Monday, 31 October 2016

Pengertian Lisensi

1. Pengertian Lisensi
Lisensi adalah suatu bentuk pemberian izin oleh pemilik lisensi kepada penerima lisensi untuk memanfaatkan dan menggunakan suatu kekayaan intelektual yang dipunyai pemilik lisensi berdasarkan syarat-syarat tertentu dan dalam jangka waktu tertentu, yang umumnya disertai dengan imbalan berupa royalti[16]
Berdasarkan Pasal 1 angka 14 Undang-undang Republik Indonesia No.19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, yang dimaksud dengan lisensi yaitu izin yang diberikan oleh pemegang hak cipta terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkaitnya dengan persyaratan tertentu.

Lisensi bisa merupakan suatu tindakan hukum berdasarkan kesukarelaan atau kewajiban. Lisensi sukarela adalah salah satu cara pemegang Hak Kekayaan Interlektual memilih untuk memberikan hak berdasarkan perjanjian keperdataan hak-hak ekonomi kekayaan intelektualnya kepada pihak lain sebagai pemegang hak lisensi untuk mengeksploitasinya. Lisensi wajib umumnya merupakan salah satu cara pemberian hak-hak ekonomi yang diharuskan perundang-undangan, tanpa memperhatikan apakah pemilik menghendakinya atau tidak.

2. Peraturan Perundang-Undangan Perjanjian Lisensi
Perjanjian lisensi teknologi di negara berkembang banyak diatur dalam peraturan perundang-undangan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual dan undang-undang penanaman modal. Pemerintah akan meneliti apakah perjanjian lisensi sesuai dengan[17]:

a. Hukum Perjanjian;
Berdasarkan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang dimaksud dengan perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.

Serta Pasal 1338 Kitab Undang undang Hukum Perdata yang berbunyi bahwa :
  1. Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bbagi mereka yang membuatnya.
  2. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan uang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.
  3. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. 
Mengenai syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang isinya yaitu:
  • Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
  • Sepakat adalah bahwa kedua belah pihak atau subjek yang mengadakan perjanjian itu harus sepakat, setuju atau seia sekata mengenai hal-hal pokok dari perjanjian yang diadakan tersebut.
  • 2Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
  • Pada dasarnya setiap orang yang sudah dewasa atau akil balig dan sehat pikirannyaadalah cakap menurut hukum.
  • Suatu hal tertentu.
  • Suatu hal tetentu adalah apa yang diperjanjikan mengenai hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak.
  • Suatu sebab yang halal.
Sebab yang halal yaitu apa yang diperjanjikan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.

Selain sahnya syarat perjanjian sebagaimana telah dijelaskan diatas, kita juga harus mengetahui unsur-unsur perjanjian menurut Ilmu Hukum Perdata yaitu :
  1. Unsur Essentialia, yaitu Unsur-unsur pokok yang mutlak harus ada dalam suatu perjanjian, seperti identitas para pihak, kesepakatan dalam perjanjian.
  2. Unsur Naturalia, yaitu Unsur-unsur yang dianggap telah ada dalam perjanjian sekalipun para pihak tidak menentukan secara tegas dalam perjanjian, seperti itikad baik dalam perjanjian, tidak ada cacat tersembunyi dalam objek perjanjian.
  3. Unsur Accedentialia, yaitu Unsur-unsur yang ditambahkan kedalam perjanjian oleh para pihak, seperti klausul ”barang yang sudah dibeli tidak dapat dikembalikan”. 
b. Undang-undang Hak Kekayaan Intelektual;
Secara substantif makna lisensi telah diatur dalam 7 perundang-undangan Hak Kekayaan Intelektual Indonesia yang terdiri dari:
  1. Undang-undang No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman;
  2. Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang;
  3. Undang-undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri;
  4. Undang-undang No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirluit Terpadu;
  5. Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten;
  6. Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek;
  7. Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
c. Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Terdapat kontradiksi antara pengaturan lisensi disatu pihak dan Undang-undang Anti Monopoli atau hukum persaingan dilain pihak. Hal ini dikarenakan secara definitif pemberian lisensi memungkinkan Hak Kekayaan Intelektual tersedia untuk sejumlah pengguna[18], antara lain misalnya pengembangan software bebas yang dapat mengurangi monopoli pencipta software tertentu.

Banyak negara menjadikan persetujuan lisensi sebagai perkecualian dari penerapan hukum anti monopoli atau persaingan usaha lainnya, karena hak-hak pemilik Hak Kekayaan Intelektual merupakan jenis monopoli terbatas. Oleh karena itu, pemilik Hak Kekayaan Intelektual berhak untuk mengeksploitasi kekayaan intelektual miliknya dan pengontrolan akses atas Hak Kekayaan Intelektual dapat mengakibatkan efek yang bersifat anti kompetitif. 

d. Kebijakan publik dan kepentingan umum.
Penelitian atas kebijakan publik meliputi isu-isu seperti kesesuaian teknologi dan kandungannya serta alih teknologi tersebut dialihkan kepada pemegang lisensi[19]. Contohnya kebijakan pemerintah dalam hal alih teknologi software komputer.

3. Para Pihak Dalam Perjanjian Lisensi
Para pihak yang terkait dalam perjanjian lisensi adalah:
a. Licensor (pemberi lisensi);
Kewajiban yang harus dipenuhi oleh licensor kepada licensee diantaranya adalah menyerahkan atau mengalihkan hak cipta sesuai dengan apa yang diperjanjikan dalam perjanjian lisensi yang telah disepakati.

Hak-hak yang dapat diperoleh licensor dari licensee, diantaranya yaitu[20]:
  1. Hak eksklusif untuk memanfaatkan, menggunakan atau melaksanakan sendiri Hak Kekayaan Intelektual yang telah dilisensikan;
  2. Pemegang hak cipta, dalam hal ini licensor berhak untuk memberikan lisensi kepada pihak lain berdasarkan surat perjanjian lisensi[21];
  3. Mendapatkan kompensasi dari penerima lisensi (licensee)
Ada 2 (dua) macam kompensasi yang dapat diminta oleh licensor dari licensee, yaitu[22]:
a) Direct monetary compensation 
Direct monetary compensation adalah kompensasi langsung dalam bentuk materi atau sejumlah uang. Kompensasi yang termasuk ke dalam direct monetary compensation adalah:
Lump-sum payment
Lump-sum payment adalah suatu jumlah uang yang telah dihitung terlebih dahulu (pre-calculated amount) yang wajib dibayarkan oleh licensee pada saat persetujuan pemberian lisensi disepakati untuk diberikan oleh penerima lisensi. Pembayaran ini dapat dilakukan sekaligus maupun dalam beberapa kali pembayaran;

(Royalty
Royalty adalah jumlah pembayaran dikaitkan dengan suatu persentase tertentu yang dihitung dari jumlah produksi, penjualan dari barang dan atau jasa yang mengandung Hak Kekayaan Intelektual yang dilisensikan, baik yang disertai dengan ikatan suatu jumlah minimum atau maksimum jumlah royalty tertentu atau tidak 

b) Indirect and non monetary compensation 
Indirect and non monetary compensation adalah kompensasi yang diberikan tidak dalam bentuk sejumlah uang atau materi secara langsung. Kompensasi yang termasuk ke dalam indirect and non monetary compensation yaitu:
  • Keuntungan sebagai akibat dari penjualan barang modal atau bahan mentah, bahan setengah jadi, termsuk barang jadi, yang merupakan satu paket dengan pemeberian lisensi;
  • Pembayaran dalam bentuk dividen ataupun bunga pinjaman dalam hal pemberi lisensi juga turut memberikan bantuan finansial;
  • Cost shifting atau pengalihan atas sebagian biaya yang harus dikeluarkan oleh pemberi lisensi;
  • Adanya kemungkinan bahwa pemberi lisensi akan memperoleh feedback atas modifikasi, pengembangan atau penyempurnaan yang dilakukan oleh penerima lisensi dalam berbagai segi Hak atas kekayaan Intelektual yang dilisensikan tersebut; 
b. Licensee (penerima lisensi)
1) Kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh licensee kepada licensor diantaranya yaitu:
  • Memberikan kompensasi kepada licensor, sebagaimana dijelasan diatas mengenai kompensasi;
  • Menjaga kerahasiaan semua informasi yang telah diperoleh licensee dari licensor; dan sebagainya.
2) Hak-hak yang dapat diperoleh licensee dari licensor, diantaranya yaitu:
  • Menerima segala macam informasi mengenai hak cipta yang dilisensikan sesuai dengan perjanjian lisensi yang telah disepakati;
  • Licensee berhak untuk melaksanakan seluruh atau sebagian hak eksklusif pencipta sesuai dengan wewenang yang diberikan untuk mengeksploitasi hak cipta pencipta, misalnya hak untuk menuntut; dan sebagainya.
Hak-hak tersebut harus jelas hak mana yang diberikan hak eksploitasinya kepada licensee serta wewenang-wewenang apa yang dapat dilakukan oleh licensee, misalnya[23]:
  • Jenis hak eksploitasi mana yang diserahkan;
  • Apa maksud dan tujuan dari eksploitasi tersebut diberikan;
  • Dalam bentuk apa penggandaan akan dilakukan, dan berapa banyak jumlah ciptaan boleh digandakan serta berapa kali hak itu boleh digandakan (mechanical rights);
  • Bagaimana dengan masalah pengumumannya, termasuk pengumuman yang dilakukan oleh pihak ketiga (performing rights);
  • Untuk jangka waktu berapa lama hak eksploitasi tersebut berlaku (dalihkan secara langgeng atau sementara);
  • Hasil penggandaan dijual diwilayah mana saja;
  • Berapa royalti dan hak lain akan diterima penciptanya
  • Apa ada peruntukkan lain, misalnya apakah ciptaan bersangkutan boleh dialihwujudkan atau ditransformasikan dalam bentuk ciptaan lain (ciptaan derivatif);
  • Bagaimana jika terjadi pelanggaran hak cipta;
  • Bagaimana cara penyelesaian sengketa.
b. User atau pengguna
  1. Kewajiban-kewajiban pengguna atau user software, yaitu tidak boleh menggunakan, merubah atau memodifikasi software tersebut untuk digunakan dalam suatu tindakan atau perbuatan yang melanggar hukum;
  2. Hak-hak dari pengguna atau user software, yaitu mendapatkan software yang sesuai dengan apa yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian lisensi. 
Hal tersebut diatas harus sudah disepakati dan dimengerti bersama dengan jelas, disamping itu kewajiban-kewajiban licensee-pun harus jelas tercantum di dalam akta perjanjian lisensi dengan bahasa yang baik dan benar. Licensee berhak untuk melaksanakan seluruh atau sebagian hak eksklusif pencipta tersebut sesuai dengan wewenang yang diberikan untuk mengeksploitasi hak cipta pencipta tersebut, misalnya hak untuk menuntut. Kewajiban licensee adalah memberi imbalan dengan jumlah dan pembayaran yang telah ditetapkan di dalam perjanjian lisensi. Perjanjian lisensi harus dibuat secara tertulis dan tidak boleh secara lisan.

SUMBER;

Pengertian Hak Cipta

Pengertian Hak Cipta
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra, yang antara lain dapat terdiri dari buku, program komputer, ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu, serta hak terkait dengan hak cipta. Rekaman suara dan/atau gambar pertunjukan seorang pelaku, misalnya seorang penyanyi atau penari diatas panggung, merupakan hak terkait yang dilindungi hak cipta[1].
Istilah hak cipta merupakan pengganti auteusrechts atau copyrights yang kandungan artinya lebih tepat dan luas, istilah Auteurs Rechts sendiri disadur dari istilah bahasa Belanda yang mempunyai arti hak pengarang. Secara yuridis, istilah hak cipta telah dipergunakan dalam Undang-undang Hak Cipta Tahun 1982 sebagai pengganti istilah hak pengarang yang dipergunakan dalam Auteurswet 1912.

Berdasarkan Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 1, yang dimaksud dengan hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, sedangkan yang dimaksud dengan hak terkait dalam Undang-undang No. 19 Tahun 2002 adalah hak yang berkaitan dengan hak cipta, yaitu hak eksklusif bagi pelaku untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyinya dan bagi lembaga penyiaran untuk membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya seninya.

Terdapat dua unsur penting yang terkandung dalam rumusan pengertian hak cipta yang termuat dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002, yaitu[2]:
  • Hak yang dapat dipindahkan atau dialihkan kepada pihak lain;
  • Hak moral yang dalam keadaan bagaimanapun dan dengan jalan apapun tidak dapat ditinggalkan daripadanya, seperti mengumumkan karyanya, menetapkan judulnya, mencantumkan nama sebenarnya atau nama samarannya dan mempertahankan keutuhan atau integritas ceritanya.
Sifat hukum hak cipta berdasarkan bunyi Pasal 1 angka 1 Undang-undang Hak Cipta No.19 Tahun 2002, yaitu[3]:
  1. Hak cipta itu merupakan hak yang bersifat khusus, istimewa, atau eksklusif (exclusive rights) yang diberikan kepada pencipta atau pemegang hak cipta. Hak yang bersifat khusus ini berarti tidak ada orang lain yang boleh menggunakan hak tersebut, kecuali dengan ijin pencipta atau pemegang hak cipta tersebut;
  2. Hak yang bersifat khusus, tunggal, atau monopoli yang merupakan hak pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan ciptaannya, memperbanyak ciptaannya dan memberi ijin kepada orang lain untuk mengumumkan atau memperbanyak hasil ciptaannya tersebut;
  3. Pencipta atau pemegang hak cipta maupun orang lain yang telah diberi ijin untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, dalam melaksanakan hak yang bersifat khusus tersebut harus melakukannya menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang merupakan pembatasan-pembatasan tertentu;
  4. Hak cipta tersebut dianggap sebagai benda bergerak yang bersifat immateriil yang dapat beralih atau dialihkan kepada orang lain, baik untuk seluruh maupun sebagian.
Hak cipta mengandung beberapa prinsip dasar (basic principles) yang secara konseptual digunakan sebagai landasan pengaturan hak cipta di semua negara, baik itu yang menganut Civil Law System maupun Common Law System. Beberapa prinsip yang dimaksud adalah[4]:

a. Yang dilindungi hak cipta adalah ide yang telah berwujud dan asli. Prinsip ini adalah prinsip yang paling mendasar dari perlindungan hak cipta, maksudnya yaitu bahwa hak cipta hanya berkenaan dengan bentuk perwujudan dari suatu ciptaan. Prinsip ini dapat diturunkan menjadi beberapa prinsip lain sebagai prinsip-prinsip yang berada lebih rendah atau sub-principles, yaitu:
  1. Suatu ciptaan harus mempunyai keaslian (orisinil) untuk dapat menikmati hak-hak yang diberikan oleh Undang-undang. Keaslian sangat erat hubungannya dengan bentuk perwujudan suatu ciptaan.
  2. Suatu ciptaan mempunyai hak cipta jika ciptaan yang bersangkutan diwujudkan dalam bentuk tulisan atau bentuk material yang lain, ini berarti suatu ide atau pemikiran belum merupakan suatu ciptaan.
  3. Karena hak cipta adalah hak eksklusif dari pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, hal tersebut berarti bahwa tidak ada orang lain yang boleh melakukan hak tersebut tanpa seijin pencipta atau pemegang hak cipta.
b. Hak cipta timbul dengan sendirinya (otomatis)
Suatu hak cipta akan eksis pada saat seorang pencipta mewujudkan idenya dalam bentuk yang berwujud, dengan adanya wujud dari suatu ide maka suatu ciptaan akan lahir dengan sendirinya. Ciptaan tersebut dapat diumumkan atau tidak diumumkan, tetapi jika suatu ciptaan tidak diumumkan maka hak ciptanya tetap ada pada pencipta. 
  • Suatu ciptaan tidak selalu perlu diumumkan untuk memperoleh suatu hak cipta
  • Hak cipta suatu ciptaan merupakan suatu hak yang diakui hukum yang harus dipisahkan dan harus dibedakan dari penguasaan fisik suatu ciptaan
  • Hak cipta bukan hak mutlak 
Hak cipta bukan merupakan suatu monopoli mutlak melainkan hanya suatu monopoli terbatas. Hak cipta yang secara konseptual tidak mengenal konsep monopoli penuh, sebab mungkin saja seorang pencipta menciptakan suatu ciptaan yang sama dengan ciptaan yang telah tercipta lebih dahulu, dengan syarat tidak terjadi suatu bentuk peniruan atau plagiat secara murni.

Hak cipta merupakan hak istimewa yang hanya dimiliki oleh pencipta atau pemegang hak cipta, penggunaan atau pemanfaatannya hendaknya berfungsi sosial. Hal ini dikarenakan adanya pembatasan-pembatasan tertentu yang diatur dalam Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Hasil karya cipta atau ciptaan bukan saja hanya dapat dinikmati oleh penciptanya saja, tetapi juga dapat dinikmati, dimanfaatkan, dan digunakan oleh masyarakat luas, sehingga ciptaan itu mempunyai nilai guna, disamping nilai moral dan ekonomis.

Pembatasan terhadap penggunaan hak cipta berikutnya dapat dilihat dalam pasal-pasal berikut ini:
a. Pasal 14 Undang-undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002. Pasal-pasal tersebut menyebutkan pembatasan mengenai penggunaan hak cipta dengan tanpa syarat , yaitu[5]:
  • Lambang negara dan lagu kebangsaan;
  • Segala sesuatau yang diumumkan dan/atau diperbanyak oleh pemerintah;
  • Berita aktual.
b. Pasal 16 Undang-undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002 yang mengatur lisensi wajib (compulsory licensing). Fungsi sosial hak cipta secara efektif akan lebih mudah dilaksanakan melalui mekanisme lisensi wajib.

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang menyatakan bahwa hak cipta yang bersifat khusus atau eksklusif itu, baik bagi pencipta maupun bagi pemegang hak cipta atau orang lain, harus dilakukan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku dan merupakan pembatasan-pembatasan tertentu, artinya Undang-undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002 telah memberikan sarana guna mewujudkan prinsip fungsi sosial yang harus melekat pada hak milik sebagaimana lazimnya yang memberikan kemungkinan kepada masyarakat luas untuk memanfaatkan atau menikmati suatu ciptaan yang dilindungi hak ciptanya sebagai salah satu hak milik.

Pembatasan-pembatasan menurut Undang-undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002 bertujuan agar setiap penggunaan hak cipta harus sesuai dengan tujuannya. Pembatasan hak cipta bertujuan agar setiap orang atau badan hukum tidak menggunakan haknya secara sewenang-wenang. Setiap penggunaan hak cipta harus diperhatikan terlebih dahulu apakah hal itu tidak bertentangan atau tidak merugikan kepentingan umum. Indonesia tidak menganut paham individualis, dengan kata lain hak individu tetap dihormati sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan umum. Penggunaan hak cipta harus disesuaikan dengan keadaan dan sifat dari hak cipta itu sendiri, sehingga mendatangkan manfaat bagi kepentingan umum dan kepentingan negara dan bangsa.

Pembatasan terhadap hak cipta bukan berarti hak individu terhadap hak cipta akan terdesak oleh kepentingan umum. Undang-undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002 memperhatikan pula kepentingan-kepentingan perseorangan, oleh karena itu kepentingan masyarakat dan kepentingan perseorangan harus saling mengimbangi sehingga pada akhirnya akan tercapai tujuan pokok yang hendak dicapai dalam pemanfaatan atau penggunaan hak cipta.

2. Sejarah Pengaturan Hukum Hak Cipta
a. Sejarah Pengaturan Hukum Hak Cipta di Dunia Internasional
Sejarah konsepsi perlindungan di bidang hak cipta mulai tumbuh dengan jelas sejak diketemukannya mesin cetak pada abad pertengahan di Eropa. Kebutuhan di bidang hak cipta timbul karena dengan mesin cetak, karya-karya cipta dengan mudah diperbanyak secara mekanikal. Hal inilah yang pada awalnya menumbuhkan copyright. Namun, dalam perkembangan selanjutnya, isi dan lingkup perlindungan hukum tersebut memperoleh kritik yang keras, sebab yang dianggap menikmati perlindungan hanyalah pengusaha percetakan dan penerbitan, sedangkan pencipta karya cipta itu sendiri (authors) praktis tidak memperoleh perlindungan hukum yang semestinya[6]. Para filsuf Eropa yang mengkritik hal tersebut berargumentasi bahwa karya-karya cipta pada dasarnya merupakan refleksi pribadi atau alter ego dari penciptanya. Kemudian tumbuhlah konsep baru yaitu authors right yang menggantikan copyright[7].

Faktor sosial juga mendukung terjelmanya hak cipta yang melekat atas karya tulis para pengarang dan penulis. Pada tahun 1690, John Locke mengutarakan dalam bukunya Two Treaties on Civil Government, bahwa pengarang atau penulis mempunyai hak dasar (natural right) atas karya ciptaannya. Pandangan ini pada hakekatnya didahului dengan adanya gerakan renaissance yang menjunjung tinggi kemampuan manusia sebagai pribadi yang mandiri, yang ingin membebaskan diri dari kungkungan raja dan gereja[8].

Perlindungan yang diberikan kepada hasil ciptaan dan penciptanya, bukan saja sekedar sebagai penghormatan dan penghargaan terhadap hasil karya cipta seseorang di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra, tetapi juga diharapkan akan dapat membangkitkan semangat dan minat yang lebih besar untuk melahirkan ciptaan baru di bidang ilmu pengetahuan, seni dan satra. Karya-karya ini tidak sekedar memiliki arti sebagai hasil akhir, tetapi juga merupakan kebutuhan yang bersifat lahiriah dan batiniah, baik bagi penciptanya maupun orang lain yang memerlukannya. Oleh karena itu, dibutuhkan perlindungan hukum yang memadai terrhadap hasil ciptaan dan penciptanya di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra[9]. 

Berkembangnya sudut pandang yang menganggap perlu adanya bentuk perlindungan hukum terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights) memacu dilakukannya perundingan internasional yang membahas tentang perlindungan hukum atas Hak Kekayaan Intelektual. Hal ini membuktikan bahwa permasalahan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI) bukan lagi menjadi urusan suatu negara saja, akan tetapi sudah menjadi urusan masyarakat internasional, terlebih lagi sejak ditandatanganinya Agreement Establishing the World Trade Organization (WTO), dengan dibentuknya World Trade Organization maka perlindungan terhadap HaKI semakin ketat dan penegakan hukumnya dapat dilaksanakan melalui suatu badan yang bernaung dibawah payung WTO yang dinamakan Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body).

Upaya perlindungan hukum terhadap HaKI dapat dilaksanakan seefisien dan seefektif mungkin, untuk itu diperlukan suatu kerjasama antara negara-negara anggota WTO yang bersifat regional maupun internasional. Atas dasar pemikiran ini maka negara-negara yang berada dikawasan Asia Pasifik membentuk suatu forum kerjasama yang terdiri dari para ahli dibidang HaKI, forum ini bertujuan agar upaya perlindungan hukum terhadap HaKI sesuai dengan standar perlindungan yang ditetapkan dalam Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs).

b. Sejarah Pengaturan Hukum Hak Cipta di IndonesiA
Secara yuridis formal, Indonesia diperkenalkan dengan masalah hak cipta pada tahun 1912, yaitu pada saat diundangkannya Auteurswet (Wet van 23 September 1912, Staatsblad 1912 Nomor 600), yang mulai berlaku sejak tanggal 23 September 1912. Meskipun pada waktu itu Indonesia telah memberlakukan Auteurswet 1912, untuk kepentingan pendidikan dibolehkan menyimpang dari aturan-aturan Auteurswet 1912 tersebut. Hal ini tampak dari adanya buku-buku terbitan Balai Pustaka berupa terjemahan buku-buku yang para pengarangnya berasal dari beberapa negara Eropa, tanpa meminta izin menerjemahkan terlebih dahulu dari pengarang aslinya. Penerbit Balai Pustaka merupakan suatu badan usaha milik negara. Penerjemahan yang dilakukan penerbit Balai Pustaka dilakukan dengan maksud baik, yaitu untuk memperkaya khasanah pustaka bagi bangsa Indonesia yang belum memiliki jumlah yang memadai.

Menurut Auteurswet 1912, penerjemahan tanpa izin dari penciptanya merupakan pelanggaran. Bahkan, penerjemahan dilakukan dari buku-buku yang sudah menjadi milik umum (public domain), penyebutan nama pencipta dan judul aslinya harus tetap dilakukan, mengingat masih adanya hak-hak moral (moral rights) yang melekat pada ciptaan-ciptaan yang bersangkutan[10].

Setelah Indonesia merdeka, ketentuan Auteurswet 1912 ini masih dinyatakan berlaku sesuai dengan ketentuan peralihan yang terdapat dalam Pasal I Aturan Peralihan Undang-undang Dasar 1945, yaitu segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut undang-undang dasar ini[11].

Keikutsertaan Indonesia dalam upaya perlindungan terhadap HaKI sebenarnya telah berlangsung sejak tahun 1950. Upaya perlindungan ini dimulai sejak Indonesia meratifikasi Konvensi Paris, yaitu perjanjian internasional dibidang hak kekayaan industri, Indonesia kemudian bergabung dalam Putaran Uruguay (1986-1994) yang merupakan salah satu rangkaian terakhir perundingan perdagangan multilateral.

Perundingan Putaran Uruguay menetapkan sebuah paket komprehensif yang mencakup aturan-aturan perdagangan dan pembentukan WTO, yang merupakan sebuah lembaga formal untuk administrasi dan perundingan lebih lanjut dari aturan-aturan yang telah dihasilkan. Selanjutnya Indonesia juga ikut menjadi negara peserta dalam organisasi HaKI dunia atau lebih dikenal dengan World Intellectual Property Organization (WIPO). Ketika WIPO mengadakan perundingan mengenai perjanjian internasional dalam bidang hak cipta dalam lingkungan digital, atau dikenal sebagai perjanjian internasional Hak Cipta WIPO (WIPO Copyrights Treaty/WTC), Indonesia merupakan negara pertama yang meratifikasi perjanjian tersebut. Keseriusan pemerintah Indonesia dalam upaya perlindungan terhadap HaKI dapat dilihat pula dari penyusunan berbagai perundang-undangan dibidang HaKI.

Komitmen Indonesia terhadap mekanisme regional maupun internasional yang berkaitan dengan HaKI meliputi[12]:
1) Keanggotaan aktif di WTO, diperkuat oleh ratifikasi konvensi pembentukan WIPO pada tahun 1979;
2) Kepatuhan terhadap perjanjian-perjanjian internasional yang bersifat mendasar mengenai hukum HaKI secara substansif yang dikelola oleh WIPO khususnya Paris Convention tentang perlindungan kekayaan industri (Konvensi Paris disahkan pertama kali pada tahun 1883). Perubahan terakhir dilakukan melalui Stockholm Act tanggal 16 Juli 1967. Indonesia menjadi pihak dalam Stockholm Act sejak 24 Desember 1950. Konvensi Bern memberikan perlindungan terhadap karya-karya artistik, Konvensi Bern disahkan pertama kali pada tahun 1886, perubahan terakhir dilakukan melalui Paris Act tanggal 24 Juli 1971. Indonesia menjadi pihak dalam Paris Act sejak 5 September 1997 dan Traktat Hak Cipta WIPO (WTC) Indonesia adalah negara pertama yang meratifikasi WTC tanggal 5 September 1997;
3) Kepatuhan terhadap perjanjian internasional yang diselenggarakan oleh WIPO yang bersifat teknis dan administratif, meliputi:
  • Traktat Kerjasama Paten (PTC) diratifikasi pada tanggal 5 September 1997
  • Traktat Hukum Merek (TLT) diratifikasi tanggal 5 September 1997
  • Traktat Hukum Paten (Indonesia mengambil bagian dalam konferensi diplomatik yang mengadopsi naskah traktat ini tanggal 1 Juni 2000
  • Perjanjian Den Haag tentang Penyimpanan Desain Industri Secara Internasional (Indonesia telah meratifikasi London Act 1934 tanggal 24 Desember 1950, tetapi belum meratifikasi perubahannya);
4) Keikutsertaan dalam proses pembuatan kebijakan WIPO, misalnya panitia kerja mengenai berbagai aspek hukum HaKI internasional, dan konsultasi mengenai isu-isu yang baru muncul, misalnya perdagangan elektronik, pengetahuan tradisional dan perlindungan database, dan di dalam kegiatan-kegiatan kerjasama WIPO secara teknis baik ditingkat nasional, regional maupun internasional;
5) Keikutsertaan dalam kegiatan kerjasama regional, misalnya:
  • Perjanjian kerangka kerja ASEAN mengenai kerjasama dibidang HaKI, yang diputuskan di Bangkok pada tanggal 15 Desember 1995
  • Kelompok Ahli Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik tentang HaKI (IPEG)
  • Deklarasi politik yang dibuat bersama misalnya Agenda Kerja OSAKA APEC tahun 1995.
  • Pernyataan bersama APEC mengenai pelaksanaan WTO/Perjanjian TRIPs, yang dikeluarkan di Darwin pada tanggal 6-7 Juni 2000.
6) Kepatuhan terhadap instrumen-instrumen internasional mengenai permasalahan terkait dengan sistem HaKI, misalnya:
  • Konvensi Keanekaragaman Hayati yang diratifikasi oleh Indonesia pada tanggal 23 Agustus 1994.
  • Deklarasi HAM se-Dunia (Pasal 27 ayat 7 Deklarasi ini menyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak terhadap perlindungan secara moral dan material atas karya-karya baik keilmuan, sastra, maupun sastra yang diciptakan).

SUMBER;

Sunday, 30 October 2016

Konsep Sosiologi Politik sebagai Ilmu Negara dan sebagai llmu Tentang Kekuasaan

Konsep Sosiologi Politik sebagai Ilmu Negara dan sebagai llmu Tentang Kekuasaan 
Konsep ini mempergunakan kata politik dalam konotasi yang biasa, yaitu yang berhubungan dengan "negara". Kata negara di sini dimaksudkan untuk mengartikan kategori khusus dari kelompokkelompok manusia atau masyarakat. Pertama negara bangsa (nation state) dan kedua negara pemerintah (government state). Negara bangsa menunjukkan masyarakat nasional, yaitu komunitas yang muncul pada akhir zaman pertengahan dan kini menjadi paling kuat terorganisir dan paling utuh berintegrasi. Negara pemerintah menunjukkan pada penguasa dan pemimpin dari masyarakat nasional ini. Mendefinisikan sosiologi politik sebagai ilmu negara berarti menempatkannya dalam klasifikasi ilmu-ilmu sosial yang didasarkan pada hakikat dari masyarakat-masyarakat yang dipelajari. Sosiologi politik dalam pengertian ini berbeda dari sosiologi keluarga, sosiologi kota, sosiologi agama, sosiologi etnik atau kelompok minoritas. 

Konsep yang diuraikan di atas merupakan konsep tua dari sosiologi politik. Konsep lain yang lebih modern menganggap bahwa dari sosiologi politik adalah ilmu tentang kekuasaan, pemerintahan, otoritas, komando, di dalam semua, masyarakat manusia bukan saja di dalam masyarakat nasional. Konsepsi ini berasal dari Leon Duguits, ahli hukum Perancis, yang dinamakan perbedaaan anatara yang memerintah (goverments) dan yang diperintah (gouvemes) (Duverger, 1989: 19). 

Dia percaya bahwa dalam setiap kelompok manusia dari yang terkecil sampai yang terbesar, dari yang sifatnya sementara sampai yang stabil, ada orang yang memerintah dan mereka yang diperintah, mereka yang memberikan perintah dan mereka yang menaatinya, mereka yang membuat keputusan dan mereka yang mematuhi keputusan tersebut. Pembedaan ini merupakan fakta politik yang fundamental yang berada dalam setiap masyarakat dan pada setiap tingkatan sosial. 

Pandangan ini menempatkan sosiologi politik di dalam klasifikasi yang lain dari pengertian yang pertama, yaitu suatu yang didasarkan bukan pada hakikat masyarakat yang dipelajari, tetapi pada jenis fenomena yang ada dalam setiap masyarakat. Dengan demikian, sosiologi politik dalam pengertian ini berbeda tetapi sejajar dengan sosiologi ekonomi, sosiologi kesenian, sosiologi agama dan lain sebagainya. Dari sudut pandang ini sosiologi politik diartikan sebagai "ilmu tentang kekuasaan dalam masyarakat". Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah kekuasaan dalam masyarakat yang bagaimana yang menjadi cakupan sosiologi politik. Apa dalam setiap lapisan masyarakat atau dalam lingkup masyarakat tertentu? Menjawab pertanyaan ini Duverger memberikan dua penjelasan. Penjelasan pertama dilihat dari ukuran dan kompleksitas kelompok-kelompok sosial dan kedua dilihat dari hakikat ikatan-ikatan organ isatorisnya. 

Menurut Duverger (1989) dilihat dari ukuran (size) dan kompleksitasnya ada dua kelompok masyarakat, yaitu kelompok elementer atau kelompok kecil dan kelompok kompleks. Kekuasaan dalam kelompok yang lebih besar inilah yang ada sangkut-pautnya dengan sosiologi politik, sedangkan pada kelompokkelompok yang kecil menjadi wilayah kajian psikologi sosial. Namun demikian, pembedaan secara demikian dianggap kurang akurat. Karena teramat sulit membedakan antara kelompok-kelompok elementer dan kelompok-kelompok kompleks. 

Karena pada kelompok-kelompok elementer pun terdapat kompleksitas tersendiri. Dalam kelompok sekecil apa pun menurut Duverger menunjukkan adanya proses diferensiasi yang menghasilkan klik, koalisi-koalisi, dan groups yang melibatkan peranan atau menggunakan kekuasaan. Berdasarkan ukuran (size) ini, maka kajian sosiologi politik mencakup "makropolitik" yang berada dalam komunitas-kominitas yang besar dan "mikropolitik" yang berada pada kelompok-kelompok kecil. Sementara itu dilihat dari ikatan-ikatan organisatorisnya, masyarakat dapat dibedakan dalam masyarakat "swasta" dan masyarakat "universal". 

Masyarakat swasta adalah "kelompok-kelompok dengan kepentingankepentingan khusus dan rasa solidaritas terbatas yang masing-masing kelompok sesuai dengan kategori tertentu dari aktivias manusia". Termasuk dalam kategori masyarakat ini, misalnya serikat buruh, organisasi olahraga, organisasi kesenian, perusahaan komersial, organisasi-organisasi profesi dan organisasiorganisasi sosial lainnya. Masyarakat universal adalah masyarakat yang meliputi dan melebihi semua masyarakat-masyarakat swasta ini. 

Masyarakat universal adalah "masyarakat yang memiliki kategori umum tertentu, tidak hanya didasarkan pada kegiatan atau aktivitas tertentu saja". Tetapi juga, rasa solidaritas lebih besar, lebih dalam, lebih mesra daripada masyarakatmasyarakat swasta. Bagi sebagian penulis, kekuasaan dalam masyarakat universal merupakan objek analisa sosiologi politik bukan kekuasaan di dalam masyarakat swasta. Alasan bagi golongan ini adalah bahwa di dalam masyarakat swasta, otoritas atau kekuasaan dianggap hanya memiliki hakikat teknis tidak mempersoalkan masalah ketergantungan individuindividu dalam hubungan dengan yang lain suatu hal yang justru merupakan dasar dari kekuasaan. Secara sekilas pembedaan ini tampak sesuai dengan arti populer dari "politik". Misalnya, jika kita membicarakan pemimpin-pemimpin politik dan pemerintah berarti membicarakan otoritas dalam masyarakat universal. Namun, jika dikaji secara mendalam perbedaan antara masyarakat universal dan masyarakat swasta tidak bisa menjadi dasar bagi definisi sosiologi politik. 

Pertama, pembedaan tersebut samarsamar sifatnya. Misalnya, apakah keluarga merupakan masyarakat universal atau masyarakat swasta? Demikian juga apakah masyarakat agama merupakan masyarakat universal atau masyarakat swasta? Bagi kepala keluarga, keluarga dipandang sebagai masyarakat universal. Begitu juga bagi pemimpin agama, masyarakat agama merupakan masyarakat universal. Namun, bagi yang lain tentu belum tentu dipandang demikian. Kedua, ada dua paham mengenai masyarakat universal. Paham pertama, didefinisikan oleh perasaan memiliki (sense of belonging) rasa kekariban (sense of fellowship) yang mempengaruhi totalitas kegiatan anusia. Paham kedua adalah konsep lebih bersifat formal dan yuridis, yakni menganggap masyarakat universal pada masa kini sebagai nation state (negara bangsa). 

Sementara pada zaman lain, bisa kota, suku, dan lainnya. Jika paham kedua yang dipakai, maka akibatnya akan terjebak pada teori yang menyamakan sosiologi politik dengan negara. Masyarakat mana yang menjadi kajian sosiologi politik? Apakah masyarakat universal? Menurut Duverger, hal tersebut sulit diterima, jika sosiologi politik didefinisikan sebagai "ilmu tentang kekuasaan di dalam masyarakat universal" tidak lebih baik daripada didefinisikan sebagai "ilmu tentang kekuasaan di dalam negara". Karena seringkali kedua ungkapan tersebut dianggap sinonim oleh yang mempergunakannya. Agar dapat keluar dari kesulitan itu, Duverger menyarankan lebih baik melihatnya dari segi "hubungan-hubungan otoritas" (authority relationship) yang berjenis-jenis di dalam semua masyarakat baik itu kecil atau besar, sederhana atau kompleks, swasta atau universal. Hubungan otoritas yang dimaksudkan adalah setiap hubungan yang tidak sama di mana seseorang atau beberapa individu menguasai yang lain dan mengarahkannya menurut kehendaknya sendiri. Pada umumnya hubungan manusia memang demikian. 

Dalam kenyataannya, sangat sedikit yang benar-benar egalitarian (sama sederajat). Persoalannya sekarang adalah hubungan otoritas yang bagaimana yang melibatkan "kekuasaan" dalam arti yang tepat. Untuk menjelaskan masalah ini, Duverger membedakan hubungan-hubungan yang bersifat luas yakni hubungan yang bersifat "institusional" dan hubungan dalam arti sempit yang bersifat "personal". Kekuasaan dari sudut pandang ini adalah terdiri atas seluruh

Hubungan Antropologi Dengan Ilmu Lain

A. Hubungan Antropologi Dengan Ilmu Lain
Seperti ilmu-ilmu lain, Antropologi juga mempunyai spesialisasi atau pengkhususan. Secara umum ada 3 bidang spesialisasi dari Antropologi, yaitu Antropologi Fisik atau sering disebut juga dengan istilah Antropologi Ragawi. Arkeologi dan Antropologi Sosial-Budaya. 
1. Antropologi Fisik
Antropologi Fisik tertarik pada sisi fisik dari manusia. Termasuk didalamnya mempelajari gen-gen yang menentukan struktur dari tubuh manusia. Mereka melihat perkembangan mahluk manusia sejak manusia itu mulai ada di bumi sampai manusia yang ada sekarang ini. Beberapa ahli Antropologi Fisik menjadi terkenal dengan penemuan-penemuan fosil yang membantu memberikan keterangan mengenai perkembangan manusia. Ahli Antropologi Fisik yang lain menjadi terkenal karena keahlian forensiknya; mereka membantu dengan menyampaikan pendapat mereka pada sidang-sidang pengadilan dan membantu pihak berwenang dalam penyelidikan kasus-kasus pembunuhan.

2. Arkeologi
Ahli Arkeologi bekerja mencari benda-benda peninggalan manusia dari masa lampau. Mereka akhirnya banyak melakukan penggalian untuk menemukan sisa-sisa peralatan hidup atau senjata. Benda –benda ini adalah barang tambang mereka. Tujuannya adalah menggunakan bukti-bukti yang mereka dapatkan untuk merekonstruksi atau membentuk kembali model-model kehidupan pada masa lampau. Dengan melihat pada bentuk kehidupan yang direnkonstruksi tersebut dapat dibuat dugaan-dugaan bagaimana masyarakat yang sisa-sisanya diteliti itu hidup atau bagaimana mereka datang ketempat itu atau bahkan dengan siapa saja mereka itu dulu berinteraksi.

3. Antropologi Sosial-Budaya
Antropologi Sosial-Budaya atau lebih sering disebut Antropologi Budaya berhubungan dengan apa yang sering disebut dengan Etnologi. Ilmu ini mempelajari tingkah-laku manusia, baik itu tingkah-laku individu atau tingkah laku kelompok. Tingkah-laku yang dipelajari disini bukan hanya kegiatan yang bisa diamati dengan mata saja, tetapi juga apa yang ada dalam pikiran mereka. Pada manusia, tingkah-laku ini tergantung pada proses pembelajaran. Apa yang mereka lakukan adalah hasil dari proses belajar yang dilakukan oleh manusia sepanjang hidupnya disadari atau tidak. Mereka mempelajari bagaimana bertingkah-laku ini dengan cara mencontoh atau belajar dari generasi diatasnya dan juga dari lingkungan alam dan sosial yang ada disekelilingnya. Inilah yang oleh para ahli Antropologi disebut dengan kebudayaan. 

Kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia, baik itu kelompok kecil maupun kelompok yang sangat besar inilah yang menjadi objek spesial dari penelitian-penelitian Antropologi Sosial Budaya. Dalam perkembangannya Antropologi Sosial-Budaya ini memecah lagi kedalam bentuk-bentuk spesialisasi atau pengkhususan disesuaikan dengan bidang kajian yang dipelajari atau diteliti. Antroplogi Hukum yang mempelajari bentuk-bentuk hukum pada kelompok-kelompok masyarakat atau Antropologi Ekonomi yang mempelajari gejala-gejala serta bentuk-bentuk perekonomian pada kelompok-kelompok masyarakat adalah dua contoh dari sekian banyak bentuk spesialasi dalam Antropologi Sosial-Budaya.

Perkembangan antropologi dan sosiologi sebagai ilmu pengetahuan, sebagian tergantung pada data yang diperoleh dari dan mengenai informan atau responden, dan sebagian lainnya dari metode ilmiah dan imajinasi ilmiah yang telah dikembangkannya. Data yang diperoleh digunakan untuk pengembangan teori-teori dan pendekatan-pendekatan serta metodologi; dan juga untuk dapat digunakan untuk kepentingan-kepentingan praktis bagi kebijaksanaan untuk merubah cara-cara hidup tertentu dari para informan atau responden agar sesuai dengan dan mendukung program-program pembangunan yang telah digariskan oleh pemerintah atau untuk kepentingan praktis lainnya yang dikelola oleh badan-badan atau yayasan-yayasan swasta domestik maupun luar negeri. 

B. Hubungan Antropologi dan Sosiologi
Seorang manusia akan memiliki perilaku yang berbeda dengan manusia lainnya walaupun orang tersebut kembar siam. Ada yang baik hati suka menolong serta rajin menabung dan ada pula yang prilakunya jahat yang suka berbuat kriminal menyakitkan hati. Manusia juga saling berhubungan satu sama lainnya dengan melakukan interaksi dan membuat kelompok dalam masyarakat. Hal-hal tersebut dapat dikaji dengan pendekatan antropologi dan sosiologi.

Sosiologi berasal dari bahasa yunani yaitu kata socius dan logos, di mana socius memiliki arti kawan / teman dan logos berarti kata atau berbicara. Menurut Bapak Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial.

Menurut ahli sosiologi lain yakni Emile Durkheim, sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari fakta-fakta sosial, yakni fakta yang mengandung cara bertindak, berpikir, berperasaan yang berada di luar individu di mana fakta-fakta tersebut memiliki kekuatan untuk mengendalikan individu.

Objek dari sosiologi adalah masyarakat dalam berhubungan dan juga proses yang dihasilkan dari hubungan tersebut. Tujuan dari ilmu sosiologi adalah untuk meningkatkan kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan lingkungan sosialnya. Pokok bahasan dari ilmu sosiologi adalah seperti kenyataan atau fakta sosial, tindakan sosial, khayalan sosiologis serta pengungkapan realitas sosial.

Antropologi berasal dari kata Yunani άνθρωπος (baca: anthropos) yang berarti "manusia" atau "orang", dan logos yang berarti ilmu. Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis sekaligus makhluk sosial. Antropologi memiliki dua sisi holistik dimana meneliti manusia pada tiap waktu dan tiap dimensi kemanusiannya. Arus utama inilah yang secara tradisional memisahkan antropologi dari disiplin ilmu kemanusiaan lainnya yang menekankan pada perbandingan/ perbedaan budaya antar manusia. Walaupun begitu sisi ini banyak diperdebatkan dan menjadi kontroversi sehingga metode antropologi sekarang seringkali dilakukan pada pemusatan penelitan pada pendudukyang merupakan masyarakat tunggal.

SUMBER;

Pengertian Kota Menurut Ahli

Pengertian Kota 
Dalam memberikan definisi tentang kota, para ahli kota memberi definisi kota dengan dua sudut pandang, yaitu : pertama, kota atau bahasa Inggrisnya yaitu city; dan kedua, daerah perkotaan, yaitu kawasan yang memiliki suasana kehidupan dan penghidupan modern, atau dalam bahasa Inggrisnya dikenal dengan nama urban (Ilham, 1990 : 4). Perkotaan (urban area) tidak sama artinya dengan kota (city). Yang dimaksud dengan perkotaan (urban) adalah daerah atau wilayah yang memenuhi 3 persyaratan (Prijono Tjiptoherijanto, Buletin Populasi, Volume 10 No. 2/1999 : 57-58) yaitu : 
  1. Kepadatan penduduk 500 orang atau lebih per kilometer persegi, 
  2. Jumlah rumah tangga yang bekerja di sektor pertanian sebesar 25 persen atau kurang, dan 
  3. Memiliki delapan atau lebih jenis fasilitas perkotaan. 
Jenis fasilitas yang digunakan sebagai kriteria untuk menentukan daerah perkotaan dalam sensus penduduk 1980 dan 1990 adalah (1) sekolah dasar atau sederajat, (2) sekolah menengah pertama atau sederajat, (3) sekolah menengah atas atau sederajat, (4) bioskop, (5) rumah sakit, (6) rumah bersalin/balai kesehatan ibu dan anak, (7) pusat kesehatan masyarakat/klinik, (8) jalan yang dapat dipergunakan oleh kendaraan bermotor roda tiga atau empat, (9) telepon/kantor pos/kantor pos pembantu, (10) pasar dengan bangunannya, (11) pusat perbelanjaan, (12) bank, (13) pabrik, (14) restoran, (15) listrik, dan (16) penyewaan peralatan untuk pesta. 

Berikut ini akan disajikan serangkaian definisi kota yang dikembangkan oleh para ahli yang dirangkum kembali Ilham (1990 : 4-5) sebagai berikut : 
1. Kota secara etimologi (ilmu asal usul kata) adalah suatu daerah perumahan dan bangunan-bangunan yang merupakan satu tempat kediaman. 
2. Kota secara umum dapat diartikan sebagai tempat konsentrasi penduduk dengan segala aktivitasnya. 
3. Kota adalah kelompok orang-orang dalam jumlah tertentu hidup dan bertempat tinggal bersama dalam suatu wilayah geografis tertentu berpola hubungan rasional, ekonomis, dan individualitis. 
4. Pengertian kota secara struktural, adalah suatu area/daerah atau wilayah yang secara administratif memiliki batas-batas dengan di dalamnya terdapat komponenkomponen yang meliputi, antara lain : penduduk dengan ukuran tertentu (population size), sistem ekonomi, sistem sosial, sarana maupun infrastruktur yang kesemuanya merupakan satu kelengkapan keseluruhan. Pengertian kota secara fungsional, adalah sebagai pusat pemukiman penduduk maupun pertumbuhan dalam pengembangan kehidupan sosio kultural yang luas. 5. … 
6. … 
7. … 
8. Pada hakekatnya kota mempunyai dua macam pengertian : Pertama : Kota sebagai suatu wadah yang mempunyai batasan administrasi wilayah, seperti Kotamadya, Kota Administratif, sebagaimana telah diatur dalam perundang-undangan. Kedua : Kota adalah, sebagai lingkungan kehidupan perkotaan yang mempunyai ciri non-agraris, misalnya, Ibukota Kabupaten, Ibukota Kecamatan yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan dan pusat pemukiman. Kota sebagai lingkungan kehidupan perkotaan dapat tumbuh dan berkembang melalui dua macam proses yaitu : a. Proses perubahan yang terjadi dengan sendirinya (proses alamiah). b. Proses perubahan yang dibentuk, diarahkan, dikendalikan melalui proses perencanaan kota (city planning). Proses perubahan yang terjadi dengan sendirinya dapat menimbulkan pelbagai masalah yang tidak menunjang bagi tercapainya tujuan dan sasaran pembangunan. Oleh sebab itu, perubahan perlu dibentuk secara sadar, diarahkan, dikendalikan melalui proses perencanaan kota (city planning). City planning mencakup suatu perencanaan kota yang bersifat menyeluruh dan perencanaan yang bersifat sektoral. 

9. Kota adalah, pusat pemukiman dan kegiatan penduduk yang mempunyai batas wilayah yang administrasi yang diatur dalam peraturan perundangan serta pemukiman yang telah memperlihatkan watak dan ciri kehidupan kekotaan. Sedangkan perkotaan, adalah satuan kumpulan pusat-pusat pemukiman yang berperan di dalam satuan wilayah pengembangan dan atau wilayah nasional sebagai simpul saja. Di samping pengertian-pengertian di atas, kota mempunyai pengertian dan batasan yang bermacam-macam pula sesuai dengan sudut tinjauan masing-masing penulis. Pengertian kota yang dikemukakan itu sebagaimana dirangkum kembali Khairuddin (2000 : 4-5) sebagai berikut : 

  • Prof. R. Bintarto (N. Daldjoeni, 1997 : 23) : kota dapat diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen dan coraknya yang materialistis. Atau dapat pula diartikan sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah belakangnya. 
  • Sjoberg (P.J.M. Nas, 1979: 29): titik awal dari gejala kota adalah timbulnya berbagai kelompok khusus, seperti golongan literasi (golongan intelegensia kuno seperti sastrawan, pujangga dan ahli-ahli keagamaan). 
  • Wirth (P.J.M. Nas, 1979: 29): Kota adalah suatu pemukiman yang cukup besar, padat dan permanen, dihuni oleh orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya. 
  • Max Weber (P.J.M. Nas, 1979: 29): Suatu tempat adalah kota apabila penghuni setempatnya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya di pasar lokal. 
  • Dwight Sanderson (1942: 664): Kota adalah tempat yang berpenduduk 10.000 orang atau lebih.
  •  P.J.M. Nas, (1979: 32-34): Kota dapat dilihat dari beberapa segi : Morfologi : Adanya cara membangun dan bentuk fisik yang berjejal-jejal. 
5 Kriterium Jumlah Penduduk: Sesuai dengan kondisi Negara yang bersangkutan. Misalnya Jepang, 30.000 orang atau lebih. Belanda, 20. 000 orang atau lebih. India, Sailan, Belgia, dan Yunani, 5.000 orang atau lebih. Mexico, Amerika Serikat, Venezuela, 2.500 orang atau lebih. Jerman Barat, Perancis Portugal dan Ceko Slovakia, 2.000 orang atau lebih. Panama, Columbia, Irlandia batasnya adalah 1.500 orang Selandia adalah 1.000 orang, sedangkan Islandia Kecil 300 orang atau lebih. Hukum : Di sini orang sering menunjuk pada kota-kota yang dalam abad ke- 19 biasanya mengenal sistem hukum tersendiri. Pengertian kota di sini dikaitkan dengan adanya hak-hak hukum tersendiri bagi penghuni kota. Tetapi kriterium ini pada masa sekarang tidak lagi berarti karena pemberian posisi hukum tersendiri bagi kota telah ditinggalkan. Ekonomi : Suatu ciri kota ialah cara hidup yang bukan agraris.

Fungsi-fungsi kota yang khas adalah kegiatan-kegiatan budaya, industri, perdagangan, dan niaga serta kegiatan pemerintah. Sosial : Bersifat kosmopolitan, hubungan-hubungan sosial yang impersonal, hubungan sepintas lalu, berkotak-kotak, dan sebagainya. Di Indonesia, pengertian kota juga dapat dikenakan pada daerah-daerah atau lingkungan komunitas tertentu sesuai dengan tingkatan stratanya dalam struktur pemerintah. Misalnya untuk daerah tingkat I, disebut Kota Propinsi, tingkat II Kota Kabupaten, dan seterusnya sampai Kota Kecamatan.

Untuk tingkatan di bawah kecamatan orang tidak lagi menyebutnya dengan kota. Luas wilayah maupun struktur kota dan adat istiadat kota setempat untuk daerah dengan tingkatan yang sama, belum tentu juga sama. Luas wilayah dan struktur kota Medan, mungkin tidak sama dengan Pekanbaru (Riau), demikian juga Bandung dengan Surabaya. Umumnya, kota-kota ini juga dapat dibagi menjadi kota besar dan kota kecil. Kota besar dimaksudkan sebagai kota yang sudah mempunyai kompleksitas dan sarana serta fasilitas yang cukup untuk memenuhi keinginan manusia. Sedangkan kota kecil mungkin masih terdapat beberapa fasilitas yang belum memenuhi kebutuhan penduduknya. Seseorang mungkin akan dapat membedakannya, baik fasilitas maupun tata caranya, apabila ia pindah dari kota kecil ke kota besar, atau sebaliknya. 

Di kota besar orang dapat memilih untuk mencari hiburan (beberapa bioskop, tempat-tempat rekreasi, dan sebagainya) sedangkan di kota kecil, walaupun ada, mungkin hanya satu dua saja, sehingga tidak memberikan alternatif lain bagi orang untuk memilih. Jadi melihat pembagian kota di Indonesia, dapat dikatakan bahwa kriteria untuk menentukan apakah itu kota propinsi, kabupaten, atupun kota administratif bukanlah didasarkan pada besarnya wilayah, besarnya jumlah penduduk, tetapi hanya untuk kepentingan administratif atau teknis pemerintah.

Pengertian Sosiologi

Pengertian Sosiologi 
Secara etimologi, sosiologi berasal dari bahasa Latin: socius dan logos. Socius artinya teman, perikatan; dan logos artinya ilmu. Jadi, secara etimologi sosiologii berarti ilmu berteman. Syarat berteman, yaitu minimal terdapat dua orang (individu), dan hubungan di antara dua orang itu baik. Apabila hubungan di antara dua orang itu tidak baik, maka akan muncul masalah sosial. Interaksi sosial ini tentu tidak hanya terjadi di antara dua orang saja, tetapi bisa lebih, yaitu dapat terjadi antara kelompok orang dengan kelompok orang, antara individu dan kelompok orang. 
Oleh karena itu, dapat disebutkan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi (hubungan timbal balik) antara seorang individu yang satu dengan seorang individu yang lain, baik seseorang sebagai pribadi (individu) maupun sebagai anggota kelompok orang (masyarakat). Di dalam kelompok masyarakat terdapat berbagai aspek, meliputi aspek struktur sosial, perubahan sosial, aspek budaya, status, peran, motivasi, kepentingan, adaptasi, kesejahteraan, jumlah anggota (penduduk), perubahan perilaku, dan lain-lain. 
Istilah sosiologi pertama kali dikemukakan oleh ahli filsafat, moralis dan sekaligus sosiolog berkebangsaan Perancis, Auguste Comte melalui sebuah karyanya yang berjudul Cours de Philosophie Positive. Menurut Comte, sosiologi berasal dari kata latin socius yang artinya teman atau sesama dan Logos dari kata Yunani yang artinya cerita. Jadi pada awalnya, sosiologi berarti bercerita tentang teman atau kawan (masyarakat). 

Sebagai sebuah ilmu, sosiologi merupakan pengetahuan kemasyarakatan yang tersusun dari hasil-hasil pemikiran ilmiah dan dapat dikontrol secara kritis oleh orang lain atau umum. Berikut ini definisi-definisi sosiologi yang dikemukakan berbagai ahli. 
Pitirim Sorokin (Idianto M., 2004 : 11) 
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari: 
  • hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala sosial (misalnya gejala ekonomi, gejala agama, gejala keluarga, dan gejala moral) 
  • Hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala non sosial (gejala geografis, biologis), 
  • ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial lain. 
Roucek dan Warren (Sapari Imam Asy’ari : 1993 : xiii) 
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompokkelompok. 2 
William F. Ogburn dan Mayer F. Nimkopf (Idianto M., 2004 : 11) 
Sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya, yaitu organisasi sosial. 
J.A.A. Von Dorn dan C.J. Lammers (Idianto M., 2004 : 11) 
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-proses kemasyarakatan yang bersifat stabil. 
Max Weber (Idianto M., 2004 : 11) 
Sosiologi adalah ilmu yang berupaya memahami tindakan-tindakan sosial. 
Selo Sumardjan dan Soelaeman Soemardi (1974 : 14) S
osiologi adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari struktur sosial dan prosesproses sosial termasuk perubahan sosial. 
Paul B. Horton (Idianto M., 2004 : 11) 
Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan penelaahan pada kehidupan kelompok dan produk kehidupan kelompok tersebut. 
Soerjono Soekanto (2000 : 17) 
Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan perhatian pada segi-segi kemasyarakatan yang bersifat umum dan berusha untuk mendapatkan pola-pola umum kehidupan masyarakat. 
William Kornblum (Idianto M., 2004 : 11) 
Sosiologi adalah suatu upaya ilmiah untuk mempelajari masyarakat dan perilaku sosial anggotanya dan menjadikan masyarakat yang bersangkutan dalam berbagai kelompok dan kondisi.
Alan Johnson (Idianto M., 2004 : 11) 
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari kehidupan dan perilaku, terutama dalam kaitannya dengan suatu sistem sosial dan bagaimana sistem tersebut mempengaruhi orang dan bagaimana pula orang yang terlibat di dalamnya mempengaruhi sistem itu. 
Hasan Shadily (1999 : 9) 
Sosiologi ialah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat, dan menyelidiki tenaga kekuatan yang menguasai kehidupan itu. Ia mencoba mengerti sifat dan maksud hidup bersama, cara terbentuk dan tumbuh serta berubahnya perserikatanperserikatan hidup itu serta pula kepercayaannya, keyakinan dan cara-cara sehariharinya yang memberi sifat tersendiri kepada cara hidup bersama itu. 
Soerjono Soekanto (2000 : 21) 


Sosiologi adalah ilmu sosial (obyeknya kehidupan bersama manusia) yang kategoris, murni, abstrak, berusaha mencari pengertian-pengertian umum, rasional dan empiris, serta bersifat umum. 3 Dari beberapa definisi di atas dapat disederhanakan, yaitu sosiologi adalah ilmu yang membicarakan apa yang sedang terjadi saat ini, khususnya pola-pola hubungan dalam masyarakat serta berusaha mencari pengertian-pengertian umum, rasional, empiris serta bersifat umum. Rasional berarti apa yang dipelajari sosiologi selalu berdasarkan penalaran dan empiris. 

Thursday, 27 October 2016

Pengertian Kemampuan Menulis

1. Deskripsi Kemampuan Menulis
Kemampuan menulis adalah bagian bahasa yang berupa tulis menulis dalam rangka menyampaikan/mengungkapkan gagasan terhadap pembaca (Fajri, 2005). Tujuan menulis (writing) yaitu: 
  1. menyampaikan pokok pikiran atau gagasan pada pembaca; 
  2. menyampaikan informasi tentang suatu cerita kepada pembaca; 
  3. memberikan hiburan kepada pembaca; dan 
  4. mempengaruhi atau mengajak pembaca melalui tulisannya.
Berdasarkan tujuannya, menulis dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu tulisan ilmiah dan nonilmiah (fiksi). Sedangkan, dalam proposal ini akan difokuskan pada upaya untuk meningkakan kemampuan menulis cerita fiksi (nonilmiah). Bentuk tulisan nonilmiah bahasanya tidak baku dan mungkin berupa campuran antara fiksi (khayalan) dan cerita biasa. Sifatnya kadang-kadang logis dan terkadang tidak logis.

Tulisan cerita narasi adalah paparan cerita yang bersifat fiktif (khayalan) atau berupa pengalaman sendiri yang pernah dialami. Di dalam cerita narasi biasanya terdapat cerita yang berkesinambungan. Disajikan dalam gambaran yang jelas antar tokoh-tokoh (lakon), jalan cerita dan tempat peristiwa secara utuh. Dengan demikian, seolah-olah pembaca mengalami secara langsung peristiwa yang disampaikan oleh penulis melalui bacaan (Fajri, 2005: 952)

Menurut Hernowo (2003: 38), menyatakan bahwa menulis tentang pikiran dan perasaan terdalam tentang suatu kejadian atau pengalaman akan menghasilkan suasana hati yang lebih baik padangan yang positif, dan kesehatan yang lebih baik. Oleh karena itu, kegiatan ini nantinya akan memberikan latihan kepada guru bahasa Inggris di SMU se-kota Yogyakarta untuk menulis cerita fiksi (narasi) dengan menggunakan bahasa Inggris. Dalam proses menulis cerita fiksi dalam bahasa inggris tentunya tidak secara langsung, tetapi di awal akan dijelaskan secara teoritik mengenai struktur bahasa, isi, dan bentuk dalam buku English Skills (Langan, 1994). 

2. Menulis Cerita Fiksi
Untuk memulai menulis sebuah cerita, antara penulis yang satu dengan penulis yang lain dengan teknik yang berbeda. Saat memulai menulis cerita fiksi biarlah hal ini menjadi tugas yang terus berlaku, cari tahu berapa banyak yang perlu anda ketahui tentang bahan buku untuk cerita. Jika ternyata sunguh-sungguh dalam menceritakan berbagai kejadian dengan benar-benar berdasarkan ingatan, tanpa berkeinginan mereka-reka sesuatu, bahkan tidak ingin melebih-lebihkan dan memperindah atau merinci, maka tulisan tersebut adalah cerita nonfiksi. Akan tetapi, jika tulisannya berlawanan dengan hal di atas, maka tulisan tersebut adalah cerita fiksi (Hernowo, 2003).

Cerita fiksi mirip dengan dusta atau rekaan. Kita memulainya dengan sesuatu yang nyata, tetapi untuk tujuan tertentu (agar tidak ditangkap, menipu, mendapatkan uang) kita mengubah paling sedikit satu unsur penting dalam cerita itu. Dengan kemampuan kita menulis cerita fiksi secara bebas akan menjadikan kita berpikir tanpa batas. Hal ini sangat baik sebagai sarana mengungkapakan ide-ide yang ada pada penulis seingga terangkai menjadi cerita yang utuh. 

3. Manfaat Menulis Cerita bagi Guru
Definisi teknik menulis cerita fiksi di atas, sungguh sangat penting bagi kita untuk mampu menulis cerita sebagai media mengungkapkan ide-ide, kritikan, permohonan, pesan moral dan nilai-nilai pendidikan. Terlebih kita berkecimpung di dalam dunia pendidikan, untuk menyampaikan pesan-pesan di atas kita bisa melakukan melalui cerita yang kita tulis. 

Berdasarkan fenomena tersebut, maka sangat penting untuk mengadakan pelatihan menulis cerita fiksi pada guru-guru SMA, sehingga dapat diterapkan di sekolah masing-masing. Untuk lebih mampu bersaing di dunia global, kita akan menggunakan Bahasa Inggris sebagai sarana untuk menulis cerita fiksi tersebut. Kemampuan guru menulis cerita yang baik dalam Bahasa Inggris, akan menjadikan contoh bagi siswa untuk mengembangkan bakatnya dalam menulis certa fiksi dengan menggunakan Bahasa Inggris, sehingga mampu bersaing dalam dunia global saat ini.

C. Pembahasan
1. The teaching and learning or teenager literature in high school
Sistem pendidikan formal di Indonesia menempatkan guru pada posisi yang penting, guru adalah ujung tombak di kelas. Agar hubungan langsung antara pembaca/siswa dan karya fiksi tidak terganggu, guru harus bertindak searif-arifnya. Menurut Damono, (2002: 1) guru harus menanamkan sikap senang pada karya fiksi karena selama ini siswa selalu merasa digurui atau bahkan dibebani membaca karya fiksi. Guru pun tidak diperkenankan memaksa anak didiknya menuruti tafsiran yang tunggal, yang diyakini oleh guru. Dalam meningkatkan apresiasi terhadap sastra guru jangan selalu mendekte siswa. Guru harus selau terbuka sehingga akan meningkatkan dan mengembangkan pemikiran siswa lebih luas. 

Guru sebaiknya bersikap sebagai seorang yang menunjukkan berbagai cara menulis karya sastra, membaca karya sastra, dan mengajak membaca karya sastra sebanyak-banyaknya. Dengan pengalaman yang lebih, guru dapat memahami dan menghayati karya sastra itu tanpa maksud untuk memaksakan kepada siswa. Guru sastra harus selalu ingat bahwa ia bukan guru budi pekerti atau guru agama; guru sastra hanya bertugas memotivasi menulis dan mengapresiasi karya sastra. 

Proses penulisan cerita fiksi sebagai media pembelajaran perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut. Kegiatan guru sebelum proses menulis yaitu melihat isi dan ide tulisan melalui observasi, brainstorming dan mendramatisasikan. Kedua ialah proses pengembangan dengan alur atau stuktur yang runtut. Komponen yang diungkap meliputi alasan, contoh, kronologi, kejadian, tokoh, dan kejadian perlu disugguhkan dalam tahap ini. Guru benar-benar diuji pengetahuan, pengalaman, dan kearifannya. Ia membicarakan karya fiksi satu demi satu, tidak secara umum, tetapi dituntut untuk menguasai teks-teks karya fiksi secara umum, mengetahui khasanah sastra secara luas. Kemudian saat kegiatan menulis karya fiksi sebagai media pembelajaran dapat dicermati dari retorika, bahasa, dan estetika. Untuk kegiatan setelah menulis ialah revisi, editing dan publishing

2. Motivasi teknik menulis cerita fiksi
Upaya untuk menumbuhkan kecerdasan, sosial dan moral/perilaku dalam pembelajaran dapat ditempuh dalam berbagai cara, salah satunya yaitu melalui karya fiksi (cerpen). Cerita fiksi merupakan salah satu media yang efektif untuk mendidik, menyalurkan bakat dan menghibur. Cerita fiksi dapat digunakan Guru sebagai bahan pembelajaran untuk menyampaikan pesan yang sifatnya unik dan menghibur. Ada empat hal yang perlu diperhatikan untuk memulai menulis cerita fiksi, sebagai berikut.

Pertama, mengenali karakteristik pembaca. Artinya, pengarang dalam menuangkan ide kreativitasnya didorong untuk menciptakan sesuatu yang baru, tujuannya agar karya tersebut dapat diterima oleh masyarakat pembaca. Dengan demikian, masyarakat pembaca merupakan unsur yang tidak secara langsung juga ikut menentukan perubahan unsur pembangun cerpen. Kaitan antara perubahan tersebut dengan kreativitas pengarang dan pembaca terkait pada perkembangan cerpen. Kecenderungan tersebut pada modus penulisan cerpen disesuaikan dengan penulisan media massa. Akhirnya, modus penulisan cerpen bergeser sebagai media hiburan, media informasi, dan sarana kontrol sosial.

Kedua, bahasanya mudah dimengerti oleh pembaca. Meskipun pilihan kata dan kalimatnya bermakna konotasi sebaiknya disesuaikan dengan masyarakat pembaca. Jika cerita yang ditulis untuk materi pembelajaran, guru harus mampu memilih kata yang akrab digunakan oleh siswa. Isu-isu di kalangan siswa dapat kita jadikan bahan untuk mengembangkan cerita agar lebih variatif dan menarik. Meskipun bahasa yang digunakan penulis menyesuaikan masyarakat pembaca, tetapi pesan dan nilai-nilai di dalam cerita harus tetap dijaga keutuhannya. 

Ketiga, ada pesan yang disampaikan, yaitu unsur-unsur pembangun cerpen tidak bersifat mutlak, tetapi bersifat relatif. Unsur-unsur tersebut berkembang dan mengalami perubahan. Perubahan tersebut disebabkan karena konsekuensi cerpen sebagai bagian dari dunia sastra bahwa dalam dunia sastra selalu saja ada yang melenceng dari kriteria yang definitif, selalu terbuka kemungkinan untuk menjadi sesuatu yang baru (Atmowiloto, 1981: 23). 

Keempat, ceritanya menarik dan menghibur, artinya cerpen menjadi semacam kebutuhan, di samping sebagai hiburan, cerpen juga mengemban misi kritik sosial. Sejalan dengan fungsi media alat kontrol sosial dalam masyarakat/pembacanya. Keterkaitan cerpen dengan masyarakat berhubungan dengan kenyataan bahwa sumber materi cerpen adalah realita yang hidup dalam masyarakat. Tidak dapat disangkal bahwa tema, tokoh, penokohan, dan jalan cerita dalam cerpen merefleksikan keadaan masyarakat. Perbedaan cara merefleksikan keadaan masyarakat mungkin saja terjadi karena kenyataan dalam karya sastra merupakan hasil refleksi imajinatif pengarang, walaupun tidak bisa juga ditolak bahwa realitas ada di dalamnya. Pendapat tersebut mengandung pengertian bahwa ungkapan perasaan yang diangkat dalam cerpen terkait dengan kondisi emosional dan rasional masyarakat. 

3. The values, strategies and steps of writing
Sesudah mempelajari strategi menulis ada tiga tahap penting untuk menghasilkan tulisan yang baik. Tiga tahap tersebut yakni preparation (pendahuluan), prewriting (pramenulis)/menulis, dan editing. Dalam subbab ini difokuskan pada proses editing sebagai langkah akhir menulis. Terdapat empat elemen penting dalam proses editing tulisan, yakni namely, unity, coherence, support and sentence skill. 

The component of sentence skill that must be observed during the editing proses are grmmar, mechanics, punctuation, and word use. Grmmar consists of structural construction such as subject and verbs, fragment, run ons, regular and regular verbs, subject verbsagreement and the like. Mechanics include the manuscript form, capitall leters and numbers and abbreviation. Apostrophe, quotation marks, comma, and other punctuation mark are thinks to lookinto in the punctuation component. Last but not least, word use comprise spelling improvement, commonly convused words, effectif word choice, editing test and ESL pointers. This papper will focus on the grammar section.(1) Subject and Ver, (2) Run-Ons, (3)Regular and irregular Verbs, (4) Subjek-verb Agrement.

4. Latihan Menulis cerita fiksi untuk pembelajaran 
a. Menemukan Ide cerita
Beberapa pengarang pemula terkadang terhambat dalam menemukan ide cerita. Untuk memperkaya ide yang akan ditulis kita dapat melakukannya dengan berbagai cara. Pertama, mencermati fakta atau relita yang terjadi di sekitar kita dengan melakukan pengamatan dan observasi terhadap masalah yang ada. Cara tersebut di atas dapat dilakukan dengan banyak membaca buku-buku atau download materi dari internet untuk memperkaya pengetahuan kita. Kedua, melakukan kreasi dan imajinasi dengan mengolah dan mengkritisi fakta atau relita yang ada. Oleh karena itu, penting sekali menentukan ide cerita yang kita ketahui dan sering kita temui di sekitar kita.

Menurut Steven James (dalam Liliani: 2007) memberikan resep LIFE untuk mengeksplorasi ide. L- untuk Literatur (memperkaya bacaan), I- Imagination (memperkaya imajinasi), F- Folklore (mengolah kembali cerita rakyat), dan E- Experience (memanfaatkan pengalaman). Penulis cerita dapat menemukan ide dari berbagai hal sudut pandang. Dapat juga dapat dimulai dengan memanfaatkan cerita rakyat, wayang, kethoprak untuk diolah atau dikemas kembali menjadi lebih menarik.

b. Mengembangkan ide cerita
Dalam keterampilan menulis atau membaca saat akan memulai mengembangkan ide dapat kita gagas dalam beberapa pertanyaan. Pertanyaan pertama dapat dimulai dari kata what (apa latar belakangnya, konfliknya, apa yang ingin disampaikan dll). Pertanyaan kedua dengan kata who (siapa tokohnya, pemain dalam cerita, pembacanya). Ketiga when (kapan kejadiannya, dibaca). Keempat Where (dimana settingnya). Kelima why (mengapa terjadi masalah/penyebab masalah). Keenam, how (bagaimana tindaklanjutnya, pengaruhnya, kesesuaiannya dan kemenarikannya).

c. Membuat cerita menarik 
Cerita dikatakan menarik jika dapat meninggalkan kesan pada pembacanya. Ada beberapa unsur utuk mengembangkan cerita menjadi menarik. Pertama, pilihlah tema yang sesuai dengan sasaran pembaca. Jika pembaca itu remaja, maka pilihlah tema yang sesuai dengan usia, pola hidup atau gaya mereka. Kedua, pembentukan karakter bulat pada tokoh cerita. Artinya tokoh dapat menyampaikan karakter khusus yang dapat berdampak pada pembaca. Ketiga, konflik sebaiknya di kemas secara menarik dan tidak berlebihan. Setiap konflik yang disajikan dalam cerita, sebaiknya diikuti dengan pesan/informasi untuk pembaca. Diharapkan pembaca setelah membaca dapat mengambil hikmah positif dari konflik di dalam cerita tersebut. Keempat, ending atau klimaks cerita disajikan tanpa disadari oleh pembaca. Seorang pembaca yang kritis biasanya akan meramalkan sendiri ending dari cerita yang dibaca, untuk itu pengarang harus mampu menghadirkan sesuatu yang berbeda di luar perkiraan pembaca. 

5. Latihan dan diskusi teknik mengapresiasi cerita fiksi 
Latihan menulis cerita fiksi dilakukan sesuai dengan langkah-langkah menulis yang telah disamapaikan. Pada tahap preparation guru berlatih menggali ide untuk menentukan tema cerita yang akan ditulis. Ada beberapa teknik yang dilakukan, antara lain ada yang membaca buku cerita, berimajinasi, kartu mimpi, interpretasi alam dan gambar. Masing-masing peserta menuliskan beberapa ide, kemudian dipilih ide yang paling manarik dan baik untuk dikembangkan. 

Tahap berikutnya adalah pramenulis. Pada tahap ini, peserta melakukan penulisan terhadap ide yang diperoleh seluas-luasnya. Ide-ide tersebut dikembangkan dalam bentuk mind mapping atau draf untuk memudahkan proses menulis. Setelah itu proses penulisan dilakukan. Peserta menuangkan ide dan mengembangkannya berdasarkan pemetaan pikiran yang telah dilakukan pada tahap pramenulis. Pada tahap ini biasanya peserta mengalami kesulitan dalam mengembangkan cerita. Oleh karena itu, peserta dapat menerapkan teori 5W dan 1H untuk mengembangkan cerita. 

Proses terakhir ialah editing. Editing dilakukan pada kemampuan tulisan bahasa Inggrisnya. Tahapan dapat diamati dari namely, unity, coherence, support and sentence skill. This papper will focus on the grammar section to Subject and Verb, Run-Ons, Regular and irregular Verbs, Subjek-verb Agrement.

Pengertian Kemiskinan

Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan secara umum dapat diartikan sebagai kondisi individu penduduk atau keluarga yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup dasarnya secara layak. Namun beberapa institusi atau pihak telah menetapkan acuan dalam penentuan kreteria penduduk miskin.

Terjadinya kemiskinan penduduk secara garis besar disebabkan oleh faktor ekternal dan internal penduduk. Kemiskinan dilihat dari penyebabnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: Kemiskinan absolut dan Kemiskinan struktural. Kemiskinan absolut yaitu kemiskinan yang disebabkan faktor internal penduduk sendiri. Misalkan disebabkan tingkat pendidikan rendah, ketrampilan rendah, budaya dan sebagainya. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktor eksternal sehingga kemampuan akses sumberdaya ekonomi rendah, pada gilirannya pendapatan penduduk menjadi rendah.

Menurut Kuncoro (2004), pengukuran kreteria garis kemiskinan di Indonesia diukur untuk kemiskinan absolut. Institusi pemerintah yang biasa menetapkan kreteria garis kemiskinan yaitu Badan Pusat Statistik (BPS). Menurut BPS (1994), kreteria batas miskin menggunakan ukuran uang rupiah yang dibelanjakan per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum makanan dan bukan makanan. Berarti kreteria garis kemiskinan diukur dari dua komponen, yaitu garis kemiskinan makanan dan garis kemiskinan bukan makanan.

Kemiskinan merupakan refleksi dari ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya sesuai dengan standar yang berlaku. Hendra Esmara (1986) mengukur dari ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan standar yang berlaku, maka kemiskinan dapat dibagi tiga: 
  1. Miskin absolut yaitu apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum; pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan.
  2. Miskin relatif yaitu seseorang sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. 
  3. Miskin kultural yaitu berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantu. 
Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa pendekatan permasalahan kemiskinan dari segi pendapatan saja tidak mampu memecahkan permasalahan komunitas. Karena permasalahan kemiskinan komunitas bukan hanya masalah ekonomi namun meliputi berbagai masalah lainnya. Kemiskinan dalam berbagai bidang ini disebut dengan kemiskinan plural. Delina Hutabarat (1994), menyebutkan sekurang-kurangnya ada enam macam kemiskinan yang ditanggung komunitas yaitu: 
  1. Kemiskinan Subsistensi yaitu penghasilan rendah, jam kerja panjang, perumahan buruk, fasilitas air bersih mahal. 
  2. Kemiskinan Perlindungan yaitu lingkungan buruk (sanitasi, sarana pembuangan sampah, polusi), kondisi kerja buruk, tidak ada jaminan atas hak pemilikan tanah. 
  3. Kemiskinan Pemahaman yaitu kualitas pendidikan formal buruk, terbatasnya akses atas informasi yang menyebabkan terbatasnya kesadaran atas hak, kemampuan, dan potensi untuk mengupayakan perubahan. 
  4. Kemiskinan Partisipasi yaitu tidak ada akses dan control atas proses pengambilan keputusan yang menyangkut nasib diri dan komunitas. 
  5. Kemiskinan Identitas yaitu terbatasnya pembauran antar kelompok sosial, terfragmentasi. 
  6. Kemiskinan Kebebasan yitu stress, rasa tidak berdaya, tidak aman baik ditingkat pribadi maupun komunitas. 
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, secara harfiah kata miskin diberi arti tidak berharta benda. Sayogyanya membedakan tiga tipe orang miskin, yakni miskin (poor), sangat miskin (very poor) dan termiskin (poorest). Penggolongan ini berdasarkan pendapatan yang diperoleh setiap tahun. Orang miskin adalah orang yang berpenghasilan kalau diwujudkan dalam bentuk beras yakni 320 kg/orang/tahun. Jumlah tersebut dianggap cukup memenuhi kebutuhan makan minimum (1,900 kalori/orang/hari dan 40 gr protein/orang/hari). Orang yang sangat miskin berpenghasilan antara 240 kg sampai 320 kg beras/orang/tahun, dan orang yang digolongkan sebagai termiskin berpenghasilan berkisar antara 180 kg, 240 kg beras/orang/tahun. 

Menurut BPS, penduduk miskin adalah mereka yang asupan kalorinya di bawah 2,100 kalori berdasarkan kategori food dan nonfood diukur menurut infrastruktur antara lain jalan raya, rumah, serta ukuran sosial berupa kesehatan dan pendidikan. Menurut ketentuan BPS kebutuhan makanan minimum per kapita penduduk yaitu sebanyak 2.100 kalori per hari. Mengingat bahan makanan penduduk berbeda-beda, maka ukuran konsumsinya dilihat dari jumlah rupiahnya.

Pendekatan garis kemiskinan lainnya yang dikemukakan oleh Sayogo (dalam Kuncoro, 2004), menggunakan dasar harga beras. Menurut Sayogo, definisi kemiskinan adalah tingkat konsumsi per kapita setahun yang sama dengan beras. Berarti jumlah uang rupiah yang dibelanjakan setara dengan nilai beras sebanyak 20 kilogram untuk daerah perdesaan dan 30 kilogram daerah perkotaan.

1. Konsep dan Indikator Kemiskinan Versi Pemerintah Indonesia
Masalah kemiskinan bisa ditinjau dari lima sudut, yaitu prosentase penduduk miskin, pendidikan (khususnya angka buta huruf), kesehatan (antara lain angka kematian bayi dan anak balita kurang gizi), ketenagakerjaan, dan ekonomi (konsumsi/kapita). Bappenas (2004) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar masyarakat desa antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki. Untuk mewujudkan hak dasar masyarakat miskin, Bappenas menggunakan beberapa pendekatan utama, antara lain pendekatan kebutuhan dasar, pendekatan pendapatan, pendekatan kemampuan dasar, dan pendekatan objektif dan subjektif. 

Pendekatan kebutuhan dasar, melihat kemiskinan sebagai suatu ketidakmampuan seseorang, keluarga, dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan minimum, antara lain pangan, sandang, papan, pelayanan kesehatan, pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi. Menurut pendekatan pendapatan, kemiskinan disebabkan oleh rendahnya penguasaan aset dan alat produktif seperti tanah dan lahan pertanian atau perkebunan, sehingga secara langsung mempengaruhi pendapatan seseorang dalam masyarakat. Pendekatan ini, menentukan secara kaku standar pendapatan seseorang di dalam masyarakat untuk membedakan kelas sosialnya. Keterbatasan kemampuan ini menyebabkan tertutupnya kemungkinan bagi orang miskin terlibat dalam pengambilan keputusan. Pendekatan obyektif atau sering juga disebut sebagai pendekatan kesejahteraan menekankan pada penilaian normatif dan syarat yang harus dipenuhi agar keluar dari kemiskinan. Pendekatan subyektif menilai kemiskinan berdasarkan pendapat atau pandangan orang miskin sendiri (Stepanek, 1985). 

Indikator-indikator utama kemiskinan berdasarkan pendekatan di atas yang di kutip dari Badan Pusat Statistik, antara lain sebagai berikut: 
  1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (sandang, pangan dan papan). 
  2. Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi). 
  3. Tidak adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga). 
  4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massa. 
  5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan terbatasnya sumber daya alam. 
  6. Kurangnya apresiasi dalam kegiatan sosial masyarakat. 
  7. Tidak adanya akses dalam lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan. 
  8. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental. 
  9. Ketidakmampuan dan ketidaktergantungan sosial (anak-anak terlantar, wanita korban kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marginal dan terpencil). 
Indikator kemiskinan menurut Bappenas (2006) adalah terbatasnya kecukupan dan mutu pangan, terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan, terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan, terbatasnya akses terhadap air bersih, lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah, memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumber daya alam, lemahnya jaminan rasa aman, lemahnya pertisipasi, dan besarnya beban kependudukan yang disebabkan oleh besarnya tanggungan keluarga dan adanya tekanan hidup yang mendorong terjadinya migrasi.

2. Penyebab Kemiskinan
Kemiskinan merupakan salah satu problem sosial yang amat serius. Langkah awal yang perlu dilakukan dalam membahas masalah ini adalah mengidentifikasi apa sebenarnya yang dimaksud dengan miskin atau kemiskinan dan bagaimana mengukurnya. Konsep yang berbeda akan melahirkan cara pengukuran yang berbeda pula. Setelah itu, dicari faktor-faktor dominan (baik yang bersifat kultural maupun struktural) yang menyebabkan kemiskinan. Langkah berikutnya adalah mencari solusi yang relevan untuk memecahkan problem dengan cara merumuskan strategi mengentaskan kelompok miskin atau masyarakat miskin.

Kemiskinan menurut Sharp (1996), dari sisi ekonomi penyebabnya dibagi menjadi tiga yaitu: Pertama, secara mikro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumberdaya alam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah. Kedua, kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumberdaya manusia. Kualitas sumberdaya manusia yang rendah berarti produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya randah. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi, atau karena keturunan. Ketiga, kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam akses modal. 

Sedangkan Nasikun menyoroti beberapa sumber dan proses penyebab terjadinya kemiskinan, yaitu: 
  • Policy induces processes, yaitu proses kemiskinan yang dilestarikan, direproduksi melalui pelaksanaan suatu kebijakan (induced of policy) diantaranya adalah kebijakan anti kemiskinan, tetapi realitanya justru melestarikan. 
  • Socio-economic Dualism, yaitu negara ekskoloni yang mengalami kemiskinan karena pola produksi kolonial, yaitu petani menjadi marginal karena tanah yang paling subur dikuasai petani skala besar dan berorientasi ekspor. 
  • Population Growth, yaitu perspektif yang didasari pada teori Malthus bahwa pertambahan penduduk seperti deret ukur sedangkan pertambahan pangan seperti deret hitung. 
  • Resources management and The Environment, yaitu adanya unsur misalnya manajemen sumber daya alam dan lingkungan, seperti manajemen pertanian yang asal tebang akan menurunkan produktivitas. 
  • Natural Cycles and Processes, yaitu kemiskinan yang terjadi karena siklus alam. Misalnya tinggal di lahan kritis, dimana lahan ini jika turun hujan akan terjadi banjir tetapi jika musim kemarau akan kekurangan air, sehingga tidak memungkinkan produktivitas yang maksimal terus-menerus. 
  • The Marginalization of Woman, yaitu peminggiran kaum perempuan karena perempuan masih dianggap sebagai golongan kelas kedua, sehingga akses dan penghargaan hasil kerja yang diberikan lebih rendah dari laki-laki. 
  • Cultural and Ethnic Factors, yaitu bekerjanya faktor budaya dan etnik yang memelihara kemiskinan. Misalnya, pola hidup konsumtif pada petani dan nelayan ketika panen raya, serta adat-istiadat yang konsumtif saat upacara adat-istiadat keagamaan. 
  • Explotative Intermediation, yaitu keberadaan penolong yang menjadi penodong, seperti rentenir (lintah darat). 
  • Internal Political Fragmentation and Civil stratfe, yaitu suatu kebijakan yang diterapkan pada suatu daerah yang fragmentasi politiknya yang kuat, dapat menjadi penyebab kemiskinan. 
  • International Processes, yaitu bekerjanya sistem-sistem internasional (kolonialisme dan kapitalisme) membuat banyak negara menjadi semakin miskin. 
Selain beberapa faktor di atas, penyebab kemiskinan di masyarakat khususnya di pedesaan disebabkan oleh keterbatasan asset yang dimiliki, yaitu: 
  1. Natural Assets; seperti tanah dan air, karena sebagian besar masyarakat desa hanya menguasai lahan yang kurang memadai untuk mata pencahariannya. 
  2. Human Assets; menyangkut kualitas sumber daya manusia yang relatif masih rendah dibandingkan masyarakat perkotaan (tingkat pendidikan, pengetahuan, keterampilan maupun tingkat kesehatan dan penguasaan teknologi). 
  3. Physical Assets; minimnya akses ke infrastruktur dan fasilitas umum seperti jaringan jalan, listrik dan komunikasi. 
  4. Financial Assets; berupa tabungan (saving), serta akses untuk memperoleh modal usaha. 
  5. Sosial Assets; berupa jaringan, kontak dan pengaruh politik, dalam hal ini kekuatan bargaining position dalam pengambilan keputusan-keputusan politik. 
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, dan ketimpangan telah banyak dilakukan di Indonesia, salah satunya dilakukan oleh Sumarto (2002) dari SMERU Research Institute. Penelitian ini melakukan studi pada 100 desa selama periode Agustus 1998 hingga Oktober 1999. Berdasarkan hasil studi tersebut ada beberapa hal yang menjadi temuan berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan antara lain: 
  1. Terdapat hubungan negatif yang sangat kuat antara pertumbuhan dan kemiskinan. Artinya ketika perekonomian tumbuh, kemiskinan berkurang; namun ketika perekonomian mengalami kontraksi pertumbuhan, kemiskinan meningkat lagi. 
  2. Pertumbuhan tidak mengurangi kemiskinan secara permanen. Walaupun terjadi pertumbuhan dalam jangka panjang selama periode sebelum krisis, banyak masyarakat yang tetap rentan terhdap kemiskinan. Oleh arena itu, manajemen kejutan (management of shocks) dan jaring pengaman harus diterapkan. 
  3. Pertumbuhan secara kontemporer dapat mengurangi kemiskinan. Sehingga pertumbuhan yang berkelanjutan penting untuk mengurangi kemiskinan. 
  4. Pengurangan ketimpangan mengurangi kemiskinan secara signifikan. Sehingga sangat tepat untuk mencegah pertumbuhan yang meningkatkan ketimpangan. 
  5. Memberikan hak atas properti dan memberikan akses terhadap kapital untuk golongan masyarakat miskin dapat mengurangi kesenjangan, merangsang pertumbuhan, dan mengurangi kemiskinan. 
3. Karekteristik atau Ciri-ciri Penduduk Miskin
Emil Salim (1976) mengemukakan lima karakteristik kemiskinan, kelima karakteristik kemiskinan tersebut adalah: 
  • Penduduk miskin pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri. 
  • Tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri. 
  • Tingkat pendidikan pada umumnya sendiri. 
  • Banyak diantara mereka tidak mempunyai fasilitas. 
  • Diantara mereka berusaha relatif muda dan tidak mempunyai keterampilan atau pendidikan yang memadai. 
Ciri-ciri kelompok (penduduk) miskin, yaitu : 
  1. Rata-rata tidak mempunyai faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, peralatan kerja dan keterampilan. 
  2. Mempunyai tingkat pendidikan yang rendah. 
  3. Kebanyakan bekerja atau berusaha sendiri dan bersifat usaha kecil (sektor informal), setengah menganggur atau menganggur (tidak bekerja). 
  4. Kebanyakan berada di pedesaan atau daerah tertentu perkotaan (slum area). 
  5. Kurangnya kesempatan untuk memperoleh (dalam jumlah yang cukup), bahan kebutuhan pokok, pakaian, perumahan, fasilitas kesehatan sosial lainnya. 
Kelompok penduduk miskin yang berada pada masyarakat pedesaan dan perkotaan, pada umumnya dapat digolongkan pada buruh tani, petani gurem, pedagang kecil, nelayan, pengrajin kecil, buruh, pedagang kaki lima, pedagang asongan, pemulung, gelandangan, pengemis, dan pengangguran.

Untuk mengukur kemiskinan, Indonesia melalui BPS menggunakan pendekatan kebutuhan dasar (basic needs) yang dapat diukur dengan angka atau hitungan Indeks Perkepala (Head Count Index), yakni jumlah dan prosentase penduduk miskin yang berada di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan ditetapkan pada tingkat yang selalu konstan secara riil sehinga kita dapat mengurangi angka kemiskinan dengan menelusuri kemajuan yang diperoleh dalam mengentaskan kemiskinan di sepanjang waktu. Salah satu cara mengukur kemiskinan yang diterapkan di Indonesia yakni mengukur derajat ketimpangan pendapatan diantara masyarakat miskin, seperti koefisien Gini antar masyarakat miskin (GP) atau koefisien variasi pendapatan (CV) antar masyarakat miskin (CVP). Koefisien gini atau CV antar masyarakat miskin tersebut penting diketahui karena dampak guncangan perekonomian pada kemiskinan dapat sangat berbeda tergantung pada tingkat dan distribusi sumber daya diantara masyarakat miskin. Prinsip-prinsip untuk mengukur kemiskinan, yakni : 
  1. Anonimitas independensi, yaitu ukuran cakupan kemiskinan tidak boleh tergantung pada siapa yang miskin atau pada apakah negara tersebut mempunyai jumlah penduduk yang banyak atau sedikit. 
  2. Monotenisitas, yakni bahwa jika kita memberi sejumlah uang kepada seseorang yang berada dibawah garis kemiskinan, jika diasumsikan semua pendapatan yang lain tetap maka kemiskinan yang terjadi tidak mungkin lebih tinggi dari pada sebelumnya. 
  3. Sensitivitas distribusional, yaitu menyatakan bahwa dengan semua hal lain konstan, jika mentransfer pendapatan dari orang miskin ke orang kaya, maka akibatnya perekonomian akan menjadi lebih miskin. 
SUMBER;