Konsep Sosiologi Politik sebagai Ilmu Negara dan sebagai llmu Tentang Kekuasaan
Konsep ini mempergunakan kata politik dalam konotasi yang biasa, yaitu yang berhubungan dengan "negara". Kata negara di sini dimaksudkan untuk mengartikan kategori khusus dari kelompokkelompok manusia atau masyarakat. Pertama negara bangsa (nation state) dan kedua negara pemerintah (government state). Negara bangsa menunjukkan masyarakat nasional, yaitu komunitas yang muncul pada akhir zaman pertengahan dan kini menjadi paling kuat terorganisir dan paling utuh berintegrasi. Negara pemerintah menunjukkan pada penguasa dan pemimpin dari masyarakat nasional ini. Mendefinisikan sosiologi politik sebagai ilmu negara berarti menempatkannya dalam klasifikasi ilmu-ilmu sosial yang didasarkan pada hakikat dari masyarakat-masyarakat yang dipelajari. Sosiologi politik dalam pengertian ini berbeda dari sosiologi keluarga, sosiologi kota, sosiologi agama, sosiologi etnik atau kelompok minoritas.
Konsep yang diuraikan di atas merupakan konsep tua dari sosiologi politik. Konsep lain yang lebih modern menganggap bahwa dari sosiologi politik adalah ilmu tentang kekuasaan, pemerintahan, otoritas, komando, di dalam semua, masyarakat manusia bukan saja di dalam masyarakat nasional. Konsepsi ini berasal dari Leon Duguits, ahli hukum Perancis, yang dinamakan perbedaaan anatara yang memerintah (goverments) dan yang diperintah (gouvemes) (Duverger, 1989: 19).
Dia percaya bahwa dalam setiap kelompok manusia dari yang terkecil sampai yang terbesar, dari yang sifatnya sementara sampai yang stabil, ada orang yang memerintah dan mereka yang diperintah, mereka yang memberikan perintah dan mereka yang menaatinya, mereka yang membuat keputusan dan mereka yang mematuhi keputusan tersebut. Pembedaan ini merupakan fakta politik yang fundamental yang berada dalam setiap masyarakat dan pada setiap tingkatan sosial.
Pandangan ini menempatkan sosiologi politik di dalam klasifikasi yang lain dari pengertian yang pertama, yaitu suatu yang didasarkan bukan pada hakikat masyarakat yang dipelajari, tetapi pada jenis fenomena yang ada dalam setiap masyarakat. Dengan demikian, sosiologi politik dalam pengertian ini berbeda tetapi sejajar dengan sosiologi ekonomi, sosiologi kesenian, sosiologi agama dan lain sebagainya. Dari sudut pandang ini sosiologi politik diartikan sebagai "ilmu tentang kekuasaan dalam masyarakat". Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah kekuasaan dalam masyarakat yang bagaimana yang menjadi cakupan sosiologi politik. Apa dalam setiap lapisan masyarakat atau dalam lingkup masyarakat tertentu? Menjawab pertanyaan ini Duverger memberikan dua penjelasan. Penjelasan pertama dilihat dari ukuran dan kompleksitas kelompok-kelompok sosial dan kedua dilihat dari hakikat ikatan-ikatan organ isatorisnya.
Menurut Duverger (1989) dilihat dari ukuran (size) dan kompleksitasnya ada dua kelompok masyarakat, yaitu kelompok elementer atau kelompok kecil dan kelompok kompleks. Kekuasaan dalam kelompok yang lebih besar inilah yang ada sangkut-pautnya dengan sosiologi politik, sedangkan pada kelompokkelompok yang kecil menjadi wilayah kajian psikologi sosial. Namun demikian, pembedaan secara demikian dianggap kurang akurat. Karena teramat sulit membedakan antara kelompok-kelompok elementer dan kelompok-kelompok kompleks.
Karena pada kelompok-kelompok elementer pun terdapat kompleksitas tersendiri. Dalam kelompok sekecil apa pun menurut Duverger menunjukkan adanya proses diferensiasi yang menghasilkan klik, koalisi-koalisi, dan groups yang melibatkan peranan atau menggunakan kekuasaan. Berdasarkan ukuran (size) ini, maka kajian sosiologi politik mencakup "makropolitik" yang berada dalam komunitas-kominitas yang besar dan "mikropolitik" yang berada pada kelompok-kelompok kecil. Sementara itu dilihat dari ikatan-ikatan organisatorisnya, masyarakat dapat dibedakan dalam masyarakat "swasta" dan masyarakat "universal".
Masyarakat swasta adalah "kelompok-kelompok dengan kepentingankepentingan khusus dan rasa solidaritas terbatas yang masing-masing kelompok sesuai dengan kategori tertentu dari aktivias manusia". Termasuk dalam kategori masyarakat ini, misalnya serikat buruh, organisasi olahraga, organisasi kesenian, perusahaan komersial, organisasi-organisasi profesi dan organisasiorganisasi sosial lainnya. Masyarakat universal adalah masyarakat yang meliputi dan melebihi semua masyarakat-masyarakat swasta ini.
Masyarakat universal adalah "masyarakat yang memiliki kategori umum tertentu, tidak hanya didasarkan pada kegiatan atau aktivitas tertentu saja". Tetapi juga, rasa solidaritas lebih besar, lebih dalam, lebih mesra daripada masyarakatmasyarakat swasta. Bagi sebagian penulis, kekuasaan dalam masyarakat universal merupakan objek analisa sosiologi politik bukan kekuasaan di dalam masyarakat swasta. Alasan bagi golongan ini adalah bahwa di dalam masyarakat swasta, otoritas atau kekuasaan dianggap hanya memiliki hakikat teknis tidak mempersoalkan masalah ketergantungan individuindividu dalam hubungan dengan yang lain suatu hal yang justru merupakan dasar dari kekuasaan. Secara sekilas pembedaan ini tampak sesuai dengan arti populer dari "politik". Misalnya, jika kita membicarakan pemimpin-pemimpin politik dan pemerintah berarti membicarakan otoritas dalam masyarakat universal. Namun, jika dikaji secara mendalam perbedaan antara masyarakat universal dan masyarakat swasta tidak bisa menjadi dasar bagi definisi sosiologi politik.
Pertama, pembedaan tersebut samarsamar sifatnya. Misalnya, apakah keluarga merupakan masyarakat universal atau masyarakat swasta? Demikian juga apakah masyarakat agama merupakan masyarakat universal atau masyarakat swasta? Bagi kepala keluarga, keluarga dipandang sebagai masyarakat universal. Begitu juga bagi pemimpin agama, masyarakat agama merupakan masyarakat universal. Namun, bagi yang lain tentu belum tentu dipandang demikian. Kedua, ada dua paham mengenai masyarakat universal. Paham pertama, didefinisikan oleh perasaan memiliki (sense of belonging) rasa kekariban (sense of fellowship) yang mempengaruhi totalitas kegiatan anusia. Paham kedua adalah konsep lebih bersifat formal dan yuridis, yakni menganggap masyarakat universal pada masa kini sebagai nation state (negara bangsa).
Sementara pada zaman lain, bisa kota, suku, dan lainnya. Jika paham kedua yang dipakai, maka akibatnya akan terjebak pada teori yang menyamakan sosiologi politik dengan negara. Masyarakat mana yang menjadi kajian sosiologi politik? Apakah masyarakat universal? Menurut Duverger, hal tersebut sulit diterima, jika sosiologi politik didefinisikan sebagai "ilmu tentang kekuasaan di dalam masyarakat universal" tidak lebih baik daripada didefinisikan sebagai "ilmu tentang kekuasaan di dalam negara". Karena seringkali kedua ungkapan tersebut dianggap sinonim oleh yang mempergunakannya. Agar dapat keluar dari kesulitan itu, Duverger menyarankan lebih baik melihatnya dari segi "hubungan-hubungan otoritas" (authority relationship) yang berjenis-jenis di dalam semua masyarakat baik itu kecil atau besar, sederhana atau kompleks, swasta atau universal. Hubungan otoritas yang dimaksudkan adalah setiap hubungan yang tidak sama di mana seseorang atau beberapa individu menguasai yang lain dan mengarahkannya menurut kehendaknya sendiri. Pada umumnya hubungan manusia memang demikian.
Dalam kenyataannya, sangat sedikit yang benar-benar egalitarian (sama sederajat). Persoalannya sekarang adalah hubungan otoritas yang bagaimana yang melibatkan "kekuasaan" dalam arti yang tepat. Untuk menjelaskan masalah ini, Duverger membedakan hubungan-hubungan yang bersifat luas yakni hubungan yang bersifat "institusional" dan hubungan dalam arti sempit yang bersifat "personal". Kekuasaan dari sudut pandang ini adalah terdiri atas seluruh
No comments:
Post a Comment