Saturday 1 April 2017

Pengertian Wakaf dan Kedudukan Harta Wakaf

Pengertian Wakaf
Berbicara mengenai wakaf banyak sekali definisi yang membahas, mengungkap, mengupas mengenai wakaf baik secara terminologis (bahasa) ataupun secara etimologis (istilah). Baik itu yang terdapat dalam kitab-kitab klasik, kontemporer, buku-buku terjemahan dan lain sebagainya. Berikut ini akan dijelaskan pengertian wakaf menurut fiqih dan Undang-undang yang berlaku.[1]

Meskipun lembaga wakaf berasal dari ajaran Islam, namun lembaga semacam wakaf sudah ada sebelum Islam datang di Indonesia. Di Indonesia banyak harta adat baik yang mirip dengan wakaf. Secara Institusional ada persamaan antara harta wakaf walaupun menurut fiqih jelas bahwa harta adat itu bukan wakaf. Harta semacam di Indonesia berupa kebisaaan-kebisaaan yang berlaku di masyarakat.[2]

Hampir di setiap daerah memiliki tanah yang dimanfaatkan untuk kepentingan keluarga maupun untuk kepentingan umum, misalnya di daerah Banten terdapat “Huma serang”, Huma adalah ladang-ladang yang setiap tahun dikerjakan secara bersama-sama dan hasilnya digunakan untuk kepentingan bersama. Di pulau Bali juga ada lembaga semacam wakaf yakni berupa tanah dan dan barang-barang lain seperti benda-benda perhiasan untuk pesta yang menjadi milik candi atau dewa-dewa yang tinggal di Bali. Di Lombok juga terdapat tanah adat yang disebut dengan “Tanah Pareman”, yakni tanah Negara yang dibebaskan dari pajak Landrente yang diserahkan kepada desa-desa, subak, dan juga kepada candi untuk kepentingan bersama.[3]

Di Jawa Timur juga ada “Perdikan”. Perdikan adalah sebidang tanah yang merupakan pemberian seorang raja kepada seorang atau sekelompok orang di desa yang telah berjasa kepada raja atau kepada Negara. Menurut Rachmat Djatmiko, bentuk ini hampir menyerupai wakaf ahli dari segi fungsi pemanfaatan tanah yang dijadikan objek. Adapun “pusaka” merupakan harta yang diberikan oleh leluhurnya untuk kepentingan anggota keluarga secara keseluruhan, yang tidak dapat diperjualbelikan dan tidak dapat diwariskan secara perseorangan. Bentuk ini hampir serupa dengan wakaf ahli bahkan “sima” yang pada jaman Hindu Budha di Jawa yakni sebagaian hutan yang diberikan raja kepada seseorang/kelompok orang untuk diambil hasilnya, juga hampir sama dengan wakaf ahli.[4]

Kata wakaf dalam bahasa arab berarti “al-habsu” yang berasal dari kata kerja habasa-yahbisu-habsan yang berarti menahan atau memenjarakan. Kemudian berkembang menjadi “habbasa” yang berarti mewakafkan harta karena Allah.[5] Dalam kamus al-wasith dikatakan bahwa al-habsu artinya al-man’u (mencegah atau melarang) dan al-imsak (menahan), hal yang senada juga diungkapkan oleh Az-Zubaidi dalam kamus Taj Al-Arus sebagaimana dikutip oleh Mundzir Qahaf dimana kata Al- habsu artinya al-man’u dan al-imsak yang berarti menahan.[6]

Pengertian wakaf menurut Kompilasi Hukum Islam pada Pasal 215 ayat (1) adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau kerpeluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam. Sedangkan menurut Pasal 1 angka 1 UU Wakaf 2004, adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.

Kedudukan Harta Wakaf
Dalam pandangan Al-Maududi bahwa pemilikan harta dalam Islam itu harus disertai dengan tanggung jawab moral. Artinya, segala sesuatu (harta benda) yang dimiliki oleh seseorang atau sebuah lembaga, secara moral harus diyakini secara teologis bahwa ada sebagian dari harta tersebut menjadi hak bagi pihak lain, yaitu untuk kesejahteraan sesama yang secara ekonomi kurang atau tidak mampu.[7]

Azas keseimbangan dalam kehidupan atau keselarasan dalam hidup merupakan azas hukum yang universal. Azas tersebut diambil dari tujuan perwakafan yaitu untuk beribadah atau pengabdian kepada Allah sebagai wahana komunikasi dan keseimbangan spirit antara manusia dengan Allah. Titik keseimbangan tersebut pada gilirannya akan menimbulkan keserasian dirinya dengan hati nuraninya untuk mewujudkan ketenteraman dan ketertiban dalam hidup. Azas keseimbangan telah menjadi azas pembangunan, baik di dunia maupun di akhirat, yaitu antara spirit dengan materi dan individu dengan masyarakat banyak.[8]

Azas pemilikan harta benda adalah tidak mutlak, tetapi dibatasi atau disertai dengan ketentuan-ketentuan yang merupakan tanggung jawab moral akibat dari kepemilikan tersebut. Pengaturan manusia berhubungan dengan harta benda merupakan hal yang esensiil dalam hukum dan kehidupan manusia. Pemilikan harta benda menyangkut bidang hukum, sedang pencarian dan pemanfaatan harta benda menyangkut bidang ekonomi dan keduanya bertalian erat yang tidak bisa dipisahkan.[9]

Sejalan dengan konsep kepemilikan harta dalam Islam, maka harta yang telah diwakafkan memiliki akibat hukum, yaitu ditarik dari lalu lintas peredaran hukum yang seterusnya menjadi milik Allah, yang dikelola oleh perorangan dan atau lembaga Nazhir, sedangkan manfaat bendanya digunakan untuk kepentingan umum.[10

Tinjauan Perundang-undangan di Indonesia tentang Wakaf
Wakaf merupakan perbuatan hukum yang telah lama hidup dan dilaksanakan dalam masyarakat yang pengaturannya belum lengkap dan masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan.[11] Menurut Pasal 5 UU Wakaf 2004, wakaf berfungsi mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan memajukan kesejahteraan umum. 

Barang yang sudah diwakafkan tidak boleh ditarik kembali, namun demikian dapat dilakukan pemindahan sebagaimana diatur dalam pasal 41 UU Wakaf 2004. Pada BAB IV Pasal 40 UU Wakaf 2004 telah dijelaskan bahwa:

“Harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang:
  • Dijadikan jaminan
  • Disita
  • Dihibahkan
  • Dijual
  • Diwariskan
  • Ditukar
  • Dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya”.
Tipe penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah tipe penelitian hukum normatif. Pada penelitian ini seringkali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas.[12]

Dalam penelitian ini menggunakan 2 (dua) pendekatan, yakni: pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). 

DAFTAR PUSTAKA
  • Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah dan Kedudukan Tanah Wakaf di Negara Kita, Alumni, Bandung, 179.
  • Al-Alabij, Adijani, Perwakafan Tanah di Indonesia Dalam Teori dan Praktek, Raja Grafindo Persada,  Jakarta, 2002. 
  • Al-Albani, M. Nashirudin, Ringkasan Shohih Muslim dalam terjemah Elly Latifah, Gema Insani, Jakarta, 2005.
  • Ali, Mohammad Daud, Sistem Ekonomi Islam, Zakat, Wakaf, UI Press, Jakarta, 1988.
  • Al-Kabisi, Muhammad Abid Abdullah, Hukum Wakaf: Kajian Kontemporer Pertama dan Terlengkap tentang Fungsi dan Pengelolaan Wakaf serta Penyelesaian atas Sengketa Wakaf, Penerjemah Ahrul Sani Faturrahman, dkk KMPC, Dompet Dhuafa Republika dan IIMaN Press, Jakarta, 2004. 
  • Amiruddin dan Asikin, Zainal, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2012.
  • Azhari, Tahir, Wakaf dan Sumber Daya Ekonomi, Al Hikmah, Jakarta, 1992.
  • Basyir, Azhar, Hukum Islam tentang Wakaf, Ijaroh dan Syirkah, PP Al Ma’arif, Bandung, 1997.
  • Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, Depag RI, Jakarta, 2006.
  • Direktori Pemberdayaan Wakaf, Fiqih Wakaf, Dirjend Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI, Jakarta, 2007.
  • Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia, Jambatan, Jakarta, 2006.
  • Hidayatullah, Rahmat, Penyelesaian Sengketa Tukar Menukar Tanah Wakaf yang Dilakukan oleh Nadzir, Menurut Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf (Studi Putusan Pengadilan Agama Lhoksukon Nomor: 1/G/1990/PA. LKS), Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Jember, Jember, 2013.
  • Ismawati, Penyelesaian Sengketa Tanah Wakaf Studi Terhadap Tanah Wakaf Banda Masjid Agung Semarang, Tesis, Universitas Diponegoro, Semarang, 2007.
  • Jindan, Sayyidi Perbuatan Menjual Tanah Wakaf dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor Perkara: 995 K/Pdt/2002), Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2014.
  • Kurniawati, Lia, Penarikan Wakaf Tanah Oleh Ahli Waris (Studi Kasus di Kelurahan Manding Kecamatan Temanggung Kabupaten Temanggung), Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN ), Salatiga, 2012.
  • Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2007.
  • Mawardi HSB, Sri Kartika, Perubahan Peruntukan Tanah Wakaf Hak Milik Menurut Hukum Islam dan UU No. 5/1960 tentang UUPA, Tesis, Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan, 2007, h. 99.
  • Mugniyah, Muhammad Jawad, al-Ahwal al-Syakhsiyah ala al-Mazahib al-Khamsah, Dar al-Ilm li al-Malayin, Beirut, 1964.
  • Nasution, Bahder Johan & Warjiyati, Sri, Hukum Perdata Islam, Mandar Maju, Bandung, 2007.
  • Patoni, Ahmad, Kedudukan Tanah Wakaf Yang Didaftarkan Sebelum Diberlakukan UU No.41 Tahun 2004 Tentang Wakaf (Studi Pada Ponpes Daar el-Hikam Pondok Ranji Ciputat), Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hiyatullah, Jakarta, 2010.
  • Permono, Sjechul Hadi, Sosialisasi Inpres No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Pemasyarakatan Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam), UII, Yogyakarta, 1993.
  • Rahmat, Djatmika, Wakaf Tanah, Al-Iklas, Surabaya, 1983.
  • Rasyid, Sulaiman, Fiqh Islam, Sinar Baru Algensindo, Bandung, 2010.
  • Rofiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003.
  • Sabiq, Sayyid, Fikih Sunnah, Al-Ma’arif, Bandung, 1987.
  • Sangsun, Florianus SP., Tata Cara Mengurus Sertifikat Tanah (Dasar Hukum Pendaftaran Tanah, Jenis-jenis Sertifikat Tanah, Proses Pendaftaran Tanah), Visimedia, Jakarta, 2007. 
  • Saroso dan Ngani, Nico, Tinjauan Yuridis Tentang Perwakafan Tanah Hak Milik (Seri Hukum Agrarian No. 1), Liberty, Yogyakarta, 1984.
  • So’an, Sholeh, Moral Penegak Hukum di Indonesia Dalam Pandangan Islam, Agung Ilmu, Bandung, 2004.
  • Soekanto, Soerjono, Beberapa Cara dan Mekanisme Dalam Penyuluhan Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1986.
  • Soemardjono, Maria S.W., Kebijakan Pertanahan antara Regulasi dan Implementasi, Kompas, Laksana, Jakarta, 2005.
  • Surin, Bahtiar, Adz-Dzikraa jilid 4, Angkasa, Bandung, 1991.
  • Thalib, Sajuti, Lima Serangaki Tentang Hukum (Hubungan Antara Hukum Islam dengan Hukum Tanah, Hukum Kewarisan dan Hukum Pidana)., Bina Aksara, Jakarta, 1983.
  • Wadjdy, Farid, dan Mursyid, Wakaf dan Kesejahteraan Umat: Filantropi Islam yang Hampir Terlupakan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2007. 
  • Zahrah, Muhammad Abu, Al-Waqf, Dar Al-Fikr, Beirut, 1971.
  • Zuhdi, Masfuk, Studi Islam dan Muamalah, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993.
CATATAN KAKI ARTIKEL;
  • [1]Ahmad Patoni, Kedudukan Tanah Wakaf Yang Didaftarkan Sebelum Diberlakukan UU No.41 Tahun 2004 Tentang Wakaf (Studi Pada Ponpes Daar el-Hikam Pondok Ranji Ciputat), Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hiyatullah, Jakarta, 2010, h. 12.
  • [2]Ismawati, Penyelesaian Sengketa Tanah Wakaf Studi Terhadap Tanah Wakaf Banda Masjid Agung Semarang, Tesis, Universitas Diponegoro, Semarang, 2007, h. 11.
  • [3]Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah dan Kedudukan Tanah Wakaf di Negara Kita, Alumni, Bandung, 1979, h. 14.
  • [4]Djatmika Rahmat, Wakaf Tanah, Al-Iklas, Surabaya, 1983, h. 12.
  • [5]Adijani Al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia Dalam Teori dan Praktek, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, h. 25. 
  • [6]Ibid. h. 45.
  • [7]Lia Kurniawati, Penarikan Wakaf Tanah Oleh Ahli Waris (Studi Kasus di Kelurahan Manding Kecamatan Temanggung Kabupaten Temanggung), Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN ), Salatiga, 2012, h. 20.
  • [8]Direktori Pemberdayaan Wakaf, Fiqih Wakaf, Dirjend Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI, Jakarta, 2007, h. 67.
  • [9]Lia Kurniawati, op.cit., h. 21.
  • [10]Direktori Pemberdayaan Wakaf, op.cit., h. 68.
  • [11]Lia Kurniawati, op.cit., h. 50.
  • [12]Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2012, h. 118.

No comments:

Post a Comment