Friday 28 April 2017

MODEL DAN JENIS MEDIA PENDIDIKAN INKLUSIF

MODEL MEDIA PENDIDIKAN INKLUSIF
Dalam rangka mensukseskan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan perwujudan hak azasi manusia, layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus perlu lebih ditingkatkan.

Selama ini pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus lebih banyak di selenggarakan secara segregasi di Sekolah Luar Biasa (SLB) dan Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB). Sementara itu lokasi SLB dan SDLB pada umumnya berada di ibu kota kabupaten, padahal anak-anak berkebutuhan khusus banyak tersebar hampir di seluruh daerah (Kecamatan/Desa). Akibatnya sebagian anak berkebutuhan khusus tersebut tidak bersekolah karena lokasi SLB dan SDLB yang ada jauh dari tempat tinggalnya, sedangkan sekolah umum belum memiliki kesiapan untuk menerima anak berkebutuhan khusus karena merasa tidak mampu untuk memberikan pelayanan kepada ABK di sekolahnya.

Untuk itu perlu dilakukan terobosan dengan memberikan kesempatan dan peluang kepada anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh pendidikan di sekolah umum (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK), yang disebut “Pendidikan Inklusif”. Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam implementasi pendidikan inklusif, maka pemerintah melalui Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa menyusun naskah Prosedur Operasi Standar Pendidikan Inklusif. Selanjutnya, dari naskah ini dikembangkan ke dalam beberapa pedoman, yaitu:

1. Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif 
2. Pedoman Khusus Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif, yaitu:
  • Pedoman Khusus Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus.
  • Pedoman Khusus Pengembangan Kurikulum.
  • Pedoman Khusus Kegiatan pembelajaran.
  • Pedoman Khusus Penilaian.
  • Pedoman Khusus Manajemen Sekolah.
  • Pedoman Khusus Pengadaan dan Pembinaan Tenaga Pendidik.
  • Pedoman Khusus Pemberdayaan Sarana dan Prasarana 
  • Pedoman Khusus Pemberdayaan Masyarakat.
  • Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling
3. Suplemen Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif, yaitu:
  • Model Program Pembelajaran Individual
  • Model Modifikasi Bahan Ajar
  • Model Rencana Program Pembelajran
  • Model Media Pembelajaran
  • Model Program Tahunan
  • Model Laporan Hasil Belajar (Raport) 
KATA PENGANTAR
Kebijakan pemerintah dalam penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun disemangati oleh seruan Internasional Education For All (EFA) yang dikumandangkan UNESCO sebagai kesepakatan global hasil World Education Forum di Dakar, Sinegal Tahun 2000, penuntasan EFA diharapkan tercapai pada Tahun 2015.

Seruan ini senafas dengan semangat dan jiwa Pasal 31 UUD 1945 tentang hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan dan Pasal 32 UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur mengenai pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus.

Sedang pemerataan kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan khusus dilandasi pernyataan Salamanca Tahun 1994. Pernyataan Salamanca ini merupakan perluasan tujuan Education Fol All dengan mempertimbangkan pergeseran kebijakan mendasar yang diperlukan untuk menggalakkan pendekatan pendidikan inklusif. Melalui pendidikan inklusif ini diharapkan sekolah–sekolah reguler dapat melayani semua anak, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan pendidikan khusus. Di Indonesia melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 002/U/1986 telah dirintis pengembangan sekolah penyelenggaraan pendidikan inklusif yang melayani Penuntasan Wajib Belajar bagi peserta didik yang berkebutuhan khusus.

Pendidikan terpadu yang ada pada saat ini diarahkan untuk menuju pendidikan inklusif sebagai wadah yang ideal yang diharapkan dapat mengakomodasikan pendidikan bagi semua, terutama anak-anak yang memiliki kebutuhan pendidikan khusus selama ini masih belum terpenuhi haknya untuk memperoleh pendidikan layaknya seperti anak-anak lain. Sebagai wadah yang ideal, pendidikan inklusi memiliki empat karakteristik makna yaitu:
  1. Pendidikan Inklusif adalah proses yang berjalan terus dalam usahanya menemukan cara-cara merespon keragaman individu anak,
  2. Pendidikan inklusif berarti memperoleh cara-cara untuk mengatasi hambatan-hambatan anak dalam belajar,
  3. Pendidikan inklusif membawa makna bahwa anak mendapat kesempatan utuk hadir (di sekolah), berpartisipasi dan mendapatkan hasil belajar yang bermakna dalam hidupnya, dan
  4. Pendidikan inklusif diperuntukkan bagi anak-anak yang tergolong marginal, esklusif dan membutuhkan layanan pendidikan khusus dalam belajar.
Akses pendidikan dengan memperhatikan kriteria yang terkandung dalam makna inklusif masih sangat sulit dipenuhi. Oleh karena itu kebijakan pemerintah dalam melaksanakan usaha pemerataan kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan khusus baru merupakan rintisan awal menuju pendidikan inklusif. Sistem pendekatan pendidikan inklusif diharapkan dapat menjangkau semua anak yang tersebar di seluruh nusantara.

Untuk itu, maka kebijakan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional dalam penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar bagi anak yang memerlukan layanan pendidikan khusus diakomodasi melalui pendekatan ”Pendidikan Inklusif”. Melalui pendidikan ini, penuntasan Wajib Belajar dapat diakselerasikan dengan berpedoman pada azas pemerataan serta peningkatan kepedulian terhadap penanganan anak yang memerlukan layanan pendidikan khusus.

Sebagai embrio, pendidikan terpadu menuju pendidikan inklusif telah tumbuh diberbagai kalangan masyarakat. Ini berarti bahwa tanggungjawab penuntasan wajib belajar utamanya bagi anak yang memiliki kebutuhan pendidikan khusus telah menjadi kepedulian dari berbagai pihak sehingga dapat membantu anak-anak yang berkebutuhan khusus dalam mengakses pendidikan melalui ”belajar untuk hidup bersama dalam masyarakat yang inklusif”.

Agar dalam pelaksanaan program pendidikan inklusif dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan, maka Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah melalui Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa telah menyusun pedoman pendidikan inklusif.

Akhirnya, ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan buku pedoman ini dan semoga buku ini dapat bermanfaat serta berguna bagi semua pihak.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan khusus merupakan pendidikan yang diperuntukan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena memiliki kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Oleh karena itu, untuk mendorong kemampuan pembelajaran mereka dibutuhkan lingkungan belajar yang kondusif, baik tempat belajar, metoda, sistem penilaian, sarana dan prasarana serta yang tidak kalah pentingnya adalah tersedianya media pendidikan yang memadai sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

Seiring peran media pendidikan yang semakin meningkat, maka pendidik dan media pendidikan harus saling terkait satu sama lain untuk memberikan kemudahan belajar bagi peserta didik. Dalam arti, bahwa pendidik sebagai fasilitator diharapkan mampu untuk memfungsikan media pendidikan seoptimal mungkin sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Perhatian dan bimbingan secara individual dapat diberikan oleh pendidik dengan baik, sementara media pendidikan dapat pula disajikan secara jelas, menarik, dan tepat. Oleh karena itu, menjadi suatu keharusan bagi sekolah penyelenggara pendidikan inklusif untuk menempatkan media pendidikan sebagai komponen yang penting dari sistem pendidikan yang diselenggarakannya.

Memang selama ini media pendidikan telah diperkaya dengan adanya buku teks, modul, overhead projector, film, vidio, televisi, slide, dan lain sebagainya. Tetapi media tersebut tampaknya belum cukup untuk memotivasi sekaligus mengembangkan sikap dan kemampuan anak, minat, bakat, dan mental sampai mencapai potensi mereka yang optimal. Di sinilah diperlukan modifikasi media pendidikan yang sesuai dengan potensi dan tingkat kebutuhan para peserta didik.

Dalam operasionalnya, pengembangan media pendidikan hendaknya diupayakan pula untuk memanfaatkan kelebihan yang dimiliki oleh media tersebut dan berusaha mengatasi hambatan-hambatan yang mungkin muncul dalam proses pembelajarannya. Oleh karena itu, sebagai fasilitator yang baik dan profesional, pendidik hendaknya mampu mengoperasikan dan memilih media pendidikan yang akan dipakai dengan tepat di sekolah penyelenggara pendidkan inklusif.

B. Alasan
Beberapa hal yang mendasar tentang pentingnya media pendidikan, sebagai berikut:
  1. Banyaknya model media pendidikan yang tersedia akan memudahkan peserta didik untuk menggunakan dan memilih media yang sesuai dengan karakteristiknya. 
  2. Disebabkan karena keberagaman dan keunikan peserta didik, maka kesesuaian pemilihan media pendidikan akan sangat berpengaruh terhadap hasil pembelajaran.
  3. Berdasarkan hasil temuan dari berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa adanya korelasi antara penggunaan media pendidikan dan karakteristrik belajar peserta didik dalam menentukan hasil belajar. Dengan kata lain, peserta didik akan mendapat keuntungan yang signifikan bila belajar dengan menggunakan media pendidikan yang sesuai.
  4. Tujuan pokok dari tersedianya media pendidikan adalah untuk menjamin setiap anak berkebutuhan khusus untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu sesuai dengan kemampuannya.
  5. Tujuan utama dari Penyusunan Media Pendidikan adalah untuk dapat membantu peserta didik menguasai memahami materi/konsep pembelajaran.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup media pendidikan inklusif sebaiknya mencakup semua jenis media pendidikan untuk semua peserta didik termasuk didalamnya anak berkebutuhan khusus, seperti: Tunanetra, Tunarungu, Tunagrahita, Tunadaksa, Tunalaras, Tuna Wicara, Tunaganda, HIV/AIDS, Gifeted, Talented, Kesulitan Belajar, Lamban Belajar, Autis, Korban Penyalahgunaan Narkoba, Indigo, dan lain sebagainya.

Sementara itu bentuk atau tampilan media pendidikannya sendiri dapat berupa:
  1. Gambar (bagan, diagram, penampang, gambar situasi, notasi dan lain-lain)
  2. Kartu
  3. Model (tiruan benda, binatang, tumbuhan, orang dan lain-lain)
  4. Komponen alat (komponen mandiri, komponen rakitan dan lain-lain)
  5. Instrumen (quesioner, skala sikap, observasi dan lain-lain)
Bentuk dan tampilan media pendidikan sedapat mungkin dari yang nyata sampai yang abstrak, sebagai contoh ;
  • Benda asli;
  • Model (benda tiruan);
  • Benda 3 (tiga) dimensi;
  • Foto;
  • Gambar;
  • Skema/Sketsa;
  • Tulisan;
  • Suara; dan lain-lain
Sampai saat ini kebutuhan akan media pendidikan bagi peserta didik terutama bagi anak-anak berkebutuhan khusus termasuk sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dirasakan belum memadai. Oleh karena itu dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, maka media pendidikan diupayakan sesuai dengan yang diharapkan. Disinilah pentingnya perencanaan, pelaksanaan dan monitoring terhadap pengadaan dan pengelolaan media pendidikan pada sekolah-sekolah penyelenggara pendidikan inklusif.

BAB II
MODEL MEDIA PENDIDIKAN INKLUSIF
A. Pengertian
Media pendidikan adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat siswa sedemikian rupa sehingga pembelajaran terjadi secara efektif dan efisien. Media adalah alat yang dapat membantu pembelajaran yang berfungsi memperjelas makna pesan yang disampaikan sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan sempurna. Media pendidikan juga berperan sebagai perangsang belajar dan dapat menumbuhkan motivasi belajar sehingga peserta didik tidak merasa bosan dalam belajar.

Aapapun yang disampaikan oleh pendidik mesti menggunakan media, paling tidak yang digunakannya adalah media verbal yaitu berupa kata-kata yang diucapkan. Segala sesuatu yang terdapat di lingkungan sekolah, baik benda hidup atau tidak, yang pada awalnya tidak dilibatkan dalam pembelajaran, tetapi setelah dirancang dan dipakai dalam kegiatan pembelajaran, benda tersebut berstatus media sebagai alat perangsang belajar. Dengan kata lain, benda tersebut dapat disebut media jika dirancang dan dipakai dalam pembelajaran.

Menurut Koyo Kartasurya, media itu digolongkan menjadi 4 (empat) jenis, yakni:
  1. Media visual; gambar, photo, sketsa, diagram grafik, karton foster, peta dan globe.
  2. Media dengar: radio, tape rekorder, laboratorium bahasa, dan CD.
  3. Project still media: slide, OHP.
  4. Projected mosion media: TV, Vidio, Komputer.
Sementara menurut Amir Hamzah Sulaeman, media pendidikan dapat digolongkan menjadi 6 (enam) jenis, yakni:
  • Alat-alat visual dua dimensi pada bidang yang tidak transparan, gambar, grafik, peta, poster.
  • Berbagai papan: papan tulis, white board, papan planel.
  • Visual 3 dimensi: benda asli, model, barang/alat tiruan.
  • Audio: radio, tape rekorder, CD.
  • Audiovisual murni: film.
6. Demonstrasi dan widya wisata.

B. Perencanaan
Dalam merencanakan pengadaan media pendidikan di sekolah penyelenggara pendidikan inklusi agar sesuai dengan materi pelajaran, kondisi serta potensi peserta didik, maka perlu memperhatikan kriteria-kriteria antara lain :
1. Kriteria Umum
a. Segi Edukatif
Segi Edukatif berarti bahwa media pendidikan harus sesuai dengan kurikulum yang berlaku, yang harus mengacu kepada kompetensi yang diharapkan, materi, metode pembelajaran dan sesuai dengan jenis, jenjang dan satuan pendidikan serta tingkat perkembangan anak.

b. Segi Teknis
Segi teknis meliputi kebenaran media (validity), ketepatan ukuran media, ketelitian media, keamanan dan kemudahan penggunaan, keawetan dan ketahanan serta kejelasan panduan.

c. Segi Estetika
Segi estetika menyangkut bentuk dan warna. Bentuk dan warna yang menarik dan estetik (indah) akan dapat menjadi daya tarik bagi peserta didik.

d. Efektivitas dan Efisiensi
Media pendidikan yang efektif dan efisien adalah apabila penggunaan media pendidikan tersebut dapat menghemat waktu, tenaga dan tepat mencapai sasaran/tujuan.

2. Kriteria Khusus
Kriteria khusus adalah kriteria yang dituangkan dalam bentuk spesifikasi media yang biasanya meliputi rupa/bentuk, ukuran, bahan, dan warna dari media pendidikan tersebut yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik.

Hal penting yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pengadaan media pendidikan yaitu perlu dilakukan analisis kurikulum, khususnya yang berkaitan dengan kompetensi yang diharapkan, materi pembela

C. Unsur Pelaksana
Komponen-komponen yang terkait dengan media pendidikan adalah sebagai berikut 
  • Sumber Daya Manusia 
  • Bahan
  • Peralatan
  • Lingkungan
  • Teknik
  • Pesan
Sedangkan unsur pelaksana media pendidikan dapat diidentifikasi sebagai berikut: 
  • Guru di sekolah biasa;
  • Guru Pendidkan Khusus;
  • Dokter;
  • Psikolog;
  • Ahli pendidikan luar biasa;
  • Ahli olah raga;
  • Konselor;
  • Sosial Worker;
  • Speechtherapi;
  • Fisiotherapi;
  • Ahli Teknologi Komunikasi / ICT; dan lain-lain
D. Model Kebutuhan Media Pendidikan
Berdasarkan karakteristiknya, model media pendidikan dapat digolongkan menjadi 2. (dua) bagian yaitu: 
Media dua dimensi

Media dua dimensi meliputi media grafis, media bentuk papan, dan media cetak 
Media tiga dimensi

Media tiga dimensi dapat berwujud sebagai benda asli baik hidup atau mati, dan dapat pula berwujud sebagai tiruan yang mewakili aslinya.

Berikut adalah kebutuhan media pendidikan pada sekolah penyelenggara pendidikan inklusif:
1. Tunanetra
a. Alat assesmen:
  • Survival lens set
  • Snellen chart
  • Ishihara test
  • Snellen chart electronik
b. Alat orientasi mobilitas:
  • Tongkat panjang
  • Tongkat lipat
  • elektrik
  • Blind fold
  • Bola bunyi
  • Tutup kepala
  • Bel
  • Lampu warna-warni
  • Lampu senter
  • Miniatur benda
c. Alat bantu untuk tunanetra:
  • Magnifer lens set
  • CCTV
  • View scan
  • Televisi
  • Microscope/magnifire
  • Komputer dengan software Braille
  • Reglet
  • Stylus
  • Catur Tunanetra
  • Meja tenis tunanetra
  • Tape recorder
  • Buku bicara (talking book) / kaset
  • Buku-buku Braille
  • Alat-alat musik: Keyboard, Genderang, Gong, Sound system
  • Studio rekaman
  • Alat-alat masage
  • Anatomi tubuh manusia (laki-laki dan perempuan)
  • Jaringan ICT
2. Tunarungu
a. Alat assesmen
  • Scan tes
  • Bunyi – bunyian: gendang, krincingan, dll
  • Garputala
  • Audiometer dan blanko audiogram
  • Mobile sound proof
  • Sound level meter
b. Alat bantu dengar (hearing Aid)
  • saku
  • Model belakang telinga
  • Hearing group
  • Loop induction system
c. Alat bina persepsi Bunyi dan Irama (BPBI)
  • Speech trainner and sound simulation
  • Spatel
  • Cermin
  • Alat latihan meniup (seruling, kapas, terompet, peluit)
  • Alat musik perkusi (gong, gendang, tamborin, triangle, drum)
  • Meja latihan wicara
  • Sikat getar
  • Lampu aksen (kontrol suara)
  • TV/ VCD/ DVD
  • Komputer
  • LCD
  • Alat-alat musik assesment
  • Alat-alat drumband
d. Alat-alat keterampilan: 
  • jahit, ukir, anyam
  • sablon 
  • perbengkelan
  • tata boga
  • peternakan
  • pertukangan kayu: bubut, kayu, dll 
  • keramik
  • pertukangan batu
e. Alat-alat olahraga
f. Jaringan ICT

3. Tunagrahita
a. Alat assesmen
  • Tes intelegensi (WISC-R)
  • Tes intelegensi stanford binet
  • Cognitive visual
b. Alat kemampuan merawat diri
  • Alat-alat mandi
  • Alat-alat merias diri
  • Perlengkapan pakaian
  • Perlengkapan rumah tangga
  • Alat-alat keterampilan: pertukangan/kerajinan kayu, pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan, dan tata boga
c. Alat-alat olahraga
d. Alat-alat kesenian

4. Tunadaksa
a. Assesment
  • Finger goniometer
  • Flexometer
  • Plastic goniometer
  • Reflex hammer
  • Postur evaluation set
  • TPD Arshesio meter
  • Ground rhytem timbre instrumen
  • Cabinet geometri insert
  • Collor sorting box
  • Collor sorting insert
  • Tactile bord set
  • Kolam bola-bola 
  • Bola besar
b. Alat latihan fisik
  • Pulley weight
  • Kanavel table
  • Squeez ball
  • Restorator hand
  • Restorator leg
  • Tread mill jogger
  • Safety walking strap
  • Straight (tangga)
  • Sand bund
  • Exercise mat
  • Incline mat
  • Neuro development rolls
  • Height adjustable crowler
  • Floor sitter
  • Kursi CP
  • Individual stand-in table
  • Walking paralel
  • Walker khusus CP
  • Vestibular board
  • Balance beam set
  • Dynamic body and balance
  • Kolam bola-bola
  • Vibrator
  • Infra red lamp (infra film)
  • Dual speed messager
  • Speed Training Devices
  • Bola karet
  • Balok berganda
  • Balok titian
c. Alat Orthotic dan Prosthetic
  • Cock-up resting splint
  • Rigit immobilitation elbow brace
  • Flexion extention
  • Back splint
  • X – splint
  • Long leg brace set
  • Ankle or short leg brace
  • Original thomas collar
  • Simple cervical brace
  • Corsett
  • Crutch (kruk)
  • Club foot walker shoes
  • Thomas wellshoes
  • Whell chair (kursi roda)
  • Kaki palsu
d. Alat-alat kesenian musik:
  • Sound system
  • LCD
  • Komputer
  • Handycam
  • Camera Photo
e. Alat -alat olahraga
f. Alat-alat keterampilan

5. Tunalaras
a. Alat assesmen
  • Adaptive Behaveor Inventory Child
  • AAMD Adaptve Behaveor Scale
b. Alat terapi perilaku 
  • Duck wall
  • Step down account
  • Bola sepak bertali
  • Puppen house rolling boxer
  • Samsak
  • Hoopla
  • Sand pits
  • Animal matching games
  • Contructive puzzle
  • Animal puzzle
  • Fruits puzzle
  • Konsentrasi mekanik
c. Alat-alat terapi fisik
d. Alat-alat keterampilan:
1) batik
  • bubut
  • pertukangan kayu
  • pertukangan batu
  • ukir
  • sablon
e. Alat-alat pertanian
  • peternakan
  • pertanian
  • perikanan
f. Alat-alat kesenian : musik dan tari
g. Alat-alat olahraga

6. Anak Cerdas Istimewa (Gifted) dan Bakat Istimewa (Talented)
a. Alat assesmen
  • Test intelegensi WISC-R
  • Test intelegensi Stanford Binet
  • Cognitive Ability Test
  • Differential Aptitude Test
b. Sarana sebagai sumber belajar
  • Buku-buku perpustakaan
  • Internet/ICT (komputer)
  • CD, VCD, DVD, OHP
  • Kaset Rekaman
  • Slide Proyektor, LCD
  • Laboratorium MIPA
  • Laboratorium Bahasa
  • Alat-alat kesenian
  • Alat-alat olahraga
  • Handycam
  • Digital Camera
  • Studio musik/kesenian
  • Alat-alat keterampilan:
1) batik
2) bubut
3) pertukangan kayu
4) pertukangan batu
5) ukir
6) sablon

14) Alat-alat pertanian
  • peternakan
  • pertanian
  • perikanan
15) Alat-

E. Evaluasi
Untuk mengetahui apakah media pendidikan yang digunakan efektif dan efisien, maka perlu dilakukan evaluasi secara menyeluruh. Dalam evaluasi hendaknya mempertimbangkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) aspek yang terkait, yakni:
Evaluasi terhadap media pendidikan.
Apakah media pendidikan berguna untuk menimbulkan motivasi belajar peserta didik dan interaksi antara peserta didik dengan lingkungan.

Evaluasi terhadap pendidik (fasilitator)
Apakah pendidik (fasilitator) memiliki kemampuan untuk menyampaikan pesan melalui media pendidikan yang digunakannya.

Evaluasi terhadap peserta didik.
Apakah media pendidikan memungkinkan peserta didik dapat belajar secara mandiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya.

F. Faktor Pendukung
  1. Adanya kepedulian pemerintah, baik pemerintah pusat, propinsi maupun daerah untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan inklusif sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
  2. Keterlibatan stakeholder sebagai penyelenggara pendidikan yang menyediakan fasilitas pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus.
  3. Adanya kepedulian pihak dunia usaha untuk menyediakan dan memproduksi media pendidikan yang dibutuhkan.
G. Faktor Hambatan 
  • Terbatasnya dana untuk penyediaan media pendidikan yang dibutuhkan.
  • Minimnya kreativitas dikalangan masyarakat dalam menciptakan media pendidikan.
  • Terbatasnya sumber daya manusia yang memiliki kemampuan untuk menyampaikan pesan-pesan melalui media pendidikan.
  • Kurangnya sosialisasi akan pentingnya media pendidikan bagi peserta didik dan lembaga penyelenggara pendidikan.
  • Terbatasnya keberadaan media pendidikan yang spesifik bagi peserta didik berkebutuhan khusus, karena tidak semua produk bisa dengan mudah didapatkan di lapangan pasar.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
  1. Media pendidikan adalah alat yang dapat menunjang pembelajaran yang berfungsi memperjelas makna pesan yang disampaikan sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan sempurna.
  2. Media pendidikan dapat berfungsi sebagai perangsang belajar dan dapat menumbuhkan motivasi belajar sehingga peserta didik tidak bosan dalam meraih tujuan belajar. Oleh karenanya media pendidikan harus dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan peserta didik itu sendiri.
  3. Segala sesuatu yang terdapat di lingkungan sekolah, setelah dirancang dan dipakai dalam pembelajaran, maka lingkungan itu berstatus sebagai media pendidikan.
B. Rekomendasi
1. Bagi Kepala Sekolah
  • Memfasilitasi guru dalam pengadaan/pengelolaan media pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus.
  • Media pendidikan di masing-masing sekolah dapat diakses untuk semua pesrta didik.
2. Bagi Dinas Pendidikan Terkait
  • Memprogramkan dan menganggarkan pengadaan media pendidikan dengan maksud untuk memperlancar pelaksanaan pembelajaran.
  • Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan tentang penggunaan media pendidikan
  • Memonitoring dan evaluasi secara berkala untuk mengidenfikasi kebutuhan dan efektivitas penggunaan media.
DAFTAR PUSTAKA;
Ibrahim, H. 1999. Pemanfaatan dan pengembangan media slide pembelajaran. Bahan ajar. Disajikan dalam pelatihan produksi dan penggunaan media pembelajaran bagai dosen MDU Universitas Negeri Malang, 8 Februari s/d 6 Maret 1999.

Moedjiono 1981. Media Pendidikan III : Cara pembukaan media pendidikan, Jakarta : P3G Depdikbud.

Lembaga Jasa Keuangan

IKNB
ASURANSI
Asuransi adalah perjanjian antara penanggung dan tertanggung yang mewajibkan tertanggung membayar sejumlah premi untuk memberikan penggantian atas risiko kerugian, kerusakan, kematian, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin terjadi atas peristiwa yang tak terduga.

Usaha perasuransian merupakan kegiatan usaha yang bergerak di bidang: 
  • Usaha asuransi, yaitu usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang.
  • Usaha penunjang usaha asuransi, yang menyelenggarakan jasa keperantaraan, penilaian kerugian asuransi, dan jasa akturia.
Usaha perasuransian dilaksanakan oleh:
1. Perusahaan Asuransi: 
  • Perusahaan Asuransi Kerugian, adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti.
  • Perusahaan Asuransi Jiwa, adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan.
  • Perusahaan Reasuransi, adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi Kerugian dan atau Perusahaan Asuransi Jiwa.
2. Penunjang Usaha Asuransi: 
  • Perusahaan Pialang Asuransi, adalah perusahaan yang memberikan jasa keperantaraan dalam penutupan asuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi asuransi dengan bertindak untuk kepentingan tertanggung.
  • Perusahaan Pialang Reasuransi, adalah perusahaan yang memberikan jasa keperantaraan dalam penempatan reasuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi reasuransi dengan bertindak untuk kepentingan perusahaan asuransi.
  • Agen Asuransi, adalah seseorang atau badan hukum yang kegiatannya memberikan jasa dalam memasarkan jasa asuransi untuk dan atas nama penanggung.
  • Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi, adalah perusahaan yang memberikan jasa penilaian terhadap kerugian pada obyek asuransi yang dipertanggungkan.
  • Perusahaan Konsultan Akturia, adalah perusahaan yang memberikan jasa akturia kepada perusahaan asuransi dan dana pensiun dalam rangka pembentukan dan pengelolaan suatu program asuransi dan atau program pensiun.
DANA PENSIUN
Dana Pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun.

Dana Pensiun terdiri dari:
  • Dana Pensiun Pemberi Kerja, adalah Dana Pensiun yang dibentuk oleh orang atau badan yang mempekerjakan karyawan, selaku pendiri, untuk menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat Pasti atau Program Pensiun Iuran Pasti, bagi kepentingan sebagian atau seluruh karyawannya sebagai peserta, dan yang menimbulkan kewajiban terhadap Pemberi Kerja.
  • Dana Pensiun Lembaga Keuangan, adalah Dana Pensiun yang dibentuk oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa untuk menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti bagi perorangan, baik karyawan maupun pekerja mandiri yang terpisah dari Dana Pensiun pemberi kerja bagi karyawan bank atau perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan.
  • Dana Pensiun Berdasarkan Keuntungan, adalah Dana Pensiun Pemberi Kerja yang menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti, dengan iuran hanya dari pemberi kerja yang didasarkan pada rumus yang dikaitkan dengan keuntungan pemberi kerja.
LEMBAGA PEMBIAYAAN
Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal.

Lembaga Pembiayaan meliputi: 
  • Perusahaan Pembiayaan, adalah badan usaha yang khusus didirikan untuk melakukan Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan Konsumen, dan/atau usaha Kartu Kredit.
  • Perusahaan Modal Ventura, adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan/penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan yang menerima bantuan pembiayaan (investee Company) untuk jangka waktu tertentu dalam bentuk penyertaan saham, penyertaan melalui pembelian obligasi konversi, dan atau pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha, dan
  • Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur, adalah badan usaha yang didirikan khusus untuk melakukan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana pada proyek infrastruktur.
LEMBAGA JASA KEUANGAN LAINNYA
Industri Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (Khusus) berisi beberapa lembaga atau perusahaan yang dibentuk atau didirikan untuk melaksanakan tugas dan fungsi yang bersifat khusus, umumnya berkaitan dengan upaya mendukung program pemerintah bagi kesejahteraan masyarakat.

Lembaga atau perusahaan jasa keuangan tersebut adalah: 
1. Lembaga atau Perusahaan Penjaminan Kredit
Perusahaan Penjaminan Kredit adalah badan hukum yang bergerak di bidang keuangan dengan kegiatan usaha pokoknya melakukan penjaminan kredit.

Pembentukan Lembaga atau Perusahaan Penjaminan Kredit dimaksudkan untuk membantu Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam rangka mengakses pendanaan dari perbankan dan lembaga keuangan lainnya. 

2. Perusahaan Penjaminan Infrastruktur
Perusahaan Penjaminan Infrastruktur adalah persero yang didirikan untuk tujuan memberikan penjaminan pada proyek kerja sama pemerintah, badan usaha di bidang infrastruktur dengan cara penyediaan penjaminan infrastruktur. 

3. Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) adalah lembaga yang secara khusus dibentuk untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam rangka mendorong program ekspor nasional. Pembentukan LPEI ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 Tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia. 

4. Perusahaan Pembiayaan Sekunder Perumahan
Perusahaan Pembiayaan Sekunder Perumahan adalah lembaga atau perusahaan yang dibentuk dengan tugas menyediakan fasilitas pembiayaan perumahan dalam rangka meningkatkan kapasitas dan kesinambungan pembiayaan perumahan yang terjangkau oleh masyarakat.

Saat ini, PT Sarana Multigriya Finansial (Persero), atau biasanya disingkat PT SMF (Persero) adalah satu-satunya Perusahaan Pembiayaan Sekunder Perumahan yang didirikan di Indonesia. 

5. Perusahaan Pegadaian
Perusahaan Pegadaian adalah perusahaan yang didirikan dengan maksud untuk membantu program pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, khususnya golongan menengah ke bawah melalui penyaluran pinjaman kepada usaha skala mikro, kecil, dan menengah atas dasar hukum gadai dan fidusia. 

6. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah lembaga yang didirikan dengan tugas dan fungsi menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, dan Jaminan Pensiun.

BPJS dibentuk sesuai Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial 

7. Lembaga Keuangan Mikr
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) adalah lembaga keuangan yang secara khusus didirikan dengan maksud untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan ekonomi masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggotanya dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan. 

PERBANKAN
BANK UMUM
Pada Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Bank disebutkan sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah, yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Kegiatan Usaha Bank Umum
Kegiatan usaha yang dapat dilaksanakan oleh Bank Umum: 
  • Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
  • Memberikan kredit.
  • Menerbitkan surat pengakuan utang.
  • Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya
  • Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud.
  • Surat pengakuan utang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud.
  • Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah.
  • Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
  • Obligasi.
  • Surat dagang berjangka waktu sampai dengan satu (1) tahun.
  • Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan satu (1) tahun
  • Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah.
  • Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya.
  • Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan antar pihak ketiga.
  • Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga.
  • Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak.
  • Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek.
  • Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat.
  • Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
  • Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu Bank Umum dapat pula:
  • Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
  • Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan di bidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
  • Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, dan
  • Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus pensiun sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.
BANK PERKREDITAN RAKYAT
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah, yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Kegiatan BPR jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan kegiatan bank umum karena BPR dilarang menerima simpanan giro, kegiatan valas, dan perasuransian.

Kegiatan Usaha Bank Perkreditan Rakyat

Berikut usaha yang dapat dilaksanakan oleh BPR: 
  • Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
  • Memberikan kredit.
  • Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah,sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
  • Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan atau tabungan pada bank lain.
BANK SYARIAH
Pengembangan sistem perbankan syariah di Indonesia dilakukan dalam kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API), untuk menghadirkan alternatif jasa perbankan yang semakin lengkap kepada masyarakat Indonesia. Secara bersama-sama, sistem perbankan syariah dan perbankan konvensional secara sinergis mendukung mobilisasi dana masyarakat secara lebih luas untuk meningkatkan kemampuan pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian nasional.

Karakteristik sistem perbankan syariah yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil memberikan alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Dengan menyediakan beragam produk serta layanan jasa perbankan yang beragam dengan skema keuangan yang lebih bervariatif, perbankan syariah menjadi alternatif sistem perbankan yang kredibel dan dapat dinimati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.

Dalam konteks pengelolaan perekonomian makro, meluasnya penggunaan berbagai produk dan instrumen keuangan syariah akan dapat merekatkan hubungan antara sektor keuangan dengan sektor riil serta menciptakan harmonisasi di antara kedua sektor tersebut. Semakin meluasnya penggunaan produk dan instrumen syariah disamping akan mendukung kegiatan keuangan dan bisnis masyarakat juga akan mengurangi transaksi-transaksi yang bersifat spekulatif, sehingga mendukung stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan, yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pencapaian kestabilan harga jangka menengah-panjang.

Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan progres perkembangannya yang impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 65% pertahun dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin signifikan.

Kebijakan Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia
Untuk memberikan pedoman bagi stakeholders perbankan syariah dan meletakkan posisi serta cara pandang Bank Indonesia dalam mengembangkan perbankan syariah di Indonesia, selanjutnya Bank Indonesia pada tahun 2002 telah menerbitkan “Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia”. Dalam penyusunannya, berbagai aspek telah dipertimbangkan secara komprehensif, antara lain kondisi aktual industri perbankan syariah nasional beserta perangkat-perangkat terkait, trend perkembangan industri perbankan syariah di dunia internasional dan perkembangan sistem keuangan syariah nasional yang mulai mewujud, serta tak terlepas dari kerangka sistem keuangan yang bersifat lebih makro seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI) maupun international best practices yang dirumuskan lembaga-lembaga keuangan syariah internasional, seperti IFSB (Islamic Financial Services Board), AAOIFI dan IIFM.

Pengembangan perbankan syariah diarahkan untuk memberikan kemaslahatan terbesar bagi masyarakat dan berkontribusi secara optimal bagi perekonomian nasional. Oleh karena itu, maka arah pengembangan perbankan syariah nasional selalu mengacu kepada rencana-rencana strategis lainnya, seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API), Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI), serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Dengan demikian upaya pengembangan perbankan syariah merupakan bagian dan kegiatan yang mendukung pencapaian rencana strategis dalam skala yang lebih besar pada tingkat nasional.

“Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia” memuat visi, misi dan sasaran pengembangan perbankan syariah serta sekumpulan inisiatif strategis dengan prioritas yang jelas untuk menjawab tantangan utama dan mencapai sasaran dalam kurun waktu 10 tahun ke depan, yaitu pencapaian pangsa pasar perbankan syariah yang signifikan melalui pendalaman peran perbankan syariah dalam aktivitas keuangan nasional, regional dan internasional, dalam kondisi mulai terbentuknya integrasi dgn sektor keuangan syariah lainnya.

Dalam jangka pendek, perbankan syariah nasional lebih diarahkan pada pelayanan pasar domestik yang potensinya masih sangat besar. Dengan kata lain, perbankan Syariah nasional harus sanggup untuk menjadi pemain domestik akan tetapi memiliki kualitas layanan dan kinerja yang bertaraf internasional.

Pada akhirnya, sistem perbankan syariah yang ingin diwujudkan oleh Bank Indonesia adalah perbankan syariah yang modern, yang bersifat universal, terbuka bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Sebuah sistem perbankan yang menghadirkan bentuk-bentuk aplikatif dari konsep ekonomi syariah yang dirumuskan secara bijaksana, dalam konteks kekinian permasalahan yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia, dan dengan tetap memperhatikan kondisi sosio-kultural di dalam mana bangsa ini menuliskan perjalanan sejarahnya. Hanya dengan cara demikian, maka upaya pengembangan sistem perbankan syariah akan senantiasa dilihat dan diterima oleh segenap masyarakat Indonesia sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan negeri.

Grand Strategy Pengembangan Pasar Perbankan Syariah
Sebagai langkah konkrit upaya pengembangan perbankan syariah di Indonesia, maka Bank Indonesia telah merumuskan sebuah Grand Strategi Pengembangan Pasar Perbankan Syariah, sebagai strategi komprehensif pengembangan pasar yg meliputi aspek-aspek strategis, yaitu: Penetapan visi 2010 sebagai industri perbankan syariah terkemuka di ASEAN, pembentukan citra baru perbankan syariah nasional yang bersifat inklusif dan universal, pemetaan pasar secara lebih akurat, pengembangan produk yang lebih beragam, peningkatan layanan, serta strategi komunikasi baru yang memposisikan perbankan syariah lebih dari sekedar bank.

Selanjutnya berbagai program konkrit telah dan akan dilakukan sebagai tahap implementasi dari grand strategy pengembangan pasar keuangan perbankan syariah, antara lain adalah sebagai berikut:

Pertama, menerapkan visi baru pengembangan perbankan syariah pada fase I tahun 2008 membangun pemahaman perbankan syariah sebagai Beyond Banking, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.50 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 40%, fase II tahun 2009 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah paling atraktif di ASEAN, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.87 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 75%. Fase III tahun 2010 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah terkemuka di ASEAN, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.124 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 81%.

Kedua, program pencitraan baru perbankan syariah yang meliputi aspek positioning, differentiation, dan branding. Positioning baru bank syariah sebagai perbankan yang saling menguntungkan kedua belah pihak, aspek diferensiasi dengan keunggulan kompetitif dengan produk dan skema yang beragam, transparans, kompeten dalam keuangan dan beretika, teknologi informasi yang selalu up-date dan user friendly, serta adanya ahli investasi keuangan syariah yang memadai. Sedangkan pada aspek branding adalah “bank syariah lebih dari sekedar bank atau beyond banking”.

Ketiga, program pemetaan baru secara lebih akurat terhadap potensi pasar perbankan syariah yang secara umum mengarahkan pelayanan jasa bank syariah sebagai layanan universal atau bank bagi semua lapisan masyarakat dan semua segmen sesuai dengan strategi masing-masing bank syariah.

Keempat, program pengembangan produk yang diarahkan kepada variasi produk yang beragam yang didukung oleh keunikan value yang ditawarkan (saling menguntungkan) dan dukungan jaringan kantor yang luas dan penggunaan standar nama produk yang mudah dipahami.

Kelima, program peningkatan kualitas layanan yang didukung oleh SDM yang kompeten dan penyediaan teknologi informasi yang mampu memenuhi kebutuhan dan kepuasan nasabah serta mampu mengkomunikasikan produk dan jasa bank syariah kepada nasabah secara benar dan jelas, dengan tetap memenuhi prinsip syariah; dan

Keenam, program sosialisasi dan edukasi masyarakat secara lebih luas dan efisien melalui berbagai sarana komunikasi langsung, maupun tidak langsung (media cetak, elektronik, online/web-site), yang bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang kemanfaatan produk serta jasa perbankan syariah yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.

Dokumentasi tentang Perbankan Syariah: 
INSTITUSI PERBANKAN DI INDONESIA
  • Perbankan Indonesia dalam menjalankan fungsinya berasaskan prinsip kehati-hatian. Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak.
  • Berdasarkan undang-undang, struktur perbankan di Indonesia, terdiri atas bank umum dan BPR. Perbedaan utama bank umum dan BPR adalah dalam hal kegiatan operasionalnya. BPR tidak dapat menciptakan uang giral, dan memiliki jangkauan dan kegiatan operasional yang terbatas. Selanjutnya, dalam kegiatan usahanya dianut dual bank system, yaitu bank umum dapat melaksanakan kegiatan usaha bank konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah. Sementara prinsip kegiatan BPR dibatasi pada hanya dapat melakukan kegiatan usaha bank konvensional atau berdasarkan prinsip syariah
  • Rekapitulasi Institusi Perbankan di Indonesia Oktober 2011

PENGEMBANGAN MULTI MEDIA UNTUK PEMBELAJARAN PRONUNCIATION

PENGEMBANGAN MULTI MEDIA UNTUK PEMBELAJARAN PRONUNCIATION
Abstract
The objective of this research is to develop instructional media to be used in the class of pronunciation in the English Education Department, Faculty of languages and Arts, Yogyakarta State University. This research is included in the Research and development following the steps: 1) Need analysis, 2) developing syllabus and teaching materials, 3) developing the media, 4) trying out and revising the media. The setting of this research was the English Education Department, FBS UNY, so the media was tried out in the class of Pronunciation of that institution. The data were collected through the use of questionairs and classroom observation.The research result is that the audio-visual media for teaching and learning Pronunciation is in the form of CD. It contains all the materials needed for the whole semester, the models of pronunciation, materials for practice, and also feedback to student practices. Based on the try out, the media is found to be interesting and effective, and it can facilitate the Pronunciation teaching learning process very much. 

Key words: development, instructional media, pronunciation

A. Pendahuluan
Pronunciation di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris adalah salah satu matakuliah dasar yang sangat penting dalam pengembangan keterampilan berbahasa lisan, listening dan speaking. Tanpa penguasaan pronunciation yang memadai mustahil seseorang dapat berbicara bahasa Inggris dengan baik. Kesalahan pronunciation dapat menimbulkan salah paham. Untuk dapat dipahami orang lain seseorang harus dapat mengucapkan bahasa Inggris dengan benar dan untuk dapat memahami bahasa Inggris orang lain seseorang harus dapat menangkap dan memahami pronunciation orang lain.

Penguasaan Pronunciation meliputi kemampuan memahami sistem tata bunyi atau fonologi bahasa Inggis dan kemampuan memproduksi bunyi bahasa Inggris dengan baik dan benar, yang meliputi kata-kata lepas, frase, kalimat dan dialog atau wacana bahasa Inggris. Untuk dapat memahami diperlukan teori, dan untuk dapat memproduksi diperlukan banyak latihan atau praktik. Karena hal inilah maka matakuliah Pronunciation di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris FBS UNY berisi teori sekaligus praktik dengan proporsi dua banding delapan. Seorang mahasiswa yang telah lulus matakuliah Pronunciation idealnya telah menguasai teori sistem tata bunyi Bahasa Inggris dan mampu mengucapkan bahasa Inggris dengan benar, sehingga mereka tidak akan melakukan kesalahan dalam mengucapkan kata-kata, frase, maupun kalimat Bahasa Inggris. Mereka semestinya juga memiliki keterampilan membaca simbol bunyi (transkripsi) yang digunakan dalam kamus-kamus sehingga jika menemukan kata baru yang belum diketahui secara pasti ucapannya dapat mengeceknya melalui kamus. Namun kenyataannya tidak selalu demikian. Dalam berbagai kesempatan, bahkan dalam ujian skripsi, masih sering ditemukan mahasiswa yang salah mengucapkan kata-kata, bahkan kata-kata yang sering digunakan dalam komunikasi dan pembelajaran sehari-hari. Lebih parah lagi, jika mereka diminta mengecek ke dalam kamus, mereka tidak mampu membaca simbul bunyi dengan tepat. Fakta ini menunjukkan bahwa pembelajaran Pronunciation belum berhasil secara maksimal yang akan berdampak buruk pada penguasaan Bahasa Inggris secara keseluruhan, terutama pada bahasa lisan. Untuk itu perlu diupayakan usaha yang serius agar perkuliahan ini dapat berhasil dengan maksimal.

Hasil pembelajaran ditentukan oleh banyak faktor. Menurut AECT (Association of Education Communication Technology), komponen sistem pembelajaran meliputi orang-orangnya (guru dan siswa), isi materi (bahan ajar), metode dan teknik pengajaran, media dan seting pengajaran (tempat dan waktu) (Miarso, 1994:9).

Siswa atau mahasiswa merupakan komponen utama dalam menentukan hasil belajar, karena merekalah yang menjadi subyek pelaku kegiatan belajar. Hasil belajar siswa sangat ditentukan oleh motivasi belajar, kemauan belajar, keaktifan dalam proses pembelajaran dan kemampuan dalam menerima dan memproses bahan belajar. Perbedaan karakteristik siswa ini akan mempengaruhi hasil belajar yang berbeda pula. Mahasiswa dengan motivasi belajar tinggi akan berusaha maksimal untuk mencapai hasil belajar yang diinginkan. Untuk itu pembelajaran harus mampu menimbulkan motivasi belajar siswa. Selain motivasi belajar kemampuan awal juga ikut menentukan hasil belajar. Mahasiswa dengan kemampuan awal cukup cenderung lebih mudah dalam menerima dan memproses bahan ajar dan latihan dibanding dengan mahasiswa dengan kemampuan awal rendah. Kemampuan awal juga ikut berpengaruh pada komponen pembelajaran yang lain, seperti pada penentuan silabus, tingkat kesulitan bahan ajar, teknik pengajaran dan ragam latihan. Kemampuan awal siswa yang beragam cenderung menyulitkan guru dalam merencanakan dan mengelola pengajaran. Berdasarkan pengamatan selama ini, hasil belajar pronunciation yang baik hanya dapat dicapai oleh mahasiswa yang telah memiliki kemampuan awal cukup, sedangkan mahasiswa dengan kemampuan awal rendah kurang menampakkan hasil yang memuaskan.

Guru atau dosen turut juga dalam menentukan tinggi rendahnya hasil belajar siswanya. Peran dosen dalam pembelajaran Pronunciation adalah sebagai pengelola kegiatan pembelajaran, sebagai motivator, fasilitator dan model. Pengajar Pronunciation harus mampu merancang kegiatan PBM yang layak, memilih materi yang sesuai, membantu mahasiswa dalam latihan, memonitor latihan dan kemajuan belajar mahasiswa, dan juga harus dapat menjadi contoh atau model bagaimana mengucapkan Bahasa Inggris dengan baik dan benar. Beban tugas dosen PBI yang terlalu padat terkadang menjadi pemicu kurang maksimalnya usaha dan peran dosen dalam proses belajar mengajar.

Selain ditentukan oleh pelaku pembelajaran, yaitu mahasiswa dan dosen, hasil belajar Pronunciation ini juga ditentukan oleh isi pembelajaran dan media yang dipakai untuk menyampaikan pesan pembelajaran tersebut. Isi pembelajaran ditentukan oleh kurikulum yang tercermin pada deskripsi mata kuliah, sedangkan media yang dipakai ditentukan oleh banyak hal, antara lain ketersediaan dan kualitas media, kemauan dan kemampuan dosen dalam memilih dan menggunakan media, serta ketersediaan sarana dan prasara pendukungnya. Media pembelajaran Pronunciation di jurusan Bahasa Inggris selama ini berupa modul yang ditulis sekitar sepuluh tahun yang lalu, yang memuat materi disertai bahan latihan yang cukup banyak. Meskipun demikian, dirasa modul ini masih belum mencukupi, sehingga para pengajar pronunciation masih harus mencari tambahan bahan lain yang diperlukan. Selain itu dosen juga masih harus bekerja keras untuk menjadi model bagaimana mengucapkan latihan-latihan yang ada di dalamnya. Hal ini dirasa cukup berat dan melelahkan bagi dosen saat mengajar, dan dilihat dari sisi mahasiswa pemodelan cara ini belum mencukupi, karena contoh ucapan hanya dapat didengar sekali atau dua kali saja, sehingga mahasiswa akan cepat lupa. Mahasiswa memerlukan model ucapan yang dapat didengar setiap saat diperlukan, sedangkan dosen memerlukan sarana yang dapat meringankan pekerjaannya. Masalah ini akan dapat diatasi dengan tersedianya media pembelajaran yang tepat.

Media belajar mengajar Pronunciation menggunakan komputer sebenarnya sudah banyak yang ditawarkan, misalnya adanya kamus audio-visual. Materi dan latihan pronunciation juga sudah banyak ditawarkan melalui internet. Kondisi ini sangat kondusif bagi dosen maupun mahasiswa, sehingga mereka dapat mencari sumber belajar lebih banyak, lebih variatif dan juga lebih menarik. Namun sayangnya, belum semua dosen dan mahasiswa mampu melakukan kegiatan ini. Di samping itu, waktu juga dapat menjadi kendala karena banyaknya bahan yang tersedia, kadang tidak terbatas, yang belum dipilih dan disusun sesuai dengan kebutuhan perkuliahan. Usaha untuk memilih dan menyusun bahan-bahan yang telah tersedia tersebut dirasa masih sangat diperlukan sehingga tersedia media pembelajaran pronunciation yang tepat yang dapat membantu dosen dan mahasiswa dalam kegiatan belajar mengajar Pronunciation.

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk: a) mengembangkan satu model multimedia untuk dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran Pronunciation dengan menerapkan langkah-langkah penelitian pengembangan, b) meneliti daya tarik media tersebut bagi mahasiswa, dan c) meneliti dampak media tersebut pada proses belajar mengajar pronunciation di Jurusan pendidikan Bahasa Inggris FBS UNY.

B. Kajian Pustaka
1. Computer Assisted Language Learning (CALL)
Saat ini teknologi komputer yang digunakan dalam pembelajaran bahasa lebih dikenal dengan sebutan CALL (Computer assisted Language Learning). Beberapa ahli dalam pembelajaran bahasa menyatakan bahwa penggunaan multi media berbasis komputer sangat potensial untuk menciptakan pembelajaran bahasa yang efektif, karena kemanfaatannya untuk memadukan berbagai media seperti audio dan video dengan kualitas tinggi dan dapat diatur sendiri oleh si pembelajar. Penggunaan multi media berbasis komputer dalam pembelajaran bahasa menjadi sangat bermanfaat karena selain dapat menyajikan materi melalui media teks, gambar, film, suara, maupun grafik, ia juga memiliki fasilitas hipermedia. Fasilitas ini memberikan berbagai keuntungan bagi pembelajar bahasa, seperti: 1) terciptanya lingkungan/situai autentik, karena aspek mendengarkan sekaligus dipadu dengan aspek melihat, seperti yang terjadi dalam dunia nyata, 2). Integrated skill activity, yaitu kegiatan belajar yang melibatkan keterampilan terpadu antara mendengarkan, membaca, berbicara dan sekaligus menulis yang terpola dengan lebih mudah, 3) siswa memiliki keleluasaan untuk menjalankan kegiatan sesuai dengan keinginan dan kemampuan mereka dalam memilih materi yang lebih disukai dan mengulang kembali hal-hal yang masih perlu, menentukan rentang waktu belajar yang diperlukan, menentukan sendiri urutan langkah pembelajaran dimana untuk setiap individu belum tentu selalu sama (Warschaurer, 1996 dalam Harjanti, 2005).

Teknologi multimedia komputer mampu membuat proses pembelajaran menjadi suatu pengalaman yang berharga. Guru, pelajar dan lembaga yang terlibat dalam pendidikan tidak terikat dalam kaidah pengajaran kovensional. Di samping itu mereka dapat berinteraksi dengan negara lain dalam multimedia. Multimedia merupakan satu teknologi baru dan satu pilihan dalam menyampaikan materi pembelajaran. Untuk membuat maupun membaca file bertema multimedia tersebut tentunya dibutuhkan sebuah aplikasi yang mampu menerjemahkan format tersebut ke dalam bentuk yang dapat dinikmati oleh kita, baik itu berwujut gambar, suara ataupun gabungan keduanya yaitu animasi atau video. Secara garis besar aplikasi multimedia terbagi atas dua golongan utama yaitu player/viewer yang digunakan untuk menerjemahkan file multimedia ke dalam bentuk yang dapat dinikmati manusia seperti gambar, suara ataupun animasi dan maker/creator yang digunakan untuk membuat file multimedia tersebut. Tetapi banyak pula aplikasi yang menggabungkan kedua fungsi ini sehingga dapat dikatakan aplikasi tersebut selain dapat digunakan untuk membuat (maker/creator) juga sebagai penerjemah (viewer/player) (Avianto, 2005:1).

2. Software dalam pembuatan media berbantuan komputer
Ada bermacam-macam software yang dapat digunakan dalam pengembangan multimedia seperti Macromedia flash MX, Authorware, Dreamweare, Swismax, Uleat Cool, dsb. Pada pengembangan multimedia pembelajaran ini biasanya juga tidak lepas dari penggunaan software-sotfware lain sebagai pendukung, misalnya aplikasi pengolah gambar, seperti Photoshop, Corel photopaint, Corel Draw yang sudah menjadi aplikasi standar untuk malakukan desain grafik seperti untuk pembuatan logo, banner, publishing, dll.

Macromedia Flash adalah salah satu software yang paling popular saat ini terutama dalam hal animasi dan web. Software ini adalah program grafis animasi standar professional untuk menghasilkan halaman web yang menarik. Movie Flash terdiri grafik, teks, animasi, dan aplikasi yang mengutamakan grafis berbentuk vector. Flash memiliki akses lebih cepat dan akan terlihat halus pada skala resolusi layer besar atau kecil, selain itu juga memiliki kemampuan untuk mengimpor video, suara, suara dan aplikasi. Macromedia Flash MX juga bisa memasukkan aspek interaktif dalam movienya dengsn menggunakan actionscript (bahasa pemrograman berorientasi obyek), yang pengguna bisa berinteraksi dengan movie, dengan menggunakan keyboard atau mouse untuk berpindah-pindah ke bagian-bagian yang bebeda, dari sebuah movie, mengontrol movie, memindahkan obyek-obyek, memasukkan informasi melalui form dan operasionalisasi lainnya.

Area kerja Flash MX atau area gambar di Flash MX terdiri atas enam bagian, yaitu: 1) Menu, berisi kumpulan instruksi atau perintah-perintah yang digunakan dalam Flash. Misalnya, klik menu File, Save berfungsi untuk menyimpan dokumen. 2) Stage, adalah dokumen atau layer yang akan digunakan untuk meletakkan obyek-obyek dalam Flash. 3) Timeline, berisi frame-frame yang berfungsi untuk mengontrol obyek yang akan dianimasi; 4) Toolbox, berisi tool-tool yang berfungsi untuk membuat, menggambar, memilih , dan memanipulasi obyek atau isi yang terdapat di layer (stage) dan timeline. Toolbox dibagi menjadi empat bagian, yaitu Tool, View, Colors, dan Options. 5) Panel, berisi kontrol fungsi yang dipakai dalam Flash, yang berfungsi untuk mengganti dan memodifikasi berbagai atribut dan obyek atau animasi secara cepat dan mudah; dan 6) Properties, fungsinya sama dengan Panels, hanya saja Properties merupakan penggabungan atau penyedarhanaan dari panels. Jadi, dapat lebih mempercepat dalam mengganti dan memodifikasi berbagai atribut dan obyek, animasi, frame, dan komponen secara langsung. 

3. Pembelajaran Pronunciation
Selain hardware dan software, masalah yang harus mendapat perhatian lebih banyak dalam pengembangan media pembelajaran adalah isi dari media pembelajaran tersebut. Untuk itu perlu dikaji hakekat pengajaran Pronunciation dalam pengajaran Bahasa Inggris secara mendalam. Pertama, kita perlu mengkaji tujuan dan cakupan isi pembelajaran Pronunciation. Menurut Kenworthy (1977) belajar pronunciation memiliki dua tujuan, yaitu pertama untuk mencapai kemampuan memproduksi bunyi bahasa mendekati kualitas native speaker (penutur asli) dan yang kedua untuk bisa menghasilkan bahasa yang bisa dipahami dengan mudah dan benar, meskipun aksennya tidak begitu sempurna. Paulston dan Bruder (1976: 82) mengatakan bahwa tujuan belajar Pronunciation adalah kemampuan memproduksi bunyi bahasa kedua atau bahasa asing yang tidak menghambat jalannya komunikasi, baik dari sisi pembicara maupun pendengar. Berdasar pendapat ini, tujuan minimal belajar pronunciation adalah agar bahasa yang kita ucapkan dapat mudah dipahami (intelligible). Setiap orang yang belajar bahasa Inggris harus mencapai tujuan ini, sedangkan untuk mahasiswa Jurusan Bahasa Inggris semestinya untuk tujuan yang lebih tinggi yaitu mampu memproduksi bahasa lisan sebagaimana para penutur asli atau mendekati penutur asli. Belajar Pronunciation meliputi kemampuan memahami (perception) dan kemampuan memproduksi bahasa yang dipelajari. Sedangkan menurut Kelly (2000), materi yang tercakup dalam pembelajaran Pronunciation meliputi tiga hal, yaitu : 1) Segmental features of phonology(consonants-voiced, unvoiced-, vowels-long and short- and diphtongs), 2) Suprasegmental features of phonology (stress, intonation), dan 3) Other aspects of connected speech (assimilation, elision, linking and intrusion, junctures and contractions).

Berikutnya kita juga mesti memperhatikan sumber kesulitan belajar Pronunciation bagi orang Indonesia, karena media yang akan dikembangkan ini diperuntukkan bagi mahasiswa Indonesia. Untuk mencapai hasil belajar Pronunciation yang maksimal, yaitu bisa dipahami orang lain terlebih jika ingin mendekati bahasa penutur asli tidaklah mudah.Tujuan ini sering tidak dapat dicapai dengan baik, sehingga masih sering ditemukan kesalahan pengucapan. Menurut Ur (1999: 52) kesalahan pronunciation dapat diakibatkan oleh : 1) bunyi bahasa tertentu tidak terdapat pada bahasa pertama / ibu, sehingga pembelajar tidak terbiasa memproduksi bunyi bahasa tersebut, sehingga cenderung menggantinya dengan bunyi bahasa yang mendekati, yang bisa dia produksi, 2) bunyi bahasa tersebut sebenarnya ada dalam bahasa pertama, tetapi tidak merupakan fonem tersendiri, sehingga pembelajar tidak mampu menangkap bunyi bahasa tersebut sebagai fonem tersendiri yang dapat membedakan makna kata, dan 3) pembelajar mampu memproduksi bunyi bahasa dengan benar, tetapi belum mempelajari pola tekanan (stress pattern) dalam bahasa Inggris, sehingga cenderung menggunakan intonasi bahasa pertama, yang tidak sesuai dengan bahasa target, Bahasa Inggris. Menurut Poulston dan Bruder (Yulia, 2004), kesalahan pronunciation disebabkan oleh perbedaan sistem tata bunyi bahasa target dan bahasa pertama. Yulia dkk (2004) membandingkan antara bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, dan menemukan perbedaan-perbedaan sebagai berikut: a). Beberapa bunyi konsonan bahasa Inggis tidak terdapat dalam bahasa Indonesia [θ, ð, ∫,Ê’,y,v], b) beberapa konsonan bahasa Inggris ada dalam bahasa Indonesia tetapi sifatnya berbeda, misalnya [dÊ’, t∫, ∫, Ê’). Dalam bahasa Indonesia s, dan z ; s dan ∫ bersifat alofonik, sedangkan dalam bahasa Inggris merupakan fonem tersendiri. Perbedaan ini juga terdapat dalam vokal maupun difthong, [æ,i:,a:,з:,ei,uÉ™,eÉ™,au,É™u dsb.].

Selain kesulitan yang disebabkan oleh sistem tata bunyi yang berbeda, ada juga sumber kesulitan yang lain yaitu masalah ejaan. Dalam bahasa Indonesia ejaan sangat dekat dengan ucapan, sehingga mengucapkan bahasa Indonesia yang ditulis sangatlah mudah, Bahasa seperti ini juga disebut bahasa fonetis. Bahasa Inggris bukanlah bahasa fonetis, karena hubungan antara ejaan dan ucapan sangat kompleks, sehingga dapat menjadi sumber kesulitan tersendiri dalam belajar pronunciation bagi pembelajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing yang mengenal bahasa Inggris berawal dari bahasa tulis (Kelly, 2000)

Dalam pembelajaran bahasa Inggris, pronunciation biasanya diajarkan atau dibahas bersamaan dengan pembelajaran ketrampilan dan komponen bahasa lain, seperti misalnya, dalam Reading. Kelly (2000) menyebutkan 3 model pembelajaran Pronunciation, yaitu Integrated, Remidial, dan Practice. Integrated, ialah dimana pronunciation dijadikan komponen penting dalam analisis bahasa, dimasukkan dalam rencana dan pelaksanaan pembelajaran. Remidial, pembahasan pronunciation hanya merupakan reaksi dari ditemukannya kesalahan / kesulitan pronunciation yang muncul di kelas, dan practice, dimana poin-poin pronunciation tertentu dipisahkan dan dilatihkan secara tersendiri, dan menjadi topic utama dalam pelajaran.

Terkait dengan pembelajaran Pronunciation di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris model pembelajaran yang dipakai adalah model ketiga, yaitu model practice lesson, yang diberikan secara tersendiri selama satu semester dengan bobot dua sks. Kegiatan latihan ini terdiri dari dua macam, yaitu kegiatan reseptif dan produktif. Kegiatan reseptif berupa kegiatan mendengarkan. Aktifitas mendengarkan ini terkait dengan pemodelan dan latihan mengenali dan membedakan bunyi bahasa yang menjadi fokus latihan, sedangkan kegiatan produktif adalah berupa kegiatan mengucapkan bahan-bahan latihan (bahasa tulis).

C. Metode Penelitian
Untuk menghasilkan produk media pembelajaran yang layak pakai dan sesuai dengan kebutuhan, maka perlu ditempuh suatu pendekatan penelitian dan pengembangan. Penelitian dan pengembangan merupakan metode untuk mengembangkan dan menguji suatu produk. Menurut Sukmadinata (2005: 57) dalam bidang pendidikan, penelitian dan pengembangan dapat digunakan untuk mengembangkan buku, modul, media pembelajaran, instrument evaluasi, model-model kurikulum, pembelajaran, evaluasi dan lain-lain. Menurutnya secara garis besar ada tiga langkah penelitian dan pengembangan, yaitu, :
  1. Studi pendahuluan dengan mengkaji teori dan mengamati produk atau kegiatan yang ada,
  2. Melakukan pengembangan produk atau program kegiatan baru, dan
  3. Menguji atau memvalidasi produk atau program kegiatan yang baru. Langkah pertama telah dilakukan studi pendahuluan dengan cara mengkaji teori tentang pembuatan media dan isi media yang akan dikembangkan yang tertuang dalam kajian pustaka.
Sedangkan untuk pengembangan media pembelajaran Pronunciation ditempuh dengan langkah: 1) melakukan analisis kebutuhan, 2) mengembangkan silabus, materi pembelajaran dan bahan latihan, 3) pembuatan media pembelajaran dalam bentuk CD, dan 4) melakukan ujicoba dan perbaikan media.

Penelitian ini di laksanakan di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta, pada periode 2007-2008. Data penelitian diambil dari dosen-dosen dan mahasiswa klas Pronunciation dari tempat ini juga. Data berupa data kualitatif, yaitu berupa pendapat dan saran baik dari dosen maupun mahasiswa, yang dikumpulkan dengan cara diskusi dengan teman sejawat, observasi kelas, dan kuesioner. Selanjutnya data dianalisis secara deskriptif kualitatif dan langsung diterapkan untuk pembuatan dan perbaikan media.

D. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Hasil penelitian ini berupa satu set media pembelajaran Pronunciation berbentuk CD yang berisi semua materi pembelajaran, bahan latihan yang dapat dibaca dan sekaligus didengar. Berikut dipaparkan proses pengembangan media tersebut. 

Pengembangan media ini dilakukan dengan langkah sebagai berikut: 1) analisis kebutuhan, 2) pengembangan silabus dan penyusunan materi dan bahan latihan, 3) Pembuatan Media, 4) Uji coba dan perbaikan Media. 

1. Analisis kebutuhan
Untuk mengetahui dengan pasti media seperti apa yang dibutuhkan dalam pembelajaran Pronunciation di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris FBS UNY, peneliti melakukan refleksi tentang pembelajaran pronunciation yang telah berlangsung selama ini. Hasil refleksi ini dibahas dalam tim yang terdiri dari dosen-dosen pengajar pronunciation untuk mendapatkan tambahan dan validasi data tentang permasalahan yang ada dalam perkuliahan Pronunciation dan media seperti apa yang diperlukan untuk mengatasi permasalahan yang ada.

Pengajaran Pronunciation selama ini terasa belum berhasil dengan maksimal yang ditandai dengan berbagai hal. Pertama, hasil belajar mahasiswa kurang begitu memuaskan saat menempuh ujian. Sudah begitu banyak kata-kata, frase, kalimat yang dilatihkan pada mahasiswa untuk diucapkan di dalam kelas saat perkuliahan, namun tidak dapat diucapkan dengan benar saat ujian. Mahasiswa dapat menirukan apa yang diucapkan oleh dosen saat pengajaran, namun mereka cepat melupakannya. Hal ini bukannya tidak disadari oleh mahasiswa. Mereka sadar dan ketika ditegur atas kegagalannya, mereka mengungkapkan sebagai berikut:”Ibu, mbok suara ibu direkam dan kami diberi rekamannya, sehingga kami dapat berlatih di rumah”. Dari jawaban mahasiswa ini peneliti sadar bahwa mereka membutuhkan model pronunciation yang bagus yang dapat didengar dan ditirukan setiap saat mereka butuhkan yang tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Selama ini model pronunciation diberikan langsung oleh dosen saat mengajar di dalam kelas saja.

Memberikan model pronunciation di dalam kelas langsung oleh dosen tanpa disertai dengan rekaman, disamping cepat dilupakan oleh mahasiswa juga cukup melelahkan bagi dosen pengajar. Dosen harus berteriak mengulang-ulang kata-kata, frase, kalimat-kalimat yang sama dari kelas ke kelas, karena dosen di jurusan ini biasa mengajar banyak kelas dalam seminggu, tidak hanya satu atau dua kelas, bahkan tiga, empat, lima, atau enam kelas parallel. Alangkah enaknya jika model pronunciation itu dibuat rekamannya dan dosen tinggal replay jika akan mengajar di kelas parallel yang lain.

Pemodelan langsung oleh dosen di dalam kelas juga menuntut penguasaan pronunciation oleh dosen pengajar secara maksimal. Dosen tidak semestinya membuat kesalahan ucapan baik dalam pengucapan bahan latihan maupun pengucapan Bahasa Inggris yang mereka gunakan saat memberikan perkuliahan. Kesalahan ucapan dosen akan ditirukan oleh mahasiswa dan ini akan berakibat fatal karena dapat merusak Bahasa Inggris mahasiswa. Di sisi lain, dosen Bahasa Inggris juga seorang pembelajar Bahasa Inggris yang dengan demikian kemungkinan untuk membuat kesalahan ucapan masih cukup besar. Ada kemungkinan dosen menemukan kata baru yang masih asing dan belum sempat mengecek ucapannya dengan pasti, sehingga dosen juga masih sering merasa ragu terhadap ucapan kata-kata tersebut. Ada kemungkinan juga dosen kurang menyadari bahwa ucapan bahasa Inggris yang dia tampilkan selama ini kurang tepat, sehingga sering memberikan model yang kurang bagus juga bagi para mahasiswa. Ini mungkin saja terjadi karena dosen-dosen ini bukanlah penutur asli Bahasa Inggris dan banyak juga yang belum pernah tinggal di Negara berbahasa Inggris. Untuk mengatasi masalah ini bahan-bahan rekaman dengan penutur asli Bahasa Inggris untuk pengajaran Listening atau pengajaran Pronunciation yang ada di internet dapat dimanfaatkan, namun sayangnya bahan-bahan tersebut belum dipilih dan disusun sesuai dengan kebutuhan perkuliahan Pronunciation di Jurusan Bahasa Inggris.

Pekerjaan mengumpulkan, memilih bahan ajar yang tepat dan menyusunnya sesuai dengan kebutuhan perkuliahan memerlukan waktu dan keseriusan dalam pengerjaannya. Kemungkinan semua dosen dapat malakukannya, namun karena kendala waktu pekerjaan ini tidak dapat terlaksana dengan baik, sehingga terkadang dosen hanya menggunakan bahan ajar seadanya yang terkadang tidak sesuai dengan tuntutan kurikulum apalagi dengan tuntutan kemajuan jaman. Untuk mengatasi masalah ini modul perkuliahan yang baik sangat diperlukan. Bahan ajar Perkuliahan Pronunciation yang ada di Jurusan Bahasa Inggris selama ini berupa modul perkuliahan yang berjudul Learning English Pronunciation Systematically yang disusun oleh Prof. Suwarsih Madya Ph.D. Modul ini terdiri dari 12 lesson yang memuat semua materi perkuliahan disertai dengan bahan latihan yang cukup memadai. Sayangnya modul ini tidak disertai dengan rekaman model ucapan yang sangat diperlukan baik oleh dosen maupun mahasiswa. Dari sini terasa benar bahwa kita memerlukan modul perkuliahan yang baik yang disertai dengan rekaman model ucapan yang baik pula.

Membuatkan bahan rekaman untuk modul yang sudah ada sangat mungkin dilakukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran Pronunciation, sehingga media pengajaran tidak hanya berupa modul tapi juga kaset rekaman bahan latihan yang akan memudahkan kerja dosen dalam memberikan model ucapan dan yang akan dapat digunakan oleh mahasiswa belajar di rumah. Namun jika mengingat kamajuan IT saat ini yang sudah berkembang dengan sangat pesat, pangajaran dengan modul dan kaset barang kali sudah tidak begitu menarik lagi. Sudah saatnya kita mengembangkan modul yang sudah ada ini menjadi media pengajaran Pronunciation yang lebih menarik dengan memanfaatan teknologi yang ada, yaitu dengan memanfaatkan teknologi komputer. Dengan teknologi ini kita juga dapat memanfaatkan internet dan kamus audio sebagai sumber belajar.

Hasil refleksi tentang pengajaran Pronunciation di jurusan Pendidikan Bahasa Inggris ini dibawa ke forum diskusi dosen pengajar Pronunciation untuk mendapatkan tanggapan, tambahan dan kejelasan mengenai media seperti apa yang sebenarnya kita perlukan. Berikut adalah hasil dari diskusi tersebut.

Para dosen umumnya menghadapi permasalahan yang sama dalam pengajaran pronunciation, sehingga semua sepakat bahwa yang diperlukan adalah materi perkuliahan yang telah tersusun secara sistematis yang disertai dengan bahan-bahan latihan yang memadai disertai bahan rekaman materi latihan yang dapat dipakai dalam pengajaran pronunciation di kelas dengan mudah dan dapat dipelajari mahasiswa di rumah atau di luar kelas. 

Seorang dosen berpendapat bahwa bentuk media tidak harus sangat canggih bahkan cukup modul dan kaset rekaman. Namun ada juga yang berpendapat bahwa mestinya kita mengikuti perkembangan teknologi, sehingga tidak ada salahnya media ini berbasis computer sehingga kemudahan-kemudahan dan fasilitas yang ada dalam computer dapat dimanfaatkan untuk mengoptimalkan proses pembelajaran maupun hasilnya.

Bahan-bahan yang mesti harus tercakup dalam media ini meliputi, bunyi-bunyi bahasa Inggris, pola tekanan kata maupun kalimat, intonasi, aspek-aspek lain dalam connected speech, hubungan antara ejaan dan ucapan. Sedangkan materi latihan harus meliputi kata-kata lepas, kelompok kata, kalimat berbagai bentuk, dialog, maupun paragraph.

Ada juga dosen yang berpendapat bahwa media yang ada mesti menarik, sehingga minat belajar mahasiswa dapat ditingkatkan. Hal ini dapat dibuat dengan menambahkan unsur musik dan lagu ke dalamnya. Meskipun musik dan lagu ini bukan meteri perkuliahan dan latihan pokok dan hanya sebagai unsur tambahan saja, namun manfaatnya dapat dioptimalkan dengan cara memilih lagu dengan syair-syair bahasa Inggris yang bagus baik secara ucapan, kosa kata maupun tata bahasanya. Dari hasil diskusi ini maka disusunlan silabus, materi perkuliahan dan bahan latihan mata kuliah Pronunciation.

2. Penyusunan silabus, materi perkuliahan dan bahan latihan
Silabus perkuliahan disusun berdasarkan deskripsi mata kuliah Pronunciation Kurikulum Pendidikan Bahasa Inggris FBS UNY th.2000, tujuan pembelajaran Pronunciation yang diajukan oleh Kenworthy (1977), cakupan materi pengajaran Pronunciation yang diajukan oleh Kelly (2000), dan hasil diskusi dosen pengajar Pronunciation pada tahap analisis kebutuhan. Bahan latihan dikembangkan sesuai dengan materi perkuliahan ditambah dengan latihan-latihan lain untuk pengembangan keterampilan yang diperlukan yang meliputi pengucapan kata-kata lepas, kelompok kata, kalimat, paragraph dan dialog. Materi perkuliahan juga dilengkapi dengan lagu-lagu dengan syair yang bagus yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar tambahan yang menyenangkan. 
Silabus perkuliahan ini mencakup lima komponen:
  1. Topik pembelajaran,
  2. tujuan pembelajaran,
  3. materi pembelajaran,
  4. latihan, dan
  5. materi tambahan.
Berdasarkan silabus tersebut di atas, disusunlah materi perkuliahan yang terdiri dari lima unit pelajaran, yaitu: 1. Overview, 2. English Sounds and their transcription symbols, 3. Spelling and Pronunciation, 4. Stress Patterns, dan 5. Other Aspects of connected Speech. Setiap unit diawalai dengan paparan materi, contoh-contoh yang dikuti dengan latihan-latihan, dan ditutup dengan materi tambahan berupa lagu-lagu berbahasa Inggris. Materi perkuliahan sebagian besar diambil dari Kelly (2000) dalam bukunya yang berjudul How to teach Pronunciation, sedangkan bahan latihan diambil dari berbagai sumber, baik berupa buku-buku teks maupun sumber lain, misalnya dari internet. Materi perkuliahan dan latihan selengkapnya ditulis dalam modul perkuliahan.

3. Pembuatan Media
Materi perkuliahan dan bahan latihan yang telah tersusun kemudian dituangkan dalam bentuk CD pembelajaran interaktif. CD interaktif pronunciation ini dibuat dengan menggunakan program Macromedia Flash 2004. Program ini sebenarnya dapat digunakan untuk membuat gambar bergerak hingga film kartun. Namun, dalam CD ini, peneliti hanya menggunakan fitur sederhana dari program ini dengan memanfaatkan link dengan file lain, baik yang berbentuk halaman maupun MP3.

Pembuatan CD ini dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu: pengetikan materi, perekaman suara, dan pengecekan tiap halaman.

Materi yang telah dikembangkan pada langkah sebelumnya diketik pada program Microsoft Word karena jika materi diketik langsung pada progam Macromedia Flash, akan terlalu panjang dan sangat susah untuk diedit. Setelah semua materi selesai diketik, langkah selanjutnya adalah mengkopi materi ke dalam program Makromedia Flash. Setelah itu, pada setiap halaman file Makromedia disisipkan perintah yang dikehendaki yang antara lain menuju dan kembali ke halaman berikutnya ataupun sebelumnya, memutar dan menghentikan suara, menuju file lain, memutar dan menghentikan lagu, memunculkan gambar dan lain-lain.

Proses selanjutnya adalah perekaman suara. Suara hasil rekaman digunakan untuk mengisi setiap halaman yang terdapat dalam CD ini. Suara tersebut direkam dari suara dosen Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, dan juga dari CD dan kamus elektronik yang menggunakan pengucapan penutur asli Bahasa Inggris. Suara direkam dengan menggunakan program Adobe Audition 1.5. Setelah suara direkam, file suara kemudian disimpan dalam format MP3 dan baru kemudian diedit untuk disesuaikan tinggi rendahnya, volumenya, dan menghilangkan noise yang ada. File suara yang telah diedit kemudian dihubungkan dengan file Macromedia yang telah disisipi perintah. 

Setelah tiap halaman dihubungkan dengan file suara, proses selanjutnya adalah pengecekan tiap halaman. Proses ini dilakukan untuk mengecek kesesuaian perintah yang diberikan dengan hasil yang dikehendaki. Pengecekan ini sangatlah diperlukan sebab setelah dicek, ternyata masih banyak perintah yang tidak berjalan maupun tidak sesuai dengan yang dikehendaki. Setelah file dicek, kemudian dilakukan pembenahan/perbaikan file yang dilakukan oleh peneliti sendiri.

4. Uji coba dan perbaikan media
Media pembelajaran yang telah dikembangkan ini kemudian diujicobakan untuk pembelajaran di kelas. Uji coba ini dilakukan di dalam kelas pronunciation untuk mengetahui lebih detail beberapa bagian yang mungkin masih belum terdeteksi pada proses pengecekan oleh peneliti. Proses ini juga sangat diperlukan untuk mendapatkan saran yang membangun dari mahasiswa.Uji coba ini melibatkan 22 mahasiswa kelas Pronunciation (Klas Dik 1B). Pada akhir pembelajaran mereka diminta memberikan komentar pada media pembelajaran yang baru saja mereka gunakan. Komentar mereka meliputi tiga hal, yaitu kelebihan dan kekurangan media tersebut serta saran perbaikannya. Berikut adalah komentar-komentar yang mereka ajukan.

Dari hasil uji coba tersebut, ternyata masih banyak ditemukan kesalahan baik yang berupa pengejaan kata maupun perintah sehingga dirasa perlu untuk menindaklanjuti dengan langkah perbaikan. Pertama, untuk membuat media tersebut lebih menarik, ditambahkan iringan musik, lagu-lagu, dan ilustrasi visual dalam bentuk gambar. Kedua, semua tulisan yang ada dalam media tersebut diteliti ulang, dan semua kesalahan ejaan diperbaiki, dan yang ketiga, model-model ucapan yang kurang jelas diperjelas.

Selanjutnya setelah dilakukan revisi-revisi yang diperlukan, CD tersebut kemudian di cek ulang. Dari hasil pengecekan ulang, ternyata dirasa perlu untuk menambah beberapa materi baru dan juga penambahan file teks dari CD serta lagu. Dengan demikian dilakukan revisi lagi untuk menindaklanjuti hasil pengecekan ulang tersebut.

Langkah selanjutnya adalah uji coba yang kedua, yaitu menggunakan CD yang telah direvisi tersebut dalam pembelajaran di kelas dan meminta mahasiswa untuk memberi umpan balik terhadap media pembelajaran yang berbentuk CD tersebut. Secara umum mahasiswa berpendapat bahwa media pembelajaran yang mereka gunakan saat itu sangat bagus, sangat cocok dengan kebutuhan mereka, sangat menarik, menyenangkan dapat membantu mereka belajar pronunciation dengan lebih baik dan dapat dipakai untuk belajar mandiri. Selain berkomentar, mereka juga memberikan beberapa masukan untuk perbaikan media ini lebih lanjut. Secara lengkap tanggapan mahasiswa pada tahap ini tertuang pada table berikut:

Dari proses uji coba tahap kedua ini diperoleh beberapa masukan yang kemudian ditindaklanjuti dengan melakukan revisi seperlunya. Dengan revisi ini, CD interaktif yang dekembangkan dirasa telah sesuai dengan rencana dan harapan, dan siap digunakan.

E. Penutup
Setelah melalui proses pengembangan media dan melakukan ujicoba penggunaan media tersebut dalam pembelajaran Pronunciation di dalam kelas, peneliti dapat menyimpulkan beberapa hal, yaitu:
1. Proses pengembangan media pembelajaran adalah bidang antar disiplin. Di sini diperlukan kerjasama yang sinergis antara dosen yang menguasai bidang ilmu dan pengajarannya dan orang yang ahli di bidang teknik pembuatan media, yang menguasai program-program komputer dan juga memahami bidang pengajaran yang akan dikembangkan. Selain itu masih diperlukan orang lain lagi untuk mengisi suara, dalam hal ini adalah orang yang membacakan materi pembelajaran. Selain bersuara bagus, orang ini juga dituntut memiliki kemampuan mengucapkan Bahasa Inggris mendekati sempurna, atau bahkan kalau perlu menggunakan penutur asli. Selain ketiga kelompok ini, media yang bagus masih memerlukan sentuhan ahli lain, yaitu ahli di bidang seni untuk memperindah tampilan baik visual maupun audial. 

2. Isi dari media pengajaran yang dikembangkan ini diambil dari sumber-sumber yang sudah ada, baik sumber yang berupa tulisan maupun rekaman suara. Sumber-sumber tertulis berasal dari Kelly, Suwarsih Madya, Philip Banham, dan Nilsen and Nilsen. Sedangkan sumber berupa rekaman suara berasal dari Kamus audio Cambridge, TOEFL practice materials, Nick Brieger and Jeremy Comfort, dan lagu-lagu yang dibawakan oleh artis-artis terkenal. Sumber-sumber tersebut milik orang lain, dengan demikian media pengajaran yang dikembangkan ini tidak boleh diperjual-belikan. Media ini hanya dipakai untuk kalangan terbatas, yaitu untuk pengajaran Pronunciation di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris FBS UNY

3. Media yang telah berhasil dekembangkan ini adalah media pembelajaran berbasis komputer, dengan demikian untuk dapat menggunakan media ini dalam pembelajaran diperlukan fasilitas tertentu. Misalnya laboratorium bahasa, laboratorium komputer, atau paling tidak ruang kelas biasa yang dilengkapi dengan komputer, LCD, dan speaker. Demikian juga bagi mahasiswa yang mau menggunakan CD ini untuk belajar mandiri di rumah, mereka harus memiliki komputer di rumahnya. Meskipun penggunaan media ini memerlukan syarat tertentu, yaitu adanya komputer, media ini cukup efektif dalam memfasilitasi guru maupun siswa dalam proses belajar mengajar. Guru mendapatkan kemudahan dalam menyampaikan materi dan memberikan model ucapan yang baik dan benar. Siswa dapat lebih memahami isi materi, dapat menikmati proses belajar mengajar di kelas dengan senang dan tertarik untuk belajar dan belajar lagi, dan yang paling penting adalah siswa dapat berlatih secara mandiri sebanyak yang mereka inginkan di luar kelas. Di samping itu mahasiswa juga dapat dengan mudah memilih materi atau bahan latihan yang diinginkan.

Berdasarkan kesimpulan di atas diajukan beberapa saran, yaitu: 
Perlu digalang kerjasama antar disiplin ilmu untuk dapat menghasilkan media pembelajaran yang berkualitas. Di samping itu, dosen bidang studi tertentu, misalnya dosen Bahasa Inggris, juga perlu “melek komputer” dan teknik pemrograman sederhana, sehingga jika menemukan kesalahan atau kekurangan saat menggunakan media ini dapat melakukan perbaikan seperlunya.

Lembaga, dalam hal ini universitas atau fakultas perlu menyediakan fasilitas yang diperlukan dalam proses belajar mengajar sehingga dosen dan mahasiswa dapat melakukan proses belajar mengajar dengan maksimal. Fasilatas ruang kelas yang dilengkapi dengan komputer, LCD dan speaker adalah hal yang diperlukan dalam pembelajaran pronunciation yang baik.

Pengajar, guru atau dosen perlu senantiasa berupaya meningkatkan kualitas pengajarannya dengan menggunakan media yang telah tersedia, atau dengan mengembangkan media yang diperlukan, karena pengajaran yang berkualitas akan mampu membantu mahasiswa dalam mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Kualitas pembelajaran di kelas adalah salah satu indikator perguruan tinggi yang berkualitas

DAFTAR REFERENSI;
  • Avianto, 2005. Multimedia di Linux, diambil pada tgl.15 Juli 2006 
  • Binham,Philip, 1980. How to say it, Penerbit Kanisius Yogyakarta, Indonesia
  • Brieger, Nick dan Jeremy Comfort, 1995. Early Business Contacts, Phoenix ELT,
  • Prentice Hall International, London Hetch, B.F. dkk. 1987. The Acquisition of Second Language Phonology:
  • Interaction of Transfer and Development Factors, Cambridge, Newbury House Publisher Fry, Edward and Timothy Rasinski, 2007. Increasing Fluency with High
  • Frequency Word Phrases, Shell Education, Huntington Beach, CaliforniaUSA Kelly, Gerald, 2000. How to Teach Pronunciation, Longman Pearson Education Limited, England
  • Madya, Suwarsih. 2000. Learning English Pronunciation Systematically, Facultof Languages and Atrs, State University of Yogyakarta.
  • Nilsen, Don L.F. dan Alleen Pace Nilsen, 2002. Pronunciation Contrast in English, Pearson Education Inc., Waveland Illinois USA
  • Sadiman, A. dkk. 2005. Media Pendidikan. Jakarta. PT Raja Grafindo Perkasa Seels, B.B., Richey, R.C. 1994. Instructional Technology: The Definition and
  • Domain of the Field, Washington D.C: AECT Tomlinson, Brian (ed). 1998. Materials Development in Language Teaching.
  • Cambridge University Press, United Kingdom Yulia, M.F., dan Ouda Teda Ena, 2004. Pronunciation Problems of Indonesians 
  • EFL Teachers (the proceeding of the 9th English in Southeast Asia
  • Coference) USD., Yogyakarta