Pengertian Customer Loyalty
Loyalitas atau kesetiaan didefinisikan sebagai komitmen yang dipegang kuat untuk membeli atau berlangganan lagi produk atau jasa tertentu di masa depan meskipun ada pengaruh situasi dan usaha pemasaran yang berpotensi menyebabkan perubahan perilaku (Kotler dan Keller, 2007:175).
Griffin (2005:5) berpendapat bahwa seorang konsumen dikatakan setia atau loyal apabila konsumen tersebut menunjukkan perilaku pembelian secara teratur atau terdapat suatu kondisi dimana mewajibkan konsumen membeli paling sedikit dua kali dalam selang waktu tertentu. Upaya memberi kepuasan konsumen dilakukan untuk mempengaruhi sikap konsumen, sedangkan konsep loyalitas konsumen lebih berkaitan dengan perilaku daripada sikap dari konsumen.
Menurut Kotler (2005:178) mengatakan “ The long term success of the a particular brand is not based on the number of consumer who purchase it only once, but on the number who become repeat purchase “. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa konsumen yang loyal tidak diukur dari berapa banyak dia membeli, tapi dari seberapa sering dia melakukan pembelian ulang, termasuk di sini merekomendasikan orang lain untuk membeli.
Berdasarkan kutipan dari Sheth & Mittal (2004) dalam Tjiptono (2007:387), loyalitas konsumen adalah komitmen konsumen terhadap suatu merek, toko atau pemasok berdasarkan sifat yang sangat positif dan tercermin dalam pembelian ulang yang konsisten. Dua kondisi penting yang berhubungan dengan loyalitas adalah retensi konsumen (customer retention) dan total pangsa konsumen (total share of customer).
Menurut Gremler dan Brown (1997) dalam Hasan (2009:83) bahwa loyalitas konsumen adalah konsumen yang tidak hanya membeli ulang barang dan jasa, tetapi juga mempunyai komitmen dan sikap yang positif terhadap perusahaan jasa, misalnya dengan merekomendasikan orang lain untuk membeli. Definisi ini menempatkan loyalitas sebagai sebuah komitmen sikap menghasilkan empat kemungkinan loyalitas yaitu loyal, loyalitas palsu atau pura-pura, loyal yang tersembunyi, dan tidak loyal.
2.1.6.2 Tahap Perkembangan Customer Loyalty
Menurut Hasan (2008:86), loyalitas berkembang melalui empat tahap, yaitu :
- Kognitif,
- Afektif,
- Konatif, da
- Tindakan.
Tinjauan ini memperkirakan bahwa konsumen menjadi loyal lebih dulu pada aspek kognitifnya, berturut kemudian pada aspek afektif, konatif dan akhirnya pada tindakan.
1. Tahap pertama : Loyalitas Kognitif
Konsumen yang mempunyai loyalitas tahap pertama ini menggunakan basis informasi yang memaksa menunjuk pada satu merek atas merek lainnya, loyalitasnya hanya didasarkan pada aspek kognisi saja. Contoh, sebuah swalayan secara konsisten selalu menawarkan harga yang lebih rendah dari pesaing yang ada. Informasi ini cukup memaksa konsumen selalu berbelanja di swalayan tersebut.
2. Tahap kedua : Loyalitas Afektif
Loyalitas tahap kedua didasarkan pada aspek afektif konsumen. Sikap merupakan fungsi dari kognisi pengharapan pada periode awal pembelian (masa prakonsumsi) dan merupakan fungsi dari sikap sebelumnya ditambah kepuasan di periode berikutnya (masa pascakonsumsi).
3. Tahap ketiga : Loyalitas Konatif
Dimensi konatif (niat melakukan) dipengaruhi oleh perubahan-perubahan afektif terhadap merek. Konasi menunjukan suatu niat untuk melakukan sesuatu kearah tujuan tertentu. Loyalitas konatif merupakan suatu kondisi loyal yang mencakup komitmen mendalam untuk melakukan pembelian. Jenis komitmen ini sudah melampaui afektif, bagian dari motivasi untuk mendapatkan merek yang disukai. Afektif hanya menunjukan kecenderungan motivasi, sedangkan komitmen menunjukan melakukan suatu keinginan untuk menjalankan tindakan. Keinginan untuk membeli kembali atau menjadi loyal itu hanya merupakan tindakan yang terantisipasi tetapi belum terlaksana.
4. Tahap keempat : Loyalitas Tindakan
Meskipun pembelian ulang adalah suatu tindakan yang sangat penting bagi pemasar, penginterprestasian loyalitas hanya pada pembelian ulang saja tidak cukup, karena konsumen yang membeli ulang belum tentu memmpunyai sikap positif terhadap barang atau jasa yang dibeli. Pembelian ulang dilakukan bukan karena puas, melainkan mungkin karena terpaksa atau faktor lainnya. Oleh karena itu untuk mengenali perilaku loyal dilihat dari dimensi ini, yaitu dari komitmen pembelian ulang yang ditujukan pada suatu produk dalam kurun waktu tertentu secara teratur.
2.1.6.3 Keuntungan Customer Loyalty
Griffin (2005:223) mengemukakan keuntungan-keuntungan yang akan diperoleh perusahaan apabila memiliki konsumen yang loyal antara lain:
- Mengurangi biaya pemasaran (karena biaya untuk menarik konsumen baru lebih mahal)
- Mengurangi biaya transaksi (seperti biaya negosiasi kontrak, pemrosesan pesanan dan lain-lain)
- Mengurangi biaya turn over konsumen (karena pergantian konsumen lebih sedikit)
- Meningkatkan penjualan silang yang akan memperbesar pangsa pasar perusahaan
- Word of mouth yang lebih positif, dengan asumsi bahwa konsumen yang loyal juga berarti mereka yang merasa puas
- Mengurangi biaya kegagalan (seperti biaya penggantian, dll)
2.1.6.4 Pengukuran Customer Loyalty
Menurut Ahmad Mardalis (2005: 34) loyalitas dapat diukur berdasarkan:
1. Urutan pilihan (choice sequence)
Metode urutan pilihan atau disebut juga pola pembelian ulang ini banyak dipakai dalam penelitian dengan menggunakan panel-panel agenda harian konsumen lainnya, dan lebih terkini lagi, data scanner supermarket.
2. Proporsi pembelian (proportion of purchase)
Berbeda dengan runtutan pilihan, cara ini menguji proporsi pembelian total dalam sebuah kelompok produk tertentu. Data yang dianalisis berasal dari panel konsumen.
3. Preferensi (preference)
Cara ini mengukur loyalitas dengan menggunakan komitmen psikologis atau pernyataan preferensi. Dalam hal ini, loyalitas dianggap sebagai “sikap yang positif” terhadap suatu produk tertentu, sering digambarkan dalam istilah niat untuk membeli.
4. Komitmen (commitment)
Komitmen lebih terfokus pada komponen emosional atau perasaan. Komitmen terjadi dari keterkaitan pembelian yang merupakan akibat dari keterlibatan ego dengan kategori merek. Keterlibatan ego tersebut terjadi ketika sebuah produk sangat berkaitan dengan nilai-nilai penting, keperluan, dan konsep diri konsumen.
2.1.6.5 Dimensi Customer Loyalty
Berbeda dari kepuasan, loyalitas dapat didefinisikan berdasarkan perilaku membeli. Menurut Griffin (2005:31) konsumen yang loyal merupakan orang yang:
- Melakukan pembelian ulang secara teratur
- Membeli antarlini produk dan jasa
- Mereferensikan kepada orang lain
- Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing.
Indikator dari loyalitas konsumen menurut Kotler & Keller ( 2006:57 ) adalah
- Repeat Purchase (kesetiaan dalam pembelian produk)
- Retention (ketahanan terhadap pengaruh negatif mengenai perusahaan)
- Referrals (mereferensikan secara total eksistensi perusahaan)
2.1.6.6 Meningkatkan Customer Loyalty
Menurut Grifin (2005:22), dalam buku “Customer Loyalty”, ada empat cara agar konsumen tidak meninggalkan perisahaan, yaitu:
1. Mempermudah konsumen untuk memberi umpan balik kepada perusahaan.
Salah satu kegiatan yang paling menguntungkan bagi perusahaan adalah mencari keluhan konsumen, memudahkan konsumen untuk memberikan umpan balik dengan cara bertanya kepada konsumen secara teratur mengenai pembelian terakhir mereka seperti: apakah pembelian itu memenuhi kebutuhan mereka, apakah itu yang mereka harapkan serta bagaimana cara meningkatkannya.
2. Bila konsumen membutuhkan bantuan, berikanlah dengan segera.
Setelah perusahaan memperoleh umpan balik dari konsumen, perusahaan harus bertindak dengan cepat. Bila konsumen menghubungi untuk menyampaikan keluhan, perusahaan harus memberi respon dengan segera, sebaiknya dengan menegaskan maksud perusahaan untuk menyelesaikan masalah secepat mungkin.
3. Mengurangi kejengkelan atas reparasi, pembayaran kembali dan pemberian jaminan reparasi, pembayaran kembali, dan pemberian jaminan sering menjadi sumber kekecewaan para konsumen.
4. Mempelajari cara menghibur konsumen yang marah.
Dengan sistem umpan balik dan keluhan konsumen yang meningkat mutunya, terjadi interaksi dengan konsumen. Bila perusahaan berhadapan dengan konsumen yang marah, perlakukan konsumen tersebut dengan penuh perhatian.
2.1.6.7 Tahap Pertumbuhan Loyalitas
Menurut Grifin (2002:35) menyatakan bahwa tingkat loyalitas terdiri dari:
1. Suspect
Meliputi orang yang mungkin akan membeli barang atau jasa perusahaan.
2. Prosect
Orang-orang yang memiliki kebutuhan akan produk atau jasa tertentu, dan mempunyai keyakinan untuk membelinya.
3. Disqulified Prospect
Prospek yang telah mengetahui keberadaan barang atau jasa tertentu, tetapi tidak mempunyai kemampuan untuk membeli barang atau jasa tersebut.
4. First Time Customers
Konsumen yang membeli untuk pertama kalinya, mereka masih menjadi konsumen baru.
5. Repeat Customers
Konsumen yang telah melakukan pembelian suatu produk sebanyak dua kali atau lebih.
6. Clients
Pembeli semua barang atau jasa yang mereka butuhkan dan tawarkan perusahaan, mereka membeli secara teratur.
7. Advocates
Layaknya clients, advocates membeli seluruh barang atau jasa yang ditawarkan yang ia butuhkan, serta melakukan pembelian secara teratur sebagai tambahan mereka mendorong teman-teman mereka yang lain agar membeli barang atau jasa tersebut.
2.1.6.8 Jenis-jenis Loyalitas
Menurut Griffin (2005:22), menyatakan bahwa jenis loyalitas dapat dibagi menjadi:
1. Tanpa loyalitas
Beberapa konsumen tidak mengembangkan loyalitas terhadap produk atau jasa tertentu. Tanpa loyalitas ditandai dengan keterikatannya yang rendah dikombinasikan dengan tingkat pembelian yang rendah pula. Secara umum, perusahaan harus menghindari membidik para pembeli jenis ini karena mereka tidak akan menjadi konsumen yang loyal.
2. Loyalitas yang lemah
Ditandai dengan keterikatan yang rendah digabung dengan pembelian berulang yang tinggi menghasilkan loyalitas yang lemah. Konsumen ini membeli karena kebiasaan. Dengan kata lain, faktor nonsikap dan faktor situasi merupakan alasan utama membeli. Loyalitas jenis ini paling umum terjadi pada produk yang sering dibeli.
3. Loyalitas tersembunyi
Tingkat keterikatan yang relatif tinggi digabung dengan tingkat pembelian berulang yang rendah menunjukkan loyalitas tersembunyi. Bila konsumen memiliki loyalitas tersembunyi, pengaruh situasi dan bukan pengaruh sikap yang menentukan pembelian berulang.
4. Loyalitas premium
Loyalitas premium, jenis loyalitas yang paling dapat ditingkatkan, terjadi bila ada keterikatan yang tinggi dan tingkat pembelian ulang yang juga tinggi. Ini merupakan jenis loyalitas yang lebih disukai untuk semua konsumen di setiap perusahaan.
2.1.7 Hubungan Antar Variabel
Hubungan yang ada antara variabel yang diteliti dapat dijabarkan sebagai berikut
2.1.7.1 Hubungan Service Quality Dengan Brand Image
Hubungan antara service quality dan brand image tidak berpengaruh terhadap perusahaan. Menurut Malik, et al. (2011) hanya empathy, responsiveness, dan reliability yang memiliki pengaruh terhadap pembangunan brand image, sedangkan assurance dan tangibles tidak memberikan kontribusi apa-apa yang signifikan dalam memelihara brand image. Jadi dalam membangun konsepsi brand image dan memperkuat kesadaran merek. Yang harus dilakukan adalah memperhatikan faktor yang dapat diandalkan dan membangun hubungan konsumen, meningkatkan prestasi karyawan, menciptakan keunggulan inti, meningkatkan faktor respon, dan meningkatkan efisiensi kerja untuk faktor empati dan menambahkan nilai tambah dan memperluas brand awareness.
Dan menurut Momeni, et al. (2013) pada jurnalnya “Factors Influencing Brand Image in Banking Industry of Iran” menyatakan bahwa service quality yang diterapkannya di industri perbankan tidak memiliki hubungan dengan brand image dan mengharapkan adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hubungan antara service quality dan brand image di industri yang lain karena dalam penerapan service quality di industri perbankan tidak memiliki pengaruh.
2.1.7.2 Hubungan Brand Image Dengan Customer Loyalty
Menurut Juthamard Sirapracha dan Gerard Tocquer (2012) penelitian ini memperluas penelitian jasa kini dengan mengeksplorasi hubungan antara pengalaman konsumen, citra merek, dan loyalitas konsumen. Dengan kata lain, penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi konsumen dari interaksi mereka dengan perusahaan jasa dipengaruhi oleh pengalaman layanan disampaikan. Penelitian ini memiliki beberapa implikasi manajerial juga. Para pemasar dari penyedia layanan dapat menggunakan hasil penelitian untuk meningkatkan ekuitas merek mereka melalui pengiriman pengalaman konsumen yang menarik dalam banyak aspek.
Dengan berfokus pada pengalaman konsumen, merek layanan memiliki pandangan holistik apa yang mereka berikan untuk konsumen. Oleh karena itu, semua fungsi manajerial dan departemen harus selaras untuk memberikan pengalaman konsumen yang menarik secara keseluruhan melalui interaksi dengan konsumen. Dan dampak dari kedua pengalaman konsumen dan komunikasi pemasaran pada hubungan pengetahuan merek dan merek. Perbandingan ini akan membantu menunjukkan bahwa merek layanan membutuhkan benar-benar pendekatan yang berbeda
2.1.7.3 Hubungan Service Quality Dengan Customer Loyalty
Menurut Kheng, et al (2010) Meskipun layanan konsumen telah dievaluasi lama, tetapi masih satu studi yang bank harus terus melakukan dalam rangka memenuhi. Teknologi baru harus dimasukkan sebagai faktor untuk mengukur service quality dalam penelitian selanjutnya. Penelitian dan kuesioner terkait juga harus diakomodasi dengan persyaratan konsumen baru. Sebuah pemahaman yang lebih jelas untuk urutan hubungan antara service quality dan customer loyalty, dapat membantu untuk memastikan target yang lebih baik dari konsumen yang menggunakan sumber daya pemasaran yang terbatas.
Sedangkan menurut Al-Rousan, et al. (2010) Dalam penelitian ini, skala untuk mengukur service quality diusulkan melalui faktor analisis eksploratori dimana memiliki pengetahuan tentang faktor tersebut pasti akan membantu manajer memenuhi tantangan untuk meningkatkan service quality. Penelitian ini juga mengidentifikasi lima dimensi kualitas pelayanan pariwisata, yaitu tangibility, reliability, responsiveness, assurance, dan empathy, yang semuanya menunjukkan bahwa faktor yang paling penting dalam memprediksi jasa adalah tangibility, diikuti oleh empathy, reliability, dan responsiveness. Sedangkan pemantauan customer loyalty menjadi fokus penting untuk semua manajer. Kegagalan untuk mengenali kekuatan kepuasan konsumen, khususnya emosi mereka, bisa menghancurkan kekuatan retensi dan loyalitas konsumen. Oleh karena itu, tantangan terbesar tidak hanya terletak untuk menarik konsumen namun secara khusus berfokus dengan mengidentifikasi kepuasan konsumen secara individual.
No comments:
Post a Comment