Friday 28 April 2017

MODEL DAN JENIS MEDIA PENDIDIKAN INKLUSIF

MODEL MEDIA PENDIDIKAN INKLUSIF
Dalam rangka mensukseskan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan perwujudan hak azasi manusia, layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus perlu lebih ditingkatkan.

Selama ini pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus lebih banyak di selenggarakan secara segregasi di Sekolah Luar Biasa (SLB) dan Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB). Sementara itu lokasi SLB dan SDLB pada umumnya berada di ibu kota kabupaten, padahal anak-anak berkebutuhan khusus banyak tersebar hampir di seluruh daerah (Kecamatan/Desa). Akibatnya sebagian anak berkebutuhan khusus tersebut tidak bersekolah karena lokasi SLB dan SDLB yang ada jauh dari tempat tinggalnya, sedangkan sekolah umum belum memiliki kesiapan untuk menerima anak berkebutuhan khusus karena merasa tidak mampu untuk memberikan pelayanan kepada ABK di sekolahnya.

Untuk itu perlu dilakukan terobosan dengan memberikan kesempatan dan peluang kepada anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh pendidikan di sekolah umum (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK), yang disebut “Pendidikan Inklusif”. Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam implementasi pendidikan inklusif, maka pemerintah melalui Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa menyusun naskah Prosedur Operasi Standar Pendidikan Inklusif. Selanjutnya, dari naskah ini dikembangkan ke dalam beberapa pedoman, yaitu:

1. Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif 
2. Pedoman Khusus Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif, yaitu:
  • Pedoman Khusus Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus.
  • Pedoman Khusus Pengembangan Kurikulum.
  • Pedoman Khusus Kegiatan pembelajaran.
  • Pedoman Khusus Penilaian.
  • Pedoman Khusus Manajemen Sekolah.
  • Pedoman Khusus Pengadaan dan Pembinaan Tenaga Pendidik.
  • Pedoman Khusus Pemberdayaan Sarana dan Prasarana 
  • Pedoman Khusus Pemberdayaan Masyarakat.
  • Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling
3. Suplemen Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif, yaitu:
  • Model Program Pembelajaran Individual
  • Model Modifikasi Bahan Ajar
  • Model Rencana Program Pembelajran
  • Model Media Pembelajaran
  • Model Program Tahunan
  • Model Laporan Hasil Belajar (Raport) 
KATA PENGANTAR
Kebijakan pemerintah dalam penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun disemangati oleh seruan Internasional Education For All (EFA) yang dikumandangkan UNESCO sebagai kesepakatan global hasil World Education Forum di Dakar, Sinegal Tahun 2000, penuntasan EFA diharapkan tercapai pada Tahun 2015.

Seruan ini senafas dengan semangat dan jiwa Pasal 31 UUD 1945 tentang hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan dan Pasal 32 UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur mengenai pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus.

Sedang pemerataan kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan khusus dilandasi pernyataan Salamanca Tahun 1994. Pernyataan Salamanca ini merupakan perluasan tujuan Education Fol All dengan mempertimbangkan pergeseran kebijakan mendasar yang diperlukan untuk menggalakkan pendekatan pendidikan inklusif. Melalui pendidikan inklusif ini diharapkan sekolah–sekolah reguler dapat melayani semua anak, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan pendidikan khusus. Di Indonesia melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 002/U/1986 telah dirintis pengembangan sekolah penyelenggaraan pendidikan inklusif yang melayani Penuntasan Wajib Belajar bagi peserta didik yang berkebutuhan khusus.

Pendidikan terpadu yang ada pada saat ini diarahkan untuk menuju pendidikan inklusif sebagai wadah yang ideal yang diharapkan dapat mengakomodasikan pendidikan bagi semua, terutama anak-anak yang memiliki kebutuhan pendidikan khusus selama ini masih belum terpenuhi haknya untuk memperoleh pendidikan layaknya seperti anak-anak lain. Sebagai wadah yang ideal, pendidikan inklusi memiliki empat karakteristik makna yaitu:
  1. Pendidikan Inklusif adalah proses yang berjalan terus dalam usahanya menemukan cara-cara merespon keragaman individu anak,
  2. Pendidikan inklusif berarti memperoleh cara-cara untuk mengatasi hambatan-hambatan anak dalam belajar,
  3. Pendidikan inklusif membawa makna bahwa anak mendapat kesempatan utuk hadir (di sekolah), berpartisipasi dan mendapatkan hasil belajar yang bermakna dalam hidupnya, dan
  4. Pendidikan inklusif diperuntukkan bagi anak-anak yang tergolong marginal, esklusif dan membutuhkan layanan pendidikan khusus dalam belajar.
Akses pendidikan dengan memperhatikan kriteria yang terkandung dalam makna inklusif masih sangat sulit dipenuhi. Oleh karena itu kebijakan pemerintah dalam melaksanakan usaha pemerataan kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan khusus baru merupakan rintisan awal menuju pendidikan inklusif. Sistem pendekatan pendidikan inklusif diharapkan dapat menjangkau semua anak yang tersebar di seluruh nusantara.

Untuk itu, maka kebijakan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional dalam penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar bagi anak yang memerlukan layanan pendidikan khusus diakomodasi melalui pendekatan ”Pendidikan Inklusif”. Melalui pendidikan ini, penuntasan Wajib Belajar dapat diakselerasikan dengan berpedoman pada azas pemerataan serta peningkatan kepedulian terhadap penanganan anak yang memerlukan layanan pendidikan khusus.

Sebagai embrio, pendidikan terpadu menuju pendidikan inklusif telah tumbuh diberbagai kalangan masyarakat. Ini berarti bahwa tanggungjawab penuntasan wajib belajar utamanya bagi anak yang memiliki kebutuhan pendidikan khusus telah menjadi kepedulian dari berbagai pihak sehingga dapat membantu anak-anak yang berkebutuhan khusus dalam mengakses pendidikan melalui ”belajar untuk hidup bersama dalam masyarakat yang inklusif”.

Agar dalam pelaksanaan program pendidikan inklusif dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan, maka Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah melalui Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa telah menyusun pedoman pendidikan inklusif.

Akhirnya, ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan buku pedoman ini dan semoga buku ini dapat bermanfaat serta berguna bagi semua pihak.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan khusus merupakan pendidikan yang diperuntukan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena memiliki kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Oleh karena itu, untuk mendorong kemampuan pembelajaran mereka dibutuhkan lingkungan belajar yang kondusif, baik tempat belajar, metoda, sistem penilaian, sarana dan prasarana serta yang tidak kalah pentingnya adalah tersedianya media pendidikan yang memadai sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

Seiring peran media pendidikan yang semakin meningkat, maka pendidik dan media pendidikan harus saling terkait satu sama lain untuk memberikan kemudahan belajar bagi peserta didik. Dalam arti, bahwa pendidik sebagai fasilitator diharapkan mampu untuk memfungsikan media pendidikan seoptimal mungkin sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Perhatian dan bimbingan secara individual dapat diberikan oleh pendidik dengan baik, sementara media pendidikan dapat pula disajikan secara jelas, menarik, dan tepat. Oleh karena itu, menjadi suatu keharusan bagi sekolah penyelenggara pendidikan inklusif untuk menempatkan media pendidikan sebagai komponen yang penting dari sistem pendidikan yang diselenggarakannya.

Memang selama ini media pendidikan telah diperkaya dengan adanya buku teks, modul, overhead projector, film, vidio, televisi, slide, dan lain sebagainya. Tetapi media tersebut tampaknya belum cukup untuk memotivasi sekaligus mengembangkan sikap dan kemampuan anak, minat, bakat, dan mental sampai mencapai potensi mereka yang optimal. Di sinilah diperlukan modifikasi media pendidikan yang sesuai dengan potensi dan tingkat kebutuhan para peserta didik.

Dalam operasionalnya, pengembangan media pendidikan hendaknya diupayakan pula untuk memanfaatkan kelebihan yang dimiliki oleh media tersebut dan berusaha mengatasi hambatan-hambatan yang mungkin muncul dalam proses pembelajarannya. Oleh karena itu, sebagai fasilitator yang baik dan profesional, pendidik hendaknya mampu mengoperasikan dan memilih media pendidikan yang akan dipakai dengan tepat di sekolah penyelenggara pendidkan inklusif.

B. Alasan
Beberapa hal yang mendasar tentang pentingnya media pendidikan, sebagai berikut:
  1. Banyaknya model media pendidikan yang tersedia akan memudahkan peserta didik untuk menggunakan dan memilih media yang sesuai dengan karakteristiknya. 
  2. Disebabkan karena keberagaman dan keunikan peserta didik, maka kesesuaian pemilihan media pendidikan akan sangat berpengaruh terhadap hasil pembelajaran.
  3. Berdasarkan hasil temuan dari berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa adanya korelasi antara penggunaan media pendidikan dan karakteristrik belajar peserta didik dalam menentukan hasil belajar. Dengan kata lain, peserta didik akan mendapat keuntungan yang signifikan bila belajar dengan menggunakan media pendidikan yang sesuai.
  4. Tujuan pokok dari tersedianya media pendidikan adalah untuk menjamin setiap anak berkebutuhan khusus untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu sesuai dengan kemampuannya.
  5. Tujuan utama dari Penyusunan Media Pendidikan adalah untuk dapat membantu peserta didik menguasai memahami materi/konsep pembelajaran.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup media pendidikan inklusif sebaiknya mencakup semua jenis media pendidikan untuk semua peserta didik termasuk didalamnya anak berkebutuhan khusus, seperti: Tunanetra, Tunarungu, Tunagrahita, Tunadaksa, Tunalaras, Tuna Wicara, Tunaganda, HIV/AIDS, Gifeted, Talented, Kesulitan Belajar, Lamban Belajar, Autis, Korban Penyalahgunaan Narkoba, Indigo, dan lain sebagainya.

Sementara itu bentuk atau tampilan media pendidikannya sendiri dapat berupa:
  1. Gambar (bagan, diagram, penampang, gambar situasi, notasi dan lain-lain)
  2. Kartu
  3. Model (tiruan benda, binatang, tumbuhan, orang dan lain-lain)
  4. Komponen alat (komponen mandiri, komponen rakitan dan lain-lain)
  5. Instrumen (quesioner, skala sikap, observasi dan lain-lain)
Bentuk dan tampilan media pendidikan sedapat mungkin dari yang nyata sampai yang abstrak, sebagai contoh ;
  • Benda asli;
  • Model (benda tiruan);
  • Benda 3 (tiga) dimensi;
  • Foto;
  • Gambar;
  • Skema/Sketsa;
  • Tulisan;
  • Suara; dan lain-lain
Sampai saat ini kebutuhan akan media pendidikan bagi peserta didik terutama bagi anak-anak berkebutuhan khusus termasuk sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dirasakan belum memadai. Oleh karena itu dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, maka media pendidikan diupayakan sesuai dengan yang diharapkan. Disinilah pentingnya perencanaan, pelaksanaan dan monitoring terhadap pengadaan dan pengelolaan media pendidikan pada sekolah-sekolah penyelenggara pendidikan inklusif.

BAB II
MODEL MEDIA PENDIDIKAN INKLUSIF
A. Pengertian
Media pendidikan adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat siswa sedemikian rupa sehingga pembelajaran terjadi secara efektif dan efisien. Media adalah alat yang dapat membantu pembelajaran yang berfungsi memperjelas makna pesan yang disampaikan sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan sempurna. Media pendidikan juga berperan sebagai perangsang belajar dan dapat menumbuhkan motivasi belajar sehingga peserta didik tidak merasa bosan dalam belajar.

Aapapun yang disampaikan oleh pendidik mesti menggunakan media, paling tidak yang digunakannya adalah media verbal yaitu berupa kata-kata yang diucapkan. Segala sesuatu yang terdapat di lingkungan sekolah, baik benda hidup atau tidak, yang pada awalnya tidak dilibatkan dalam pembelajaran, tetapi setelah dirancang dan dipakai dalam kegiatan pembelajaran, benda tersebut berstatus media sebagai alat perangsang belajar. Dengan kata lain, benda tersebut dapat disebut media jika dirancang dan dipakai dalam pembelajaran.

Menurut Koyo Kartasurya, media itu digolongkan menjadi 4 (empat) jenis, yakni:
  1. Media visual; gambar, photo, sketsa, diagram grafik, karton foster, peta dan globe.
  2. Media dengar: radio, tape rekorder, laboratorium bahasa, dan CD.
  3. Project still media: slide, OHP.
  4. Projected mosion media: TV, Vidio, Komputer.
Sementara menurut Amir Hamzah Sulaeman, media pendidikan dapat digolongkan menjadi 6 (enam) jenis, yakni:
  • Alat-alat visual dua dimensi pada bidang yang tidak transparan, gambar, grafik, peta, poster.
  • Berbagai papan: papan tulis, white board, papan planel.
  • Visual 3 dimensi: benda asli, model, barang/alat tiruan.
  • Audio: radio, tape rekorder, CD.
  • Audiovisual murni: film.
6. Demonstrasi dan widya wisata.

B. Perencanaan
Dalam merencanakan pengadaan media pendidikan di sekolah penyelenggara pendidikan inklusi agar sesuai dengan materi pelajaran, kondisi serta potensi peserta didik, maka perlu memperhatikan kriteria-kriteria antara lain :
1. Kriteria Umum
a. Segi Edukatif
Segi Edukatif berarti bahwa media pendidikan harus sesuai dengan kurikulum yang berlaku, yang harus mengacu kepada kompetensi yang diharapkan, materi, metode pembelajaran dan sesuai dengan jenis, jenjang dan satuan pendidikan serta tingkat perkembangan anak.

b. Segi Teknis
Segi teknis meliputi kebenaran media (validity), ketepatan ukuran media, ketelitian media, keamanan dan kemudahan penggunaan, keawetan dan ketahanan serta kejelasan panduan.

c. Segi Estetika
Segi estetika menyangkut bentuk dan warna. Bentuk dan warna yang menarik dan estetik (indah) akan dapat menjadi daya tarik bagi peserta didik.

d. Efektivitas dan Efisiensi
Media pendidikan yang efektif dan efisien adalah apabila penggunaan media pendidikan tersebut dapat menghemat waktu, tenaga dan tepat mencapai sasaran/tujuan.

2. Kriteria Khusus
Kriteria khusus adalah kriteria yang dituangkan dalam bentuk spesifikasi media yang biasanya meliputi rupa/bentuk, ukuran, bahan, dan warna dari media pendidikan tersebut yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik.

Hal penting yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pengadaan media pendidikan yaitu perlu dilakukan analisis kurikulum, khususnya yang berkaitan dengan kompetensi yang diharapkan, materi pembela

C. Unsur Pelaksana
Komponen-komponen yang terkait dengan media pendidikan adalah sebagai berikut 
  • Sumber Daya Manusia 
  • Bahan
  • Peralatan
  • Lingkungan
  • Teknik
  • Pesan
Sedangkan unsur pelaksana media pendidikan dapat diidentifikasi sebagai berikut: 
  • Guru di sekolah biasa;
  • Guru Pendidkan Khusus;
  • Dokter;
  • Psikolog;
  • Ahli pendidikan luar biasa;
  • Ahli olah raga;
  • Konselor;
  • Sosial Worker;
  • Speechtherapi;
  • Fisiotherapi;
  • Ahli Teknologi Komunikasi / ICT; dan lain-lain
D. Model Kebutuhan Media Pendidikan
Berdasarkan karakteristiknya, model media pendidikan dapat digolongkan menjadi 2. (dua) bagian yaitu: 
Media dua dimensi

Media dua dimensi meliputi media grafis, media bentuk papan, dan media cetak 
Media tiga dimensi

Media tiga dimensi dapat berwujud sebagai benda asli baik hidup atau mati, dan dapat pula berwujud sebagai tiruan yang mewakili aslinya.

Berikut adalah kebutuhan media pendidikan pada sekolah penyelenggara pendidikan inklusif:
1. Tunanetra
a. Alat assesmen:
  • Survival lens set
  • Snellen chart
  • Ishihara test
  • Snellen chart electronik
b. Alat orientasi mobilitas:
  • Tongkat panjang
  • Tongkat lipat
  • elektrik
  • Blind fold
  • Bola bunyi
  • Tutup kepala
  • Bel
  • Lampu warna-warni
  • Lampu senter
  • Miniatur benda
c. Alat bantu untuk tunanetra:
  • Magnifer lens set
  • CCTV
  • View scan
  • Televisi
  • Microscope/magnifire
  • Komputer dengan software Braille
  • Reglet
  • Stylus
  • Catur Tunanetra
  • Meja tenis tunanetra
  • Tape recorder
  • Buku bicara (talking book) / kaset
  • Buku-buku Braille
  • Alat-alat musik: Keyboard, Genderang, Gong, Sound system
  • Studio rekaman
  • Alat-alat masage
  • Anatomi tubuh manusia (laki-laki dan perempuan)
  • Jaringan ICT
2. Tunarungu
a. Alat assesmen
  • Scan tes
  • Bunyi – bunyian: gendang, krincingan, dll
  • Garputala
  • Audiometer dan blanko audiogram
  • Mobile sound proof
  • Sound level meter
b. Alat bantu dengar (hearing Aid)
  • saku
  • Model belakang telinga
  • Hearing group
  • Loop induction system
c. Alat bina persepsi Bunyi dan Irama (BPBI)
  • Speech trainner and sound simulation
  • Spatel
  • Cermin
  • Alat latihan meniup (seruling, kapas, terompet, peluit)
  • Alat musik perkusi (gong, gendang, tamborin, triangle, drum)
  • Meja latihan wicara
  • Sikat getar
  • Lampu aksen (kontrol suara)
  • TV/ VCD/ DVD
  • Komputer
  • LCD
  • Alat-alat musik assesment
  • Alat-alat drumband
d. Alat-alat keterampilan: 
  • jahit, ukir, anyam
  • sablon 
  • perbengkelan
  • tata boga
  • peternakan
  • pertukangan kayu: bubut, kayu, dll 
  • keramik
  • pertukangan batu
e. Alat-alat olahraga
f. Jaringan ICT

3. Tunagrahita
a. Alat assesmen
  • Tes intelegensi (WISC-R)
  • Tes intelegensi stanford binet
  • Cognitive visual
b. Alat kemampuan merawat diri
  • Alat-alat mandi
  • Alat-alat merias diri
  • Perlengkapan pakaian
  • Perlengkapan rumah tangga
  • Alat-alat keterampilan: pertukangan/kerajinan kayu, pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan, dan tata boga
c. Alat-alat olahraga
d. Alat-alat kesenian

4. Tunadaksa
a. Assesment
  • Finger goniometer
  • Flexometer
  • Plastic goniometer
  • Reflex hammer
  • Postur evaluation set
  • TPD Arshesio meter
  • Ground rhytem timbre instrumen
  • Cabinet geometri insert
  • Collor sorting box
  • Collor sorting insert
  • Tactile bord set
  • Kolam bola-bola 
  • Bola besar
b. Alat latihan fisik
  • Pulley weight
  • Kanavel table
  • Squeez ball
  • Restorator hand
  • Restorator leg
  • Tread mill jogger
  • Safety walking strap
  • Straight (tangga)
  • Sand bund
  • Exercise mat
  • Incline mat
  • Neuro development rolls
  • Height adjustable crowler
  • Floor sitter
  • Kursi CP
  • Individual stand-in table
  • Walking paralel
  • Walker khusus CP
  • Vestibular board
  • Balance beam set
  • Dynamic body and balance
  • Kolam bola-bola
  • Vibrator
  • Infra red lamp (infra film)
  • Dual speed messager
  • Speed Training Devices
  • Bola karet
  • Balok berganda
  • Balok titian
c. Alat Orthotic dan Prosthetic
  • Cock-up resting splint
  • Rigit immobilitation elbow brace
  • Flexion extention
  • Back splint
  • X – splint
  • Long leg brace set
  • Ankle or short leg brace
  • Original thomas collar
  • Simple cervical brace
  • Corsett
  • Crutch (kruk)
  • Club foot walker shoes
  • Thomas wellshoes
  • Whell chair (kursi roda)
  • Kaki palsu
d. Alat-alat kesenian musik:
  • Sound system
  • LCD
  • Komputer
  • Handycam
  • Camera Photo
e. Alat -alat olahraga
f. Alat-alat keterampilan

5. Tunalaras
a. Alat assesmen
  • Adaptive Behaveor Inventory Child
  • AAMD Adaptve Behaveor Scale
b. Alat terapi perilaku 
  • Duck wall
  • Step down account
  • Bola sepak bertali
  • Puppen house rolling boxer
  • Samsak
  • Hoopla
  • Sand pits
  • Animal matching games
  • Contructive puzzle
  • Animal puzzle
  • Fruits puzzle
  • Konsentrasi mekanik
c. Alat-alat terapi fisik
d. Alat-alat keterampilan:
1) batik
  • bubut
  • pertukangan kayu
  • pertukangan batu
  • ukir
  • sablon
e. Alat-alat pertanian
  • peternakan
  • pertanian
  • perikanan
f. Alat-alat kesenian : musik dan tari
g. Alat-alat olahraga

6. Anak Cerdas Istimewa (Gifted) dan Bakat Istimewa (Talented)
a. Alat assesmen
  • Test intelegensi WISC-R
  • Test intelegensi Stanford Binet
  • Cognitive Ability Test
  • Differential Aptitude Test
b. Sarana sebagai sumber belajar
  • Buku-buku perpustakaan
  • Internet/ICT (komputer)
  • CD, VCD, DVD, OHP
  • Kaset Rekaman
  • Slide Proyektor, LCD
  • Laboratorium MIPA
  • Laboratorium Bahasa
  • Alat-alat kesenian
  • Alat-alat olahraga
  • Handycam
  • Digital Camera
  • Studio musik/kesenian
  • Alat-alat keterampilan:
1) batik
2) bubut
3) pertukangan kayu
4) pertukangan batu
5) ukir
6) sablon

14) Alat-alat pertanian
  • peternakan
  • pertanian
  • perikanan
15) Alat-

E. Evaluasi
Untuk mengetahui apakah media pendidikan yang digunakan efektif dan efisien, maka perlu dilakukan evaluasi secara menyeluruh. Dalam evaluasi hendaknya mempertimbangkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) aspek yang terkait, yakni:
Evaluasi terhadap media pendidikan.
Apakah media pendidikan berguna untuk menimbulkan motivasi belajar peserta didik dan interaksi antara peserta didik dengan lingkungan.

Evaluasi terhadap pendidik (fasilitator)
Apakah pendidik (fasilitator) memiliki kemampuan untuk menyampaikan pesan melalui media pendidikan yang digunakannya.

Evaluasi terhadap peserta didik.
Apakah media pendidikan memungkinkan peserta didik dapat belajar secara mandiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya.

F. Faktor Pendukung
  1. Adanya kepedulian pemerintah, baik pemerintah pusat, propinsi maupun daerah untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan inklusif sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
  2. Keterlibatan stakeholder sebagai penyelenggara pendidikan yang menyediakan fasilitas pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus.
  3. Adanya kepedulian pihak dunia usaha untuk menyediakan dan memproduksi media pendidikan yang dibutuhkan.
G. Faktor Hambatan 
  • Terbatasnya dana untuk penyediaan media pendidikan yang dibutuhkan.
  • Minimnya kreativitas dikalangan masyarakat dalam menciptakan media pendidikan.
  • Terbatasnya sumber daya manusia yang memiliki kemampuan untuk menyampaikan pesan-pesan melalui media pendidikan.
  • Kurangnya sosialisasi akan pentingnya media pendidikan bagi peserta didik dan lembaga penyelenggara pendidikan.
  • Terbatasnya keberadaan media pendidikan yang spesifik bagi peserta didik berkebutuhan khusus, karena tidak semua produk bisa dengan mudah didapatkan di lapangan pasar.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
  1. Media pendidikan adalah alat yang dapat menunjang pembelajaran yang berfungsi memperjelas makna pesan yang disampaikan sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan sempurna.
  2. Media pendidikan dapat berfungsi sebagai perangsang belajar dan dapat menumbuhkan motivasi belajar sehingga peserta didik tidak bosan dalam meraih tujuan belajar. Oleh karenanya media pendidikan harus dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan peserta didik itu sendiri.
  3. Segala sesuatu yang terdapat di lingkungan sekolah, setelah dirancang dan dipakai dalam pembelajaran, maka lingkungan itu berstatus sebagai media pendidikan.
B. Rekomendasi
1. Bagi Kepala Sekolah
  • Memfasilitasi guru dalam pengadaan/pengelolaan media pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus.
  • Media pendidikan di masing-masing sekolah dapat diakses untuk semua pesrta didik.
2. Bagi Dinas Pendidikan Terkait
  • Memprogramkan dan menganggarkan pengadaan media pendidikan dengan maksud untuk memperlancar pelaksanaan pembelajaran.
  • Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan tentang penggunaan media pendidikan
  • Memonitoring dan evaluasi secara berkala untuk mengidenfikasi kebutuhan dan efektivitas penggunaan media.
DAFTAR PUSTAKA;
Ibrahim, H. 1999. Pemanfaatan dan pengembangan media slide pembelajaran. Bahan ajar. Disajikan dalam pelatihan produksi dan penggunaan media pembelajaran bagai dosen MDU Universitas Negeri Malang, 8 Februari s/d 6 Maret 1999.

Moedjiono 1981. Media Pendidikan III : Cara pembukaan media pendidikan, Jakarta : P3G Depdikbud.

No comments:

Post a Comment