Monday 27 March 2017

Prinsip Dasar Teori Jean Piaget

Prinsip Dasar Teori Jean Piaget
Jean Piaget dikenal dengan teori perkembangan intelektual yang menyeluruh, yang mencerminkan adanya kekuatan antara fungsi biologi & psikologis ( perkembangan jiwa ). Piaget menerangkan inteligensi itu sendiri sebagai adaptasi biologi terhadap lingkungan. Contoh : manusia tidak mempunyai mantel berbulu lembut untuk melindunginya dari dingin; manusia tidak mempunyai kecepatan untuk lari dari hewan pemangsa; manusia juga tidak mempunyai keahlian dalam memanjat pohon. Tapi manusia memiliki kepandaian untuk memproduksi pakaian & kendaraan untuk transportasi.

Faktor yang berpengaruh dalam perkembangan kognitif, yaitu :
1. Fisik
Interaksi antara individu dan dunia luar merupakan sumber pengetahuan baru, tetapi kontak dengan dunia fisik itu tidak cukup untuk mengembangkan pengetahuan kecuali jika intelegensi individu dapat memanfaatkan pengalaman tersebut.

2. Kematangan
Kematangan sistem syaraf menjadi penting karena memungkinkan anak memperoleh manfaat secara maksimum dari pengalaman fisik. Kematangan membuka kemungkinan untuk perkembangan sedangkan kalau kurang hal itu akan membatasi secara luas prestasi secara kognitif. Perkembangan berlangsung dengan kecepatan yang berlainan tergantung pada sifat kontak dengan lingkungan dan kegiatan belajar sendiri.

3. Pengaruh sosial
Lingkungan sosial termasuk peran bahasa dan pendidikan, pengalaman fisik dapat memacu atau menghambat perkembangan struktur kognitif.

4. Proses pengaturan diri ( ekuilibrasi )
Proses pengaturan diri dan pengoreksi diri, mengatur interaksi spesifik dari individu dengan lingkungan maupun pengalaman fisik, pengalaman sosial dan perkembangan jasmani yang menyebabkan perkembangan kognitif berjalan secara terpadu dan tersusun baik.

3. Aspek Intelegensi Jean Piaget
Menurut Piaget, inteligensi dapat dilihat dari 3 perspektif berbeda :

1. Struktur ( skemata atau schemas )
Struktur dan organisasi terdapat di lingkungan, tapi pikiran manusia lebih dari meniru struktur realita eksternal secara pasif. Interaksi pikiran manusia dengan dunia luar, mencocokkan dunia ke dalam “mental framework”-nya sendiri. Struktur kognitif merupakan mental framework yang dibangun seseorang dengan mengambil informasi dari lingkungan & menginterpretasikannya, mereorganisasikannya serta mentransformasikannya ( Flavell, Miller & Miller )

Dua hal penting yang harus diingat tentang membangun struktur kognitif :

  • Seseorang terlibat secara aktif dalam membangun proses.
  • Lingkungan dimana seseorang berinteraksi penting untuk perkembangan struktural.
2. Isi ( content )
Isi adalah pola tingkah laku spesifik tatkala individu menghadapi sesuatu masalah. Merupakan materi kasar, karena Piaget kurang tertarik pada apa yang anak-anak ketahui, tapi lebih tertarik dengan apa yang mendasari proses berpikir. Piaget melihat “isi” kurang penting dibanding dengan struktur dan fungsinya, bila isi adalah “apa” dari inteligensi, sedangkan “bagaimana” dan “mengapa” ditentukan oleh kognitif atau intelektual.

3. Fungsi ( fungtion )
Yaitu suatu proses dimana struktur kognitif dibangun. Semua organisme hidup yang berinteraksi dengan lingkungan mempunyai fungsi melalui proses organisasi dan adaptasi. Organisasi cenderung untuk mengintegrasi diri dan dunia ke dalam suatu bentuk dari bagian-bagian menjadi satu kesatuan yang penuh arti, sebagai suatu cara untuk mengurangi kompleksitas.

Adaptasi terhadap lingkungan terjadi dalam 2 cara :
  • Organisme memanipulasi dunia luar dengan cara membuatnya menjadi serupa dengan dirinya. Proses ini disebut dengan asimilasi. Asimilasi mengambil sesuatu dari dunia luar dan mencocokkannya ke dalam struktur yang sudah ada. contoh: manusia mengasimilasi makanan dengan membuatnya ke dalam komponen nutrisi, makanan yang mereka makan menjadi bagian dari diri mereka.
  • Organisme memodifikasi dirinya sehingga menjadi lebih menyukai lingkungannya. Proses ini disebut akomodasi. Ketika seseorang mengakomodasi sesuatu, mereka mengubah diri mereka sendiri untuk memenuhi kebutuhan eksternal. contoh: tubuh tidak hanya mengasimilasi makanan tapi juga mengakomodasikannya dengan mensekresi cairan lambung untuk menghancurkannya & kontraksi lambung mencernanya secara involunter.
Melalui kedua proses penyesuaian tersebut, sistem kognisi seseorang berubah dan berkembang sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap di atasnya. Proses penyesuaian tersebut dilakukan seorang individu karena ia ingin mencapai keadaan equilibrium, yaitu berupa keadaan seimbang antara struktur kognisinya dengan pengalamannya di lingkungan. Seseorang akan selalu berupaya agar keadaan seimbang tersebut selalu tercapai dengan menggunakan kedua proses penyesuaian di atas.

4. Teori Perkembangan Piaget

Periode-Periode Perkembangan Secara Umum



Periode I
:
kepandaian sensorik motorik (sejak lahir – 2 th).


Bayi mengorganisasikan skema tindakan fisik seperti


menghisap,


Menggenggam dan memukul untuk menghadapi


dunia yang muncul dihadapannya.
Periode II
:
pikiran pra operasional (2-7 th).


Anak-anak belajar berpikir-menggunakan symbol-


simbol dan


Pencitraan   batiniah-namun pikiran masih blm


sistematis dan logis
Periode III
:
Operasi berpikir konkret (7-11 th).


Anak-anak mengembangkan kemampuan berpikir


sistematis, namun hanya pada saat mengacu pada


objek dan aktivitas konkret
Periode IV
:
Operasi berpikir formal (11 th-dewasa)


Mengembangkan kemampuan untuk berpikir


sistematis dan sesuai


Rancangan yang murni abstrak dan hipotetis.

Proses-proses penting selama tahapan operasional konkrit adalah :
1) Pengurutan
kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.

2) Klasifikasi
kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan).

3) Decentering
anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.

4) Reversibility
anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.

5) Konservasi
memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.

6) Penghilangan sifat Egosentrisme
kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.

5. Implementasi Teori Perkembangan Kognitif Piaget Dalam Pembelajaran

  1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
  2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
  3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
  4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
  5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
Inti dari implementasi teori Piaget dalam pembelajaran antara lain sebagai berikut :
  1. Memfokuskan pada proses berfikir atau proses mental anak tidak sekedar pada produknya. Di samping kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban tersebut.
  2. Pengenalan dan pengakuan atas peranan anak-anak yang penting sekali dalam inisiatif diri dan keterlibatan aktif dalam kegaiatan pembelajaran. Dalam kelas Piaget penyajian materi jadi (ready made) tidak diberi penekanan, dan anak-anak didorong untuk menemukan untuk dirinya sendiri melalui interaksi spontan dengan lingkungan.
  3. Tidak menekankan pada praktek – praktek yang diarahkan untuk menjadikan anak-anak seperti orang dewasa dalam pemikirannya.
  4. Penerimaan terhadap perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan, teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh anak berkembang melalui urutan perkembangan yang sama namun mereka memperolehnya dengan kecepatan yang berbeda.
Model dan Tahap-tahap Perkembangan Kognitif Menurut Pandangan Vygotsky
Tiga konsep yang dikembangkan dalam teori vygotsky (Tappan,1998): (1) keahlian kognitif anak dapat dipahami apabila di analisis dan pahami apabila dianalisis dan di interpretasikan secara developmental; (2) kemampuan kognitif yang di mediasi dengan kata, bahasa, dan bentuk diskursus yang berfungsi sebagai alat psikologis untukmembantu dan menstraformasi aktivitas mental; dan (3) kemampuan kognitif berasal dari relasi social dan dipengaruhi oleh latarbelakag sosiokultural. Vygotsky berpendapat bahwa pada masa kanak kanak awal (early childhood ), bahasa mulai digunakan sebagai alat yang membantu anak untuk merancang aktivitas dan memecahkan problem. Vygotsky percaya bahwa kemampuan kognitif berasal dari hubungan social dan kebudayaan. Oleh karena itu karena itu perkembangan anak tidak bisa dipisahkan dari kegiatan social dan cultural ( Holland, dkk 2001 ). Dia percaya bahwa perkembangan memori , perhatian dan nalar, melibatkan pembelajaran untuk menggunakan alat yang ada dalam masyarakat, seperti bahasa, system matematika, dan strstegi memori. Pada satu kultur, konsep ketiga ini dimaksudkan mungkin berupa pelajaran menghitung dengan menggunkan computer, namun dalam kultur yang berbeda, pembelajaran ini mungkin berupa pelajaran berhitung menggunakan Batu dan jari.

Teori vygotsky mengandung pandangan bahwa pengetahuan itu dipengaruhi situasi dan bersifat kolaboratif, artinya pengetahuan didistribusikan di antara orang dan lingkungan, yang mencakup objek artifak, alat, buku, dan komunitas tempat orang berinteraksi dengan orang lain. Sehingga dapat dikatakan bahwa perkembangan kognitif berasal dari situasi social.

Vygotsky mengemukakan beberapa ide tentang zone of proxsimal development (ZPD). Zone of proximal development (ZPD) adalah serangkaian tugas yang terlalu sulit dikuasai anak secara sendirian, tapi dapat dipelajari dengan bantuan orang dewasa atau anak yang lebih mampu. Untuk memahami batasan ZPD anak, terdapat batasan atas, yaitu tingkat tanggung jawab atau tugas tambahan yang dapat dikerjakan anak dengan bantuan instruktur yang mampu, diharapkan pasca bantuan ini anak tatkala melakukan tugas sudah mampu tanpa bantuan orang lain dan batas bawah, yang dimaksud adalah tingkat problem yang dapat dipecahkan oleh anak seorang diri. ZPD menurut vygotsky menunjukkan akan pentingnya pengaruh social, terutama pengaruh instruksi atau pengajaran terhadap perkembangan kognitif anak ( Hasse, 2001). Vygotsky member contoh cara menilai ZPD anak. Misalnkan pada tes kecerdasan, usia mental dari dua orang anak adalah 8 tahun. Menurut vygotsky, kita tidak bisa berhenti sampai disini saja. Kita harus menentukan bagaimana masing- masing anak akan berusaha menyelesaikan problem yang dimaksudkan untuk anak yang lebih tua. Kita membantu masing-masing anak dengan menunjukkan, mengajukan pertanyaan, dan memperkenalkan elemen awal dari solusi.

Dengan bantuan atau kerjasama dengan orang dewasa ini, salah satu anak berasil memecahkan persoalan yang sesungguhnya untuk level anak usia 12 tahun, sedangkan anak yang satunya memecahkan problem untuk level anak usia 9 tahun. Perbedaan antara usia mental dan tingkat kinerja yang mereka capai dengan bekerjasama dengan orang dewasa akan mendefinisikan ZPD. Jadi, ZPD melibatkan kemampuan kognitif anak yang berada dalam proses pendewasaan dan tingkat kinerja mereka dengan bantuan orang yang lebih ahli (Panofsky, 1999). Vygotsky (1987) menyebut ini sebagai “kembang” perkembangan, untuk membedakannya dengan istilah :buah” perkembangan, yang sudah dicapai anak secara independen.

Salah satu Contoh aplikasi konsep ZPD adalah tutorial tatap muka yang diberikan pada guru Selandia Baru dalam program Reading Recovery. Tugas ini dimulai dengan tugas membaca yang sudah dikenal dengan baik, kemudian pelan-pelan memperkenalkan strategi membaca yang belum dikenal dan kemudian menyerahkan control aktivitas kepada si anak sendiri ( Clay & Cazden dalam Santrocks, 2008 ). Scaffolding yaitu teknik untuk mengubah tingkat dukungan. Selama sesi pengajaran, orang yang lebih ahli ( guru atau siswa yang lebih mampu ) menyesuaikan jumlah bimbingannya dengan level kinerja siswa yang di capai. Ketika tugas siswa yang akan di pelajari merupakan tugas baru, maka orang yang lebih ahli dapat menggunakan teknik intruksi langsung. Saat kemampuan sisa meningkat, maka semakin sedikit bimbingan yang diberikan. Dialog merupakan alat penting dalam teknik ini di dalam ZPD .

Didalam hal ini vygotsky menganggap anak memmpunyai konsep yang banyak, namun tidak sistematis, tidak teratur, dan spontan. Tatkala anak mendapatkan bimbingan dari para ahli, mereka akan membahas konsep yang lebih sitematis, logis ,dan rasional. Bahasa dan pemikiran. Vygotsky berkeyakinan bahwa anak menggunakan bahasa bukan hanya untuk berkomunkikasi saja, melainkan juga untuk merencanakan, memonitor perilaku mereka dengan caranya sendiri. Penggunaan bahasa untuk mengatur diri sendiri, dinamakan pembicaraan batin (inner speech) atau berbicara sendiri (private speech).

Menurut piaget, berbicara sendiri bersifat egosentris dan tidak dewasa tetapi menurut vygotsky adalah alat penting bagi pemikiran selama masa kanak kanak. Tatkala anak sering meakukan pembicaraan batin, ia justru akan lebih kompeten secara social. Karena anak menginternalisasikan pembicaraan egosentrisnya dalam bentuk pembicaraan batin kemudian pembicaraan batin ini menjadi pemikiran mereka. Oleh karena itu  pembicaraa batin dapat mempresentasikan transisi awal untuk menjadi lebih komuniktif secara social.

Pandangan vygotsky menentang gagasan piaget tentang bahasa dan pemikiran. Vygotsky mengatakan bahwa bahasa, bahkan dalam bentuknya yang paling awal sekalipun, berbasis social, sedangkan piaget lebih menganggap pembicaraan anak sebagai nonsosial dan egosentris. Menurut vygotsky, ketika anak kecil bicara kepada dirinya sendiri, mereka menggunakan bahasa untuk mengatur perilaku mereka sendiri, sedangkan piaget percaya bahwa kegiatan bicara dengan diri sendiri itu mencerminkan ketidakdewasaan (immaturity).

Para periset menemukan bukti yang mendukung pandangan vygotsky tentang peran positif dari private speech dalam perkembangan anak (Winsler,Diaz & Montero, 1997). Dalam teori Vygotsky, orang lain dan bahasa merupakan bagian peran penting dalam perkembangan kognitif seorang anak. Teori Vygotsky merupakan pendekatan konstruktivis sosial yang menekankan konteks sosial pembelajaran dan konstruksi pengetahuan melalui interaksi sosial.

Bagi Vygotsky, anak-anak mengonstruksi pengetahuan melalui interaksi sosial. Perkembangan kognitif seseorang disamping ditentukan oleh individu sendiri secara aktif, juga ditentukan oleh lingkungan social secara aktif. Menurut Vygotsky aspek kognitif anak akan berkembang dengan sangat baik bilamana anak-anak tidak hanya bermain melakukan eksperimen pada alat-alat mainnya tetapi juga berinteraksi dengan orang dewasa dan teman-teman sebayanya yang memiliki pengetahuan lebih banyak darinya. Pada saat anak bermain didampingi oleh guru yang memberikan bimbingan lisan, bantuan fisik, dan pertanyaan-pertanyaan terbuka akan dapat membantu anak meningkatkan keterampilan dan memperoleh pengetahuan. Demikian pula teman sebaya yang memiliki keterampilan lebih akan membantu anak-anak belajar melalui pemberian contoh dan percakapan.

Menurut Vygotsky, apa yang dapat anak-anak lakukan dengan bantuan orang lain dapat memberikan gambaran akurat tentang kemampuan anak daripada bila ia melakukannya sendiri. Bermain dengan anak atau orang lain memberikan kesempatan pada anak untuk menanggapi saran-saran, komentar, pertanyaan, tindakan, dan contoh-contoh dari orang tersebut. 

Implikasi Dalam Pembelajaran
Pembelajaran akan lebih efektif tatkala seorang guru mengajar dengn menggunakan teori vygotsky sebagai landasan, bentuk pembelajaran yang dimaksud adalah :
  • Sebelum mengajar, seorang guru hendaknya dapat memahami ZPD siswa batas bawah sehingga bermanfaat untuk menyusun struktur mteri pembelajaran. Implikasinya guru lebih akuat tatkala menyusun strategi mengajarnya, sehingga tidak melulu selalu memberikan bimbingan kepada siswa. Dampak pengiringnya adalah siswa dapat belajar sampai tingkat keahlian yang diharapkan dan mencapai ZPD pada batas atas.
  • Untuk mengembangkan pembelajaran yang komunitas seorang guru perlu memanfaatkan tutor sebaya didalam kelas.
  • Dalam pembelajaran seorang guru hendaknya menggunakan teknik scaffolding dengan tujuan siswa dapat belajar atas inisiatifnya sendiri, sehingga mereka dapat mencapai keahlian pada batas atas ZPD.
Model dan Tahap-tahap Perkembangan Kognitif Menurut Pandangan Bruner
Jerome S. Bruner (1915) adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli psikologi belajar kognitif. Pendekatannya tentang psikologi adalah eklektik. Penelitiannya yang demikian banyak itu meliputi persepsi manusia, motivasi, belajar, dan berpikir. Dalam mempelajari manusia, Ia menganggap manusia sebagai pemproses, pemikir, dan pencipta informasi (dalam Wilis Dahar, 1988; 118).

Beberapa ciri khas teori belajar menurut Bruner :
  1. Mengemukakan pentingnya arti pengetahuan, dengan struktus pengetahuan kita dapat melihan bagaimana fakta-fakta yang kelihatanya tidak ada hubunganya dapat dihubungkan satu dengan yang lain.
  2. Menekankan kesiapan untuk belajar, terdiri atas penguasaan kertampilan yang sederhana yang dapat mengizinkan seseorang untuk mencapai ketrampi yang lebih tinggi.
  3. Menekankan nilai intuisi dalam proses pendidikan 
  4. Menekankan pentingnya motivasi atau keinginan untuk belajar dan cara-cara yang tersedia untuk merangsang motivasi itu.
Pendekatan Bruner terhadap belajar didasari pada dua asumsi :
  1. Perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif.
  2. Orang mengkontruksi pengetahuan dengan menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan dan diperoleh sebelumnya.
Menurut bruner perkembangan kognitif seseorang melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan yaitu enaktif, ikonik dan symbolic.
  1. Tahap enaktif, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan di mana pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan benda-benda kongkret atau menggunakan situasi yang nyata.
  2. Tahap Ikonik, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan di mana pegetahuan itu direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual (visual imagery), gambar, atau diagram, yang menggambarkan kegiatan konkret atau situasi konkret yang terdapat pada tahap enaktif tersebut di atas.
  3. Tahap simbolik, yaitu suatu tahap pembelajaran di mana pengetahuan itu direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak (Abstract symbols yaitu simbol-simbol arbiter yang dipakai berdasarkan kesepakatan orang-orang dalam bidang yang bersangkutan), baik simbol-simbol verbal (Misalnya huruf-huruf, kata-kata, kalimat-kalimat) lambang-lambang matematika, maupun lambang-lambang abstrak lainnya
Implikasi Teori Bruner dalam belajar dan pembelajaran.
  1. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan belajar, minat, gaya belajar siswa dan sebagainya)
  2. Menentukan tujuan pembelajran
  3. Memilih materi pembelajaran
  4. Mkenentukan topic-topik yang dapat dipelajari oleh siswa secara edukatif ( dari contoh-contoh ke generalisasi)
  5. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa.
  6. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana kekompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ekonik sampai ke simbolik.
  7. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.
Sumber Referensi:
  • Crain, W.C. (1985). Theories of Development, Concepts and Aplications 3th Edition.NewJersey:Prentice-Hall.
  • Santrock, John.W. 2007. Psikologi Pendidikan Edisi 2. Jakarta: Prenada Group.

No comments:

Post a Comment