaha coba-coba pada umumnya merupakan serangkaian percobaan tanpa kesadaran akan pemecahan tertentu. Pemecahan terjadi secara kebetulan setelah dilakukan serangkaian usaha; usaha yang berikut biasanya agak lain, yaitu lebih maju, daripada yang mendahuluinya. Penemuan secara kebetulan pada umumnya tidak efisien dan tidak terkontrol. Dari satu percobaan yang gagal, dilakukan lagi percobaan ulangan yang mengalami kegagalan pula.

Demikian dilakukan terus percobaan demi percobaan dan kegagalan demi kegagalan, tanpa rasa putus asa sehingga akhirnya sebagai suatu surprise dari serangkaian percobaan itu ditemukan suatu kebenaran. Kebenaran yang menambah perbendaharaan pengetahuan, yang kebenarannya semula tidak diduga oleh yang bersangkutan. Salah satu contoh dapat dilihat pada percobaan Robert Kock yang dilakukannya dengan mengasah kaca hingga terbentuk sebagai lensa, yang mampu memperbesar benda-benda yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, kaca-kaca itu diasah tanpa mengetahui tujuannya. Akhirnya ternyata lensa yang ditemukannya itu telah mendasari pembuatan mikroskop, yang pada giliran berikutnya melalui trial and error telah mengantarkan yang bersangkutan pada keberhasilan menemukan basil atau kuman penyakit Tuberculose (TBC).

Sebagaimana dikatakan di atas cara ini sudah menunjukkan adanya aktivitas manusia dalam mencari kebenaran, walaupun lebih banyak mengandung unsur-unsur untung-untungan. Di samping itu cara tersebut kerap kali memerlukan waktu yang lama karena kegiatan mencoba itu tidak dapat direncanakan, tidak terarah dan tidak diketahui tujuannya. Dengan kata lain cara ini terlalu bersifat meraba-raba, tidak pasti dan tanpa pengertian yang jelas. Oleh karena itulah maka cara trial and error tidak dapat diterima sebagai metode keilmuan dalam usaha menggungkapkan kebenaran ilmu, terutama karena tidak memberikan jaminan untuk sampai pada penemuan kebenaran yang dapat mengembangkan ilmu secara sistematik.

3. Penemuan kebenaran melalui otoritas atau kewibawaan
Di dalam masyarakat, kerapkali ditemui orang-orang yang karena kedudukan pengetahuannya sangat dihormati dan dipercayai. Orang tersebut memiliki kewibawaan yang besar di lingkungan masyarakatnya. Banyak pendapatnya yang diterima sebagai kebenaran. Kepercayaan pada pendapatnya itu tidak saja karena kedudukannya di dalam masyarakat itu, misalnya sebagai pemimpin atau pemuka adat atau ulama dan lainlainnya, tetapi dapat juga karena keahliannya dalam bidang tertentu. Otoritas ilmiah adalah orang-orang yang biasanya telah menempuh pendidikan formal tertinggi atau yang mempunyai pengalaman kerja ilmiah dalam sesuatu bidang yang cukup banyak.

Pendapat-pendapat mereka sering diterima orang tanpa diuji, karena dipandang benar. Namun, pendapat otoritas ilmiah itu tidak selamanya benar. Ada kalanya, atau bahkan sering, pendapat mereka itu kemudian ternyata tidak benar, karena pendapat tersebut tidak diasalkan dari penelitian, melinkan hanya didasarkan atas pemikiran logis. Kiranya jelas, bahwa pendapat-pendapat sebagai hasil pemikiran yang demikian itu akan benar kalau premise-premisenya benar. Misalnya penerimaan teori evolusi dari Darwin, yang selama ini diakui kebenarannya oleh banyak orang, tiada lain karena yang bersangkutan dipandang ahli dibidangnya sehingga mampu meyakinkan tentang kebenaran teorinya walaupun tidak bertolak dari pembuktian ilmiah melalui fakta-fakta pengalaman.

Di samping itu banyak tokoh-tokoh sejarah yang karena memiliki otoritas atau kewibawaan di lingkungan masyarakatnya, berbagai pendapat yang dikemukakannya dipandang sebagai kebenaran, walaupun berlakunya terbatas selama jangka waktu tertentu. Misalnya Hitler dengan teorinya tentang ras Aria sebagai ras yang terbaik di dunia. Sukarno sebagai presiden di zamannya dengan berbagai teorinya mengenai politik, kemasyarakatan, ekonomi dan lain-lainnya. Pendapat-pendapat seperti itu kerapkali berguna juga, terutama dalam merangsang dan memberi landasan bagi usaha penemuan-penemuan baru di kalangan orang-orang yang meragukannya. Akan tetapi cara inipun tidak dapat diterima sebagai cara ilmiah dalam metode keilmuan karena lebih banyak diwarnai oleh subjektivitas dari orang yang mengemukakan pendapat tersebut.

4. Penemuan Kebenaran secara spekulatif
Cara ini mengandung kesamaan dengan cara trial and error karena mengandung unsur untung-untungan dalam mencari kebenaran. Oleh karena itu cara ini dapat dikatagorikan sebagai trial and error yang teratur dan terarah. Dalam prakteknya seseorang telah memulai dengan menyadari masalah yang dihadapinya, dan mencoba meramalkan berbagai kemungkinan atau alternatif pemecahannya. Kemudian tanpa meyakini betulbetul tentang ketepatan salah satu alternatif yang dipilihnya ternyata dicapai suatu hasil yang memuaskan sebagai suatu kebenaran.

Dengan kata lain yang bersangkutan memilih salah satu dari beberapa kemungkinan pemecahan masalah itu, walaupun tanpa meyakini bahwa pilihannya itu sebagai cara yang setepat-tepatnya. Cara spekulatif seperti itu tidak dapat dilakukan oleh semua orang. Dalam hubungan ini sering ditemui orang yang pandangan atau intuisinya tajam, yang memungkinkan penggunaan cara spekulatif dalam menanam sejenis tanaman di tanah gambut. Dari penanaman yang cukup banyak untuk jangka waktu tertentu, ternyata dihasilkannya suatu kebenaran bahwa jenis tanaman tersebut dapat tumbuh subur di atas tanah gambut atau sebaliknya.

Di atas telah dikemukakan bahwa cara ini mengandung unsur untung-untungan yang sangat dominan, sehingga tidak efektif untuk dipergunakan dalam mengungkapkan kebenaran ilmiah. Unsur untung-untungan itu mengakibatkan cara menemukan kebenaran lebih bersifat meraba-raba, sehingga kemungkinan gagal lebih besar daripada keberhasilan menemukan kebenaran sebagaimana diharapkan. Salah satu contoh dari untung-untungan adalah ketika pemerintah menyediakan proyek penanaman tahan gambut untuk ditanami dengan pohon yang produktif. Setelah diolah ternyata mengalami kegagalan, karena masih memerlukan teknologi yang lebih canggih untuk pengolahan tanahnya.

5. Akal Sehat
Akal sehat dan ilmu adalah dua hal yang berbeda sekalipun dalam batas tertentu keduanya mengandung persamaan. Menurut Conant yang dikutip Kerlinger (1973:3) akal sehat adalah serangkaian konsep (concepts) dan bagan konseptual (conceptual schemes) yang memuaskan untuk penggunaan praktis bagi kemanusiaan. Konsep adalah kata-kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus. Bagan konsep adalah seperangkat konsep yang dirangkaikan dengan dalil-dalil hipotesis dan teoritis. Walaupun akal sehat yang berupa konsep dan bagan konsep itu dapat menunjukkan hal yang benar, namun dapat pula menyesatkan. Suatu contoh misalnya akal sehat mengenai peranan hukuman dan ganjaran dalam pendidikan. Pada abad ke- 19 menurut akal sehat yang diyakini oleh banyak pendidik, hukuman adalah alat utama dalam pendidikan. Penemuan ilmiah ternyata membantah kebenaran akal sehat tersebut. Hasil-hasil penelitian dalam bidang psikologi dan pendidikan menunjukkan bahwa bukan hukuman yang merupakan alat utama dalam pendidikan, melainkan ganjaran.

6. Prasangka
Pencapaian pengetahuan secara akal sehat diwarnai oleh kepentingan orang yang melakukannya. Hal yang demikian itu menyebabkan akal sehat mudah beralih menjadi prasangka. Dengan akal sehat, orang cenderung mempersempit pengamatannya karena diwarnai oleh pengamatannya itu, dan cenderung mengkambing-hitamkan orang lain atau menyokong sesuatu pendapat . Orang sering tidak mengendalikan keadaan yang juga dapat terjadi pada keadaan lain. Orang sering cenderung melihat hubungan antar dua hal sebagai hubungan sebab-akibat yang langsung dan sederhana, padahal sesungguhnya gejala yang diamati itu merupakan akibat dari berbagai hal. Dengan akal sehat orang cenderung kearah pembuatan generalisasi yang terlalu luas, yang lalu merupakan prasangka.

7. Pendekatan Intuitif
Dalam pendekatan intuitif orang menentukan “pendapat” mengenai sesuatu berdasar atas “pengetahuan” yang langsung atau didapat dengan cepat melalui proses yang tak disadari atau yang tidak difikirkan lebih dahulu. Dengan intuisi, orang memberikan penilaian tanpa didahului sesuatu renungan. Pencapaian pengetahuan yang demikian itu sukar dipercaya. Di sini tidak terdapat langkah-langkah yang sistematik dan terkendali. Ditambahkan oleh Sumanto (1990:2) penemuan kebenaran melalui cara yang tidak ilmiah adalah dengan:
1. Pengalaman Untuk memperoleh sesuatu yang diinginkan, manusia seringkali menggunakan pengalaman-pengalaman mereka.
Contoh, anak kecil kerap kali menggunakan pengalaman-pengalamannya agar memperoleh sesuatu yang dikehendaki dari orang tuanya. Misalnya, anak kecil menggunakan pengalamannya bahwa kalau ia selalu patuh terhadap orang tua dan berprestasi selalu mendapatkan ganjaran dari orang tuanya. Sebaliknya, kalau ia tidak patuh dan tidak berprestasi maka ia akan dimarahi. Dengan pengalaman seperti itu, anak-anak cenderung untuk patuh dan ingin mendapatkan prestasi yang setinggi-tingginya agar memperoleh pujian dan ganjaran dari orang tuanya.

2. Metode A Priori Metode apriori juga disebut metode intuisi. Dalam pendekatan ini orang menentukan pendapat mengenai sesuatu berdasar atas pengetahuan yang langsung (didapat dengan cepat tanpa proses dan pemikiran yang matang). Dalil-dalil dan kesimpulan yang diterima menurut metode tersebut semata-mata berdasar alasan tidak dipertimbangkan dengan pengalaman

No comments:

Post a Comment