Monday 30 January 2017

Pengertian Pembangunan ekonomi Industri dan Ketenagakerjaan

a. Peranan sektor Industri Dalam Pembangunan ekonomi
Konsep pembangunan seringkali dikaitkan dengan proses industrialisasi, oleh karena seringkali pengertiannya dianggap “sama”. Negara maju yang pertama kali adalah Inggris. Revolusi industri, seringkali inovasi yang menghemat biaya mesin uap, memungkinkan inggris untuk meningkatkan produksi industrialisasinya sebesar 400% selama paruh pertama abad ke 19. Sejak saat itu sampai dengan sekarang kriteria utama dari pembangunan adalah kenaikan pendapatan per kapita yang sebagian besar disebabkan oleh adanya industrialisasi.

Pembangunan industri merupakan suatu fungsi dari tujuan pokok kesejahteraan rakyat, untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia dan kemampuannya memanfaatkan secara optimal sumber daya alam dan sumber daya lainnya. Hal ini berarti pula sebagai suatu usaha untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja manusia disertai usaha untuk meluaskan ruang lingkup kegiatan manusia.

Kita telah sering medengar pendapat bahwa industri mempunyai peranan sebagai sektor pemimpin (leading sector). Leading sector ini maksudnya adalah dengan adanya pembangunan industri maka akan memacu dan mengangkat pembangunan sektor-sektor lainnya seperti sektor pertanian dan sektor jasa. Pertumbuhan industri yang pesat akan merangsang pertumbuhan sektor pertanian untuk menyediakan bahan-bahan baku bagi industri. Sektor jasa pun berkembang dengan adanya industrialisasi tersebut, misalnya berdiri lembaga-lembaga keuangan, lembaga-lembaga pemasarn, dan sebagainya, yang kesemuanya itu nantinya akan mendukung lajunya pertumbuhan industri (Lincolin Arsyd, 1999 : 354).

Ada beberapa hal yang menyebabkan pesatnya pertumbuhan industri yang lebih cepat daripada tingkat pertambahan produksi nasional (sadono Sukirno, 1985 : 79), yaitu :
Pertama, sifat manusia dalam kegiatan konsumsinya, yaitu apabila pendapatan naik, elastisitas permintaan yang diakibatkan oleh perubahan pendapatan adalah rendah untuk konsumsi bahan makanan, sedangkan permintaan terhadap bahan-bahan pakaian, perumahan dan barang-barang konsumsi hasil industri keadaannya adalah sebaliknya. Kondisi ini dikenal juga dengan hukum Engels (engles law) yang pada hakikatnya mengatakan bahwa makin tinggi pendapatan masyarakat, maka akan makin sedikit proporsi pendapatan yang digunakan untuk membeli bahan pertanian. Akan tetapi sebaliknya, proporsi pendapatan yang digunakan untuk membeli produksi barang-barang industri menjadi bertambah besar.

Kedua, perubahan teknologi yang terus-menerus berlangsung. Kemajuan teknologi akan mempertinggi produktivitas kegiatan-kegiatan ekonomi dan hal ini selanjutnya akan memperluas pasar serta kegiatan perdagangan.

Namun demikian, meskipun sektor industri dianggap sebagai leadng sector atau ada pula yang menganggapnya sebagai “obat mujarab” (panacea) untuk mengatasi masalah pembangunan ekonomi di negara-negara berkembang, tetap saja tidak bisa mengabaikan sektor-sektor lainnya di luar sektor industri. Tidak ada satupun faktor produksi, atau kebijaksanaan, atau sektor, atau penekanan yang bisa menyelesaikan secara sendiri-sendiri perubahan-prubahan dalam pembangunan. Masing-masing mebutuhkan yang lainnya, dan akan gagal jika pertumbuhan tidak seimbang serta terlalu jauh. Pertanian dan inustri saling menyediakan pasar bagi barang-barang produksinya masing-masing.

Jika suatu negara meginginkan untuk memproduksi sendiri barang-barang kebutuhan pokoknya, maka negara tersebut harus membangun suatu struktur industri yang terpadu dan sektor pertanian yang produktif (Lincolin arsyad, 1999 : 365). Dengan kata lain, kelancaran program industrialisasi sebetulnya tergantung pula pada perbaiakn-perbaiakn di sektor lain, dan seberapa jauh perbaikan-perbaiakn yang dilakukan mampu mengerahkan dan bertindak sebagai pendorong bagi kemunculan industri-industri baru. Dengan cara demikian kebijaksanaan yang ditempuh akan dapat menunjukan mekanisme saling mendukung antarsektor.

b. Klasifikasi Industri
Perusahaan industri manufaktur dikalisfikasikan berdasarkan beberapa tinjauan. Perusahaan industri pengolahan diklasifikasikan juga menurut produksi utama yang dihasilkan dalam satu tahun berdasarkan kepada Internasional Standard Industrial Classification of All Activities (ISIC), yang selanjutnya disesuaikan dengan keadaan di Indonesia dengan nama Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI). Berikut ini adalah tabel pengklasifikasian berdasarkan ISIC 

Industri makanan, minuman, dan tembakau
Industri tekstil, pakaian jadi, dan kulit
Industri kayu dan barang-barang dari kayu, termasuk perabot rumah tangga
Industri kertas dan barang-barang dari kertas, percetakan, dan penerbitan
Industri kimia dan barang-barang dari bahan kimia, minyak bumi, batu bara, karet, dan plastik
Industri barang galian bukan logam, kecuali minyak bumi, dan batu bara
Industri logam dasar
Industri barang dari logam, mesin, dan peralatannya
Industri pengolahan lainnya 

c. Analisis Keterkaitan Antarsektor
Ada berbagai teori dan studi empiris yang menjelaskan bagaiana keterkaitan antarsektor mempengaruhi perekonomian suatu negara. Pola perkembangan industri, dimana diikuti oleh barang-barang yang diproduksi untuk industri-industri menunjukan bahwa keterkaitan (lingkages) di dalam industri sendiri maupun dengan sektor lainnya, perlu untuk dikembangkan.

Bacward lingkages (kaitan ke belakang) dan forwarad lingkages (kaitan ke depan) adalah alat analisis yang digunakan untuk mengetahui tingkat keterkaitan suatu sektor terhadap sektor-sektor lain dalam perekonomian.

Mudrajad kuncoro ( 1997 : 337) mengungkapkan bahwa kaitan ke belakang merupakan alat analisis untuk mengetahui derajat keterkaitan suatu sektor terhadap sektor-sektor lain yang menyumbang input kepadanya. Kaitan ke depan merupakan alat analisis untuk mengetahui derajat keterkaitan antara suatu sektor yang menghasilkan output, untuk digunakan sebagai input bagi sektor-sektor lain.

Keterkaitan ke belakang dan keterkaitan ke depan, sangat diperlukan dalam perencanaan pembangunan, baik di pusat maupun di daerah. Pengaruh peningkatan suatu sektor akan terlihat pada sektor-sektor yang menyediakan bahan baku sebagai inputnya. Seberapa besar dampaknya terhadap sektor-sektor yang menyediakan tadi disebut sebagai keterkaitan ke belakang. Misalnya, industri pemintalan benang yang dikembangkan di suatu daerah akan mendorong meningkatnya produksi kapas, sehingga pertanian kapas perlu pula menjadi perhatian pemerintah. Hal tersebut karena produksi kapas akan mensupply industri pemintalan benang yang akan digunakan sebagai bahan baku atas input. Sebaliknya keterkaitan ke depan, merupakan dorongan oleh suatu sektor terhadap penggunaan outputnya oleh sektor lain. Industri pemintalan benang yang diprioritaskan di atas, akan mendorong pertumbuhan sektor industri tekstil, karena benang akan digunakan/diminta (demand) oleh industri tekstil. Bertambahnya permintaan benang oleh industri tekstil tersebut ditunjukan dalam bentuk rasio. 

d. Ketenagakerjaan
Krisis multi dimensi yang diawali dengan terjadinya krisis moneter dan krisis ekonomi yang terjadi pada bulan Juli 1997 telah merambah ke seluruh sendi-sendi kehidupan bangsa. Di bidang ketenagakerjaan, penduduk usia kerja semakin sulit memperoleh kesempatan kerja karena terjadinya resesi ekonomi sehingga lapangan pekerjaan yang teredia sangat terbatas. Akibatnya cukup serius, tingkat pengangguran diperkirakan akan terus meningkat, yang pada gilirannya dikhawatirkan berdampak pada meningkatnya kerawanan sosial di masyarakat, seperti meningkatnya tingkat kemiskinan, kriminalitas, dan yang lebih mengerikan lagi berdampak pada hilangnya generasi baru yang berkualitas (lost generation) akibat rendahnya kualitas gizi penduduk karena tak mampu memenuhi standar hidup layak.

Daya serap setiap kegiatan terhadap tenaga kerja berbeda secara sektoral dan menurut penggunaan teknologi. Sektor kegiatan yang dibangun dengan cara padat karya pada dasarnya dapat menciptakan kesempatan kerja yang relatif besar dan tidak terlalu mengikat pada persyaratan keterampilan yang tinggi. Sebaliknya sektor atau subsektor yang dibangun dengan cara padat modal, menimbulkan kesempatan kerja yang relatif sedikit tetapi dengan tenaga yang memiliki keterampilan tinggi. Perkiraan daya serap tenaga kerja tiap sektor dan subsektor ekonomi, serta persyaratan kualifikasi yang diperlukan sangat penting dalam memperkirakan kesempatan kerja (Payaman J. Simanjuntak, 1985 : 128).

Untuk keperluan analisis ketenagakerjaan, secara garis besar penduduk negara dibedakan menjadi dua golongan yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Yang tergolong sebagai tenaga kerja ialah penduduk yang berumur didalam batas usia kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda antara negara yang satu dengan negara lain. Batas usia kerja yang dianut oleh Indonesia ialah minimum 10 tahun, tanpa batas umur maksimum. Jadi, setiap orang atau semua penduduk yang sudah berusia 10 tahun tergolong sebagai tenaga kerja. India menggunakan rentang usia 14 sampai 60 tahun sebagai batas usia kerja. Di Amerika batas minimum usia kerja adalah 16 tahun, juga tanpa batas maksimum. Batas usia versi Bank Dunia adalah antara 15 hingga 64 tahun (Dumairy, 1997 : 74).

f. Konsep dan Definisi Ketenagakerjaan
Tenaga kerja (manpower) dikelompokan menjadi angkatan kerja (labor force) dan bukan angkatan kerja. Yang termasuk angkatan kerja ialah tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang bekerja, atau mempunyai pekerjaan namun untuk sementara sedang tidak bekerja, dan yang mencari pekerjaan. Sedangkan yang termasuk bukan angkatan kerja (bukan termasuk angkatan kerja) ialah tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang tidak bekerja, tidak mempunyai pekerjaan dan sedang tidak mencari pekerjaan, yakni orang-orang yang kegiatannya bersekolah (pelajar, mahasiswa), mengurus rumah tangga (ibu-ibu yang bukan wanita karir), serta penerima pendapatan tapi bukan merupakan imbalan langsung atas jasa kerjanya (pensiunan, penderita cacat yang dependen).

Selanjutnya, angkatan kerja dibedakan pula menjadi dua subkelompok yaitu pekerja dan penganggur. Yang dimaksud dengan pekerja ialah orang-orang yang mempunyai pekerjaan, mencakup orang yang mempunyai pekrjaan namun untuk sementara waktu kebetulan sedang tidak bekerja. Yang terakhir ini misalnya petani yang sedang menanti panen atau wanita karir yang tengah menjalani cuti melahirkan. Biro Pusat Statistik mendefinisikan bekerja adalah melakukan pekerjaan dengan maksud memproleh upah atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan dan lamanya bekerja paling sedikit satu jam secara kontinyu dalam seminggu yang lalu (seminggu sebelum pencacahan). Termasuk dalam batasan ini pekerja keluarga tanpa upah yang membantu dalam suatu usaha/kegiatan ekonomi. Adapun yang dimaksud dengan penganggur ialah orang yang tidak mempunyai pekerjaan, lengkapnya orang yang tidak bekerja dan (masih atau sedang) mencari pekerjaan. Penganggur semacam ini oleh BPS dinyatakan sebagai penganggur terbuka.

Tenaga kerja yang bukan angkatan kerja dibedakan menjadi tiga subkelompok yaitu penduduk dalam usia kerja yang sedang bersekolah, mengurus rumah tangga (tanpa mendapatkan upah), serta penerima pendapatan lain. Batasan BPS mengenai bersekolah ialah bersekolah formal dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, termasuk pelajar dan mahasiswa yang sedang libur.

g. Hasil penelitian yang Relevan

  1. Badan Perencana Daerah Propinsi Jawa Barat. Studi Analisis Struktur Industri dan Perdagangan Jawa Barat. 2002.Bandung. Hasil : dengan menggunakan 3 pendekatan yaitu struktur sektor indusri (dengan alat analisis yang digunakan adalah indeks keterkaitan ke belakang, indeks keterkaitan ke depan dan konsentrasi industri), analisis perilaku (alat analisis yang digunakan yaitu berupa efek multiflier output dan efek multiflier pendapatan), kinerja sektor industri (dengan alat analisis yang digunakan adlah derajat ketergantungan ekspor, kontribusi terhadap nilai tambah, dan penggunaan bahan baku impor), diperoleh gambaran tentang peta potensi industri dan perdagangan di Jawa Barat yang didominasi oleh industri makanan dan minuman, industri barang-barang dari plastik, serta indutri tekstil dan pakaian jadi.
  2. Mudrajad Kuncoro. Analisis Struktur, perilaku dan kinerja Agroindustri Indonesia. 1995. Yogyakarta. Hasil : dilihat dari keterkaitan ke belakangnya untuk tahun 1980, 1985, dan 1990, ternyata ada empat industri pengolahan yang selalu menempati sepuluh besar dalam subsektor yang kaitan ke belakangnya cukup tinggi, yaitu : industri tekstil, industri barang karet dan plastik, industri tepung, dan industri kertas. Sementara itu, hanya ada satu industri penyedia input pertanian yang selalu memesuki jajaran sepuluh besar, yaitu barang dari logam.
SUMBER ARTIKEL;

Pengertian Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi

Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi
Pengertian pembangunan selama tiga dekade yang lalu adalah kemampuan ekonomi nasional, dimana keadaan ekonomi mula-mula relatif statis selama jangka waktu yang lama. Untuk menaikan dan memprtahankan suatu kenaikan GNP (Gross National Product / produk nasional bruto) antara 5 sampai 7 persen atau lebih per tahun. Pengertian ini bersifat ekonomi.

Namun demikian, pada akhir dasawarsa 1960-an, banyak Negara Sedang Berkembang (NSB) mulai menyadari bahwa “pertumbuhan” (growth) tidak identik dengan “pembangunan” (development).. pengertian pembangunan mengalami perubahan karena pengalaman pada tahun 1950-an dan 1960-an itu menunjukan bahwa pembangunan yang berorientasikan pada kenaikan GNP saja tidak memecahkan permasalahan pembangunan secara mendasar. Hal ini tampak pada taraf dan kualitas sebagian besar masyarakat tidak mengalami perbaikan kendatipun target kenaikan GNP per tahun telah tercapai. Dengan kata lain, ada tanda-tanda kesalahan besar dalam mengartikan istilah pembangunan secara sempit. Fakta ini pula yang memperkuat keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan syarat yang diperlukan (necessary) tetapi tidak mencukupi (sufficient) bagi proses pembangunan.. pertumbuhan ekonomi hanya mencatat peningkatan produksi barang dan jasa secara nasional, sedangkan pembangunan berdimensi lebih luas dari sekedar peningkatan pertumbuhan ekonomi. Hal inilah yang menandai dimulainya masa pengkajian ulang tentang arti pembangunan.

Pembangunan ekonomi meliputi usaha suatu masyarakat untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan mempertinggi tingkat pendapatan masyarakatnya, sedangkan keseluruhan usaha-usaha pembangunan meliputi juga usaha-usaha pembangunan sosial, politk dan kebudayaan. Dengan adanya batasan diatas maka pembangunan ekonomi pada umumnya di definisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang. (Sadono Sukirno, 1985 : 13). Berdasarkan definisi tersebut jelas bahwa pembangunan ekonomi mempunyai pengertian :
  1. Suatu proses yang berarti perubahan yang terjadi terus-menerus
  2. Usaha untuk menaikan pendapatan per kapita
  3. Kenaikan pendapatan per kapita itu harus terus berlangsung dalam jangka panjang
Mudrajad Kuncoro ( 1997 : 14) mengatakan bahwa pembangunan harus dilihat sebagai proses yang multidimensi yang mencakup tidak hanya pembangunan ekonomi, namun juga mencakup perubahan-perubahan utama dalam struktur sosial, politik, dan kelembagaan.

Dalam Lincolin Arsyad (1999 : 12) para ekonom membedakan pengertian pembangunan ekonomi (economic development) dan pertumbuhan ekonomi (economic growth) dimana istilah pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai :
  1. Peningkatan pendapatan per kapita masyarakat yaitu tingkat pertambahan GDP/GNP pada satu tahun tertentu
  2. Perkembangan GDP/GNP yang terjadi dalam suatu negara dibarengi oleh perombakan dan moderenisasi struktur ekonominya (transformasi struktural)
Sedangkan pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan GDP/GNP tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak

Namun demikian, pada umumnya para ekonom memberikan pengertian sama untuk kedua istilah tersebut. Mereka mengartikan pertumbuhan atau pembangunan ekonomi sebagai kenaikan GDP/GNP saja. Dalam penggunaan yang lebih umum istilah pertumbuhan ekonomi biasanya digunakan untuk menyatakan perkembangan ekonomi di negara-negara maju, sedangkan istilah pembangunan ekonomi menyatakan perkembangan ekonomi di negara sedang berkembang.

Tujuan dan Sasaran Pembangunan
Pada dasarnya kebijaksanaan-kebijaksanaan ekonomi selalu ditujukan untuk mempertinggi kesejahteraan dalam arti yangs seluas-luasnya, kegiatan pembangunan ekonomi selalu dipandang sebagai bagian dari keseluruhan usaha pembangunan yang dijalankan oleh suatu masyarakat.

Ferguson dalam Robinson Tarigan (2004 : 4) menyatakan bahwa tujuan utama kebijakan ekonomi adalah :
  1. Menciptakan full employment atau setidak-tidaknya tingkat pengangguran yang rendah menjadi tujuan pokok pemerintahan pusat maupun daerah. Dalam kehidupan masyarakat, pekerjaan bukan saja berfungsi sebagai sumber pendapatan, tetapi sekaligus juga memberikan harga diri/status bagi yang bekerja.
  2. Adanya economic growth (pertumbuhan ekonomi), karena selain menyediakan lapangan kerja bagi angkatan kerja baru, juga diharapkan dapat memperbaiki kehidupan manusia atau peningkatan pendapatan. Tanpa perubahan, manusia merasa jenuh atau bahkan merasa tertinggal.
  3. Terciptanya price stability (stabilitas harga) untuk menciptakan rasa aman/tenteram dalam perasaan masyarakat. Harga yang tidak stabil membuat masyarakat merasa waswas, misalnya apakah harta atau simpanan yang diperoleh dengan kerja keras, nilainya riil atau bermanfaat di kemudian hari. Ada diantara tujuan ekonomi yang tidak mungkin dilakukan daerah (Pemerintah Daerah) apabila daerah itu bekerja sendiri, yaitu menstabilkan harga. Namun, apabila daerah itu dapat memenuhi tujuan pertama dan kedua, hal itu turut membantu pemerintah pusat untuk memenuhi tujuan ketiga. Namun, disisi lain, karena daerah cakupan wilayahnya lebih sempit, dapat membuat kebijakan yang lebih bersifat spasial sehingga ada hal-hal yang dapat dilakukan oleh daerah secara lebih baik ketimbang oleh pemerintah pusat. Hal-hal yang bisa diatur di daerah secara lebih baik, yang merupakan tujuan pokok tambahan yaitu sebagai berikut 
  4. Terjaganya kelestarian lingkungan hidu
  5. Pemerataan pembangunan dalam wilayah
  6. Penetapan sektor unggulan wilayah
  7. Membuat keterkaitan antar sektor yang lebih serasi dalam wilayah, sehingga menjadi bersinergi dan berkesinambungan.
  8. Pemenuhan kebuthan pangan wilayah
Lebih jauh lagi, sebenarnya tujuan adanya kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam ekonomi pembangunan adalah usaha untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik, dimana kehidupan yang lebih baik menurut Goulet pada dasarnya meliputi : kebutuhan hidup, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan kebebasan. Oleh sebab itu sasaran pembangunan yang minimal dan pasti harus ada menurut Todaro adalah (Suryana,2000:6) :

  1. Meningkatkan persediaan dan memperluas pembagian/pemerataan bahan pokok yang dibutuhkan untuk bisa hidup, seperti perumahan, kesehatan dan lingkungan.
  2. Mengangkat taraf hidup termasuk menambah dan mempertinggi pendapatan dan penyediaan lapangan kerja, pendidikan yang lebih baik, dan perhatian yang lebih besar terhadap nilai-nilai budaya manusiawi, yang semata-mata bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan materi, tetapi juga meningkatkan kesadaran akan harga diri baik individu maupun nasional.
  3. Memperluas jangkauan pilihan ekonomi dan sosial bagi semua individu dan nasional dengan cara membebaskan mereka dari sikap budak dan ketergantungan, tidak hanya hubungan dengan orang lain dan negara lain, tetapi juga dari sumber-sumber kebodohan dan penderitaan.
Untuk mencapai sasaran pembangunan di atas, strategi pembangunan ekonomi harus diarahkan kepada :

  1. Meningkatkan output nyata/produktivitas yang tinggi yang terus-menerus menigkat. Karena dengan output yang tinggi ini akhirnya akan dapat meningkatkan persediaan dan memperluas pembagian bahan kebutuhan pokok untuk hidup, termasuk penyediaan perumahan, pendidikan dan kesehatan.
  2. Tingkat penggunaan tenaga kerja yang tinggi dan pengangguran yang rendah yang ditandai dengan tersedianya lapangan kerja yang cukup.
  3. Pengurangan dan pemberantasan ketimpangan
  4. Perubahan sosial, sikap mental, dan tingkah laku masyarakat dan lembaga pemerintah.
Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah
Perencanaan pembangunan yaitu suatu usaha pemerintah untuk mengkoordinasikan semua keputusan ekonomi dalam jangka panjang untuk mempengaruhi secara langsung serta mengendalikan pertumbuhan variabel-variabel ekonomi yang penting (penghasilan, konsumsi, lapangan kerja, investasi, tabungan, ekspor impor, dan lain sebagainya) suatu negara dalam rangka mencapai keputusan pendahuluan mengenai tujuan-tujuan pembangunan ( Suryana, 2000 : 117)

Walaupun tidak ada kesepakatan di antara para ekonom berkenaan dengan istilah perencanaan ekonomi, sebagian besar menganggap perencanaan ekonomi mengandung pengendalian dan pengaturan perekonomian dengan sengaja oleh pemerintah untuk mencapai sasaran dan tujuan tertentu di dalam jangka waktu tertentu.

Perencanaan pembangunan ekonomi ini ditandai dengan adanya usaha untuk memenuhi berbagai ciri tertentu serta adanya tujuan yang bersifat pembangunan tertentu. Menurut Lincolin Arsyad (1999 :113-114) ciri-ciri dari suatu perencanaan pembangunan ekonomi adalah :

  1. Usaha yang dicerminkan dalam rencana untuk mencapai perkembangan sosial ekonomi yang mantap (steady social economic growth). Hal ini dicerminkan dalam usaha pertumbuhan ekonomi yang positi
  2. Usaha yang dicerminkan dalam rencana untuk meningkatkan pendapatan per kapita
  3. Usaha untuk mengadakan perubahan struktur ekonomi. Hal ini seringkali disebut sebagai usaha diversifikasi ekonomi
  4. Usaha perluasan kesempatan kerja
  5. Usaha pemerataan pembangunan sering disebut sebagai distributive justice
  6. Usaha pembinaan lembaga-lembaga ekonomi masyarakat yang lebih menunjang kegiatan-kegiatan pembangunan
  7. Usaha secara terus-menerus menjaga stabilitas ekonomi
Adapun fungsi-fungsi perencanaan terdiri dari :

  1. Dengan perencanaan diharapkan terdapatnya suatu pengarahan kegiatan, adanya pedoman bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang ditujukan kepada pencapaian tujuan pembangunan
  2. Dengan perencanaan dapat dilakukan suatu perkiraan potensi-potensi, prospek-prospek perkembangan, hambatan serta resiko yang mungkin dihadapi pada masa yang akan datang
  3. Perencanaan memberikan kesempatan untuk mengadakan pilihan yang terbaik
  4. Dengan perencanaan dilakukan penyusunan skala prioritas dari segi pentingnya tujuan
  5. Perencanaan sebagai alat untuk mengukur atau standar untuk mengadakan pengawasan evaluasi
Sedangkan dari sudut pandang ekonomi alasan perlunya perencanaan adalah :

  1. Agar penggunaan alokasi sumber-sumber pembangunan yang terbatas bisa lebih efisien dan efektif sehingga dapat dihindari adanya pemborosan-pemborosan
  2. Agar perkembangan ekonomi atau pertumbuhan ekonomi menjadi lebih mantap. Pembangunan ekonomi yang efisien membutuhkan secara seimbang perencanaan yang teliti mengenai penggunaan sumberdaya publik dan sektor swasta (petani, pengusaha kecil, koperasi, pengusaha besar, organisasi-organisasi sosial) harus mempunyai peran dalam proses perncanaan. Melalui perencanaan pembangunan ekonomi daerah, suatu daerah dilihat secara keseluruhan sebagai suatu unit ekonomi yang di dalamnya terdapat berbagai unsur yang berinteraksi satu sama lain.
Perencanaan pembangunan ekonomi daerah bisa dianggap sebagai perencanaan untuk memperbaiki penggunaan sumberdaya-sumberdaya publik yang teredia di daerah tersebut dan untuk memperbaiki kapasitas sektor swasta dalam menciptakan nilai sumberdaya swasta secara bertanggungjawab.

Perlunya perencanaan (yang dalam hal ini dilakukan lewat campur tangan pemerintah) untuk pembangunan daerah-daerah mempunyai manfaat yang sangat tinggi, disamping mencegah jurang kemakmuran antar daerah, melestarikan kebudayaan setempat, dapat juga menghindarkan perasaan tidak puas masyarakat. Kalau masyarakat sudah tenteram, dapat membantu terciptanya kesatabilan dalam masyarakat terutama kestabilan politik, padahal kestabilan dalam masyarakat merupakan syarat mutlak jika suatu negara hendak mengadakan pembangunan secara mantap (lincolin Arsyad, 1999 : 307)

Agar perencanaan berhasil dengan baik maka menurut M.L Jhingan dalam Suryana (2000 :118) ada hal-hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. Komisi Perencanaan
Komisi perencanaan harus dibentuk dan diorganisir dengan tepat serta harus memuat bagian-bagian yang berkaitan dengan aspek-aspek perekonomian, seperti ahli ekonomi, ahli statistik, insinyur, dan sebagainya.

2. Data Statistik
Data statistik yang akurat sangat membantu dalam merumuskan suatu rencana. Oleh karena itu survei menyeluruh terhadap sumber-sumber ekonomi potensial beserta segala kekurangannya adalah sangat penting. Misalnya data tentang sumber alam potensial, output pertanian, dan industri, tenaga teknis adalah sangat penting untuk menentukan target dan prioritas dalam perencanaan.

3. Tujuan Rencana
Perencanaan hendaknya memuat tujuan spesifik apakah tujuannya untuk meningkatkan pendapatan nasional dan pendapatan per kapita, memperluas kesempatan kerja, mengurangi ketimpangan pendapatan dan kesejahteraan serta pemerataan ekonomi, menaikan produksi pertanian, industrialisasi perekonomian, mencapai pembangunan berimbang di berbagai daerah, atau mencapai swasembada, dan sebagainya.

4. Penetapan Sasaran dan Prioritas
Penetapan sasaran dan prioritas baik secara global maupun secara sektoral adalah hal yang sangat penting. Sasaran global harus tegas dan mencakup setiap aspek perekonomian dan harus meliputi sasaran produksi kualitatif, yaitu sekian juta ton x, sekian km y, sekian lembaga z, sekian banyak kenaikan pendapatan nasional, tabungan dan investasi. Baik sasaran global maupun sasaran sektoral harus serasi satu sama lain dan ini memerlukan prioritas. Prioritas harus ditentkan atas dasar kebutuhan jangka pendek dan jangka panjang.

5. Mobilitas Sumber-sumber
Rencana pembangunan harus memuat kebijaksanaan untuk memobilisasi sumber-sumber, baik secara eksternalmaupun secara internal. Sumber internal negara meliputi tabungan dan tabungan perusahaan negara, perpajakan serta keuangan defisit. Sdangkan sumber eksternal meliputi penerimaan anggaran belanja neto dan pinjaman eksternal.

6. Keseimbangan Rencana
Yaitu keseimbangan antara tabungan dan investasi, keseimbangan antara kebuthan tenaga kerja dan penyediaan tenaga kerja, serta keseimbangan permintaan atas barang-barang impor dan devisa yang tersedia. Jika tidak, maka akan muncul kelangkaan atau surplus pada waktu rencana sedang berjalan. Ketidakseibamngan keuangan akan mengakibatkan ketidakseimbangan pada penawaran dan permintaan barang-barang fisik yang karenanya mengakibatkan tekanan inflator dan kesulitan neraca pembayaran selama perencaan berlangsung.

7. Administrasi yang Efisien dan Tidak Korup
Menurut Lewis pembangunan ekonomi tidak sangat sulit. Rahasia pembangunan lebih banyak terletak pada politik yang bijaksana dan administrasi negara yang baik. Pada setiap departemen harus ditunjuk berbagai staf administrasi yang cakap dengan tugas utama menyiapkan laporan kelayakan yang baik mengenai proyek yang diusulkan.

8. Kebijaksanaan Pembangunan yang Tepat
Unsur-unsur utama kebujaksanaan pembangunan yang tepat menurut profesor Lewis meliputi (Suryana, 2000 : 118)

  1. Penyelidikan potensi pembangunan; meliputi sumber nasional, penelitian ilmiah, dan penelitian pasar.
  2. Penyediaan prasarana secara memadai (meliputi air, tenaga angkutan, dan perhubungan).
  3. Penyediaan fasilitas latihan dan pendidikan umum untuk menjamin keterampilan yang diperlukan.
  4. Bantuan untuk menciptakan pasar yang lebih banyak, dan lebih baik
  5. Perbaikan landasan hukum bagi kegiatan ekonomi khususnya peraturan yang berkaitan dengan hak atas tanah, perusahaan dan transaksi dagang.
  6. Menentukan dan membantu pengusaha yang potensial baik dalam maupun luar negeri.
  7. Peningkatan penempatan sumber-sumber yang lebih baik, baik swasta maupun negara.
9. Harus mempunyai Teori Konsumsi Tersendiri
Menurut Jhingan, negara-negara terbelakang tidak harus meniru pola konsumsi negara maju. Pola konsumsi harus demokratis, dan prhatian pertama harus diberikan kepada barang-barang yang terjangkau oleh pendapatan masyarakat tertentu.

10. Dukungan Masyarakat
Dukungan dan partisipasi dari masyarakat merupakan faktor penting bagi perncanaan nasional. Seperti yang pernah diungkapkan Lewis bahwa semangat rakyat adalah pelumas perencanaan sekaligus bahan bakar pembangunan ekonomi, serta merupakan kekuatan dinamis yang memungkinkan segalanya.

SUMBER ARTIKEL;
https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4893352573915100228#editor/target=post;postID=1328189290763503448;onPublishedMenu=allposts;onClosedMenu=allposts;postNum=0;src=link

Sunday 29 January 2017

Makalah Perubahan Sosial Menurut Para Ahli

PERUBAHAN SOSIAL
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah ini.

Dalam pembuatan makalah ini, banyak kesulitan yang kami alami terutama disebabkan oleh kurangnya pengetahuan. Namun berkat bimbingan dan bantuan dari semua pihak akhirnya makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, khususnya kepada Dosen mata kuliah Sosiologi Ibu Sri Yamti, Rekan-rekan mahasiswa geografi, dan lain-lain. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Tak ada gading yang tak retak. Begitu pula dengan makalah yang kami buat ini yang masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran agar makalah ini menjadi lebih baik serta berdaya guna dimasa yang akan datang.

Jakarta, Februari 2009
Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Selama hidupnya, manusia senantiasa mempelajari dan melakukan perubahan-perubahan terhadap kebudayaannya sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lingkungan. Hal ini adalah sesuatu yang wajar sebab kebudayaan diciptakan dan diajarkan dari satu generasi ke generasi berikutnya untuk memenuhi kebutuhan manusia itu sendiri, baik secara perorangan maupun berkelompok. Dari kenyataan ini, tidak ada satupun kebudayaan dan perwujudan kebudayaan yang bersifat statis (tidak mengalami perubahan).

Pengertian perubahan sosial budaya adalah perubahan yang terjadi akibat ketidaksaman atau ketidaksesuaian diantara unsur-unsur sosial dan kebudayaan yang saling berbeda. 

Menurut para ahli sosiologi dan antropologi antara lain :
John Lewin Gillin dan John Phillip Gillin
Perubahan sosial adalah suatu variasi dari cara-cara hidup yang diterima yang disebabkan oleh perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan materiil, komposisi penduduk, ideologi, maupun karena difusi dan penemuan baru dalam masyarakat.

Samuel Koening
Perubahan sosial menunjukkan pada modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia. Modifikasi-modifikasi tersebut terjadi karena sebab-sebab internal maupun eksternal.

Koentjaraningrat
Kebudayaan merupakan keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar, serta keseluruhan hasil budi dan karya tersebut.

Kebudayaan memiliki tiga wujud yaitu :
  • Ide-ide, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang abstrak.
  • Kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat (sistem sosial).
  • Benda-benda hasil karya manusia yang berupa fisik.
Selo Soemardjan
Perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk didalam nilai-nilai, sikap dan pola perilaku diantara kelompok–kelompok dalam masyarakat.

Hubungan perubahan sosial dengan perubahan kebudayaan yang menyangkut perubahan masyarakat dan kebudayaannya, seringkali kesulitan memisahkan antara perubahan sosial dengan perubahan budaya. Sebab tidak ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan dan sebaliknya. Perubahan sosial dan budaya mempunyai satu aspek yang sama. Dari bentuk perubahan dibedakan dari segi perubahan sosial lambat dan cepat, perubahan sosial kecil dan perubahan sosial direncanakan dan tidak direncanakan.

Faktor yang bisa menyebabkan terjadinya proses perubahan sosialisasi dari perubahan jumlah penduduk, penemuan-penemuan baru, pertentangan masyarakat, pemberontakan dan reformasi. Modernisasi bisa merubah dari masa pra modern menuju masa modern. Modernisasi mencakup proses sosial budaya yang ruang lingkupnya sangat luas sehingga batas-batasnya tidak bisa ditetapkan secara mutlak.

Globalisasi merupakan suatu tatanan mendunia yang tercipta akibat adanya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, sehingga unsur-unsur budaya suatu kelompok masyarakat bisa dikenal dan diterima oleh kelompok masyarakat lainnya.

Adanya pertukaran unsur-unsur budaya karena globalisasi ini mengakibatkan dampak-dampak yang besar bagi masyarakat. Hal ini merupakan tantangan bagi bangsa Indonesia untuk dapat menyikapi secara bijaksana. Globalisasi merupakan suatu gejala terbentuknya sistem organisasi dan komunikasi yang mengikuti sistem nilai dan kaidah yang sama antara masyarakat di seluruh dunia karena adanya kemajuan transportasi dan komunikasi sehingga memperlancar interaksi antar warga dunia. Selain proses modernisasi dan globalisasi, ada juga proses yang disebut reformasi, proses dimana perbaikan atau penataan ulang terhadap faktor rehabilitasi yang terdapat pada masyarakat. Dengan kemajuan teknologi dan komunikasi yang bisa merubah semuanya untuk lebih baik dan terarah. Dan didasarkan pada perencanaan pada proses disorganisasi, problem, konflik antar kelompok dan hambatan-hambatan terhadap perubahan.

Mereka beranggapan bahwa kebanyakan masyarakat hanya meniru pada masyarakat atau negara lain yang sudah modern. Ini menunjukkan, seharusnya negara modern menolong mereka melalui social engineering baik secara langsung maupun tidak langsung, merupakan bagian dari perkembangan masyarakat dengan modernisasi dan globalisasi yang dapat merubah untuk menjadi lebih baik dan maju.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian tersebut, dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut : 
  1. Faktor-faktor apa saja yang bisa mempengaruhi perubahan sosial budaya di masyarakat ?
  2. Bagaimana perubahan sosial budaya terhadap perkembangan masyarakat?
  3. Bagaimana pengaruh modernisasi dan globalisasi terhadap perkembangan tentang pengetahuan dan teknologi ?
C. Tujuan dan Manfaat
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui perubahan sosial budaya pada perkembangan masyarakat Indonesia untuk menghadapi modernisasi dan globalisasi dengan mengetahui :
  1. Dampak perubahan sosial budaya pada modernisasi dan globalisasi.
  2. Perkembangan masyarakat dengan adanya kemajuan teknologi.
  3. Manfaat dari modernisasi dan globalisasi di masyarakat.
Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk kepentingan praktis, yaitu sebagai referensi untuk membantu pengambilan keputusan bagi pembuat kebijakan tentang perubahan sosial budaya yang terjadi pada masyarakat Indonesia sehingga bisa dilakukan langkah-langkah agar perubahan sosial budaya yang diharapkan bisa dilakukan dan dilaksanakan terutama pada perkembangan masyarakat.

Dan manfaat penulisan makalah ini untuk kepentingan teoritis, yaitu bisa menjadi masukan dalam kajian ilmiah tentang perubahan sosial budaya yang terjadi dalam masyarakat.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Proses Perubahan Sosial dan Budaya
Perubahan sosial dan budaya dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan kebudayaan terdiri dari faktor yang mendorong dan faktor yang menghambat terjadinya perubahan sosial budaya seperti telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Faktor-faktor itu bisa berasal dari dalam maupun dari luar masyarakat. Berikut diuraikan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan sosial budaya.

Diantara berbagai faktor yang mendorong terjadinya perubahan sosial budaya :
  1. Kontak dengan kebudayaan lain. Masyarakat yang sering melakukan kontak dengan kebudayaan lain akan mengalami perubahan yang cepat. Kontak dengan kebudayaan lain ini berhubungan dengan difusi, yaitu proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari individu ke individu lain atau dari satu masyarakat ke masyarakat lain.
  2. Sistem pendidikan formal yang maju. Pada jaman modern sekolah semakin memegang peran penting dalam melakukan perubahan-perubahan pada para murid yang juga merupakan anggota masyarakat secara keseluruhan. Melalui pendidikan, seseorang diajarkan berbagai kemampuan dan nilai-nilai yang berguna bagi manusia, terutama untuk membuka pikirannya terhadap hal-hal baru.
  3. Toleransi. Perubahan sosial budaya yang cepat akan terjadi pada masyarakat yang sangat toleran terhadap perbuatan atau masyarakat yang berperilaku menyimpang, baik yang positif maupun negatif, dengan catatan bukan merupakan pelanggaran hukum. Masyarakat yang memiliki toleransi cenderung lebih mudah menerima hal-hal yang baru.
  4. Sistem stratifikasi terbuka. Sistem pelapisan sosial terbuka pada masyarakat akan memberikan peluang sebesar-besarnya kepada individu untuk naik ke kelas sosial yang lebih tinggi melalui berbagai usaha yang diperbolehkan oleh kebudayaannya.
  5. Penduduk yang heterogen. Pada masyarakat yang heterogen atau masyarakat yang berbasis latar belakang kebudayaan, ras, dan ideologi yang beragam akan mudah mengalami pertentangan-pertentangan yang mengundang perubahan. Keadaan ini akan mendorong terjadinya perubahan dalam masyarakat.
  6. Ketidakpuasan masyarakat terhadap berbagai bidang kehidupan. Ketidakpuasan ini, baik dalam sistem kemasyarakatan, ekonomi, politik, dan keamanan, akan mendorong masyarakat melakukan perubahan sistem yang ada dengan cara menciptakan sistem baru agar sesuai dengan kebutuhan-kebutuhannya.
  7. Orientasi ke masa depan. Umumnya masyarakat beranggapan bahwa masa yang akan datang berbeda dengan masa sekarang, sehingga mereka berusaha menyesuaikan diri, baik yang sesuai dengan keinginannya, maupun keadaan yang buruk sekalipun. Untuk itu, perubahan-perubahan harus dilakukan agar dapat menerima masa depan.
  8. Pandangan bahwa manusia harus senantiasa berusaha untuk memperbaiki hidupnya. Terdapat suatu ajaran atau keyakinan di masyarakat yang menyebutkan bahwa yang dapat mengubah atau memperbaiki keadaan nasib manusia adalah manusia itu sendiri, dengan bimbingan Tuhan. Jika seseorang ingin berubah niscaya ia harus berusaha. Usaha ini ke arah penemuan-penemuan baru dalam bentuk cara-cara hidup atau pun pola interaksi di masyarakat.
Selain dari itu faktor-faktor yang bisa menghambat perkembangan di masyarakat dari perubahan sosial budaya diantaranya :
  1. Kurang berhubungan dengan masyarakat lain. Masyarakat yang kurang memiliki hubungan dengan masyarakat lain umumnya adalah masyarakat terasing atau terpencil. Dengan keadaan seperti ini, mereka tidak mengetahui perkembangan-perkembangan yang terjadi pada masyarakat lain.
  2. Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat. Keterlambatan perkembangan ilmu pengetahuan di suatu kelompok masyarakat dapat disebabkan karena masyarakat tersebut berada di wilayah yang terasing, sengaja mengasingkan diri atau lama dikuasai (dijajah) oleh bangsa lain sehingga mendapat pembatasan-pembatasan dalam segala bidang.
  3. Sikap masyarakat yang sangat tradisional. Suatu sikap yang mengagung-agungkan tradisi lama serta anggapan bahwa tradisi tidak dapat diubah akan sangat menghambat jalannya proses perubahan, keadaan tersebut akan menjadi lebih parah apabila masyarakat yang bersangkutan dikuasai oleh golongan konservatif.
  4. Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam kuat. Dalam suatu masyarakat, selalu terdapat kelompok-kelompok yang menikmati kedudukan tertentu. Biasanya, dari kedudukan itu mereka mendapatkan keuntungan-keuntungan tertentu dan hak-hak istimewa.
  5. Rasa takut akan terjadi kegoyahan pada integrasi sosial yang telah ada. Integrasi sosial mempunyai derajat yang berbeda. Unsur-unsur luar dikhawatirkan akan menggoyahkan integrasi sosial dan menyebabkan perubahan-perubahan pada aspek tertentu dalam masyarakat.
  6. Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis. Di dalam masyarakat menganggap pandangan hidup atau keyakinan yang telah menjadi ideologi dan dasar integrasi mereka dalam waktu lama dapat terancam oleh setiap usaha perubahan unsur-unsur kebudayaan.
  7. Prasangka pada hal-hal baru atau asing (sikap tertutup). Prasangka seperti ini umumnya terdapat pada masyarakat yang pernah dijajah oleh bangsa-bangsa asing, mereka menjadi sangat curiga terhadap hal-hal yang datang dari luar sebab memiliki pengalaman pahit sebagai bangsa yang pernah dijajah, umumnya unsur-unsur baru yang masuk berasal dari dunia barat.
  8. Adat istiadat (kebiasaan). Adat istiadat atau kebiasaan merupakan pola perilaku anggota masyarakat dalam memenuhi semua kebutuhan pokoknya. Jika kemudian pola-pola perilaku tidak lagi efektif memenuhi kebutuhan pokok, maka akan muncul krisis adat atau kebiasaan, yang mencakup bidang kepercayaan, sistem pencaharian, pembuatan rumah dan cara berpakaian.
B. Perubahan Sosial dan Budaya terhadap perkembangan masyarakat.
Kebudayaan merupakan suatu sistem. Artinya, bagian-bagian dari kebudh itu saling berkaitan satu dengan lainnya. Perubahan satu unsur kebudayaan akan mempengaruhi unsur-unsur yang lainnya. Hal ini bisa kita lihat contohnya ketika program listrik masuk desa mula-mula dijalankan. Masuknya listrik ke pedesaan yang sebelumnya tidak ada listrik, membawa perubahan besar dalam kehidupan penduduk desa yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani atau pengrajin tradisional. Perubahan itu begitu terasa pada peningkatan beragam kebutuhan akan barang-barang elektronik (radio, televisi, kulkas).

Dengan memiliki perangkat elektronik tersebut, pola hidup mereka mengalami perubahan. Waktu tidur berubah menjadi semakin larut, pranata-pranata hiburan juga ikut mengalami perubahan. Ikatan-ikatan sosial masyarakat desa menjadi semakin mengendur, karena mereka lebih banyak menghabiskan waktunya di depan pesawat televisi dibandingkan dahulu yang lebih banyak berinteraksi di luar dengan sesama warga. Pertunjukan seni tradisional lebih banyak ditonton di televisi dari pada melalui pertunjukan langsung di panggung-panggung. Selain itu juga, dengan adanya penerangan lampu. Dari kenyataan ini, perubahan-perubahan lainnya akan semakin terbuka dan berlangsung secara beruntun.

Menurut Gillin dan Koenig, perubahan kebudayaan disebabkan oleh beberapa faktor internal maupun eksternal sebagai berikut : 

a. Faktor-faktor internal antara lain :
  • Adanya kejenuhan atau ketidakpuasan individu terhadap sistem nilai yang berlaku di masyarakat.
  • Adanya individu yang menyimpang dari sistem sosial yang berlaku. Apabila hal ini dibiarkan, maka akan diikuti oleh individu-individu lainnya sehingga mendorong perubahan.
  • Adanya perubahan dalam jumlah dan komposisi penduduk. Pertumbuhan penduduk akan menyebabkan terjadinya perubahan unsur penduduk lainnya, seperti rasio jenis kelamin dan beban tanggungan hidup. Banyaknya pendatang dari etnis dan budaya lain juga akan merubah struktur sosial karena penduduk menjadi lebih heterogen.
b. Faktor-faktor eksternal antara lain :
  • Bencana alam antara lain gunung meletus, banjir, gempa bumi, atau tsunami. Bencana alam dapat menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan fisik sehingga menuntut manusia melakukan adaptasi terhadap lingkungan yang telah berubah tersebut. Biasanya untuk bertahan ataupun mengalami suatu bencana alam, manusia terkadang terlupa atau mungkin terpaksa melanggar nilai-nilai dan norma sosial yang telah ada. Hal ini dilakukan semata-mata untuk tetap bertahan dalam menghadapi perubahan lingkungan akibat bencana alam tersebut.
  • Peperangan selalu berdampak pada tingginya angka kematian, rusaknya berbagai sarana dan prasarana kebutuhan hidup sehari-hari, terjadinya kekacauan ekonomi dan sosial, serta tergoncangnya mental penduduk sehingga merasa frustasi dan tidak berdaya. Dalam kenyataan yang lebih memprihatinkan, peperangan seringkali diakhiri dengan penaklukan yang diikuti pemaksaan ideologi dan kebudayaan oleh pihak atau negara yang menang. Semua ini akan mengubah kehidupan masyarakat dan kebudayaannya.
  • Kontak dengan masyarakat lain yang berbeda kebudayaannya. Kontak dapat terjadi antar etnis di dalam suatu kawasan atau yang berasal dari tempat yang berjauhan. Interaksi antara orang atau kelompok yang berbeda etnis dan kebudayaan yang tinggi akan memperluas pengetahuan dan wawasan tentang budaya masing-masing, sehingga dapat menimbulkan sikap toleransi dan penyesuaian diri terhadap budaya lain tersebut. Sikap toleransi dan penyesuaian diri ini pada akhirnya akan mendorong terjadinya perubahan kebudayaan.
C. Pengaruh Globalisasi Terhadap Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Globalisasi memiliki pengaruh yang positif, yaitu membawa kemajuan, kesejahteraan, dan keselamatan bangsa dan negara. Namun globalisasi juga membawa pengaruh negatif, seperti adanya budaya hedonisme, pendewaan pikiran nasionalisme, ilmu dan teknologi, sekularisme, dan tipisnya iman.

Kita menyadari bahwa pengaruh globalisasi tidak mungkin dapat dihindari, kecuali kita dengan sengaja menghindari interaksi dan komunikasi dengan pihak yang lain. Ketika seseorang masih membaca surat kabar, menonton televisi, atau menggunakan alat lainnya, terlebih lagi dengan menggunakan internet, ia tetap akan terperangkap dalam proses dan model pergaulan global.

Dalam era globalisasi telah terjadi pertemuan dan gesekan nilai-nilai budaya dan agama di seluruh dunia yang memanfaatkan jasa telekomunikasi, transformasi dan informasi sebagai hasil dari modernisasi teknologi. Pertemuan dan gesekan tersebut akan menghasilkan kompetisi liar yang berarti saling mempengaruhi dan dipengaruhi, saling bertentangan dan bertabrakannya nilai-nilai yang berbeda yang berakhir dengan kalah atau menang, saling bekerja sama yang akan menghasilkan sintesa dan antitesa baru.

Pengertian globalisasi dapat dibedakan atas dua hal yaitu : 
1) Sebagai Alat
Globalisasi merupakan wujud keberhasilan ilmu dan teknologi, terutama di bidang komunikasi. Globalisasi sebagai alat juga mengandung hal-hal yang positif apabila dipergunakan untuk tujuan yang baik. Namun hal tersebut juga dapat mengandung hal-hal negatif bila dipergunakan untuk tujuan yang tidak baik. Jadi tergantung siapa yang menggunakan dan apa tujuannya.

2) Sebagai Ideologi
Globalisasi sebagai ideologi berarti sudah mempunyai arti tersendiri dan netralitasnya sangat sedikit. Globalisasi sebagai ideologi pasti memihak suatu kepentingan sehingga akan menimbulkan akibat, baik yang setuju maupun yang tidak setuju. Disinilah timbulnya benturan dan pertentangan.

a) Ancaman
Dengan alat komunikasi seperti TV, parabola, telepon, VCD, DVD, dan internet, kita dapat berhubungan dengan dunia luar. Dengan parabola atau internet, kita dapat menyaksikan hiburan porno dari kamar tidur. Kita dapat terpengaruh oleh segala macam bentuk yang sangat konsumtif. Anak-anak kita dapat terpengaruh oleh segala macam film kartun dan film-film yang seharusnya tidak dilihat. Kita pun dapat dengan mudah terpengaruh oleh gaya hidup seperti yang terjadi di sinetron-sinetron kita (terutama sekali yang bertemakan keluarga) yang lebih dari 90% menebar nilai-nilai negatif dengan ukuran keberagaman dari setiap agama. Meskipun harus disadari pula bahwa televisi juga banyak menayangkan program-program pengajian, ceramah, diskusi, dan berita yang mengandung nilai positif bahkan agamis. Adegan akan lebih berkesan di benak anak-anak dibandingkan dengan petuah agama.

b) Tantangan
Pengaruh globalisasi yang memberikan nilai-nilai positif wajib kita serap, terutama yang tidak menyebabkan benturan dengan budaya kita, misalnya disiplin, kerja keras, menghargai orang lain, rasa kemanusiaan, demokrasi dan kejujuran. Kita wajib menyaring yang baik dan sesuai dengan kepribadian dan moral bangsa kita terima, sebaliknya yang buruk kit atolak.

D. Aspek-aspek Positif dan Negatif dari Globalisasi 
Pengaruh globalisasi harus kita hadapi dan direspons. Ada tiga sikap dalam merespons globalisasi.
  1. Respons dengan sikap anti modernisasi atau anti barat. Kita menolak semua pengaruh barat. Bahkan ada pandangan ekstrem yang menganggap kebudayaan barat sebagai musuh.
  2. Respons yang menjadikan kebudayaan barat menjadi kiblat dan “role model” untuk masa depan, bahkan menjadikannya way of life mereka.
  3. Respons yang bersikap selektif, artinya tidak secara otomatis menerima atau menolak kebudayaan barat, mereka dapat menerima kebudayaan barat selama tidak harus mengorbankan agama, kepribadian, dan kebudayaan yang ada. Sebaliknya mereka akan menolak kebudayaan barat yang tidak sesuai dengan kebudayaan yang dimiliki.
Berdasarkan hal tersebut, akhirnya kita dapat menentukan sikap sebagai berikut :
a. Aspek-aspek positif yang diterima
1) Di bidang sosial budaya
Perkembangan yang demikian cepat dalam ilmu dan teknologi, terutama di bidang komunikasi, transportasi, dan informasi akan dapat menebus batas-batas wilayah, budaya dan waktu. Di era globalisasi ini berarti terjadi pertemuan dan gesekan nilai-nilai sosial budaya. Melalui proses seleksi nilai-nilai sosial budaya yang positif wajib kita terima, seperti kerja keras, disiplin, kejujuran, penghargaan terhadap karya atau kerja orang lain, optimistis, kemandirian, kesungguhan, tanggung jawab, law enforcement, ketaatan terhadap aturan, dan nilai-nilai agama. Nilai-nilai yang diterima akan diserap sehingga memperkaya budaya kita.

2) Di bidang ilmu dan teknologi
Kita menyadari bahwa di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi masih tertinggal jauh dari negara-negara yang telah maju. Justru era globalisasi ini merupakan peluang baik untuk dapat menyerap ilmu dan teknologi, sehingga kita akan dapat bersaing (berkompetisi) dalam menghasilkan barang-barang yang berkualitas dengan harga murah

3) Di bidang mental
Sikap mental seperti pasrah, menyerah, ketergantungan, kongkow-kongkow, dan santai wajib kita ubah menjadi sikap kerja keras, disiplin dalam segala hal, serta menghargai dan menggunakan waktu sebaik-baiknya.

Hal tersebut merupakan kunci kemajuan dan keberhasilan dalam pembangunan bangsa, bangsa yang maju pasti mempunyai sikap mental tersebut. Sebagai contoh negara Jepang, Korea, Hongkong, dan Singapura.

4) Di Bidang Ekonomi
Kompetisi atau persaingan bebas adalah kunci, seperti AFTA (Asean Free Trade Agreement) atau perjanjian kawasan perdagangan bebas ASEAN yang berlaku di tahun 2003 dan APEC (Asian Pacific Economy Cooperation) atau kerja sama ekonomi Asia Pasifik yang berlaku di tahun 2020. Lalu timbul pertanyaan : sudah siapkah kita menghadapi era liberalisme perdagangan tersebut ? jika sudah, berarti kita akan tetap survive (hidup) akan dicukupi dari produksi luar negeri. Akibatnya bangsa kita akan tergantung sepenuhnya pada bangsa kita.

5) Di Bidang Ideologi (politik)
Salah satu konsekuensi dari era globalisasi adalah keharusan untuk berhubungan dengan bangsa lain. Kita akan dihadapkan dengan berbagai ideologi bangsa lain, seperti separatisme. Oleh sebab itu, harus mempunyai ketahanan ideologi dan kesaktian Pancasila melalui sejarah. Pancasila merupakan ideologi nasional, pandangan hidup bangsa (falsafah bangsa), dan dasar negara yang harus dipertahankan. Sejarah telah membuktikan bahwa menyimpang dari Pancasila akan membawa bencana bagi bangsa dan negara, seperti pada tahun 1949 – 1959 (masa liberalisme) dan pada tahun 1959 – 1965 (masa demorasi terpimpin).

6) Di bidang Pertahanan dan Keamanan
Persatuan dan kesatuan akan membawa kejayaan bangsa, sebaliknya perpecahan akan membawa kehancuran terhadap negara ini. Persatuan dan kesatuan akan membawa rasa aman, damai, tentram dan sejahtera. Banyak faktor di era globalisasi yang akan menimbulkan benturan dan gesekan dengan budaya lain, seperti individualistis, sekularisme, dan gaya hidup serba bebas (dalam arti negatif). Oleh sebab itu kita harus waspada, kita harus dapat mengatasi setiap hambatan, ancaman, gangguan, dan tantangan.

b. Aspek-aspek Negatif yang wajib ditolak
Kita telah masuk pada era globalisasi, dimana dunia seolah-olah tidak memiliki lagi batas-batas wilayah, waktu dan budaya. Apa yang terjadi di sana, terjadi juga di sini dalam waktu yang sama dan tidak ada sensor. Kita dihadapkan pada suatu pilihan, menerima atau menolak. Dalam menentukan pilihan wajib mempunyai filter (penyaring), yaitu agama (iman), Pancasila, norma-norma budaya, dan kepribadian bangsa. Apabila tidak, maka nilai-nilai kemaksiatan akan masuk dan merusak bangsa kita.

1) Di bidang sosial budaya 
Dalam era globalisasi pergesekan dan saling mempengaruhi antar nilai budaya tidak mungkin dihindari. Apabila kita bertahan, maka akan menimbulkan sikap isolasi, ketertutupan, eksklusif, dan inferior (rasa rendah diri). Tetapi apabila kita berperan aktif berarti akan menghasilkan keterbukaan dan rasa lebih. Paling tidak kita dapat bersikap akomodatif terhadap hal-hal yang masih bisa ditolerir.

Kita harus waspada karena imperialisme budaya jauh lebih berbahaya, akibat prosesnya yang lama dan apabila sudah termakan akan menghilangkan nilai-nilai dan identitas bangsa.

2) Di bidang ilmu dan teknologi
Kita menyadari ilmu dan teknologi dari dunia barat memang lebih maju daripada yang kita miliki. Namun kita harus selektif, apakah ilmu dan teknologi itu sesuai dengan norma-norma, kondisi, dan situasi bangsa kita. Misalnya apakah penerapannya akan berdampak negatif terhadap lingkungan dan menimbulkan pengangguran? Semua itu perlu pengkajian lebih lanjut.

3) Di bidang mental
Gaya hidup kebarat-baratan wajib kita tolak, meskipun dikatakan “modern”, seperti pengaruh model pakaian, rambut, makanan, dan minuman tanpa memperhatikan yang halal atau yang haram.

4) Di bidang ekonomi
Salah satu ciri era globalisasi adalah adanya kompetisi (persaingan) secara sehat, artinya berdasarkan peraturan yang berlaku. Kompetisi dapat berlaku dalam kualitas, harga (murah), dan pelayanan (cepat, tepat, dan sopan). Dengan kompetisi akan terjadi pengelompokan perusahaan, yang kuat dan baik tetap hidup, yang lemah dan tidak baik akan mati (gulung tikar). Terjadilah kesenjangan ekonomi dan sosial yang semakin lebar dan dalam, sehingga sistem ekonomi dan sosial berdasarkan UUD 1945 Pasal 33 tidak mungkin tercapai. Pertanyaan adalah kemana perekonomian Indonesia akan dibawa dan oleh siapa?

5) Di bidang ideologi politik
pergeseran akan terjadi di bidang ideologi (politik) dalam era globalisasi, karena maraknya paham-paham lain masuk ke bumi Indonesia, seperti liberalisme, komunisme, sekularisme, individualisme, egoisme, dan sebagainya. Semua ideologi asing tersebut tentu bertentangan dengan ideologi Pancasila yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, kekeluargaan, gotong royong, musyawarah untuk mufakat, dan lain sebagainya.

6) Di bidang pertahanan dan keamanan
Era globalisasi juga membawa budaya  dan tindakan kejahatan yang makin meningkat, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya, sehingga pendidikan agama perlu kita tingkatkan pula. Pendidikan agama bukan hanya dalam segi pengetahuan, tetapi lebih menekankan pada pengalaman yang dimulai sejak sedini mungkin.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 
Dari uraian pembahasan diatas dapat saya simpulkan sebagai berikut : 
  1. Globalisasi merupakan suatu tatanan mendunia yang tercipta akibat adanya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, sehingga unsur-unsur budaya suatu kelompok masyarakat bisa dikenal dan diterima oleh kelompok masyarakat lainnya.
  2. Globalisasi diambil dari kata globe, yang berarti bola dunia. Globalisasi merupakan suatu gejala terbentuknya sistem organisasi dan komunikasi yang mengikuti sistem nilai dan kaidah yang sama antara masyarakat di seluruh dunia karena adanya kemajuan transportasi memperlancar interaksi antar warga dunia.
  3. Pengaruh globalisasi yang memberi nilai-nilai positif wajib kita serap, terutama yang tidak menyebabkan benturan dengan budaya kita, misalnya disiplin, kerja keras, menghargai orang lain, rasa kemanusiaan, demokrasi.
  4. Tidak semuanya pengaruh globalisasi dan modernisasi membawa keburukan tetapi juga ada sisi praktis yang bisa diambil dari itu.
B. Saran
  1. Filter (penyaring) yang paling mendasar adalah kita kembali kepada ajaran agama. Keimanan dan ketakwaan yang teguh akan menyaring pengaruh kebudayaan barat dan kebudayaan bangsa lain. Hal ini harus dilakukan oleh segenap tokoh agama, masyarakat, pendidik dan para pemimpin.
  2. Dengan penguasaan Iptek, kita tidak akan tertinggal dari negara-negara maju. Bahkan kita sejajar/sederajat dalam percaturan internasional.
  3. Dengan Iptek akan membawa efisiensi tenaga dan biaya. 
  4. Dengan adanya Iptek, kita akan lebih mudah mengoperasikan peralatan.
DAFTAR PUSTAKA;
  • Azizy, A. Qodri, MA. 2003. Melawan Globalisasi – Reinterpretasi Ajaran Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
  • Mu’in, Idianto. 2005. Sosiologi Jilid III. Jakarta : PT. Erlangga.
  • Samsudin. 2006. Kewarganegaraan. Surakarta : PT. Widya Duta Grafika.
  • Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi : Suatu Pengantar. Jakarta : Raja Grafindo.
  • Susanto, Phil, Astrid. 1978. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Bandung : Bina Cipta.

Friday 27 January 2017

Pengertian Fanatisme

Fanatisme
Fanatisme merupakan fenomena yang sangat penting dalam budaya modern, pemasaran, serta realitas pribadi dan di sosial masyarakat, hal ini karena budaya sekarang sangat berpegaruh besar terhadap individu dan hubungan yang terjadi di diri individu menciptakan suatu keyakinan dan pemahaman berupa hubungan, kesetian, pengabdian, kecintaan, dan sebagainya (Seregina, Koivisto, dan Mattila, 2011:12 ).

Fanatisme didefinisikan sebagai pengabdian yang luar biasa untuk sebuah objek, di mana "pengabdian" terdiri dari gairah, keintiman, dan dedikasi, dan "luar biasa" berarti melampaui, rata-rata biasa yang biasa, atau tingkat. objek dapat mengacu pada sebuah merek, produk, orang (misalnya selebriti), acara televisi, atau kegiatan konsumsi lainnya. Fanatik cenderung bersikeras terhadap ide-ide mereka yang menganggap diri sendiri atau kelompok mereka benar dan mengabaikan semua fakta atau argumen yang mungkin bertentangan dengan pikiran atau keyakinan (Chung, Beverland, Farrelly, dan kawan-kawan, 2008:333).

Fanatisme hampir selalu dilihat dan dipelajari sebagai fenomena komunal (bersama-sama), banyak penggemar menunjukkan hal yang sangat menarik pandangan yaitu mereka merasa bahwa memiliki komunitas fans akan mengikuti perubahan dan perkembangan obyek mereka. Penelitian yang dilakukan Seregina, Koivisto, dan Mattila (2011:82-86) adalah mengetahui Unsur aspek yang hadir sampai batas tertentu dalam semua fanatisme. Tema-tema komunalitas fanatisme ini dibahas lebih lanjut di bawah ini sebagai berikut:
1) Menjadi Penggemar untuk Orang Lain
Terlihat dan digambarkan oleh fans sebagai penggemar untuk orang lain, karena tujuan utama dalam situasi ini untuk masuk dan mendapatkan teman-teman, serta aktif mengkomunikasikan nilai-nilai dan identitas orang lain. 
2) Menjadi Fanatisme untuk Diri sendiri
Menjadi penggemar sendiri dan sebelum menjadi bagian dari komunitas merupakan keinginan individu sendiri, penggemar dapat dilihat dengan banyaknya membeli barang atribut atau koleksi yang dimiliki dan tanpa paksaan dari orang lain sebagai seorang penggemar untuk diri sendiri kepada fans, karena memiliki makna yang lebih pribadi yang dimasukkan ke dalam diri dan melekat. 

Konformitas
Konformitas merupakan perilaku tertentu yang dilakukan, dikarenakan orang lain atau kelompoknya melakukan suatu peilaku atau tindakan yang sama. maka individu juga melakukanya walaupun individu tersebut menyukai atau tidak menyukai apa yang terjadi (Sears, Freedman, dan Peplau, 1985:76).

Konformitas tidak hanya sekedar bertindak sesuai dengan tindakan yang dilakukan oleh orang lain, tetapi juga berarti dipengaruhi oleh bagaimana mereka bertindak. Individu bertindak atau berpikir secara berbeda dari tindakan dan pikiran yang biasa kita lakukan jika kita sendiri (Myers, 2012:252).

Konformitas berdasarkan penelitian Sherif dan Asch dalam sebuah kelompok terdapat acuan yang pada dasarnya membuat individu menyesuaikan diri, perilaku, tindakan, dan perbuatannya. Dalam David G. Myers (2012:285-288) sebagai berikut:
1) Pengaruh Sosial Normatif (keinginan agar disukai)
Normatif (normative influence) yaitu agar diterima, menghindari penolakan dan keinginan kita untuk dapat disukai orang lain atau kelompok. Pengaruh normatif adalah “sejalan dengan keramaian” untuk menghindari penolakan untuk tetap berada dalam penilaian baik orang lain atau untuk mendapatkan penerimaan mereka. 
2) Pengaruh Informasional (keinginan untuk bertindak benar)
Informasional (informational influence) yaitu untuk mendapatkan informasi penting yang diperlukan, keinginan diri kita sendiri untuk menjadi benar. Pengaruh Informasional mendorong seseorang untuk secara diam-diam menerima pengaruh orang lain, karena hal tersebut didasarkan pada kecenderungan kita untuk bergantung pada orang lain sebagai sumber informasi tentang berbagai aspek dunia sosial. 

Remaja
Remaja (adolescence) masa Pertangahan (middle Adolescence) dan akhir (Late Adolescence) mencangkup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 1980:206).

Masa remaja (adolescence) sebagai masa transisi perkembangan yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007:20).

Fenomena Korean Wave
Korean Wave adalah istilah yang diberikan untuk tersebarnya budaya Pop Korea ssecara global di seluruh dunia tidak terkecuali Indonesia, yang secara singkat mengacu pada globalisasi budaya Korea Selatan (Ulfianti, 2011:1).

Remaja Fans-Club Korea
Remaja memiliki kegemaran masing-masing dalam menentukan idola mereka, seperti halnya musik Pop Korea yang banyak digemari membuatnya banyak memiliki penggemar setia sehingga setiap boyband dan girlband memiliki fans-club tersendiri. Remaja Indonesia juga memiliki fans-club sendiri-sendiri dan memisahkan diri dengan pandom yang lain sesuai dengan yang mereka sukai (Ulfianti, 2012:3).

Metode Penelitian
Dalam penelitian ini yang digunakan adalah pendekatan kualitatif yang berbentuk studi kasus dimana pendekatan ini hanya menggambarkan, meringkas kondisi atau situasi. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Subjek penelitian ini remaja usia 16-22 tahun sebanyak tiga subjek dan empat orang informan yang merupakan bagian dari fans club Super Junior. Lokasi penelitian dilakukan di masing-masing tempat berbeda sesuai tempat atau lokasi subjek yang diteliti di Samarinda. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Snowball Sampling. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Observasi dilakukan guna menemukan perilaku yang nampak berdasarkan kriteria-kriteria perilaku yang hendak diamati dari subjek penelitian, wawancara dilakukan untuk menggali secara mendalam mengenai gambaran yang dimiliki subjek mengenai situasi yang menjadi fokus penelitian, dan dokumen sebagai sumber data dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan (Moleong, 2009:157). Teknik analisa data dalam penelitian ini mengacu pada model interaktif yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman (1992:16-20) yang menyebutkan terdapat empat prosedur dalam analisis data kualitatif yang terdiri dari pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, kesimpulan atau verifikasi.

Hasil Penelitian dan Pembahasan
Berdasarkan hasil wawancara dari ketiga subjek, mereka mengetahui tentang fenomena Korean Wave dan ini terjadi karena penggaruh kebudayaan dimasyarakat. Menurut Jang dan Paik (2012:196) Korean Wave merupakan gelombang kebudayaan Korea yang merupakan gabungan dari tradisional kebudayaan Korea dan budaya barat, dalam bahasa Korea disebut dengan Hallyu., Korean Wave berkisar dari drama televisi, film, musik populer (K-Pop), tarian, video game sejauh, makanan, fashion, pariwisata, dan bahasa (Hangul). Korean Wave telah menyebar ke seluruh dunia melalui internet dan media sosial seperti TV drama adalah yang pertama dari penyebaran Korean Wave, diikuti oleh kelompok muda idola musik (K-Pop), film dan berbagai elemen budaya yang berada di Korea. 

Berdasarkan dari hasil observasi keseluruhan penelitian bahwa subjek merupakan penggemar Korean Wave banyak mengkoleksi film-film dan drama-drama Korea terbaru, bahkan jumlahnya sangat banyak, subjek terlibat sebagai fans boyband Super Junior dan banyak sekali mengkoleksi pernak-pernik atribut idola seperti poster, album original, stiker, gantungan kunci, mug, album photo, majalah, tabloid, terdapat koleksi variety show artis idola seperti Super Junior dan artis yang lain dan sebagainya, subjek sangat mengidolakan boyband Super Junior bahkan rela dari kota Samarinda untuk pergi ke Jakarta untuk nonton konser Super Junior dan ini terbukti dari hasil pengamatan ketika subjek menunjukkan potongan tiket konser yang pernah dirinya tonton dan masih dirinya simpan sampai sekarang sebagai kenang-kenangan. 

Berdasarkan dari hasil wawancara ketiga subjek menggunakan penggaruh dari konformitas yang terjadi dimasyarakat, menurut (Myers, 2012:252) konformitas merupakan suatu perubahan perilaku atau kepercayaan agar selaras dengan orang lain dan ini sendiri terjadi karena pengaruh sosial normatif (keinginan untuk disukai), dan pengaruh informasional (keinginan untuk bertindak benar). Sebagai penggemar setelah terpenggaruh dari konformitas ketiga subjek berperilaku fanatisme atas dasar keinginan diri sendiri, fanatisme terjadi karena suatu budaya sekarang sangat berpegaruh besar terhadap individu dan hubungan yang terjadi di diri individu menciptakan suatu keyakinan dan pemahaman berupa hubungan, kesetian, pengabdian, kecintaan, dan sebagainya (Seregina, Koivisto, dan Mattila, 2011:12 ).

Konformitas terbagi atas dua aspek pengaruh sosial normatif (keinginan untuk disukai), dan pengaruh informasional (keinginan untuk bertindak benar), adapun gambaran konformitas pada remaja terhadap kebudayaan Korean Wave. Ini berdasarkan hasil wawancara dari ketiga subjek yaitu, pertama terjadi karena pengaruh sosial normatif (keinginan untuk disukai) yang meliputi (a) Keinginan diri sendiri yaitu, memiliki teman yang menyukai Korean Wave, cenderung berdiskusi untuk bertukar informasi, menjadi penggemar Korean Wave bukan karena paksaan orang lain, keinginan terlibat dalam kebudayaan Korean Wave, dan keputusan sendiri untuk tetap jadi penggemar atau tidak, dan (b) pemujaan kepada idola yaitu, antusias yang tinggi, dan menunjukkan rasa cinta.

Sesuai dengan yang di ungkapkan di atas penggaruh normatif (keinginan untuk disukai) berupa keinginan agar dapat diterima, menghindari penolakan, dan keinginan diri sendiri agar dapat selaras dengan orang lain. Pengaruh budaya dimasyarakat berperan penting untuk masing-masing individu dengan ciri terdapat pemujaan, berpegang teguh pada kelompok, dan semangat pemberian kelompok (Myers, 2012:285).

Konformitas kedua terjadi karena pengaruh informasional (keinginan untuk bertindak benar), Ini berdasarkan hasil wawancara dari ketiga subjek yang meliputi (a) Sumber terpercaya yaitu mendapatkan informasi relavan, media internet sebagai informasi up to date, dan menggunakan situs forum resmi, dan (b) Menahan diri yaitu, berpikir positif dan tidak menghakimi idola.

Sesuai dengan yang di ungkapkan di atas pengaruh informasional (keinginan untuk bertindak benar) untuk mendapatkan informasi penting yang diperlukan, keinginan diri kita sendiri untuk menjadi benar, individu mencari sumber dari orang lain yang dapat menjadi suatu sumber informasi yang berguna bagi dirinya, dan mendefinisikan suatu permasalahan yang bagi diri individu itu sulit (Myers, 2012:285).

Menurut Taylor, Peplau, dan Sears (2012, 258-259) mengatakan seseorang melakukan konfomitas karena terdapat beberapa alasan, diantaranya ingin disukai dan melakukan hal yang benar. Normatif keinginan agar diterima secara sosial yaitu penerimaan orang lain terhadap diri kita, menyukai kita, dan memperlakukan kita secara baik. Secara bersamaan, kita menghindari penolakan, pelecehan, atau ejekan. Dan informasional yaitu perilaku orang lain yang sering memberikan informasi yang bermanfaat bagi diri kita, ini terjadi jika penggaruh kepercayaan, keyakinan, dan keinginan diri sendiri untuk dapat percaya sepenuhnya kepada informasi tersebut. 

fanatisme berupa gambaran perilaku seseorang terhadap sesuatu objek yang yang mereka minati atau mereka suka, objek sendiri bisa berupa benda atau bahkan manusia. fanatisme sendiri terjadi karena suatu budaya sekarang sangat berpegaruh besar terhadap individu dan hubungan yang terjadi di diri individu menciptakan suatu keyakinan dan pemahaman berupa hubungan, kesetian, pengabdian, kecintaan, dan sebagainya (Seregina, Koivisto, dan Mattila, 2011:11-12).

Fanatisme terbagi atas dua aspek menjadi penggemar untuk orang lain, dan menjadi fanatisme untuk diri sendiri, adapun gambaran fanatisme pada remaja terhadap kebudayaan Korean Wave. Ini berdasarkan hasil wawancara dari ketiga subjek pertama menjadi penggemar untuk orang lain yaitu, (a) Kebudayaan Korean Wave berupa, melibatkan diri menjadi penggemar Korean Wave, menyukai Korean Wave, dan cenderung penasaran akan kebudayaan Korean Wave, (b) Komunitas fans club berupa, bergabung dalam komunitas fans club, dapat bersosialisasi dengan fans lain, dan membangun hubungan dengan memberikan dukungan satu sama lain sebagai penggemar, dan (c) Dukungan dan perhatian kepada idola berupa, membeli pernak-pernik idola sebagai bentuk dukungan dan cenderung memberikan semangat sebagai bentuk perhatian.

Sesuai dengan yang di ungkapkan diatas menjadi penggemar untuk orang lain yaitu mendapatkan teman-teman baru, aktif dalam mengkomunikasikan nilai-nilai dan identitas orang lain, bergabung dalam komunitas fans club, dan terdapat dukungan, perhatian, dan semangat yang besar dari penggemar (Seregina, Koivisto, dan Mattila, 2011:83).

Fanatisme kedua aspek menjadi fanatisme untuk diri sendiri, adapun gambaran fanatisme pada remaja terhadap kebudayaan Korean Wave. Ini berdasarkan hasil wawancara dari ketiga subjek kedua menjadi fanatisme untuk diri sendiri yaitu, (a) Fans Korean Wave yaitu, salah satu penggemar Korean Wave, dan kesetian tinggi sebagai penggemar kepada idola, (b) Koleksi atribut idola yaitu, sebagai penggemar memiliki koleksi atribut idola, menabung untuk keperluan membeli barang, dan orang tua cenderung tidak keberatan membeli barang tersebut, dan (c) Perilaku fanatisme yaitu, perilaku fans cenderung fanatik, keinginan yang kuat terhadap fans, perilaku subjek cenderung fanatik, memberikan dukungan, perhatian, dan semangat kepada idola, cenderung mendapatkan inspirasi dan meniru dari Korean Wave, dan tidak berpikir perilaku fanatik selamanya negatif.

Sesuai dengan yang di ungkapkan diatas menjadi fanatisme untuk diri sendiri yaitu menjadi fanatik karena keinginan diri sendiri, terdpatnya dengan banyaknya membeli atribu atau koleksi yang dimiliki, tidak ada unsur paksaan dari orang lain, semua penggemar merupakan bagian dari perilaku fanatik, terdapatnya peniruan perilaku, dan sebagainya (Seregina, Koivisto, dan Mattila, 2011:84).

Perilaku fanatik timbul sebagai akibat dari proses interaksi budaya antara individu satu dengan yang lainnya, yang dapat melahirkan suatu bentuk perilaku baru. Fanatisme terbentuk karena dua hal yaitu menjadi penggemar untuk sesuatu hal berupa objek barang atau manusia, dan berperilaku fanatisme karena keinginan diri sendiri yang terlihat dari berubahnya perilaku untuk meniru hal yang baru (Wijayanti, 2012:6).

Berdasarkan hasil wawancara di atas, peneliti menyimpulkan dari pernyataan subjek penelitian, bahwa remaja penggemar Korean Wave berasal dari penyesuaian diri subjek di masyarakat dengan terpenggaruh akan sebuah kebudayaan dimasyarakat yang terjadi secara langsung maupun tidak langsung. subjek sama-sama melakukan konformitas yang berupa pengaruh sosial normatif mendapat teman baru, dukungan dari orang lain, menghindari penolakan, dan sebagainya dan pengaruh informasional mendapatkan informasi yang relevan, pemecahan suatu masalah, penilaian akan masalah, dan sebagainya, dimana kedua pengaruh ini sama-sama terkait. Ketika subjek sama-sama berperilaku fanatisme yang merupakan suatu perubahan perilaku yang terjadi disebabkan karena terdapatnya suatu objek untuk disukai, fanatik terbagi dua yaitu menjadi penggemar untuk orang lain ketertarikkan awal akan sesuatu hal dan menjadi besar untuk terlibat lebih jauh lagi dan menjadi fanatik karena diri sendiri tanpa terdapatnya paksaan dari orang lain. Hasilnya subjek dalam penelitian ini tidak memiliki perbedaan dalam menerima penggaruh dari suatu kebudayaan baru seperti Korean Wave dengan melakukan konformitas dan berperilaku fanatik pada objek yang mereka suka.

Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Terdapat suatu bentuk penyesuaian diri yang dilakukan subjek kepada orang lain atau kepada kelompok, karena setiap subjek melakukan atas dasar keinginan diri sendiri untuk dapat terlibat dalam suatu kebudayaan baru, subjek sangat antusias dan menunjukkan rasa cinta yang besar kepada kebudayaan Korean Wave, subjek sebagai penggemar memiliki sumber-sumber informasi yang terpercaya bagi dirinya untuk mendapatkan berita yang pasti atau akurat, dan subjek juga mampu untuk menahan diri agar dapat berpikir lebih positif dan tidak cenderung menghakimi.

Perilaku fanatik ketiga subjek terjadi karena proses kebudayaan Korean Wave yang melibatkan diri sebagai penggemar, bergabung dalam kelompok atau komunitas agar dapat bersosialisasi dan berinteraksi dengan fans yang lain, subjek memberikan dukungan dan perhatian kepada idola yang disuka, perilaku kesetian yang ditunjukkan sebagai penggemar kepada idola, subjek juga mengkoleksi atribut sebagai penggemar, dan keyakinan atau pandangan yang kuat terhadap objek yang dituju.

Saran
Berdasarkan hasil peneliti terdapat beberapa saran yang diajukan peneliti yaitu:
  1. Subjek diharapkan dapat memahami dan menilai pengaruh kebudayaan dimasyarakat, yang dapat membantu untuk mengembangkan potensi diri subjek.
  2. Penggemar Korean Wave untuk tidak berperilaku fanatik yang negatif seperti berperilaku ekstrim kepada idola, dan jadikanlah perilaku fanatik kalian positif agar masyarakat dapat menerima hal tersebut.
  3. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat lebih memfokuskan lagi tema apa yang akan diambil dalam suatu penelitian, sehingga hasil yang didapatkan tidak jauh dari perkiraan peneliti. Bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti Konformitas dan Fanatisme pada Remaja Korean Wave (Penelitian pada Komunitas Super Junior Fans Club ELF “Ever Lasting Friend”), agar terlebih dahulu melakukan observasi dan pendekatan, karena dalam penelitian yang dilakukan peneliti ini masih banyak kekurangan.
Konformitas dan Fanatisme
ABSTRACT
Korean Wave fever became one of globalization phenomenon example Korean Wave or hallyu was the term given for the spiead of Korean Pop culture globally over the world, such as in Indonesia, which has been hypnotized thousand of humans especially teenager. This research aimed to know how the conformity and fanaticism in the Korean Wave Teenager (Research in the community of Super Junior fans club ELF “Ever Lasting Friend”). This research was a qualitative study with used descriptive approach. The subjects were three teenagers in the age category 16 up to 22 years and 4 information. Results of this research showed three subjects a form fitting in with other people groups based on self-desire to engage them selues, in the form of enthusiastic veneration and love, got areliable source of useful information for your self, and resisted the urge to be able to think positive, and forms of self-adjustment form the subjects a fanatical behavior that occurred from the process of cultural interaction between one individual with another individual that shaped the behavior of fidelity joined in a group or community, support and concern shown, and conviction or an outstanding view of the object so the general picture three subjects showed such a large adjustment to others and laed to a higher form of fanatical behavior also indicated the subject to the object.
Keywords : Conformity, Fanaticism, Korean Wave

Pendahuluan
Korea Selatan pada kurun waktu terakhir ini telah berhasil menyebarkan produk budaya populernya ke dunia internasional. Berbagai produk budaya Korea mulai dari drama, film, lagu, fashion, gaya hidup hingga produk-produk industri, mulai mewarnai kehidupan masyarakat di berbagai belahan dunia. Proses penyebaran budaya Pop Korea dikenal dengan istilah ‘Korean Wave’ atau ‘Hallyu’. Proses penyebaran budaya Korea ke dunia internasional tidak bisa dilepaskan dari keberadaan media masa seperti internet, Facebook, twitter, youtube, dan sebagainya, bahkan bisa dikatakan bahwa media masa adalah saluran utama penggerak Korean Wave (Wijayanti, 2012:2).

Meningkatnya popularitas budaya populer Korea di dunia internasional banyak mempengaruhi kehidupan masyarakat dunia, tidak terkecuali masyarakat Indonesia. Fenomena ‘Korean Wave’ atau ’Hallyu’ yang saat ini sedang melanda Indonesia banyak mempengaruhi kehidupan masyarakat khususnya kawulan muda atau anak remaja. (Wijayanti, 2012:3).

Budaya Korea berkembang begitu pesatnya hingga meluas dan diterima publik dunia, sampai menghasilkan sebuah fenomena demam budaya Korea ditingkat global, yang diistilah Korean Wave. Hallyu atau Korean Wave adalah sebuah istilah yang diberikan untuk tersebarnya budaya Pop Korea atau gelombang Korea secara global di berbagai negara di dunia termasuk negara Indonesia, atau secara singkat mengacu pada globalisasi budaya Korea. Di Indonesia saat ini, fenomena golombang Korea melanda generasi muda terutama remaja Indonesia yang umumnya menyenangi drama atau disebut K-Drama dan Musik Pop korea atau yang lebih dikenal dengan K-Pop (Korean Pop) (Nastiti, 2010:2).

Fenomena budaya populer Korea sangat menarik untuk dikaji tidak hanya terjadi dikota besar saja, Faktanya gelombang Korean Wave terjadi pada penggemar remaja Samarinda, demam Korea telah mendorong lahirnya sebuah kiblat dalam berperilaku bagi remaja dan generasi muda yang menggunakan budaya Pop Korea sebagai perilaku meniru idola mereka, menyukai secara berlebihan sebagai penggemar, membeli pernak-pernik idola mereka hal ini terjadi kerena terdapat proses komunikasi budaya populer Korea di Indonesia dan hal ini juga terjadi dikota Samarinda. Fenomena gelombang Korean Wave yang terjadi di kota Samarinda, dimana yang paling banyak di ikuti remaja yaitu drama dan musik, bahkan para remaja rela menonton dan membeli kaset drama korea yang terbaru, musik korea atau yang lebih di kenal dengan sebutan K-Pop (Korean Pop).

K-Pop memiliki banyak sekali penggemar tidak hanya di kota besar Samarinda juga ikut dalam komunitas fans-club K-Pop sesuai dengan idola mereka masing-masing, remaja memiliki kegemaran masing-masing dalam menentukan idola mereka, seperti halnya musik Pop Korea yang banyak digemari membuatnya banyak memiliki penggemar setia sehingga setiap boyband dan girlband memiliki fans-club tersendiri. Remaja Indonesia juga memiliki fans-club sendiri-sendiri dan memisahkan diri dengan pandom yang lain sesuai dengan yang mereka sukai. Meski para K-Pop (Korean Pop) kebanyakan terpisah dengan fandom yang mereka pilih tapi biasanya mereka justru akan dekat satu sama lain (Ulfianti, 2012:3).

Adapun hasil wawancara terhadap AR, Siswa SMK 7, Pada tanggal 12 September 2012, sebagai berikut subyek mengatakan bahwa ia mengetahui Korean Wave sejak sekolah SMP dan masih menyukainya sampai sekarang, kesukaannya pada drama, film, dan musik Korea. Ia mengatakan bahwa orang Korea terkenal dengan operasi plastik saya mendukung kalo itu memang baik bagi mereka yang menunjang diri mereka, masyarakat dikorea sana sangat menjaga kebudayaan mereka sampai sekarang menggunakan pakaian dan rumah adat mereka masih utuh ada. Subyek juga memberitahukan bahwa ia sangat ngefans sama musik Korea atau K-Pop dikarenakan musik yang unik dan berbeda sebab mereka dalam kelompok beranggotakan banyak, ia selalu mencari informasi yang terdapat pada K-Pop terutama pada idolanya, subyek aktif dalam komunitas Super Junior fans-club ELF, ia juga mengatakan bahwa ia juga mengkoleksi pernak-pernik sepeti album original, drama, majalah, foster dan hal-hal yang berhubungan dengan K-Pop dan idolanya. 

Kepopuleran gelombang Korean Wave pada musik korea membuat para fans yang terdiri dari remaja yang begitu mencintai mereka tanpa tak sadar berperilaku berlebihan yang memyebabkan idolanya bisa tanpa sengaja terluka atau cedera ringan akibat antusiasme fans. Budaya K-Pop telah banyak mempengaruhi pemikiran kelompok-kelompok penggemar dan mempengaruhi bagaimana mereka memahami budaya Pop Korea itu sendiri. Melalui budaya K-Pop tersebut kelompok penggemar memahami dinamika budaya Korea. Pemahaman terhadap budaya Korea kemudian melahirkan budaya baru dalam kelompok penggemar yang biasanya berwujud fanatisme sebagai hasil interaksi dengan budaya Pop Korea (Wijayanti, 2012:3). 

Penggemar Korean Wave pada komunitas fans-club masing-masing akan memberikan dukungan kepada idolanya dan sesama fans akan setia mendampingi idolanya, hal ini karena perilaku konformitas yang ditunjukkan oleh kelompok tersebut. Walaupun remaja memiliki fans-club berbeda-beda tetapi sesama penggemar K-Pop mereka akan saling memberikan dukungan. terdapat konformitas dari orang-orang sekitar yang menyukai K-Pop sehingga sedikit atau banyak seseorang akan mulai tertarik pada dunia K-Pop itu sendiri. Lebih lagi yang menjadi pasar dari musik ini kebanyakan adalah kalangan remaja, dimana dalam masanya mereka akan lebih cenderung konform pada teman-temannya. Sebuah tekanan atau tuntutan teman-teman sebaya pada masa remaja dapat bersifat positif maupun negatif. (Santrock, 1995:44-45).

Fenomena budaya populer Korea yang melahirkan konformitas dan fanatisme pada Korean Wave hal ini karena sikap remaja yang terkadang lebih mengagungkan budaya populer Korea dari pada budaya dalam negeri menunjukkan bahwasanya budaya Pop Korea secara tidak disadari telah menimbulkan fenomena dikalangan remaja.

Daftar Pustaka
  • Chung, E., Beverland, M.B., Farrelly. F., dan Kawan-kawan. (2008). Exploring Consumer Fanaticism: Extraordinary Devotion in The Consumption Context. Journal of Advances in Consumer Research. 35 (4), pp 333-340.
  • Hurlock, Elizabeth. B. (1980). Psikologi Perkembangan “Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan”. Jakarta: Erlangga.
  • Jang, Gunjoo., dan Paik, Won. K. (2012). Korean Wave as Tool for Korea’s New Cultural Diplomacy. Journal of Advances in Applied Sociology. 35 (3), pp 196-202.
  • Milles, M. B., dan Hubberman, A. M. (2007). Analisis Data Kualitatif . Jakarta: UI Press.
  • Moleong, Lexi. J. (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
  • Myers, David. G. (2012). Psikologi Sosial (Social Psychology) Jilid 1 Edisi Kesepuluh. Jakarta: Salemba Humanika.
  • Nastiti, Aulia. D. (2010). “Korean Wave” di Indonesia: Antara Budaya Pop, Internet, dan Fanatisme Pada Remaja (Studi Kasus Terhadap Situs Assian Fans Club Di Indonesia Dalam Perspektif Komunikasi Antar Budaya). Journal of Communication. 1 (1), pp1-23.
  • Santrock, John. W. (1995). Life-Span Development “Perkembangan Masa Hidup”. Jakarta: Erlangga.
  • Santrock, John. W. (2007). Remaja Jilid 1Edisi Kesebelas. Jakarta: Erlangga.
  • Sears, David. O., Freedman, Jonathan, L., dan Peplau, L. A. (1985). Psikologi Sosial Jilid 2 Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
  • Seregina, A., Koivisto, E., dan Mattila, P. (2011). Fanaticism-Its Developmentand Meanings in Consumers Lives. Journal of Aalto University School of Economics. 1 (1), pp 1-106.
  • Taylor, Shelley. E., Peplau, Letitia. A., dan Sears, David. O. (2012). Psikologi Sosial Edisi Kedua Belas. Jakarta: Kencana.
  • Ulfianti, S. (2012). Fanatisme Remaja Indonesia Pada Korean Wave. Jurnal Artikel Korean Wave. 1(1), pp 1-4.
  • Wijayanti, Ardiani. A. (2012). Hallyu: Youngstres Fanaticism of Korean Pop Culture (Study of Hallyu Fans Yogyakarta City). Journal of Sociology. 3 (3), pp 1-24.