Monday 17 October 2016

 GAYA BAHASA
1. Pengertian Gaya Bahasa
Gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah Style. Kata style diturunkan dari kata latin Stilus, yaitu semacam alat untuk menulis pada lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini akan mempengaruhi jelas tidaknya tulisan pada lempengan tadi. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 112)

Walaupun kata style berasal dari bahasa latin, orang yunani sudah mengembangkan sendiri teori-teori mengenai style itu. Ada dua aliran yang terkenal, yaitu :
  1. Aliran Platonik: memgungkap style sebagai kualitas suatu ungkapan; menurut mereka ada ungkapan yang memiliki style, dan ada juga yang tidak memiliki style.
  2. Aliran Aristoteles: menganggap bahwa gaya adalah suatu kualitas yang inheren, ada yang ada dalam tiap ungkapan.
Secara umum, Gaya adalah cara mengungkapkan diri sendiri, baik melalui bahasa, tingkah laku, berpakaian, dan sebagainya. Gaya bahasa memungkinkan kita dapat menilai pribadi, watak dan kemampuan seseorang yang mempergunakan bahasa itu. Semakin baik gaya bahasanya, semakin baik pula penilaian orang terhadapnya. Begitu pula sebaliknya. Style atau gaya bahasa dapat di batasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). (Gorys Keraf, 2009 Hal. 113)

2. Sendi Gaya Bahasa
a. Kejujuran
Kejujuran dalam bahasa berarti kita mengikuti aturan-aturan, kaidah-kaidah yang baik dan benar dalam bahasa. Pemakaian kata yang kabur dan tak terarah, serta penggunaan kalimat yang berbelit-belit adalah jalan untuk mrngandung ketidakjujuran. Pemakaian bahasa yang berbelit-belit menandakan bahwa pembicara atau penulis tidak tahu apa yng akan dikatakannya. Bahasa adalah alat untuk kita bertemu dan bergaul. Oleh sebab itu, ia harus digunakan pula secara tepat dengan memperhatikan sendi kejujuran. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 114)

b. Sopan-santun
Sopan-santun adalah memberi penghargaan atau menghormati orang yang diajak bicara, khususnya pendengar atau pembaca. Rasa hormat dalam gaya bahasa dimanifestasikan melalui kejelasan dan kesingkata. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 114)

Adapun kejelasan akan diukur dalam beberapa butir kaidah berikut, yaitu :
  1. Kejelasan dalam struktur gramatikal kata dan kalimat.
  2. Kejelasan dalam korespondensi dengan fakta yang diungkapkan melalui kata-kata atau kalimat.
  3. Kejelasan dalam pengaturan ide secara logis.
  4. Kejelasan dalam penggunaan kiasan dan perbandingan.
Kesingkatan jauh lebih efektif dari pada jalinan yang berliku-liku. Kesingkatan dapat dicapai melalui usaha untuk mempergunakan kata-kata secara efesien, meniadakan penggunaan dua kata atau lebih, yang bersinonim secara longgar, menghindari tautologi atau mengadakan reperisi yang tidak perlu. Diantara kejelasan dan kesingkatan sebagai ukuran sopan-santun, syarat kejelasan masih jauh lebih penting dari pada syarat kesingkatan. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 114)

c. Menarik
Kejujuran, kejelasan, serta kesingkatan harus merupakan langkah dasar dan langkah awal. Bila gaya bahasa hanya mengandalkan kedua atau ketiga, kaidah diatas, maka bahasa yang digunakan masih terasa tawar, tidak menarik. Oleh sebab itu, gaya bahasa harus pula menarik. Gaya bahasa menarik dapat diukur melalui beberapa komponen sebagai berikut: variasi, humor yang sehat, pengertian yang baik, tenaga hidup (vitalitas), dan penuh daya khayal (imajinasi). (Gorys Keraf, 2009 Hal. 114)

Penggunaan variasi akan menghindari monotoni, dalam nada struktur, dan pilihan kata. Humor yang sehat berarti gaya bahasa itu mengandung tenaga untuk menciptakan rasa gembira dan nikmat. Vitalitas dan daya khayal adalah pembawaan yang berangsur-angsur dikembangkan melalui pendidikan, latihan dan pengalaman.

3. Jenis-jenis Gaya Bahasa
Gaya bahasa dapat ditinjau dari bermacam-macam sudut pandangan. Oleh sebab itu, sulit diperoleh kata sepakat mengenai suatu pembagian yang bersifat menyeluruh dan dapat diterima oleh semua pihak. Pandangan-pandangan atau pendapat-pendapat tentang gaya bahasa sejauh ini sekurang-kurangnya dapat dibedakan, pertama, dilihat dari segi nonbahasa dan kedua dilihat dari segi bahasa. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 115)

a. Segi Nonbahasa
Pengikut Aristoteles menerima style sebagai hasil dari bermacam-macam unsur. Pada dasarnya style dapat dapat dibagi atas tujuh pokok sebagai berikut:
  1. Berdasarkan pengarang: Gaya bahasa yang disebut sesuai dengan nama pengarang dikenal berdasarkan ciri-ciri pengenal yang digunakan pengarang atau penulis dalam karangannya. Pengarang yang kuat dapat mempengaruhi orang-orang sejamannya. Contoh: gaya Chairil, gaya Takdir dan sebagainya.
  2. Berdasarkan Masa: Gaya bahasa yang didasarkan pada masa dikenal karena ciri-ciri tertentu yang berlangsung dalam suatu kurun waktu tertentu. Contoh: gaya lama, gaya klasik, gaya sastra modern dan sebagainya.
  3. Berdasarkan Medium: Yang dimaksud dengan medium adalah bahasa dalam arti alat komunikasi. Tiap bahasa karena struktur dan situasi sosial pemakainya, dapat memiliki corak tersendiri. Contoh: karangan yang ditulis dalam bahasa Jerman, gaya bahasanya berbeda dengan yang ditulis dengan bahasa Jepang, indonesia, Arab dan sebagainya.
  4. Berdasarkan Subjek: Subjek yang menjadi pokok pembicaraan dalam sebuah karangan dapat mempengaruhi pula gaya bahasa sebuah karangan. Contoh yang kita kenal, gaya filsafat,ilmiah (hukum, teknik, sastra) dan sebagainya.
  5. Berdasarkan Tempat: Gaya ini mendapat namanya dari lokasi geografis, karena ciri-ciri kedaerahan mempengaruhi ungkapan atau ekspresi bahasanya. Contoh: gaya jakarta, gaya jogja, gaya medan dan sebagainya.
  6. Berdasarkan Hadirin: Hadirin atau jenis pembaca juga mempengaruhi gaya bahasa yang digunakan oleh pengarang. Contoh: adanya gaya populer yang cocok untuk masyarakat banyak, anak-anak, dewasa dan sebagainya.
  7. Bedasarkan Tujuan : Gaya berdasarkan tujuan memperoleh namanya dari maksud yang ingin disampaikan oleh pengarang. Misal, gaya humoris, gaya teknis dan sebagainya.
b. Segi Bahasa
Dilihat dari sudut bahasa atau unsure-unsur bahasa yang digunakan, maka gaya bahasa dapat dibedakan berdasarkan titik tolak unsure bahasa yang dipergunakan, yaitu :
  • Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata.
  • Gaya bahasa berdasarkan nada yang terkandung dalam wacana.
  • Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat.
  • Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna.
4. Gaya Bahasa Berdasarkan Pilihan Kata
Berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa mempersoalkan kata mana yang paling tepat yang sesuai untuk posisi tertentu dalam kalimat, serta tepat tidaknya penggunaan kata-kata dilihat dari lapisan pemakaian dalam masyarakat. Dengan kata lain, gaya bahasa ini mempersoalkan ketepatan dan kesesuaian dalam menghadapi situasi-situasi tertentu. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 117)

a. Gaya Bahasa Resmi
Gaya bahasa resmi adalah gaya dalam bentuknya lengkap, gaya yang dipergunakan dalam kesepakatan-kesepakatan resmi, gaya yang dipergumakan oleh mereka yang diharapkan mempergunakannya dengan baik dan terpelihara. Contoh: Amanat kepresidenan, pidato-pidato yang penting, dan sebagainya.(Gorys Keraf, 2009 Hal. 117)

b. Gaya Bahasa Tidak Resmi
Gaya bahasa tidak resmi juga merupakan gaya bahasa yang dipergunakan dalam bahasa standar, khususnya dalam kesempatan tidak formal atau kurang formal. Gaya ini biasanya dipergunakan dalam artikel-artikel mingguan, buku-buku pegangan, majalah, tabloid dan sebagainya. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 118)

Gaya bahasa resmi dan tidak resmi dapat dibandingkan sebagai berikut : gaya bahasa resmi dapat diumpamakan sebagai pakian resmi, pakaian upacara, sedangkan gaya bahasa tidak resmi adalah bahasa dalam pakaian kemeja, yaitu berpakaian secara baik, konfesional, cermat, tetapi untuk keperluan sehari-hari, bukan untuk pesta peristiwa resmi. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 120)

c. Gaya Bahasa Percakapan
Sejalan dengan kata-kata percakapan, terdapat juga gaya bahasa percakapan itu sendiri. Dalam gaya bahasa ini, pilihan katanya adalah kata-kata yang populer atau kata-kata yang dikenal dan kata-kata percakapan. Penggunaan gaya bahasa ini digunakan ketika bercakap-cakap dengan orang lain, kebiasaan-kebiasaan dan sebagainya. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 120)

5. Gaya Bahasa Berdasarkan Nada
Gaya bahasa berdasarkan nada didasarkan pada sugesti(ajakan) yang pancarkan dari rangkaian kata-kata yang terdapat dalam sebuah wacana. Sering kali sugesti ini akan lebih nyata jika diikuti dengan suara dari pembicara, bila yang dihadapi adalah bahasa lisan. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 120)

Gaya bahasa dilihat dari sudut nada yang terkandung dalam sebuah wacana, dibagi atas: gaya sederhana, gaya mulia dan bertenaga dan gaya menengah.

a. Gaya sederhana
Gaya ini biasanya cocok untuk memberi instruksi, perintah pelajaran, perkuliahan, dan sebagainya. Gaya ini cocok pula digunakan untuk menyampaikan fakta atau pembuktian-pembuktian. Untuk mempergunakan gaya ini secara efektif, penulis harus memiliki kepandaian dan pengetahuan yang cukup. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 121)

b. Gaya Mulia dan Bertenaga
Sesuai dengan namanya gaya ini penuh dengan vitalitas dan enersi, dan biasanya digunakan untuk menggerakkan sesuatu. Menggerakkan sesuatu itu tidak hanya dengan tenaga ungkapan pembicara tetapi juga mempergunakan nada keagungan dan kemuliaan. Contoh khutbah tentang kemanusiaan dan keagamaan. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 122)

c. Gaya Menegah
Gaya menengah adalah gaya yang diarahkan kepada usaha untuk menimbulkan suasana senang dan damai, karena tujuannya untuk menciptakan suatu keadaan yang senang dan damai, maka nada yang digunakan lemah lembut, penuh kasih sayang dan mengandung humor agar dapat menghibur pendengar. Contoh Pada kesempatan khusus seperti pesta, pertemuan, rekreasi dan sebagainya. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 120) 


KESIMPULAN
Diksi atau pilihan kata mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata kata yang tepat atau menggunakan ungkapan ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi.

Dilihat dari segi umumnya, makna dapat dibagi menjadi dua yaitu makna konotatif dan makna denotatif. Pilihan kata atau diksi lebih banyak bertalian dengan pilihan kata yang bersifat konotatif. Makna konotatif sifatnya lebih professional dan operasional daripada makna denotatif. Makna denotatif adalah makna yang umum. Dengan kata lain, makna konotatif adalah makna yang dikaitkan dengan kondisi dan situasi tertentu.

Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan yang tepat dalam imajinasi pembaca atau pendengar, seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan penulis atau pembicara, Persoalan pendayagunaan kata pada dasarnya berkisar pada dua persoalan pokok, yaitu pertama, ketetapan pilihan kata, Kedua, kesesuaian atau kecocokan dalam mempergunakan kata.

Secara umum, Gaya adalah cara mengungkapkan diri sendiri, baik melalui bahasa, tingkah laku, berpakaian, dan sebagainya. Gaya bahasa memungkinkan kita dapat menilai pribadi, watak dan kemampuan seseorang yang mempergunakan bahasa itu. Semakin baik gaya bahasanya, semakin baik pula penilaian orang terhadapnya, Begitu pula sebaliknya. Gaya bahasa dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu : segi bahasa dan segi non bahasa.

Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata dapat dibedakan menjadi tiga yaitu, gaya bahasa resmi, gaya bahasa tidak resmi, dan gaya bahasa percakapan. Sedangkan gaya bahasa berdasarkan nada dapat dibedakan menjadi tiga yaitu gaya sederhana, gaya mulia dan bertenaga, dan gaya menengah.

SUMBER;

No comments:

Post a Comment