Tuesday 8 November 2016

Pengertian Sistem administrasi Perpajakan Modern Menurur Ahli

Kerangka Pemikiran
Suatu negara pada umumnya bertujuan untuk mensejahterakan rakyatnya, salah satu cara yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan dilakukannya pembiayaan pembangunan diberbagai sektor kehidupan dan sumber utama pembiayaan pembangunan tersebut adalah berasal dari pajak.
Menurut Siti Kurnia Rahayu, pajak merupakan salah satu sumber terbesar penerimaan negara. Pajak memiliki 2 fungsi, yaitu :
  1. Fungsi penerimaan (budgetair), merupakan fungsi utama pajak, atau fungsi fiskal (fiscal function), yaitu pajak dipergunakan sebagai alat untuk memasukkan dana secara optimal ke kas negara yang dilakukan sistem pemungutan berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku.
  2. Fungsi mengatur (regulerend), yaitu pajak merupakan alat kebijakan pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. (2009:25)
Masyarakat yang merasa menjadi Wajib Pajak akan membayarkan pajaknya kepada Kantor Pelayanan Pajak. Kantor Pelayanan Pajak merupakan tempat dimana Wajib Pajak akan membayarkan langsung pajaknya sendiri kepada fiskus/pegawai pajak yang berada pada kantor tersebut. Sebelum adanya Reformasi perpajakan yang dulu masih menganut system official assesment system dimana fiskus yang aktif dalam menghitung, melaporkan, dan menyetorkan jumlah pajaknya. Setelah adanya reformasi perpajakan maka system perpajakan diubah menjadi self assesment system dimana Wajib Pajak aktif dalam menghitung, menyetor, dan melaporkan penyetoran pajak tersebut kepada Direktorat Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak.

Menurut Siti Kurnia Rahayu sistem modernisasi perpajakan yang dilakukan pemerintah ditandai dengan digunakannya sistem modern pada kantor-kantor pajak modern meliputi :
  1. Perubahan struktur organisasi dan sistem kerja Kantor Pelayanan Pajak.
  2. Business process dan teknologi informasi dan komunikasi.
  3. Penyempurnaan Manajemen sumber daya manusia.
  4. Pelaksanaan good governance. (2009:110)
Menurut Marcus Taufan Sofyan tentang Pengertian Sistem administrasi Perpajakan Modern :
“Sistem administrasi perpajakan modern adalah penerapan sistem administrasi perpajakan yang mengalami penyempurnaan atau perbaikan kinerjanya, baik secara individu, kelompok, maupun kelembagaan agar lebih efisien, ekonomis dan cepat yang merupakan perwujudan dari program dan kegiatan reformasi administrasi perpajakan jangka menengah yang menjadi prioritas reformasi perpajakan yang digulirkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sejak tahun 2001.” (2005:53)

Sedangkan menurut Suparman tentang Pengertian Sistem Administrasi Perpajakan Modern : 
“Sistem administrasi perpajakan modern adalah penyempurnaan atau perbaikan kinerja administrasi baik secara individu, kelompok maupun kelembagaan agar lebih efisien, ekonomis dan cepat.”(2007:1)

Berdasarkan dua definisi tersebut diatas sistem administrasi perpajakan modern merupakan perwujudan dari program dan kegiatan reformasi administrasi perpajakan yang mengalami penyempurnaan atau perbaikan kinerjanya, baik secara individu, kelompok, maupun kelembagaan agar sistem administrasi tersebut lebih efisien, ekonomis dan cepat.

Sistem modernisasi pepajakan dilakukan bertujuan untuk membuat Kantor Pelayanan Pajak menjadi baru, baru disini diartikan sebagai adanya perubahan dari kantor pelayanan pajak lama menjadi baru. Dimana kantor unit yang baru melayani Wajib Pajak dengan kondisi nyaman dan aman. Perbedaan Kantor pelayanan pajak lama sangat kontras dengan Kantor pelayanan pajak yang baru dimana perbedaan tersebut dengan gedung yang kotor dan tidak rapih. Kantor pelayanan pajak yang baru sudah diberikan fasilitas pelayanan seperti :
1. Tempat pelayanan Terpadu (TPT) 
Tempat pelayanan Terpadu (TPT), merupakan sarana untuk meningkatkan pelayanan Wajib Pajak yang terintegrasi dalam penerimaan dokumen dan laporan semua jenis pajak seperti SSP dan SPT yang diserahkan langsung oleh Wajib Pajak.
2. Account Representativ
Bertugas mengawasi kepatuhan perpajakan dan konsultasi Wajib Pajak melalui data dan Sistem Administrasi Perpajakan Terpadu (SAPT) dan Sistem Informasi DJP (SIDJP).
3. Help Desk
Untuk memudahkan informasi yang dibutuhkan Wajib Pajak maka setiap KPP disediakan help desk, yang berlaku di lobby gedung.
4. Complaint Center
Fungsi untuk menampung keluhan Wajib Pajak yang terdaftar, mengenai pelayanan, pemeriksaan, keberatan, dan banding.
5. Call Center
Fungsi utama yang ditangani call center menyangkut pelayanan konfirmasi prosedur, peraturan, material perpajakan dan lainnya.
6. Media Informasi Pajak
Media Informasi Pajak dengan fasilitas touch screen disediakan di KPP guna memberikan informasi peraturan perpajakan.
8. Pojok Pajak
Pojok Pajak merupakan sarana penyuluhan dan pelayanan perpajakan bagi masyarakat maupun Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan, yang berada di pusat-pusat perbelanjaan, pusat bisnis dan tempat tertentu lainnya berupa stand.
9. e-system Perpajakan
· e-Regristation
e-Regristation adalah sistem pendaftaran, perubahan data Wajib Pajak dan atau pengukuhan maupun pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak melalui sistem yang terhubung langsung secara online dengan DJP.
· e-SPT adalah penyampaian SPT dalam bentuk digital ke KPP secara elektronik atau dengan menggunakan media komputer.
· e-Filing merupakan cara penyampaian SPT melalui sistem online dan real time.

Tujuan sistem perpajakan modern dalam pemeriksaan yaitu:
  • Dengan memanfaatkan perangkat teknologi informasi yang disebut dengan Computer Assisted Audit Technique (CAAT), pelaksanaan pemeriksaan akan lebih efektif.
  • Dengan adanya sistem perpajakan modern, Business process dirancang sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi kontak langsung antara pemeriksa dengan Wajib Pajak yang bertujuan untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya KKN.
Penerimaan pajak yang setiap tahun terus meningkat, ternyata tidak lepas dari masalah-masalah seperti SPT lebih bayar tentunya dengan adanya lebih bayar maka petugas pemeriksaan akan melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak guna meningkat kepatuhan wajib pajak. Dan strategi untuk meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak itu sendiri yaitu dengan dilakukannya pemeriksaan pajak. Masalah-masalah tersebut dapat terlihat dari wajib pajak yang dilakukan pemeriksaan pajak, banyak yang masih kurang kooperatif yang berarti masih banyak yang kurang patuh. Contoh yang cukup jelas adalah wajib pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dengan melampirkan informasi laporan keuangan yang tidak sesuai dengan kondisi keuangannya. Penyampaian spt lebih bayar diakibatkan oleh kurangnya ketelitian atau kesalahan dalam mengisi SPT yang telah diisi oleh wajib pajak guna menentukan pajak yang harus dibayarnya. Sehingga dilakukannya pemeriksaan pajak akibat wajib pajak tidak melakukan kewajiban perpajakannya dengan baik.

Adanya penerapan pemeriksaan pajak diharapkan dapat memberikan motivasi positif agar untuk masa-masa selanjutnya menjadi lebih baik. Oleh karena itu, pemeriksaan pajak juga sekaligus sebagai sarana pembinaan dan pengawasan terhadap wajib pajak. Jenis pemeriksaan salah satu diantaranya adalah pemeriksaan rutin, pemeriksaan rutin merupakan pemeriksaan yang bersifat rutin yang dilakukan terhadap wajib pajak yang berhubungan dengan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan wajib pajak yang bersangkutan. 

Menurut Waluyo dan Wirawan B.Ilyas menjelaskan tentang pengertian pemeriksaan pajak :
“Pemeriksaan Pajak adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan keterangan lainnya, untuk meguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan serta untuk tujuan lain, dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”(2001 : 10)

Pengertian pemeriksaan menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 123/PJ/2006 menyatakan bahwa:

“Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”(Peraturan DJP PER - 123/PJ/2006)

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan dilakukan guna meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melakukan penghitungan dan pembayaran pajak terutangnya. Pemeriksaan pajak terdiri dari beberapa jenis pemeriksaan, salah satu jenis pemeriksaan pajak adalah pemeriksaan khusus. Pemeriksaan pajak khusus dilakukan untuk beberapa hal diantaranya untuk memeriksa SPT lebih bayar, SPT kurang bayar, dan SPT rugi maupun adanya informasi dari pihak ke tiga, penyelewengan dan penghindaran pajak.

Menurut Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati menjelaskan tentang tax Enforcement : 
“Pilar-pilar penegakan hukum (tax enforcement) diantaranya adalah pemeriksaan pajak (tax audit), Penyidikan (tax investigation), dan penagihan pajak (tax collection).” (2006:131)

Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa penegakan hukum sangat diperlukan dalam pelaksanaan pemeriksaan, penyidikan dan penagihan pajak. karena kepatuhan wajib pajak perlu ditegakkan salah satu caranya adalah dengan tax enforcement. 

Menurut Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak Mengenai Pemeriksaan Pajak rutin, menyatakan bahwa:

”Pemeriksaan Rutin merupakan pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan pemenuhan hak dan/atau pelaksanaan kewajiban perpajakannya atau karena diwajibkan oleh Undang-Undang KUP.”(SE-10/PJ.04/2008)

Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa dengan adanya pemeriksaan pajak diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak termasuk pemeriksaan dengan jenis pemeriksaan khusus. Hal ini juga disertai dengan adanya sanksi administrasi dan sanksi pidana yang diharapkan dapat menimbulkan efek jera terhadap wajib pajak yang tidak mengindahkan kewajibannya ataupun bagi wajib pajak yang menghindari pajak yang harus dibayar.

Tujuan dari pemeriksaan rutin adalah untuk memenuhi hak dan kewajiban wajib pajak. dalam artian wajib pajak membayar pajak sesuai dengan kondisi wajib pajak tersebut. Pemeriksaan rutin juga dilakukan diantaranya untuk memeriksa SPT lebh bayar. Pada dasarnya, pemeriksaan dilakukan adalah untuk menguji kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dalam rangka pelaksanaan aturan perpajakan yang diatur di dalam Undang-undang perpajakan.

Bagi wajib pajak yang melakukan kecurangan atau kesalahan dalam membayar pajak dan telat dalam menyampaikan SPT maka dapat dikenakan sanksi baik sanksi administrasi maupun sanksi pidana karena dengan sanksi tersebut pemerintah berharap wajib pajak akan patuh dalam memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak sesuai dengan undang-undang yang telah ditentukan.
Banyak pengertian yang diberikan para ahli mengenai efektivitas, untuk memperjelas pengertian tersebut maka penulis memberikan beberapa pengertian dari efektivitas.

Pengertian efektivitas menurut Mardiasmo adalah sebagai berikut : “Efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya.”(2003:134)

Menurut Komarudin pengertian efektivitas adalah sebagai berikut : 

“Efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukan tingkat keberhasilan kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu.” (2000:269)

Berdasarkan pengertian diatas, efektivitas merupakan hubungan antara output pusat pertanggungjawaban dengan sasaran Kantor Pelayanan Pajak yang harus dicapainya terhadap nilai pencapaian sasaran tersebut, dapat dikatakan semakin efektif juga unit tersebut.

Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Marcus Taufan Sofyan yaitu pada variabel Y dimana variabel Y Marcus Taufan Sofyan adalah Tingkat kepatuhan Wajib pajak. Sedangkan variabel Y peneliti adalah Efektivitas Pemeriksaan Rutin. Persamaan peneliti dengan Marcus Taufan Sofyan yaitu variabel X, Sistem Administrasi Perpajakan Modern. Untuk lebih jelasnya mengenai perbedaan dan persamaan dengan penelitian terdahulu, maka dapat dilihat pada tabel 2.1 di bawah sebagai berikut:

Objek yang akan diteliti sama mengenai modernisasi pajak 
Sistem administrasi perpajakan modern merupakan salah satu upaya untuk peningkatan efektivitas kinerja salah satunya adalah pelaksanaan pemeriksaan rutin.

Adapun Teori Penghubung Pengaruh Sistem Administrasi Perpajakan Modern Terhadap Efektivitas Pelaksanaan Pemeriksaan Rutin menurut Siti Kurnia Rahayu, menyatakan bahwa:

“Sistem administrasi perpajakan modern memiliki program-program reformasi administrasi perpajakan jangka menengah DJP, diantaranya yaitu program meningkatkan efektivitas pemeriksaan.”(2009:117)

Menurut Siti Kurnia Rahayu menjelaskan :
“Untuk kegiatan law enforcement, dikembangkan program pemeriksaan berbasis analisis resiko (risk analysis), sehingga sumber daya yang ada dapat secara efektif melakukan pemeriksaan berdasarkan skala prioritas dengan membuat segmentasi resiko yang dihadapi, Apabila sistem perpajakan modern telah dilaksanakan dengan baik, maka pelaksanaan pemeriksaan akan efektif yang sesuai dengan jangka waktu, tahapan pemeriksaan yang dipenuhi, dan kualitas SDM.”(2009:113)

Dari penjelasan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa, dengan dikembangkannya program pemerikasaan yang dilakukan oleh DJP maka sumber daya yang ada khususnya pemeriksa dapat lebih efektif dalam melalukan pemeriksaan berdasarkan skala prioritas. Oleh karena itu sistem adminitrasi perpajakan modern memiliki pengaruh terhadap efektivitas pemeriksaan rutin.

Paradigma Ilmu Modern Menurut Beberapa Aliran

Paradigma Ilmu Modern Menurut Beberapa Aliran
Secara historis paradigma sains telah mengalami tahapan-tahapan perubahan sebagaimana dikemukakan oleh S Nasution dalam bukunya “Metode penelitian naturalistik kualitatif (1996 : 3). Tahap pertama disebut masa pra-positivisme, yang diawali dari jaman Aristiteles sampai David Hume, dimana aplikasinya dalam penelitian adalah mengamati secara pasif, tidak ada upaya memanipulasi lingkungan dan melakukan eksperimen terhadap lingkungan . Tahapan ini kemudian berganti dengan tahapan positivisme, dimana paradigma ini menjadi dasar bagi metode ilmiah dengan bentuk penelitian kuantitatif , yang mencoba mencari prinsip-prinsip atau hukum-hukum umum tentang dunia kenyataan . Paradigma berikutnya yang muncul adalah paradigma post positivisme sebagai reaksi atas pendirian positivisme, dimana dalam pandangan ini, kebenaran bukan sesuatu yang tunggal (it is an increasing complexity) sebagaimana diyakini positivisme.

Namun demikian paradigma yang paling menonjol di jaman modern ini nampaknya adalah positivisme, meskipun ada beberapa sempalan dalam positivisme itu (Ahmad Sanusi, Majalah Matahari : 12). Untuk lebih mengetahuiberbagai paradigma sains modern, penulis sajikan tabel berikut yang dikutip oleh Ahmad Sanusi dalam Majalah Matahari halaman 12 sebagai berikut : 

Realitas yang memisah 
Paradigma-paradigma yang tercantum dalam tabel tersebut masih dapat dikelompokan pada kategori yang sama atau mendekati. Dilihat dari esensi ontologisnya paradigma positivistik sama dengan pengamat partisipan yakni bahwa realitas itu terpisah, paradigma teoritis sama dengan paradigma kritis, sedang paradigma formalistik strukturalis sama dengan paradigma interpretatif. Dilihat dari sumber, positivistik sama dengan pengamat partisipan dan mendekati paradigma interpretatif serta formalistik strukturalis, sedangkan paradigma teoritis sama dengan paradigma kritis.

Dari segi bentuk pengetahuan, positivistik sama dengan formalistik, interpretatif sama dengan teoritis, sedangkan paradigma kritis sama dengan paradigma pengamat partisipan , demikian juga dilihat dari segi model verifikasi banyak kesamaannya, hanya dari tugas dan titik berat keenam paradigma itu berbeda.

Namun demikian paradigma yang paling menonjol sekarang ini adalah paradigma positivistik, dimana kenyataan menunjukan paradigma ini banyak memberikan sumbangan bagi perkembangan teknologi dewasa ini , akan tetapi tidak berarti paradigma lainnya tidak berperan , peranannya tetap ada terutama dalam hal-hal yang tak dapat dijelaskan oleh paradigma positivistik , hal ini terlihat dengan berkembangnya paradigma naturalistik yang telah mendorong berkembangnya penelitian kualitatif . oleh karena itu nampaknya paradigma-paradigma tersebut tidak bersifat saling menghilangkan tapi lebih bersipat saling melengkapi , hal ini didasari keyakinan betapa kompleksnya realitas dunia dan kehidupan di dalamnya.

Bidang Kajian Dan Masalah-Masalah Dalam Filsafat Ilmu 
Bidang kajian filsafat ilmu ruang lingkupnya terus mengalami perkembangan, hal ini tidak terlepas dengan interaksi antara filsafat dan ilmu yang makin intens. Bidang kajian yang menjadi telaahan filsafat ilmu pun berkembang dan diantara para akhli terlihat perbedaan dalam menentukan lingkup kajian filsafat ilmu, meskipun bidang kajian iduknya cenderung sama, sedang perbedaan lebih terlihat dalam perincian topik telaahan. Berikut ini beberapa pendapat akhli tentang lingkup kajian filsafat ilmu :
1. Edward Madden menyatakan bahwa lingkup/bidang kajian filsafat ilmu adalah:

  • Probabilitas
  • Induksi
  • Hipotesis
2. Ernest Nagel

  • Logical pattern exhibited by explanation in the sciences
  • Construction of scientific concepts
  • Validation of scientific conclusions
3. Scheffer

  • The role of science in society
  • The world pictured by science
  • The foundations of science
Dari beberapa pendapat di atas nampak bahwa semua itu lebih bersifat menambah terhadap lingkup kajian filsafat ilmu, sementara itu Jujun S. Suriasumantri menyatakan bahwa filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemology yang secara spesifik mengkaji hakekat ilmu. Dalam bentuk pertanyaan, pada dasar filsafat ilmu merupakan telahaan berkaitan dengan objek apa yang ditelaah oleh ilmu (ontologi), bagaimana proses pemerolehan ilmu (epistemologi), dan bagaimana manfaat ilmu (axiologi), oleh karena itu lingkup induk telaahan filsafat ilmu adalah :

  1. ontologi
  2. epistemologi
  3. axiologi
ontologi berkaitan tentang apa obyek yang ditelaah ilmu, dalam kajian ini mencakup masalah realitas dan penampakan (reality and appearance), serta bagaimana hubungan ke dua hal tersebut dengan subjek/manusia. Epistemologi berkaitan dengan bagaimana proses diperolehnya ilmu, bagaimana prosedurnya untuk memperoleh pengetahuan ilmiah yang benar. Axiologi berkaitan dengan apa manfaat ilmu, bagaimana hubungan etika dengan ilmu, serta bagaimana mengaplikasikan ilmu dalam kehidupan.

Ruang lingkup telaahan filsafat ilmu sebagaimana diungkapkan di atas di dalamnya sebenarnya menunjukan masalah-masalah yang dikaji dalam filsafat ilmu, masalah-masalah dalam filsafat ilmu pada dasarnya menunjukan topik-topik kajian yang pastinya dapat masuk ke dalam salahsatu lingkup filsafat ilmu. Adapun masalah-masalah yang berada dalam lingkup filsafat ilmu adalah (Ismaun) :

  1. masalah-masalah metafisis tentang ilmu
  2. masalah-masalah epistemologis tentang ilmu
  3. masalah-masalah metodologis tentang ilmu
  4. masalah-masalah logis tentang ilmu
  5. masalah-masalah etis tentang ilmu
  6. masalah-masalah tentang estetika
metafisika merupakan telaahan atau teori tentang yang ada, istilah metafisika ini terkadang dipadankan dengan ontologi jika demikian, karena sebenarnya metafisika juga mencakup telaahan lainnya seperti telaahan tentang bukti-bukti adanya Tuhan. Epistemologi merupakan teori pengetahuan dalam arti umum baik itu kajian mengenai pengetahuan biasa, pengetahuan ilmiah, maupun pengetahuan filosofis, metodologi ilmu adalah telaahan atas metode yang dipergunakan oleh suatu ilmu, baik dilihat dari struktur logikanya, maupun dalam hal validitas metodenya. Masalah logis berkaitan dengan telaahan mengenai kaidah-kaidah berfikir benar, terutama berkenaan dengan metode deduksi. Problem etis berkaitan dengan aspek-aspek moral dari suatu ilmu, apakah ilmu itu hanya untuk ilmu, ataukah ilmu juga perlu memperhatikan kemanfaatannya dan kaidah-kaidah moral masyarakat. Sementara itu masalah estetis berkaitan dengan dimensi keindahan atau nilai-nilai keindahan dari suatu ilmu, terutama bila berkaitan dengan aspek aplikasinya dalam kehidupan masyarakat.

Kebenaran Ilmu
Ilmu pada dasarnya merupakan upaya manusia untuk menjelaskan berbagai fenomena empiris yang terjadi di alam ini, tujuan dari upaya tersebut adalah untuk memperoleh suatu pemahaman yang benar atas fenomena tersebut. Terdapat kecenderungan yang kuat sejak berjayanya kembali akal pemikiran manusia adalah keyakinan bahwa ilmu merupakan satu-satunya sumber kebanaran, segala sesuatu penjelasan yang tidak dapat atau tidak mungkin diuji, diteliti, atau diobservasi adalah sesuatu yang tidak benar, dan karena itu tidak patut dipercayai.

Akan tetapi kenyataan menunjukan bahwa tidak semua masalah dapat dijawab dengan ilmu, banyak sekali hal-hal yang merupakan konsern manusia, sulit, atau bahkan tidak mungkin dijelaskan oleh ilmu seperti masalah Tuhan, Hidup sesudah mati, dan hal-hal lain yang bersifat non – empiris. Oleh karena itu bila manusia hanya mempercayai kebenaran ilmiah sebagai satu-satunya kebenaran, maka dia telah mempersempit kehidupan dengan hanya mengikatkan diri dengan dunia empiris, untuk itu diperlukan pemahaman tentang apa itu kebenaran baik dilihat dari jalurnya (gradasi berfikir) maupun macamnya.

Bila dilihat dari gradasi berfikir kebenaran dapat dikelompokan kedalam empat gradasi berfikir yaitu :

  1. kebenaran biasa. Yaitu kebenaran yang dasarnya adalah common sense atau akal sehat. Kebenaran ini biasanya mengacu pada pengalaman individual tidak tertata dan sporadis sehingga cenderung sangat subjektif sesuai dengan variasi pengalaman yang dialaminya. Namun demikian seseorang bisa menganggapnya sebagai kebenaran apabila telah dirasakan manfaat praktisnya bagi kehidupan individu/orang tersebut.
  2. Kebenaran Ilmu. Yaitu kebenaran yang sifatnya positif karena mengacu pada fakta-fakta empiris, serta memungkinkan semua orang untuk mengujinya dengan metode tertentu dengan hasil yang sama atau paling tidak relatif sama.
  3. Kebenaran Filsafat. Kebenaran model ini sifatnya spekulatif, mengingat sulit/tidak mungkin dibuktikan secara empiris, namun bila metode berfikirnya difahami maka seseorang akan mengakui kebenarannya. Satu hal yang sulit adalah bagaimana setiap orang dapat mempercayainya, karena cara berfikir dilingkungan filsafatpun sangat bervariasi.
  4. kebenaran Agama. Yaitu kebenaran yang didasarkan kepada informasi yang datangnya dari Tuhan melalui utusannya, kebenaran ini sifatnya dogmatis, artinya ketika tidak ada kefahaman atas sesuatu hal yang berkaitan dengan agama, maka orang tersebut tetap harus mempercayainya sebagai suatu kebenaran. 
Dari uraian di atas nampak bahwa maslah kebenaran tidaklah sederhana, tingkatan-tingkatan/gradasi berfikir akan menentukan kebenaran apa yang dimiliki atau diyakininya, demikian juga sifat kebenarannya juga berbeda. Hal ini menunjukan bahwa bila seseorang berbicara mengenai sesuatu hal, dan apakah hal itu benar atau tidak, maka pertama-tama perlu dianalisis tentang tataran berfikirnya, sehingga tidak serta merta menyalahkan atas sesuatu pernyataan, kecuali apabila pembicaraannya memang sudah mengacu pada tataran berfikir tertentu.

Dalam konteks Ilmu, kebenaran pun mendapatkan perhatian yang srius, pembicaraan masalah ini berkaitan dengan validitas pengetahuan/ilmu, apakah pengetahuan yang diliki seseorang itu benar/valid atau tidak, untuk itu para akhli mengemukakan berbagai teori kebenaran (Theory of Truth), yang dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis teori kebenaran yaitu :

  1. Teori korespondensi (The Correspondence theory of truth). Menurut teori ini kebenaran, atau sesuatu itu dikatakan benar apabila terdapat kesesuaian antara suatu pernyataan dengan faktanya (a proposition - or meaning - is true if there is a fact to which it correspond, if it expresses what is the case). Menurut White Patrick “truth is that which conforms to fact, which agrees with reality, which corresponds to the actual situation. Truth, then can be defined as fidelity to objective reality”. Sementara itu menurut Rogers, keadaan benar (kebenaran) terletak dalam kesesuaian antara esensi atau arti yang kita berikan dengan esensi yang terdapat di dalam objeknya. Contoh : kalau seseorang menyatakan bahwa Kualalumpur adalah ibukota Malayasia, maka pernyataan itu benar kalu dalam kenyataannya memang ibukota Malayasia itu Kualalumpur. 
  2. Teori Konsistensi (The coherence theory of truth). Menurut teori ini kebenaran adalah keajegan antara suatu pernyataan dengan pernyataan lainnya yang sudah diakui kebenarannya, jadi suatu proposisi itu benar jika sesuai/ajeg atau koheren dengan proposisi lainnya yang benar. Kebenaran jenis ini biasanya mengacu pada hukum-hukum berfikir yang benar. Misalnya Semua manusia pasti mati, Uhar adalah Manusia, maka Uhar pasti mati, kesimpulan uhar pasti mati sangat tergantung pada kebenaran pernyataan pertama (semua manusia pasti mati).
  3. Teori Pragmatis (The Pragmatic theory of truth). Menurut teori ini kebenaran adalah sesuatu yang dapat berlaku, atau dapat memberikan kepuasan, dengan kata lain sesuatu pernyataan atau proposisi dikatakan benar apabila dapat memberi manfaat praktis bagi kehidupan, sesuatu itu benar bila berguna.
Teori-teori kebenaran tersebut pada dasarnya menunjukan titik berat kriteria yang berbeda, teori korespondensi menggunakan kriteria fakta, oleh karena itu teori ini bisa disebut teori kebenaran empiris, teori koherensi menggunakan dasar fikiran sebagai kriteria, sehingga bisa disebut sebagai kebenaran rasional, sedangkan teori pragmatis menggunakan kegunaan sebagai kriteria, sehingga bisa disebut teori kebenaran praktis. 

Keterbatasan Ilmu
Hubungan antara filsafat dengan ilmu yang dapat terintegrasi dalam filsafat ilmu, dimana filsafat mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan ilmu, menunjukan adanya keterbatasan ilmu dalam menjelaskan berbagai fenomena kehidupan. Disamping itu dilingkungan wilayah ilmu itu sendiri sering terjadi sesuatu yang dianggap benar pada satu saat ternyata disaat lain terbukti salah, sehingga timbul pertanyaan apakan kebenaran ilmu itu sesuatu yang mutlak ?, dan apakah seluruh persoalan manusia dapat dijelaskan oleh ilmu ?. pertanyaan-pertanyaan tersebut sebenarnya menggambarkan betapa terbatasnya ilmu dalam mengungkap misteri kehidupan serta betapa tentatifnya kebenaran ilmu.

Untuk menjawab pertanyaan di atas, ada baiknya diungkapkan pendapat para akhli berkaitan dengan keterbatasan ilmu, para akhli tersebut antara lain adalah :

  1. Jean Paul Sartre menyatakan bahwa ilmu bukanlah sesuatu yang sudah selesai terfikirkan, sesuatu hal yang tidak pernah mutlak, sebab selalu akan disisihkan oleh hasil-hasil penelitian dan percobaan baru yang dilakukan dengan metode-metode baru atau karena adanya perlengkapan-perlengkapan yang lebih sempurna, dan penemuan baru tiu akan disisihkan pula oleh akhli-akhli lainnya.
  2. D.C Mulder menyatakan bahwa tiap-tiap akhli ilmu menghadapi soal-soal yang tak dapat dipecahkan dengan melulu memakai ilmu itu sendiri, ada soal-soal pokok atau soal-soal dasar yang melampaui kompetensi ilmu, misalnya apakah hukum sebab akibat itu ?, dimanakah batas-batas lapangan yang saya selidiki ini?, dimanakah tempatnya dalam kenyataan seluruhnya ini?, sampai dimana keberlakuan metode yang digunakan?. Jelaslah bahwa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut ilmu memerlukan instansi lain yang melebihi ilmu yakni filsafat.
  3. Harsoyo menyatakan bahwa ilmu yang dimiliki umat manusia dewasa ini belumlah seberapa dibandingkan dengan rahasia alam semesta yang melindungi manusia. Ilmuwan-ilmuwan besar biasanya diganggu oleh perasaan agung semacam kegelisahan batin untuk ingin tahu lebih banyak, bahwa yang diketahui itu masih meragu-ragukan, serba tidak pasti yang menyebabkan lebih gelisah lagi, dan biasanya mereka adalah orang-orang rendah hati yang makin berisi makin menunduk. Selain itu Harsoyo juga mengemukakan bahwa kebenaran ilmiah itu tidaklah absolut dan final sifatnya. Kebenaran-kebenaran ilmiah selalu terbuka untuk peninjauan kembali berdasarkan atas adanya fakta-fakta baru yang sebelumnya tidak diketahui.
  4. J. Boeke menyatakan bahwa bagaimanapun telitinya kita menyelidiki peristiwa-peristiwa yang dipertunjukan oleh zat hidup itu, bagaimanapunjuga kita mencoba memperoleh pandangan yang jitu tentang keadaan sifatzat hidup itu yang bersama-sama tersusun, namun asas hidup yang sebenarnya adalah rahasiah abadi bagi kita, oleh karena itu kita harus menyerah dengan perasaan saleh dan terharu.
Dengan memperhatikan penjelasan di atas, nampak bahwa ilmu itu tidak dapat dipandang sebagai dasar mutlak bagi pemahaman manusia tentang alam, demikian juga kebenaran ilmu harus dipandang secara tentatif, artinya selalu siap berubah bila ditemukan teori-teori baru yang menyangkalnya. Dengan demikian dpatlah ditarik kesimpulan berkaitan dengan keterbatasan ilmu yaitu :

  1. ilmu hanya mengetahui fenomena bukan realitas, atau mengkaji realitas sebagai suatu fenomena (science can only know the phenomenal, or know the real through and as phenomenal - R. Tennant) 
  2. Ilmu hanya menjelaskan sebagian kecil dari fenomena alam/kehidupan manusia dan lingkungannya
  3. kebenaran ilmu bersifat sementara dan tidak mutlak
keterbatasan tersebut sering kurang disadari oleh orang yang mempelajari suatu cabang ilmu tertentu, hal ini disebabkan ilmuwan cenderung bekerja hanya dalam batas wilayahnya sendiri dengan suatu disiplin yang sangat ketat, dan keterbatasan ilmu itu sendiri bukan merupakan konsern utama ilmuwan yang berada dalam wilayah ilmu tertentu.

Manfaat Mempelajari Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu berusaha mengkaji hal tersebut guna menjelaskan hakekat ilmu yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga dapat diperoleh pemahaman yang padu mengenai berbagai fenomena alam yang telah menjadi objek ilmu itu sendiri, dan yang cenderung terfragmentasi. Untuk itu filsafat ilmu bermanfaat untuk :

  • Melatih berfikir radikal tentang hakekat ilmu
  • Melatih berfikir reflektif di dalam lingkup ilmu
  • Menghindarkan diri dari memutlakan kebenaran ilmiah, dan menganggap bahwa ilmu sebagai satu-satunya cara memperoleh kebenaran
  • Menghidarkan diri dari egoisme ilmiah, yakni tidak menghargai sudut pandang lain di luar bidang ilmunya.
Rangkuman
Berfikir filsafati berarti berfikir untuk menemukan kebenaran secara tuntas. Analisis filsafati tentang filsafat ilmu harus ditekankan pada upaya keilmuan dalam upaya mencari kebenaran. Kebenaran terkait erat dengan aspek-aspek moral, seperti kejujuran. Analisis filsafati ilmu tidak bolah berhenti pada upaya untuk meningkatkan penalaran keilmuan, tetapi sekaligus harus mencakuyp pendewasaan moral keilmuan. 

Filsafat ilmu mempunyai wilayah lebih luas dan perhatian lebih transenden daripada ilmu-ilmu. Oleh karena itu, filsafatpun memp[unyai wilayah lebih luas daripada peyelidikan tentang cara kerja ilmu-ilmu. Filsafat ilmu bertugas meneliti hakekat ilmu. Diantaranya paham tentang kepastian, kebenaran dan obje

Filsafat ilmu harus merupakan pengetahuan tentang ilmu yang didsekati secara filsafati dengan tujuan untuk lebih memfungsionalkan wujud keilmuan, baik secaa moral, intelektual, maupun sosial. Filsafat ilmu harus mencakup bukan saja pembahasan mengenai ilmu itu sendiri beserta segenap perangkatnya, melainkan sekaligus kaitan ilmu dengan beberapa aspek kehidupan, seperti pendideikan, kebudayaan, moral sosiasl, dan politik. Demikian juga pembahasan yang bersifat analitis dari tiap-tiap unsur bahasan harus diletakkan dalam kerangka berfikir secara keleseluruhan.

Dengan menunjukkan sketsa umum hubungan filsafat dan ilmu pengetahuan serta garis besar mengenai kelahiran dan perkembangan ilmu pengetahuan yang pada gilirannya melahirkan suatu cabang filsafat ilmu kiranya menjadi jelas bahwa filsafat ilmu bukanlah sekedar metode atau tata-cara penulisan karya ilmiah ataupun penelitian. Filsafat ilmu adalah refleki filsafati yang tidak pernah mengenal titik henti dalam menjelajahi kawasan ilmiah untuk mencapai kebenaran atau kenyataan, sesuatu yang memang tidak pernah akan habis dipikirkan dan tidak pernah akan selesai diterangkan.

Hakikat ilmu adalah sebab fundamental dan kebenaran universal yang implisit melekat di dalam dirinya. Dengan memahami Filsafat Ilmu, berarti memahami seluk-beluk ilmu yang paling mendasar sehingga dapat dipahami pula perspektif ilmu, kemungkinan perkembangannya, keterjalinan antar (cabang) ilmu yang satu dengan yang lain, simplifikasi dan artifisialitasnya.
Memasukkan mata kuliah Filsafat Ilmu ke dalam kurikulum adalah tepat, dalam kerangka peningkatan mutu akademik. Sebab filsafat ilmu adalah implisit dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan tinggi, dan implisit dalam paradigma “manusia Indonesia sutuhnya” yang di dalam penalarannya pertama-tama dan terutama harus mampu dan sanggup melakukan terobosan ke kawasan yang paling mendasar, ke kawasan untuk memahami hakikat ilmu sampai batas ultimate.

Dengan memahami seluk-beluk ilmu secara ilmiah-filsafati, tanpa harus menjadi seorang filsuf, akan menjadikan masing-masing orang sebagai ilmuwan atau sarjana yang arif, terhindar dari kecongkakan intelektual yang memuakkan, dan terhindar dari arus yang memandang kebenaran ilmiah sebagai barang jadi, selesai dan mandeg dalam kebekuan normatif untuk diulang-ulang sebagai barang hafalan.

Pertanyaan Untuk Bahan Diskusi

  1. mengapa ilmu memerlukan telaahan kritis dan radikal dari filsafat?
  2. Jelaskan hubungan filsafat dengan ilmu ?
  3. jelaskan makna filsafat ilmu?
  4. apa yang dimaksud dengan pernyataan bahwa filsafat ilmu merupakan refleksi sekunder?
  5. jelaskan dampak dari perkembangan ilmu yang tidak memperhatikan dimensi etika?
  6. Jelaskan bagaimana pandangan Thomas Kuhn mengenai revolusi ilmiah?
  7. Jelaskan ciri utama dan paradigma dari ilmu modern?
  8. jelaskan lingkup dan bidang kajian filsafat ilmu?
  9. jelaskan persesuaian dan perbeaan antara filsafat dengan ilmu?
  10. Jelaskan hubungan antara Filsafat, Ilmu dan Filsafat ilmu?
  11. Jelaskan posisi filsafat ilmu dalam epistemologi?
  12. 1jelaskan apa yang dimaksud dengan keterbatasan ilmu, dan apa saja pokok-pokok keterbatasannya
  13. Jelaskan dengan bahasa sendiri manfaat mempelajari filsafat ilmu, dan bagaimana aplikasinya bagi kehidupan saudara?
DAFTAR PUSYTAKA

  • Abu Ahmadi. 1982. Filsafat Islam. Semarang. Toha Putra.
  • Abubakar Aceh, 1982. Sejarah Filsafat Islam, Surakarta. Ramadhani Sala
  • Endang Saifudin Anshori. 1979. Ilmu, Filsafat dan Agama, Surabaya: Bina Ilmu, 
  • Frithjof Schuon. 1994. Islam dan Filsafat Perenial. Bandung. Mizan. (terj. Rahmani Astuti)
  • H.M. Rasjidi, 1970. Filsafat Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 

Kebenaran Ilmu Filsafat

Kebenaran Ilmu
Ilmu pada dasarnya merupakan upaya manusia untuk menjelaskan berbagai fenomena empiris yang terjadi di alam ini, tujuan dari upaya tersebut adalah untuk memperoleh suatu pemahaman yang benar atas fenomena tersebut. Terdapat kecenderungan yang kuat sejak berjayanya kembali akal pemikiran manusia adalah keyakinan bahwa ilmu merupakan satu-satunya sumber kebanaran, segala sesuatu penjelasan yang tidak dapat atau tidak mungkin diuji, diteliti, atau diobservasi adalah sesuatu yang tidak benar, dan karena itu tidak patut dipercayai.

Akan tetapi kenyataan menunjukan bahwa tidak semua masalah dapat dijawab dengan ilmu, banyak sekali hal-hal yang merupakan konsern manusia, sulit, atau bahkan tidak mungkin dijelaskan oleh ilmu seperti masalah Tuhan, Hidup sesudah mati, dan hal-hal lain yang bersifat non – empiris. Oleh karena itu bila manusia hanya mempercayai kebenaran ilmiah sebagai satu-satunya kebenaran, maka dia telah mempersempit kehidupan dengan hanya mengikatkan diri dengan dunia empiris, untuk itu diperlukan pemahaman tentang apa itu kebenaran baik dilihat dari jalurnya (gradasi berfikir) maupun macamnya.

Bila dilihat dari gradasi berfikir kebenaran dapat dikelompokan kedalam empat gradasi berfikir yaitu :

  1. kebenaran biasa. Yaitu kebenaran yang dasarnya adalah common sense atau akal sehat. Kebenaran ini biasanya mengacu pada pengalaman individual tidak tertata dan sporadis sehingga cenderung sangat subjektif sesuai dengan variasi pengalaman yang dialaminya. Namun demikian seseorang bisa menganggapnya sebagai kebenaran apabila telah dirasakan manfaat praktisnya bagi kehidupan individu/orang tersebut.
  2. Kebenaran Ilmu. Yaitu kebenaran yang sifatnya positif karena mengacu pada fakta-fakta empiris, serta memungkinkan semua orang untuk mengujinya dengan metode tertentu dengan hasil yang sama atau paling tidak relatif sama.
  3. Kebenaran Filsafat. Kebenaran model ini sifatnya spekulatif, mengingat sulit/tidak mungkin dibuktikan secara empiris, namun bila metode berfikirnya difahami maka seseorang akan mengakui kebenarannya. Satu hal yang sulit adalah bagaimana setiap orang dapat mempercayainya, karena cara berfikir dilingkungan filsafatpun sangat bervariasi.
  4. kebenaran Agama. Yaitu kebenaran yang didasarkan kepada informasi yang datangnya dari Tuhan melalui utusannya, kebenaran ini sifatnya dogmatis, artinya ketika tidak ada kefahaman atas sesuatu hal yang berkaitan dengan agama, maka orang tersebut tetap harus mempercayainya sebagai suatu kebenaran. 
Dari uraian di atas nampak bahwa maslah kebenaran tidaklah sederhana, tingkatan-tingkatan/gradasi berfikir akan menentukan kebenaran apa yang dimiliki atau diyakininya, demikian juga sifat kebenarannya juga berbeda. Hal ini menunjukan bahwa bila seseorang berbicara mengenai sesuatu hal, dan apakah hal itu benar atau tidak, maka pertama-tama perlu dianalisis tentang tataran berfikirnya, sehingga tidak serta merta menyalahkan atas sesuatu pernyataan, kecuali apabila pembicaraannya memang sudah mengacu pada tataran berfikir tertentu.

Dalam konteks Ilmu, kebenaran pun mendapatkan perhatian yang srius, pembicaraan masalah ini berkaitan dengan validitas pengetahuan/ilmu, apakah pengetahuan yang diliki seseorang itu benar/valid atau tidak, untuk itu para akhli mengemukakan berbagai teori kebenaran (Theory of Truth), yang dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis teori kebenaran yaitu :

  1. Teori korespondensi (The Correspondence theory of truth). Menurut teori ini kebenaran, atau sesuatu itu dikatakan benar apabila terdapat kesesuaian antara suatu pernyataan dengan faktanya (a proposition - or meaning - is true if there is a fact to which it correspond, if it expresses what is the case). Menurut White Patrick “truth is that which conforms to fact, which agrees with reality, which corresponds to the actual situation. Truth, then can be defined as fidelity to objective reality”. Sementara itu menurut Rogers, keadaan benar (kebenaran) terletak dalam kesesuaian antara esensi atau arti yang kita berikan dengan esensi yang terdapat di dalam objeknya. Contoh : kalau seseorang menyatakan bahwa Kualalumpur adalah ibukota Malayasia, maka pernyataan itu benar kalu dalam kenyataannya memang ibukota Malayasia itu Kualalumpur. 
  2. Teori Konsistensi (The coherence theory of truth). Menurut teori ini kebenaran adalah keajegan antara suatu pernyataan dengan pernyataan lainnya yang sudah diakui kebenarannya, jadi suatu proposisi itu benar jika sesuai/ajeg atau koheren dengan proposisi lainnya yang benar. Kebenaran jenis ini biasanya mengacu pada hukum-hukum berfikir yang benar. Misalnya Semua manusia pasti mati, Uhar adalah Manusia, maka Uhar pasti mati, kesimpulan uhar pasti mati sangat tergantung pada kebenaran pernyataan pertama (semua manusia pasti mati).
  3. Teori Pragmatis (The Pragmatic theory of truth). Menurut teori ini kebenaran adalah sesuatu yang dapat berlaku, atau dapat memberikan kepuasan, dengan kata lain sesuatu pernyataan atau proposisi dikatakan benar apabila dapat memberi manfaat praktis bagi kehidupan, sesuatu itu benar bila berguna.
Teori-teori kebenaran tersebut pada dasarnya menunjukan titik berat kriteria yang berbeda, teori korespondensi menggunakan kriteria fakta, oleh karena itu teori ini bisa disebut teori kebenaran empiris, teori koherensi menggunakan dasar fikiran sebagai kriteria, sehingga bisa disebut sebagai kebenaran rasional, sedangkan teori pragmatis menggunakan kegunaan sebagai kriteria, sehingga bisa disebut teori kebenaran praktis. 

Keterbatasan Ilmu
Hubungan antara filsafat dengan ilmu yang dapat terintegrasi dalam filsafat ilmu, dimana filsafat mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan ilmu, menunjukan adanya keterbatasan ilmu dalam menjelaskan berbagai fenomena kehidupan. Disamping itu dilingkungan wilayah ilmu itu sendiri sering terjadi sesuatu yang dianggap benar pada satu saat ternyata disaat lain terbukti salah, sehingga timbul pertanyaan apakan kebenaran ilmu itu sesuatu yang mutlak ?, dan apakah seluruh persoalan manusia dapat dijelaskan oleh ilmu ?. pertanyaan-pertanyaan tersebut sebenarnya menggambarkan betapa terbatasnya ilmu dalam mengungkap misteri kehidupan serta betapa tentatifnya kebenaran ilmu.

Untuk menjawab pertanyaan di atas, ada baiknya diungkapkan pendapat para akhli berkaitan dengan keterbatasan ilmu, para akhli tersebut antara lain adalah :

  1. Jean Paul Sartre menyatakan bahwa ilmu bukanlah sesuatu yang sudah selesai terfikirkan, sesuatu hal yang tidak pernah mutlak, sebab selalu akan disisihkan oleh hasil-hasil penelitian dan percobaan baru yang dilakukan dengan metode-metode baru atau karena adanya perlengkapan-perlengkapan yang lebih sempurna, dan penemuan baru tiu akan disisihkan pula oleh akhli-akhli lainnya.
  2. D.C Mulder menyatakan bahwa tiap-tiap akhli ilmu menghadapi soal-soal yang tak dapat dipecahkan dengan melulu memakai ilmu itu sendiri, ada soal-soal pokok atau soal-soal dasar yang melampaui kompetensi ilmu, misalnya apakah hukum sebab akibat itu ?, dimanakah batas-batas lapangan yang saya selidiki ini?, dimanakah tempatnya dalam kenyataan seluruhnya ini?, sampai dimana keberlakuan metode yang digunakan?. Jelaslah bahwa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut ilmu memerlukan instansi lain yang melebihi ilmu yakni filsafat.
  3. Harsoyo menyatakan bahwa ilmu yang dimiliki umat manusia dewasa ini belumlah seberapa dibandingkan dengan rahasia alam semesta yang melindungi manusia. Ilmuwan-ilmuwan besar biasanya diganggu oleh perasaan agung semacam kegelisahan batin untuk ingin tahu lebih banyak, bahwa yang diketahui itu masih meragu-ragukan, serba tidak pasti yang menyebabkan lebih gelisah lagi, dan biasanya mereka adalah orang-orang rendah hati yang makin berisi makin menunduk. Selain itu Harsoyo juga mengemukakan bahwa kebenaran ilmiah itu tidaklah absolut dan final sifatnya. Kebenaran-kebenaran ilmiah selalu terbuka untuk peninjauan kembali berdasarkan atas adanya fakta-fakta baru yang sebelumnya tidak diketahui.
  4. J. Boeke menyatakan bahwa bagaimanapun telitinya kita menyelidiki peristiwa-peristiwa yang dipertunjukan oleh zat hidup itu, bagaimanapunjuga kita mencoba memperoleh pandangan yang jitu tentang keadaan sifatzat hidup itu yang bersama-sama tersusun, namun asas hidup yang sebenarnya adalah rahasiah abadi bagi kita, oleh karena itu kita harus menyerah dengan perasaan saleh dan terharu.
Dengan memperhatikan penjelasan di atas, nampak bahwa ilmu itu tidak dapat dipandang sebagai dasar mutlak bagi pemahaman manusia tentang alam, demikian juga kebenaran ilmu harus dipandang secara tentatif, artinya selalu siap berubah bila ditemukan teori-teori baru yang menyangkalnya. Dengan demikian dpatlah ditarik kesimpulan berkaitan dengan keterbatasan ilmu yaitu :

  1. ilmu hanya mengetahui fenomena bukan realitas, atau mengkaji realitas sebagai suatu fenomena (science can only know the phenomenal, or know the real through and as phenomenal - R. Tennant) 
  2. Ilmu hanya menjelaskan sebagian kecil dari fenomena alam/kehidupan manusia dan lingkungannya
  3. kebenaran ilmu bersifat sementara dan tidak mutlak
keterbatasan tersebut sering kurang disadari oleh orang yang mempelajari suatu cabang ilmu tertentu, hal ini disebabkan ilmuwan cenderung bekerja hanya dalam batas wilayahnya sendiri dengan suatu disiplin yang sangat ketat, dan keterbatasan ilmu itu sendiri bukan merupakan konsern utama ilmuwan yang berada dalam wilayah ilmu tertentu.

Manfaat Mempelajari Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu berusaha mengkaji hal tersebut guna menjelaskan hakekat ilmu yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga dapat diperoleh pemahaman yang padu mengenai berbagai fenomena alam yang telah menjadi objek ilmu itu sendiri, dan yang cenderung terfragmentasi. Untuk itu filsafat ilmu bermanfaat untuk :

  • Melatih berfikir radikal tentang hakekat ilmu
  • Melatih berfikir reflektif di dalam lingkup ilmu
  • Menghindarkan diri dari memutlakan kebenaran ilmiah, dan menganggap bahwa ilmu sebagai satu-satunya cara memperoleh kebenaran
  • Menghidarkan diri dari egoisme ilmiah, yakni tidak menghargai sudut pandang lain di luar bidang ilmunya.
Rangkuman
Berfikir filsafati berarti berfikir untuk menemukan kebenaran secara tuntas. Analisis filsafati tentang filsafat ilmu harus ditekankan pada upaya keilmuan dalam upaya mencari kebenaran. Kebenaran terkait erat dengan aspek-aspek moral, seperti kejujuran. Analisis filsafati ilmu tidak bolah berhenti pada upaya untuk meningkatkan penalaran keilmuan, tetapi sekaligus harus mencakuyp pendewasaan moral keilmuan. 

Filsafat ilmu mempunyai wilayah lebih luas dan perhatian lebih transenden daripada ilmu-ilmu. Oleh karena itu, filsafatpun memp[unyai wilayah lebih luas daripada peyelidikan tentang cara kerja ilmu-ilmu. Filsafat ilmu bertugas meneliti hakekat ilmu. Diantaranya paham tentang kepastian, kebenaran dan obje

Filsafat ilmu harus merupakan pengetahuan tentang ilmu yang didsekati secara filsafati dengan tujuan untuk lebih memfungsionalkan wujud keilmuan, baik secaa moral, intelektual, maupun sosial. Filsafat ilmu harus mencakup bukan saja pembahasan mengenai ilmu itu sendiri beserta segenap perangkatnya, melainkan sekaligus kaitan ilmu dengan beberapa aspek kehidupan, seperti pendideikan, kebudayaan, moral sosiasl, dan politik. Demikian juga pembahasan yang bersifat analitis dari tiap-tiap unsur bahasan harus diletakkan dalam kerangka berfikir secara keleseluruhan.

Dengan menunjukkan sketsa umum hubungan filsafat dan ilmu pengetahuan serta garis besar mengenai kelahiran dan perkembangan ilmu pengetahuan yang pada gilirannya melahirkan suatu cabang filsafat ilmu kiranya menjadi jelas bahwa filsafat ilmu bukanlah sekedar metode atau tata-cara penulisan karya ilmiah ataupun penelitian. Filsafat ilmu adalah refleki filsafati yang tidak pernah mengenal titik henti dalam menjelajahi kawasan ilmiah untuk mencapai kebenaran atau kenyataan, sesuatu yang memang tidak pernah akan habis dipikirkan dan tidak pernah akan selesai diterangkan.

Hakikat ilmu adalah sebab fundamental dan kebenaran universal yang implisit melekat di dalam dirinya. Dengan memahami Filsafat Ilmu, berarti memahami seluk-beluk ilmu yang paling mendasar sehingga dapat dipahami pula perspektif ilmu, kemungkinan perkembangannya, keterjalinan antar (cabang) ilmu yang satu dengan yang lain, simplifikasi dan artifisialitasnya.
Memasukkan mata kuliah Filsafat Ilmu ke dalam kurikulum adalah tepat, dalam kerangka peningkatan mutu akademik. Sebab filsafat ilmu adalah implisit dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan tinggi, dan implisit dalam paradigma “manusia Indonesia sutuhnya” yang di dalam penalarannya pertama-tama dan terutama harus mampu dan sanggup melakukan terobosan ke kawasan yang paling mendasar, ke kawasan untuk memahami hakikat ilmu sampai batas ultimate.

Dengan memahami seluk-beluk ilmu secara ilmiah-filsafati, tanpa harus menjadi seorang filsuf, akan menjadikan masing-masing orang sebagai ilmuwan atau sarjana yang arif, terhindar dari kecongkakan intelektual yang memuakkan, dan terhindar dari arus yang memandang kebenaran ilmiah sebagai barang jadi, selesai dan mandeg dalam kebekuan normatif untuk diulang-ulang sebagai barang hafalan.

Pertanyaan Untuk Bahan Diskusi

  1. mengapa ilmu memerlukan telaahan kritis dan radikal dari filsafat?
  2. Jelaskan hubungan filsafat dengan ilmu ?
  3. jelaskan makna filsafat ilmu?
  4. apa yang dimaksud dengan pernyataan bahwa filsafat ilmu merupakan refleksi sekunder?
  5. jelaskan dampak dari perkembangan ilmu yang tidak memperhatikan dimensi etika?
  6. Jelaskan bagaimana pandangan Thomas Kuhn mengenai revolusi ilmiah?
  7. Jelaskan ciri utama dan paradigma dari ilmu modern?
  8. jelaskan lingkup dan bidang kajian filsafat ilmu?
  9. jelaskan persesuaian dan perbeaan antara filsafat dengan ilmu?
  10. Jelaskan hubungan antara Filsafat, Ilmu dan Filsafat ilmu?
  11. Jelaskan posisi filsafat ilmu dalam epistemologi?
  12. 1jelaskan apa yang dimaksud dengan keterbatasan ilmu, dan apa saja pokok-pokok keterbatasannya
  13. Jelaskan dengan bahasa sendiri manfaat mempelajari filsafat ilmu, dan bagaimana aplikasinya bagi kehidupan saudara?

Monday 7 November 2016

Pengertian Partisipatif

2.3 Pengertian Partisipatif
Menurut Perencanaan Partisipatif Masyarakat Untuk Pelayanan Sarana (Depkes, 2004), ada dua alternatif utama dalam penggunaan partisipasi berkisar pada partisipasi sebagai tujuan pada dirinya sendiri atau sebagai alat untuk mengembangkan diri. Logikanya, kedua interpretasi itu merupakan satu kesatuan. Keduanya mewakili partisipasi yang bersifat instrumental dan transformasional. Partisipasi instrumental terjadi ketika partisipasi dilihat sebagai suatu cara untuk mencapai sasaran tertentu. Partisipasi transformasional terjadi ketika partisipasi itu pada dirinya sendiri, dipandang sebagai tujuan yang lebih tinggi, misalnya dalam operasional dan pemeliharaan sarana air bersih adalah keswadayaan dan dapat berkelanjutan.

Sebagai suatu tujuan, partisipasi menghasilkan pemberdayaan yaitu setiap orang berhak menyatakan pendapat dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupannya. Partisipasi ditafsirkan sebagai alat untuk mencapai efisiensi dalam manajemen untuk melaksanakan kebijakan.

2.3.2 Paradigma Pembangunan Partisipatif
Dalam rangka pencapaian hasil-hasil pembangunan yang dapat berkelanjutan, banyak kalangan sepakat bahwa suatu pendekatan partisipatif perlu diambil. J Pretty dan Gujit (Mikkelsen, Britha, Methods for Development Work and Research : A Guide for Practitioners, 1995) menjelaskan implikasi praktis dari pendekatan ini yaitu pendekatan pembangunan partisipatoris harus mulai dengan orang-orang yang paling mengetahui tentang sistem kehidupan mereka sendiri. Pendekatan ini harus menilai dan mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan mereka dan memberikan sarana yang perlu bagi mereka supaya dapat mengembangkan diri. Ini memerlukan perombakan dalam seluruh praktik dan pemikiran, disamping bantuan pembangunan. Ringkasnya diperlukan suatu paradigma baru. Munculnya paradigma pembangunan partisipatif mengindikasikan adanya dua prespektif :

  • Munculnya pelibatan masyarakat setempat dalam pemilihan, perancangan, perencanaan dan pelaksanaan serta operasional dan pemeliharaan program yang akan mewarnai hidup mereka, sehingga dapat dijamin bahwa persepsi setempat, pola sikap dan pola pikir serta nilai-nilai dan pengetahuannya ikut dipertimbangkan secara penuh.
  • Membuat umpan balik (feedback) yang pada hakekatnya merupakan bagian tak terlepaskan dari kegiatan pembangunan.
2.4Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Sarana
Pengertian metode partisipatif yaitu mendorong keikutsertaan setiap individu didalam suatu proses kelompok tanpa memandang usia, jenis kelamin, kelas sosial dan latar belakang pendidikan yang tumbuh dari rasa kesadaran dan tanggung jawabnya (Perencanaan Partisipatif Masyarakat Untuk Pelayanan Sarana Air Bersih Dan Sanitasi, Ditjen PPM & PL Depkes 2004). Metode ini terbukti sangat berguna untuk mendorong keikutsertaan perempuan (yang menurut adat setempat biasanya dianggap kurang baik kalau perempuan terlalu banyak bicara atau karena tidak bisa baca tulis). Metode partisipatif dirancang untuk membangun rasa percaya diri dan rasa tanggung jawab atas keputusan yang diambilnya. Metode partisipatif mencoba membuat proses pengambilan atas keputusan yang diambilnya. Metode partisipatif mencoba membuat proses pengambilan keputusan sebagai pekerjaan yang mudah dan menyenangkan hati. Para pesertanya belajar antar sesamanya dan mengembangkan rasa saling menghargai atas pengetahuan dan keterampilan sejawatnya.

Metode partisipatif telah terbukti membuahkan keberhasilan. Azas-azas yang mendasarinya adalah azas pendidikan orang dewasa yang telah mengalami pengujian lapangan di banyak tempat. Pengalaman lapangan menunjukkan bahwa metode partisipatif dapat menuntun pekerja sosial ke pengalaman yang jauh lebih mengesankan. Jika telah sekali mencoba metode ini dan hasilnya menggembirakan, para pekerja sosial biasanya tidak lagi akan kembali ke metode yang lama.

2.4.1 Jenis-jenis Partisipasi Masyarakat
Berbagai bentuk keterlibatan masyarakat dapat berupa :

  1. Sumbangan pikiran/ gagasan/ ide yang disampaikan sewaktu rapat-rapat atau pertemuan desa, pertemuan kelompok pemakai sarana didalam membahas tentang operasional dan pemeliharaan termasuk pengembangan air bersih.
  2. Sumbangan keterampilan dan tenaga, dapat diwujudkan didalam kegiatan gotong royong untuk pemeliharaan sarana, perbaikan sarana maupun perlindungan dari pencemaran, contoh membuat saluran pembuang air limbah. Juga pelaksanaan kegiatan peningkatan kualitas hidup hygienis di masyarakat dan sekolah.
  3. Sumbangan material, wujudnya adalah ikut serta mengusahakan bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pemeliharaan, perbaikan maupun pengembangan sarana air bersih. Contoh : pasir, batu kali, kerikil, sikat lantai, sapu lidi dan sebagainya.
  4. Sumbangan dana/ uang, ini mutlak harus ada, karena kegiatan air bersih sudah sepenuhnya menjadi tanggung jawab masyarakat termasuk pembiayaannya untuk operasional dan pemeliharaan (100 %). Dalam hal ini, jika kesulitan mengumpulkan iuran dalam bentuk uang maka dapat digantikan dengan barang-barang (natura) hasil setempat. Contoh : kelapa, jagung, beras, daun tembakau dan sebagainya. Dikumpulkan oleh pengurus KPS atau petugas yang ditunjuk, setelah terkumpul kemudian dijual, uang dapat dimanfaatkan untuk biaya operasional dan pemeliharaan. 
2.4.2 Strategi Dalam Menghimpun Partisipasi Masyarakat
Guna menghimpun peran serta (partisipasi) masyarakat diperlukan adanya langkah-langkah pendekatan dan manajemen pengelolaan terhadap apa yang sudah disumbangkan secara baik. Sekaligus untuk menumbuhkan rasa memiliki nantinya. Langkah-langkah pendekatan yang perlu ditempuh :

  1. Memberikan informasi dan penjelasan tentang untuk apa sarana tersebut dipelihara dan dikembangkan, sehingga akan dapat diketahui adanya tujuan dan manfaat yang dirasakan oleh masyarakat. Hal ini bisa dilakukan melalui pertemuan-pertemuan informal (arisan, pengajian, kenduri dan sebagainya) dan rapat formal (musyawarah desa dan sebagainya).
  2. Memberikan penjelasan tentang siapa saja yang harus bertanggung jawab atas kesinambungan pembangunan sarana tersebut. Tanggung jawab dari masyarakat harus diberi penekanan yang jelas.
  3. Menerangkan tentang dari mana biaya untuk mengoperasionalkan, memperbaiki dan merawat sarana tersebut dan juga biaya untuk kegiatan peningkatan kualitas hidup hygienis dan sebagainya.
  4. Melibatkan masyarakat secara aktif dalam setiap pengambilan keputusan yang menyangkut jenis kegiatan, sehingga partisipasi dalam semua jenisnya dapat terwujud untuk operasional, pemeliharaan dan pengembangan sarana. 
2.4.3 Langkah-langkah Mengorganisasikan Gotong Royong Pemeliharaan Sarana
Langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam mengorganisasikan gotong royong didalam pemeliharaan sarana air bersih, urutannya meliputi :

  1. Menginventarisir dan menyepakati jenis kegiatan yang dapat dilaksanakan secara gotong royong.
  2. Memberikan penjelasan secara rinci kepada masyarakat, baik melalui kunjungan rumah ke rumah maupun dalam pertemuan-pertemuan (tingkat RT, RW, Dusun dan Desa), tentang arti pentingnya air bersih bagi kesehatan masyarakat serta memberikan pemahaman bahwa pembangunan tidak sinambung apabila tanpa didukung kesediaan masyarakat untuk bergotong royong secara sukarela.
  3. Mengadakan pendekatan kepada tokoh masyarakat dan tokoh agama untuk memobilisasikan masyarakat dalam pelaksanaan gotong royong, baik waktu kunjungan rumah ke rumah maupun dalam pertemuan-pertemuan yang dihadiri para warganya
  4. Mengorganisasikan kegiatan gotong royong secara baik dengan membuat jadwal kerja yang sebelumnya terlebih dahulu disepakati masyarakat maupun pekerjaan yang sifatnya sukarela, tetapi harus diatur secara rapi pembagian tugasnya agar tidak saling berbenturan/ berebut antara satu dengan yang lainnya dan pemerataan pekerjaan sehingga akan jelas siapa melakukan apa dan kapan.
  5. Ikut ambil bagian didalam pelaksanaan gotong royong baik tokoh masyarakat, tokoh agama maupun aparat desa diharapkan dapat memberi contoh/ menggerakkan kegiatan ini sehingga bisa tumbuh motivasi pada masyarakat untuk melakukan gotong royong. 

2.5 Pembentukan Kelompok Pemanfaat dan Pemelihara (KPP)
2.5.1 Prinsip Pembentukan KPP
Menurut panduan teknis Kelompok Pemanfaat dan Pemelihara (Ditjen Cipta Karya Kementrian PU, 2010), sebagaimana prinsip pengorganisasian masyarakat, KPP tetap mengacu pada prinsip :

  1. Partisipatif : pembentukan lembaga harus melibatkan seluruh warga masyarakat (perempuan, laki-laki, miskin, kaya) yang didasari filosofi : dari-oleh-untuk masyarakat.
  2. Demokrasi : pengambilan keputusan pembentukan lembaga mempertimbangkan suara seluruh warga masyarakat (perempuan, laki-laki, miskin, kaya).
  3. Sensitive gender : pembentukan lembaga mempertimbangkan kepentingan dan kebutuhan masyarakat (perempuan, laki-laki).
  4. Sensitive kemiskinan : kelembagaan yang dibentuk harus memperhatikan kepentingan dan kemampuan masyarakat golongan bawah (miskin).
2.5.2 Langkah-langkah Pembentukan KPP
Pembentukan Kelompok Pemanfaat dan Pemelihara (KPP) dilakukan pada waktu proses perencanaan atau setelah penandatanganan kontrak pekerjaan dan paling lambat sebelum serah terima pekerjaan dari Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD) kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Untuk mengefektifkan kinerja KPP, maka dalam pembentukannya perlu dilakukan pendekatan sebagai berikut :

  1. Memanfaatkan kelompok yang sudah ada, baik yang telah dibentuk program lain maupun oleh program PNPM-PISEW tahun sebelumnya
  2. KPP dibentuk di tingkat Desa dengan mengelola seluruh prasarana yang dibangun di desa tersebut dan memiliki unit pengelola untuk masing-masing prasarana. Satu KPP tidak bisa melintasi 2 desa, mengingat pengesahan pembentukannya oleh kepala desa.
  3. KPP dibentuk berdasarkan jenis prasarana yang memiliki satu kesatuan fungsi struktur bangunan yang sama (prasarana umum), contoh Jalan dan Drainase dalam 1 wilayah (desa) menjadi 1 KPP atau Jalan, Jembatan dan Gorong-gorong dalam 1 wilayah (desa) menjadi 1 KPP.
  4. KPP dibentuk berdasarkan jenis prasarana yang hanya memiliki satu fungsi struktur bangunan (prasarana kelompok), contoh Air Bersih, MCK, Saluran Irigasi, Posyandu dll sehingga dalam 1 wilayah (desa) bisa lebih dari 1 KPP
  5. Khusus untuk prasarana yang berada atau melekat di instansi terkait maka pemeliharaan diserahkan pada instansi bersangkutan (contoh : Meubeller, Rehab Sekolah, Posyandu, Polindes, dan lain-lain).
Dalam hal prasarana yang dibangun lintas desa, maka KPP tetap dibentuk di masing-masing desa. Untuk kepentingan pemeliharaan dan pembiayaannya, maka harus dibentuk wadah kerja sama antar KPP tersebut. Pada dasarnya yang membentuk KPP adalah warga pemanfaat. Dalam pelaksanaannya, pembentukan KPP difasilitasi oleh Kepala Desa, dibantu oleh Fasilitator Desa (FD), Fasilitator Kecamatan (FK) dan Pokja Kecamatan melalui Musyawarah Desa. Untuk keberlanjutan KPP, aparat kecamatan perlu mendukung terwujudnya suasana pembinaan yang kondusif guna mengembangkan keberadaan KPP di wilayah tersebut.
Beberapa langkah yang harus dilakukan dalam proses fasilitasi pembentukan KPP sebagai berikut :
1. Melakukan Identifikasi terhadap hal-hal berikut :

  • Prasarana yang telah ada
  • KPP yang telah terbentuk, baik oleh PNPM-PISEW maupun dalam program lain
  • Pemanfaat (jumlah, tempat tinggal, nama, jenis kelamin)
2. Warga yang akan memanfaatkan dikumpulkan, pertemuan ini diisi dengan agenda :

  • Penjelasan tentang perlunya dibentuk pengelola prasarana.
  • Penjelasan untung ruginya bila dibentuk dan bila tidak dibentuk.
  • Mengambil kesepakatan tentang persetujuan pembentukan KPP
3. Setelah warga sepakat melakukan pembentukan, maka dilakukan musyawarah pembentukan KPP dengan agenda :

  • Pemilihan pengurus
  • Pembahasan aturan KPP, meliputi bidang organisasi, administrasi, pembiayaan, kegiatan serta usaha, dan mekanisme pemeliharaan, yang selanjutnya akan dijadikan AD/ART KPP
  • Penyusunan Rencana Kerja, baik rencana terkait pengelolaan kelembagaan kelompok maupun pemeliharaan infrastrukur.
4. Pengesahan berita acara pembentukan oleh kepala desa
5. Lakukan peresmian KPP, bisa mengundang Camat, Tim Teknis Lapangan (FK, TtL), Kepala Desa, Aparat atau Tokoh Masyarakat, agar keberadaannya dapat diakui dan diperhatikan.

Identifikasi yang dilakukan sebelum pembentukan KPP meliputi : prasarana, Kelompok pemanfaat yang sudah ada dan jumlah warga pemanfaat. Identifikasi ini dilakukan oleh Kepala Desa dibantu oleh FD. Sumber data yang digunakan adalah data-data yang ada di Kantor Kepala desa, kemudian FD melakukan pengecekan kembali sesuai dengan kondisi terakhir di lapangan. Untuk memudahkan identifikasi, maka prasarana yang diidentifikasi difokuskan pada prasarana dasar saja yang sesuai dengan 6 kategori PNPM PISEW.

2.6 Peran Serta Masyarakat Dalam Mendukung Pengelolaan Sarana
Peran serta masyarakat yaitu pelibatan masyarakat dalam proses perencanaan, konstruksi dan pengoperasian program. Ini termasuk melibatkan masyarakat dalam menentukan tujuan program, pengumpulan sumber daya, mendapatkan keuntungan program, menilai apakah program mencapai tujuannya dan mengelola kelanjutan program dengan swadaya masyarakat.

Peran serta masyarakat tidak terjadi dengan sendirinya, karena masyarakat belum pernah merencanakan suatu program. Kadang-kadang tidak ada kesadaran dari masyarakat itu sendiri. Salah satu contoh, air bersih yang mereka minum sehari-hari kebanyakan tidak memenuhi syarat. Demikian juga dengan fasilitas-fasilitas kesehatan lainnya yang digunakan sehari-hari. Oleh karena itu masyarakat perlu diberi motivasi dan dorongan untuk dapat berperan aktif pada setiap proyek yang disediakan untuk mereka. Mereka akan turut bertanggung jawab karena merasa memiliki. Bila hasil suatu proyek penyediaan air bersih dan sanitasi kurang baik, tidak tepat sasaran atau tidak dapat berlanjut, perlu diketahui sebab-sebabnya.

Ada beberapa sebab yang perlu diperhatikan menurut Panduan Untuk Melaksanakan Pendekatan Jender (Depkes, 2004) di antaranya :

  1. Perbedaan pandangan antara masyarakat dan pembuat rencana terhadap fasilitas yang akan dibangun.
  2. Titik berat pada bantuan dan bukan pemakaian fasilitas yang berkesinambungan
  3. Bantuan penunjang yang efektif pada masyarakat sering kurang, terutama sesudah proyek selesai.
Agar dapat berpartisipasi aktif perlu diketahui hal-hal apa yang dapat menjadi pemicunya. Biasanya kebutuhan dan keadaan yang mendesak akan mendorong masyarakat berperan serta dalam berbagai proyek bantuan. Misalkan kebutuhan akan air bersih. Air bersih merupakan kebutuhan pokok manusia yang sangat penting dan diperlukan setiap hari. Pengertian sanitasi (J. Sugito, 2005) yaitu pengawasan secara fisik terhadap semua faktor lingkungan hidup manusia yang dapat menimbulkan efek merusak bagi perkembangan fisik kesehatan dan lingkungan manusia, sedangkan sumber air bersih disebut juga sebagai sumber air baku yaitu merupakan air baku yang dapat berasal dari sumber air permukaan, air cekungan dari dalam tanah (air tanah) dan air hujan yang memenuhi baku mutu sumber air baku sebagai sumber air bersih/ minum. Secara kualitas fisik air bersih harus tidak berasa, tidak berbau dan harus jernih, adapun secara kimia apakah telah memenuhi baku mutu air bersih menurut ketentuan Permenkes No. 416/ Menkes/Sk/XI/1990.

Masyarakat sangat mengharapkan kemudahan mengakses sumber air bersih dan mudah timbul kesadaran untuk membantu setiap usaha dalam membangun fasilitas-fasilitas air bersih. Demikian juga terhadap fasilitas-fasilitas sanitasi. Misalkan dengan terjadinya wabah penyakit menular karena kebiasaan yang buruk dari masyarakat, kebutuhan akan fasilitas-fasilitas kesehatan menjadi sangat mendesak. Kondisi-kondisi seperti itu perlu diperhatikan bagi perencana proyek-proyek bantuan untuk masyarakat. Dalam hal ini, Pemerintah telah menyediakan perbaikan kesehatan lingkungan, seperti air untuk minum, mandi, mencuci, kakus maupun perbaikan rumah telah dilaksanakan. Tetapi bagaimanakah pemakaiannya ? Apakah memuaskan penduduk ? Dapatkah mereka mengelola selanjutnya ? Maka penting kiranya memastikan kelangsungan tujuan proyek. Apakah berhenti setelah fasilitas fisik dibangun atau dapat dimanfaatkan secara berkesinambungan dan dapat dijadikan contoh bagi daerah lainnya. Setelah proyek selesai dan keperluan untuk laporan serta publikasi selesai biasanya fasilitas fisik diserahkan langsung kepada masyarakat untuk dikelola. Pemanfaatan dan pengelolaan fasilitas-fasilitas tersebut sering timbul masalah mulai dari lembaga yang akan menangani, biaya operasional, cara pengoperasian alat, sampai kebutuhan akan suku cadang alat.

Dari awal masyarakat harus dilibatkan dalam pembentukan lembaga atau oganisasi yang akan mengelola fasilitas-fasilitas tersebut. Apakah diserahkan kepada perangkat kelurahan, karang taruna, RT setempat, atau dibentuk lembaga baru khusus untuk mengelola. Ini untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab bersama. Setelah lembaga pengelola terbentuk, masyarakat juga harus dilibatkan untuk menanggung biaya operasional. Kesadaran dan rasa tanggung jawab yang telah tumbuh akan mempermudah menarik iuran dari masyarakat. Sebelum fasilitas fisik selesai dibangun masyarakat perlu diberi pengetahuan cara-cara untuk mengoperasikan alat-alat yang digunakan seperti pompa tangan, pompa listrik, tangki septik, jamban, dan lain-lain.

2.7 Pengelolaan Yang Berkesinambungan
Pada masa pemerintahan orde baru banyak dibangun fasilitas-fasilitas untuk masyarakat menengah ke bawah di seluruh pelosok tanah air. Mulai dari penyediaan air bersih, sanitasi, sumur gali, pompa tangan, jalan desa, persampahan dan lain-lain. Tetapi sampai saat ini hampir semua fasilitas tersebut tidak dapat dimanfaatkan. Bahkan fasilitas-fasilitas yang dibangun, khususnya untuk penyediaan air bersih dan sanitasi dikenal dengan sebutan "monumen" karena tak lagi berfungsi. Banyak dana yang telah dikeluarkan. Sebagian besar dana berasal dari pinjaman luar negeri. Kegagalan proyek atau program tersebut disebabkan oleh kegunaan yang tidak tepat (teknologi tidak sesuai), tidak ada partisipasi masyarakat dan akibat ketiadaan rasa memiliki masyarakat.

Sarana air bersih yang berkesinambungan adalah air bersih yang dapat memuaskan sebagian besar pengguna termasuk mereka yang berpenghasilan rendah. Pelayanan dianggap memuaskan apabila dapat dirasakan manfaatnya dan penggunaan yang efektif dan hal ini terjadi karena sebagian besar masyarakat memiliki akses (paling tidak 80 %). Pelayanan yang sinambung dan penggunaan yang efektif ada kaitannya satu sama lain dengan program yang tanggap terhadap kebutuhan masyarakat. Hal ini dapat terjadi kalau dari awal para pengguna dilibatkan dalam perencanaan untuk memberikan suara dan mempunyai hak pilih. Selain itu terdapat kesetaraan dalam pengelolaan sarana dan berbagi beban kerja serta manfaat. Kesemuanya mensyaratkan partisipasi masyarakat dalam berkontribusi, pengawasan pada pelaksanaan proyek dan berbagi tanggung jawab secara transparan.

2.7.1 Aspek-aspek Kesinambungan Pengelolaan
Pelayanan sarana yang berkesinambungan secara efektif adalah sarana yang dapat berfungsi terus menerus, sehingga pengguna mendapatkan kepuasan yang tinggi dan bersedia untuk menggunakan dan memelihara sarana tersebut. Pelayanan sarana air bersih dan sanitasi yang digunakan secara efektif adalah sarana yang oleh sebagian besar masyarakat digunakan dengan tujuan untuk meningkatkan kesehatan dan melestarikan lingkungan. Berdasarkan Panduan Teknis Pengelolaan Air Bersih Pasca Konstruksi (Ditjen PPM & PL Depkes, 2005), ada 5 (lima) aspek dalam kesinambungan proyek meliputi :
1. Kesinambungan teknis terjadi kalau kemampuan perbaikan sarana dilakukan oleh masyarakat dan mempertimbangkan jenis teknologi yang dimanfaatkan sesuai dengan kondisi masyarakat.

  • Apakah dalam perencanaan oleh masyarakat telah mempertimbangkan jenis teknologi yang ada (disesuaikan) dengan kondisi di masyarakat.
  • Hal ini mencakup tentang keberfungsiannya secara benar dan dapat diandalkan terhadap teknologi serta pelayanan sistem air bersih dan dapat memberikan pelayanan dengan jumlah air yang memadai secara kontinyu dengan kualitas air yang memenuhi standar kesehatan.
  • Equity/ kesetaraan mencakup pelayanan diberikan kepada seluruh kelompok masyarakat dengan prioritas orang miskin.
2. Kesinambungan financial/ keuangan didapatkan jika masyarakat terlibat dalam perencanaan. Selain itu, dalam menetapkan biaya operasi dan pemeliharaan serta iuran telah melibatkan semua kelompok masyarakat (kaya/ miskin, laki/ perempuan). Iuran ditarik berdasarkan tingkat pelayanan yang didapatkan pengguna atau jumlah konsumsi air bersih setiap KK.

  • Apakah dalam perencanaan oleh masyarakat telah mempertimbangkan biaya Operasi dan pemeliharaan dan iuran telah melibatkan semua kelompok strata sosial (kaya/ miskin, laki-laki/ perempuan).
  • Suatu Sistem hanya dapat berfungsi bila sumber pendanaan/financial paling tidak dapat memenuhi kebutuhan untuk operasional, pemeliharaan dan perbaikan.
  • Equity/ kesetaraan berhubungan dengan siapa yang akan menjadi sumber pendanaan, secara adil asal sumber pendanaan ini akan ditanggung secara bersama diantara para pemanfaat yang mempunyai tingkat kesejahteraan yang berbeda.
3. Kesinambungan lingkungan akan terjadi bila perencanaan oleh masyarakat telah memperhatikan aspek lingkungan dalam kaitannya dengan sumber air yang dimanfaatkan dan pembuangan air limbah.

  • Apakah dalam perencanaan oleh masyarakat telah memperhatikan aspek lingkungan terutama sumber air yang ada.
  • Sumber air akan menghadapi banyak ancaman, seperti terlalu besarnya penyadapan, kontaminasi, penggundulan hutan dan fasilitas/ sarana air bersih dan sanitasi sendiri juga akan menjadikan ancaman terhadap lingkungan seperti tidak tersedianya drainase yang memadai sehingga minimbulkan genangan yang memungkinkan tempat berkembang biaknya serangga pembawa penyakit seperti malaria dsb. Hal-hal tersebut diatas yang harus diperhatikan untuk dilaksanakan atau dihindari.
  • Aspek equity/ kesetaraan mencakup pembagian tanggung jawab secara adil diantara pemanfaat untuk melindungi sumber air dan lingkungan
4. Kesinambungan institusi/ kelembagaan merupakan proses pembentukan badan pengelola yang telah memperhatikan kesetaraan gender dan pelibatan kelompok miskin, serta mewujudkan nilai-nilai demokrasi dan transparansi.

  • Apakah dalam proses pembentukan badan pengelola telah memperhatikan kesetaraan gender dan pelibatan kelompok miskin, serta mewujudkan nilai-nilai demokratis dengan mengembangan kemampuan melalui kelompok miskin dan kesetaraan jender.
  • Kelembagaan yang ada harus mempunyai karakteristik lokal, aturan dan akuntabilitas.
  • Equity/ kesetaraan mempertimbangkan suara semua golongan, terutama masyarakat miskin dan wanita didalam organisasi yang akan mengelola dan mengkontrol sistem. Selain itu dalam kaitannya dengan pengembangan kemampuan melalui pelatihan juga harus melibatkan kelompok miskin dan kesetaraan gender, baik dalam menentukan jenis pelatihan maupun peserta pelatihan.
5. Kesinambungan sosial akan terjadi kalau seluruh kelompok masyarakat diberikan kesempatan menetapkan pilihan teknologi, jenis sarana, tingkat pelayanan, jenis pelatihan termasuk kelompok masyarakat yang disertakan dengan memperhatikan nilai-nilai Demand Responsive Approach (DRA). Seluruh kelompok masyarakat telah menyumbangkan suaranya dalam pengambilan keputusan (suara dimaksudkan sebagai kondisi ketika seseorang dapat mengeluarkan pendapatnya dan didengar) mengenai bentuk dan besarnya kontribusi dan iuran, penetapan mekanisme pengelolaan sarana, serta pemilihan anggota badan pengelola sarana.

  • Apakah dalam perencanaan seluruh kelompok masyarakat (kaya/ miskin, laki-laki/ perempuan) diberi pilihan seperti opsi teknologi, jenis sarana, tingkat pelayanan, jenis pelatihan, telah memperhatikan demand responsive approach (DRA) dari masyarakat.
  • Pemanfaat akan mendukung kesinambungan sistem bila harapan mereka dapat terpenuhi, ini berarti bahwa pelayanan yang ada harus mudah mereka akses, pemanfaat diberikan pilihan untuk teknologi pelayanan sesuai dengan kemampuan pembiayaan, budaya dan tata cara keseharian.
  • Aspek equity/ kesetaraan melihat bagaimana keuntungan dari pemanfaatan sistem dapat dibagi secara adil sesuai dengan perbedaan kondisi sosio-ekonomi, gender dan kemisikinan.
Dengan menggunakan kelima aspek ini agar dapat meningkatkan proses perencanaan yang tanggap pada kebutuhan. Masyarakat dapat mencocokkan kebutuhannya dengan pilihan teknis, kemampuan dan kemauan untuk membayar di antara kelompok yang berbeda serta menilai tingkat kebutuhannya sendiri.

2.7.2 Penilaian Kesinambungan Pengelolaan 
Kelompok Pemanfaat dan Pemelihara (KPP) sebagai wadah masyarakat mengorganisir dirinya. Pada prosesnya akan terjadi perkembangan kelembagaan. Perkembangan diidentifikasi melalui faktor Teknis, Financial/ Keuangan, Lingkungan, Institusi/ Kelembagaan dan Sosial.

Penilaian kesinambungan pengelolaan air bersih indikator-indikator dalam kuestioner penelitian mengacu pada Petunjuk Teknis Pelaksanaan Monitoring Kesinambungan dan Efektifitas Penggunaan Sarana (Outcome and Process Monitoring, Depkes 2004). Adapun penilaian kesinambungan pengelolaannya menggunakan skor-skor yang terdapat dalam lembar skor dan catatan monitoring partisipatif masyarakat untuk pelayanan sarana. Dari keseluruhan indikator dilakukan skoring, sehingga nilai rata-rata mencerminkan kesinambungan pengelolaan.
Faktor 
Indikator Penilaian 
Kesinambungan Teknis 

  1. Tingkat perbaikan yang dilakukan oleh KPP. 
  2. Jangka waktu perbaikan saat terjadi kerusakan. 
Kesinambungan Finansial 

  1. Tanggung jawab masyarakat terhadap iuran. 
  2. Kecukupan biaya yang diterima dari iuran para pengguna. 
  3. Perencanaan keuangan yang telah dilakukan untuk pelayanan. 
  4. Tingkat keterbukaan dalam pembukuan keuangan. 
  5. Kesetaraan biaya dalam sistem iuran. 
  6. Pengalaman ketetapan dalam sistem pembayaran. 
Kesinambungan Lingkungan 

  1. Jenis kontaminasi pada sumber air. 
  2. Kualitas sumber air. 
  3. Pengamatan kondisi drainase. 
Kesinambungan Institusi/ Kelembagaan 

  1. Pelaporan tentang keuangan dan pelaksanaan lainnya. 
  2. Jenis pertemuan pengurus. 
  3. Aturan-aturan tentang pengelolaan sarana. 
Kesinambungan Sosial 

  1. Kesetaraan dalam pengelolaan. 
  2. Keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan untuk pengelolaan. 
Sedangkan kesinambungan pengelolaan air bersih dapat diklasifikasikan 3 kategori yaitu :

  1. Tumbuh, apabila nilai rata-rata skor indikator å 50 - 74.
  2. Kembang, apabila nilai rata-rata skor indikator å 75 - 89.
  3. Mandiri, apabila nilai rata-rata skor indicator å 90 - 100.
2.7.3 Faktor Yang Mempengaruhi Kesinambungan Pengelolaan
Faktor yang mempengaruhi kesinambungan oleh masyarakat tergantung :

  1. Tingkat dimana semua masyarakat (kaya/ miskin, laki-laki/ perempuan) mempunyai akses dan sesuai dengan kebutuhan terhadap sarana.
  2. Cara dimana beban kerja dan manfaat dari perencanaan, pembangunan sarana dibagi kesemua masyarakat (kaya/ miskin, laki-laki/ perempuan).
  3. Tingkat partisipasi penggunaan yang memperhatikan aspek jender dan kemiskinan dalam pembangunan dan pengelolaan sarana.
  4. Bentuk dukungan kelembagaan yang memberikan kemudahan dalam berpartisipasi bagi masyarakat (kaya/ miskin, laki-laki/ perempuan) dalam pembangunan dan penggunaan sarana.
  5. Dukungan kebijakan atau bentuk sektor kebijakan dalam program memberikan kemudahan bagi partisipasi masyarakat (kaya/ miskin, laki-laki/ perempuan) dalam pembangunan sarana
2.8 Kebijakan Nasional Pembangunan Air Bersih dan Sanitasi Berbasis Masyarakat
Buruknya pelayanan air bersih dan penyehatan lingkungan merupakan kendala serius dalam mengurangi tingkat kemiskinan dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Akibatnya masyarakat harus menanggung beban berupa menurunya kualitas lingkungan, mahalnya biaya untuk mendapatkan air bersih dan memburuknya tingkat kesehatan. Dalam hal ini Pemerintah telah mengambil langkah penting dengan menetapkan Kebijakan Nasional Pembangunan Air Bersih Dan Sanitasi Berbasis Masyarakat. Pada hakikatnya pembangunan sarana air bersih dan sanitasi adalah untuk masyarakat, tanpa upaya melibatkan mereka dalam tingkat yang cukup signifikan, maka akseptabilitas dan keberlanjutan hasil pembangunan akan sangat sulit dicapai. Sebelas butir Kebijakan Nasional Pembangunan Air Bersih Dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Bappenas, Depdagri, Depkeu, Depkimpraswil dan Depkes, 2004) antara lain :
1. Air merupakan benda sosial dan benda ekonomi
Hingga saat ini sebagian anggota masyarakat masih berpandangan bahwa air sebagai sumber kehidupan semata-mata merupakan benda sosial (public goods) yang dapat diperoleh secara cuma-cuma serta tidak mempunyai nilai ekonomi. Dampaknya adalah masyarakat tidak mempunyai keinginan untuk melestarikan lingkungan dan sumber daya air (kualitas dan kuatitas) dan mengeksploitasi air sebagai benda bebas dan berlebihan serta stagnasi (kemacetan) dalam pengembangan ilmu dan teknologi untuk penggunaan kembali (reuse) dan pendaurulangan (recycle) air. Untuk mengubah pandangan tersebut diperlukan upaya kampanye publik kepada seluruh lapisan masyarakat bahwa air merupakan benda langka yang mempunyai nilai ekonomi dan memerlukan pengorbanan untuk mendapatkannya, baik berupa uang maupun waktu. Sesuai dengan sifat sebagai benda ekonomi, maka prinsip utama dalam pelayanan air bersih dan sanitasi adalah pengguna harus membayar atas pelayanan yang diperolehnya.

2. Pendekatan tanggap kebutuhan
Pendekatan tanggap kebutuhan menempatkan masyarakat pada posisi teratas dalam pengambilan keputusan, baik dalam hal pemilihan sistem yang akan dibangun, pola pendanaan, maupun tata cara pengelolaannya. Untuk meningkatkan efektivitas pendekatan tanggap kebutuhan, pemerintah sebagai fasilitator harus memberikan pilihan yang diinformasikan (informed choice) yang menyangkut seluruh aspek pembangunan air bersih dan sanitasi, seperti aspek tenologi, pembiayaan, lingkungan, sosial dan budaya serta kelembagaan pengelolaan.

3. Pembangunan berwawasan lingkungan
Pembangunan air bersih, mulai dari pengambilan sumber air, pengaliran air baku, pengolahan air bersih, jaringan distribusi air bersih sampai dengan sambungan rumah dilaksanakan dengan mempertimbangkan kaidah dan norma kelestarian lingkungan. Demikian juga pembangunan prasarana dan sarana sanitasi juga dilaksanakan mengikuti kaidah dan norma kelestarian lingkungan. Dengan demikian diharapkan adanya sinergi antara upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat dengan upaya peningkatan kelestarian lingkungan.

4. Pendidikan perilaku hidup bersih dan sehat
Agar pelayanan air bersih dan sanitasi dapat memberikan manfaat secara berkelanjutan, maka pembangunan air bersih dan sanitasi harus mampu mengubah perilaku masyarakat dalam menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan sebagai dasar menuju kualitas hidup yang lebih baik. Upaya yang dilakukan adalah menjadikan komponen pendidikan perilaku hidup bersih dan sehat sebagai komponen utama selain komponen fisik dalam pembangunan air bersih dan sanitasi.

5. Keberpihakan pada masyarakat miskin
Pada prinsipnya seluruh masyarakat Indonesia berhak untuk mendapatkan pelayanan air bersih dan sanitasi yang layak dan terjangkau. Oleh sebab itu, dengan melihat keterbatasan yang dimiliki maka pembangunan air bersih dan sanitasi harus memperhatikan dan melibatkan secara aktif kelompok masyarakat miskin dan kelompok masyarakat tidak beruntung lainnya dalam proses pengambilan keputusan sehingga kebutuhan mereka dapat terpenuhi secara layak, adil dan terjangkau.

6. Peran perempuan dalam pengambilan keputusan
Peranan perempuan untuk memenuhi kebutuhan air bersih dan sanitasi untuk kepentingan sehari-hari sangat dominan, sehingga sudah sewajarnya perempuan diikutsertakan secara aktif dalam pembangunan air bersih dan sanitasi. Pelibatan perempuan mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pengelolaan prasarana dan sarana air bersih dan sanitasi terbukti meningkatkan keberlanjutan pelayanan prasarana dan sarana yang dibangun.

7. Akuntabilitas proses perencanaan
Dalam era desentralisasi dan keterbukaan maka pembangunan air bersih dan sanitasi harus menempatkan masyarakat sasaran tidak lagi sebagai objek pembangunan namun sebagai subjek pembangunan. Kebijakan ini bertujuan meningkatkan rasa memiliki masyarakat terhadap prasarana terbangun serta meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengenali lebih dini sistem pengelolaannya. Untuk itu, pembangunan air bersih dan sanitasi harus lebih terbuka, transparan serta memberikan peluang kepada semua pelaku untuk memberikan kontribusi sesuai dengan kemampuan sumber daya yang ada pada seluruh tahapan pembangunan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, operasi dan pemeliharaan dan pengembangan pelayanan.

8. Peran Pemerintah sebagai fasilitator
Fasilitasi tidak diartikan sebagai pemberian prasarana dan sarana fisik maupun subsidi langsung, namun pemerintah harus memberikan bimbingan teknis dan non teknis secara terus menerus kepada masyarakat yang sifatnya mendorong dan memberdayakan masyarakat agar mereka dapat merencanakan, membangun dan mengelola sendiri prasarana dan sarana bersih dan sanitasi serta melaksanakan secara mandiri kegiatan pendukung lainnya.

9. Peran aktif masyarakat
Seluruh masyarakat harus terlibat secara aktif dalam setiap tahapan pembangunan bersih dan sanitasi. Namun demikian, mengingat keterbatasan ruang dan waktu maka keterlibatan tersebut melalui mekanisme perwakilan yang demokratis serta mencerminkan dan merepresentasikan keinginan dan kebutuhan mayoritas masyarakat.

10. Pelayanan optimal dan tepat sasaran
Yang dimaksud dengan optimal adalah kualitas pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat, pemerataan akses untuk semua lapisan masyarakat dan kenyamanan dalam mendapatkan pelayanan. Sedangkan tepat sasaran diartikan sebagai cakupan pelayanan prasarana dan sarana air bersih dan sanitasi yang dibangun sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat.

11. Penerapan prinsip pemulihan biaya
Kapasitas dan kemampuan anggaran pemerintah (pusat dan daerah) yang ada tidak mencukupi untuk terus membangun dan mengelolaprasarana dan sarana air bersih dan sanitasi bagi masyarakat. Untuk menunjang keberlanjutan pelayanan maka pembangunan dan pengelolaan pelayanan air bersih dan sanitasi perlu memperhatikan prinsip pemulihan biaya. Sehubungan dengan hal tersebut, penerapan prinsip pemulihan biaya tersebut harus dikomunikasikan secara terbuka, agar semua pihak yang berkepentingan (stakeholder) terutama masyarakat pengguna, agar mereka mengetahui besarnya investasi dalam pembangunan prasarana dan sarana tersebut. Kebijakan tentang pembangunan air bersih dan sanitasi berbasis masyarakat yang ingin dicapai adalah bangsa yang maju dan mandiri, sejahtera lahir batin. Salah satu ciri bangsa Indonesia maju adalah mempunyai derajat kesehatan yang tinggi, karena derajat kesehatan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Hanya dengan sumber daya yang sehat akan lebih produktif dan meningkatkan daya saing yang sehat akan lebih produktif dan meningkatkan daya saing bangsa.

2.9 Pelestarian Lingkungan Sumber-sumber Air
2.9.1 Generasi Sekarang Perlu Menjaga Kelestarian Hutan Demi Generasi Mendatang
Tiada kehidupan tanpa hutan karena hutan penghasil oksigen terbesar. Maka untuk kehidupan generasi berikutnya, generasi sekarang perlu menjaga kelestarian hutan tersebut. Demikian pendapat Cecep Kusmana, Dekan Fakultas Kehutanan IPB dalam kesempatan seminar tingkat nasional bertema Realisasi, Rehabilitasi Lingkungan Hidup dan Kemanusian Untuk Masa Depan Indonesia beberapa waktu yang lalu.


Laju kerusakan hutan Indonesia mencapai 3.8 juta hektar per tahun, ini tergolong parah karena dampak lingkungan yang dirasakan seperti terjadinya banjir, tanah longsor, kebakaran hutan dan asap dan lain-lain. Untuk pemulihan kualitas lingkungan dan mengembalikan fungsi hutan tidak cukup hanya menanam pohon per pohon. Rehabilitasi hutan di daerah tropis pada dasarnya adalah membangun ekosistem dengan melibatkan dan memperhitungkan semua komponen terkait. Ketika merehabilitasi dan mereboisasi perlu diperhatikan hutan sebagai kawasan perlindungan aspek hidrologi yaitu :

  1. Kondisi curah hujan dan ketersediaan air musiman.
  2. Kepekaan sungai terhadap banjir.
  3. Kepekaan kawasan DAS terhadap erosi.
  4. Kepentingan sosial, ekonomi dan kelembagaan.
Dari aspek ekologi, unsur hara terbesar ada di hutan hujan tropis dan tersimpan dalam pohon di atas tanah dalam bentuk biomassa, bukan pada lapisan tanah. Maka hilangnya pohon sama dengan hilangnya gudang hara. Hasil penelitian Fakultas Kehutanan IPB dari tahun 1978 sampai tahun 2004 di berbagai wilayah dan kondisi menunjukkan bahwa erosi terkecil terdapat di hutan alam yang masih utuh (0.02 - 0.5 ton/ ha/ tahun).

2.9.2 Upaya Pelestarian Lingkungan Hidup
Menurut Djunardi Djohan Djoekardi (Deputi Bidang Pengembangan Peran Serta Masyarakat Kementrian Lingkungan Hidup), upaya pelestarian lingkungan tidak dapat dilakukan oleh pemerintah saja tetapi juga masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan. Kerusakan hutan akan diiringi kerusakan fungsi lingkungan yang berasal dari pencemaran udara, air dan tanah serta perubahan alih fungsi lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya.

Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) telah menyusun strategi pelestarian lingkungan hidup untuk beberapa tahun ke depan, seperti :

  1. Memberdayakan masyarakat, supaya masyarakat bukan saja sadar tapi juga berperan dalam proses pengambilan keputusan untuk kepentingan publik di bidang lingkungan hidup. Misalnya mengajak lembaga lain yang peduli lingkungan, berpartisipasi mengadakan pembagian bibit tanaman keras. Sehingga mendorong masyarakat agar turut melestarikan sumber daya air melalui penanaman pohon di lingkungan tempat tinggal masing-masing karena tanaman selain berfungsi sebagai produsen oksigen juga berperan penting dalam proses penyerapan air.
  2. Meningkatkan kekuatan kepentingan pelestarian lingkungan dengan cara memperkuat dan memperluas aliansi strategis dengan organisasi massa, partai politik dan lembaga swadaya masyarakat. Pendekatan ke aliansi ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pelestarian lingkungan dan memunculkan keberpihakan pada pelestarian lingkungan.
  3. Mengembangkan good governance dalam pelestarian lingkungan hidup khususnya di kalangan pemerintah kabupaten dan kota.
  4. Meningkatkan ketaatan melalui instrumen hukum serta instrumen alternatif seperti Proper, Superkasih. 
  5. Mengembangkan kelembagaan dan meningkatkan kapasitas, misalnya upaya melengkapi peraturan perundang-undangan, pengembangan sumber daya manusia, pengembangan sistem informasi dan sebagainya. 
DAPTAR PUSTAKA;



  • Pedoman Kesinambungan dan Efektifitas Penggunaan Sarana, Depkes 2004).
  • Pedoman Kesinambungan dan Efektifitas Penggunaan Sarana (Outcome and Process Monitoring, Depkes 2004).