Friday 31 March 2017

Jenis Nilai-Nilai Dasar Dalam Pendidikan Islam

Nilai-Nilai Dasar Dalam Pendidikan Islam
Berangkat dari konsep pendidikan Islam di atas, maka setiap aspek pendidikan Islam mengandung nilai-nilai yang mengarah kepada pemahaman dan pengalaman doktrin Islam secara menyeluruh. Adapun nilai-nilai yang harus diperhatikan dalam pendidikan Islam menurut Zulkarnain adalah:

1. Nilai Tauhid/Aqidah
Aspek pengajaran tauhid dalam dunia pendidikan Islam pada dasarnya merupakan proses pemenuhan fitrah bertauhid. Fitrah bertauhid merupakan unsur hakiki yang melekat pada diri manusia sejak penciptaannya. Ketika berada di dalam arwah, manusia telah mengikrarkan ketauhidannya itu, sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah QS. Al-A’raf: 172:
وَإِذْ اَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِىْ آدَمَ مِنْ ظُهُوْرِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَاَشْهَدَهُمْ عَلَى اَنْفُسِهِمْ اَلَسْتَ بِرَبِّكُمْ قَالُوْا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُوُلُوْا يَوْمَ الْقِيَامَةِ اِنَّا كُناَّ هَذَا غَافِلِيْنَ
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari Sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab “Betul (Engkau Tuhan kani), kami menjadi saksi . . .”

Pendidikan Islam pada akhirnya ditujukan untuk menjaga dan mengaktualisasikan potensi ketauhidan melalui berbagai upaya edukatif yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

2. Nilai Ibadah (‘Ubudiyah)
Ibadah yang dimaksud adalah pengabdian ritual sebagaimana diperintahkan dan diatur dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Aspek ibadah ini disamping bermanfaat bagi kehidupan duniawi, tetapi yang paling utama adalah sebagai bukti dari kepatuhan manusia memenuhi perintah-perintah Allah.

3. Nilai Akhlak
Akhlak menjadi masalah penting dalam perjalanan hidup manusia. Sebab akhlak memberi norma-norma baik dan buruk yang menentukan kualitas pribadi manusia. Dalam akhlak Islam, norma-norma baik dan buruk telah ditentukan dalam Al-Qur’an dan hadits. Islam menegaskan bahwa hati nurani senantiasa mengajak manusia mengikuti yang baik dan menjauhkan yang buruk. Dengan demikian hati dapat menjadi ukuran baik dan buruk pribadi manusia. Puncak dari akhlak itu adalah pencapaian prestasi berupa:
  • Irsyad, yakni kemampuan membedakan antara amal yang baik dan buruk,
  • Taufiq, yaitu perbuatan yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah dengan akal sehat,
  • Hidayah, yakni gemar melakukan perbuatan baik dan terpuji serta menghindari yang buruk dan tercela.
4. Nilai Kemasyarakatan
Bidang kemasyarakatan ini mencakup pengaturan pergaulan hidup manusia di atas bumi, misalnya pengaturan tentang benda, ketatanegaraan, hubungan antar negara, hubungan antar manusia dalam dimensi sosial, dan lain-lain.

Abdul Majid dan Dian Andayani mengutip dari Zayadi mengemukakan bahwa nilai-nilai yang berlaku dalam pranata kehidupan manusia dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu:

1. Nilai Ilahiyah
Dalam bahasa Al-Qur’an, dimensi hidup Ketuhanan ini juga disebut jiwa rabbaniyah atau ribbiyah. Dan jika dirinci apa saja wujud nyata atau substansi jiwa ketuhanan itu, maka kita dapatkan nilai-nilai keagamaan pribadi yang amat penting yang harus ditanamkan kepada setiap peserta didik. Diantara nilai-nilai yang sangat mendasar adalah:
  • Iman, yaitu sikap batin yang penuh kepercayaan kepada Allah. Jadi tidak cukup hanya percaya adanya Allah, melainkan harus mengingat menjadi sikap mempercayai kepada adanya Tuhan dan menaruh kepercayaan kepada-Nya.
  • Islam, sebagai kelanjutan iman, maka sikap pasrah kepada-Nya, dengan meyakini bahwa apapun yang datang dari Tuhan tentu mengandung hikmah kebaikan yang tidak mungkin diketahui seluruh wujudnya oleh kita yang dhaif.
  • Ihsan, yaitu kesadaran yang sedalam-dalamnya bahwa Allah senantiasa hadir atau berada bersama kita di manapun kita berada. Berkaitan dengan ini, dan karena selalu mengawasi kita, maka kita harus berbuat, berlaku, dan bertindak menjalankan sesuatu dengan sebaik-baiknya dan penuh rasa tanggung jawab, tidak setengah-setengah dan tidak dengan menjauhi atau menjaga diri dari sesuatu yang tidak diridhai-Nya,
  • Taqwa, yaitu sikap yang sadar penuh bahwa Allah selalu mengawasi kita, kemudian kita berusaha berbuat hanya sesuatu yang diridhai Allah, dengan menjauhi atau menjaga diri dari sesuatu yang tidak diridhai-Nya.
  • Ikhlas, yaitu sikap murni dalam tingkah laku atau perbuatan, semata-mata demi memperoleh ridha dan perkenan Allah, dan bebas dari pamrih lahir dan batin, tertutup maupun terbuka.
  • Tawakal, yaitu sikap senantiasa bersandar kepada Allah, dengan penuh harapan kepada-Nya dan keyakinan bahwa Dia akan menolong kita dalam mencari dan menemukan jalan yang terbaik. Karena kita mempercayai atau menaruh kepercayaan kepada Allah, maka tawakal adalah suatu kemestian.
  • Syukur, yaitu sikap penuh rasa terima kasih dan penghargaan, dalam hal ini atas segala nikmat dan karunia yang tidak terbilang jumlahnya, yang dianugerahkan Allah kepada kita. Sikap bersyukur sebenarnya sikap optimis kepada Allah, karena itu sikap bersyukur kepada Allah adalah sesungguhnya sikap besyukur kepada diri sendiri.
  • Sabar, yaitu sikap tabah menghadapi segala kepahitan hidup, besar dan kecil, lahir dan batin, fisiologis maupun psikologis keyakinan yang tak tergiyahkan bahwa kita semua berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya.
Tentu masih banyak lagi nilai-nilai Ilahiyah yang diajarkan dalam Islam. Walaupun hanya sedikit yang disebutkan di atas itu akan cukup mewakili nilai-nilai keagamaan mendasar yang perlu ditanamkan pada anak, sebagai bagian amat penting dari pendidikan.

2. Nilai Insaniyah
Selain nilai-nilai Ilahiyah, nilai-nilai Insaniyah juga perlu diajarkan kepada anak. Tentang nilai-nilai budi luhur (Insaniyah), sesungguhnya kita dapat mengetahuinya secara akal sehat (common sense) mengikuti hati nurani kita. adapun nilai-nilai Insaniyah yang patut ditanamkan kepada peserta didik diantaranya adalah:
  • Shillaturrahim, yaitu pertalian rasa cinta kasih antara sesama manusia, khususnya antara saudara, kerabat, tetangga dan lain-lain. Sifat Utama Tuhan adalah kasih (rahim, rahmah) sebagai satu-satunya sifat Ilahi yang diwajibkan sendiri atas diri-Nya. Maka manusia pun harus cinta kepada sesamanya, agar Allah cinta kepadanya.
  • Al-Ukhuwah, yaitu semangat persaudaraan, lebih-lebih kepada sesama orang yang beriman (biasa disebut ukhuwah islamiyah).
  • Al-Musawah, yaitu pandangan bahwa semua manusia, tanpa memandang jenis kelamin, kebangsaan atau kesukuannya, dan lain-lain, adalah sama dalam harkat dan martabat. Tinggi rendahnya manusia hanya dalam pandangan Allah yang tahu kadar ketaqwaannya.
  • Al-‘Adalah, yaitu wawasan yang seimbang atau balance dalam memandang, menilai atau menyikapi sesuatu atau seseorang, dan seterusnya. Sikap ini juga disebut tengah (wasth) dan Al-Qur’an menyebutkan bahwa kaum beriman dirancang oleh Allah untuk menjadi golongan tengah (ummat wasathan) agar dapat menjadi saksi untuk sekalian umat manusia, sebagai kekuatan penengah.
  • Husnu al-dzan, yaitu berbaik sangaka kepada sesama manusia, berdasarkan ajaran agama bahwa manusia itu pada asal dan hakikat aslinya adalah baik, karena diciptakan Allah dan dilahirkan atas fitrah kejadian asal yang suci.
  • At-Tawadhu’, yaitu sikap rendah hati, sebuah sikap yang tumbuh karena keinsafan bahwa segala kemuliaan hanya milik Allah, maka tidak sepantasnya manusia mengklaim kemuliaan itu kecuali dengan pikiran yang baik dan perbuatan yang baik, yang itupun hanya Allah yang menilainya.
  • Al-Wafa, yaitu tepat janji. Salah satu sifat orang-orang yang benar-benar beriman ialah sikap selalu menepati janji bila membuat perjanjian.
  • Insyirah, sikap lapang dada, yaitu sikap penuh kesediaan mengahargai orang lain dengan pendapat-pendapat dan pandangan-pandangannya, seperti dituturkan dalam Al-Qur’an mengebai sikap Nabi sendiri disertai pujian kepada beliau.
  • Al-Amanah, dapat dipercaya, sebagai salah satu konsekuensi iman ialah amanah atau penampilan diri yang dapat dipercaya. Amanah sebagai budi luhur adalah lawan dari khiyanah yang amat tercela.
  • Iffah atau ta’affuf, yaitu sikap penuh harga diri, namun tidak sombong, jadi tetap rendah hati, dan tidak mudah menunjukkan sikap memelas atau iba dengan maksud mengundang belas kasihan orang lain dan mengharapkan pertolongannya.
  • Qawamiyah, yaitu sikap tidak boros (isrof) dan tidak perlu kikir (qatr) dalam menggunakan harta, melainkan sedang (qawam) menggambarkan bahwa orang yang boros adalah teman setan yang menentang Tuhannya.
l. Al-Munfiqun, yaitu sikap kaum beriman yang memiliki kesediaan yang besar untuk menolong sesama manusia, terutama mereka yang kurang beruntung (fakir, miskin, dan terbelenggu oleh perbudakan dan kesulitan hidup lainnya) dengan mendermakan sebagian dari harta benda yang dikaruniakan dan diamanatkan kepada mereka. Sebab manusia tidak akan mendapatkebaikan sebelum mendermakan sebagian harta yang dicintainya itu.

Sama halnya dengan nilai-nilai Ilahiyah yang membentuk ketaqwaan, nilai-nilai Insaniyah juga membentuk akhlak mulia di atas itu tentu masih dapat ditambah dengan deretan nilai-yang banyak sekali. Namun, kiranya yang tersebut di atas akan sedikit membantu mengidentifikasi agenda pendidikan (keagamaan), baik dalam rumah tangga maupun di sekolah, yang lebih kongkrit dan operasional.

Selain nilai-nilai di atas, juga masih ada nilai-nilai yang berharga yang harus dijadikan paradigma dalam pendidikan Islam. Menurut Tobroni, secara singkat nilai-nilai tersebut terdiri dari nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, dan kealaman. Dari ketiga kategori tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Nilai-nilai Filosofis
Filsafat sebagai the art of life (pengetahuan tentang hidup) membicarakan secara mendalam tentang nilai-nilai keadilan dan kebenaran. Kualitas hidup manusia sangat ditentukan oleh sejauh mana manusia komitmen untuk menegakkan nilai kebenaran dan keadilan ini dalam berbagai dimensi kehidupannya, seperti politik, ekonomi, sosial dan budaya. Dan sebaliknya, kesengsaraan manusia manakala nilai-nilai tersebut dilecehkan oleh manusia itu sendiri. Nila-nilai keadilan dan kebenaran harus dijadikan paradigma dan tujuan dalam pendidikan Islam dengan cara menanamkan nilai-nilai itu kepada peserta didik, dan menjadikannya sebagai spirit dalam setiap aktifitas pendidikan.

2. Nilai-nilai Akhlak
Islam adalah agama akhlak. Sebagai agama puncak evolusi samawi, sebagaimana dikemukakan Rasulullah mengemban misi diutus untuk membangun akhlak karimah, yaitu peradaban adiluhung atau puncak peradaban manusia. Dalam sebuah hadits qudsi Allah berfirman: “Barang siapa Ku kehendaki kebaikan, Ku beri dia akhlak yang baik, dan barang siapa Ku kehendaki keburukan, Ku beri dia akhlak yang buruk”. Betapa pentingnya akhlak dalam kehidupan manusia dalam pandangan Islam, niscaya dijadikan dasar dan tujuan dalam pendidikan Islam.

3. Nilai-nilai Ilmiah
Islam adalah agama ilmu, dan Al-Qur’an adalah kitab ilmu. Karena itu hanya orang yang berilmu yang dapat memahami Islam dan mengamalkan ajarannya. Karena Islam menyatakan menuntut ilmu itu wajib bagi laki-laki dan perempuan, kapan saja, dimana saja, dan perintah itu berlaku sepanjang hayat. Nilai-nilai ilmiah itu antara lain seperti sikap obyektif, kritis, skeptis, dan analitis. Sikap-sikap yang merupakan pengejawentahan dari nilai-nilai ilmiah ini harus ditanamkan dalam diri peserta didik.

4. Nilai-nilai Spiritual
Yang dimaksud nilai-nilai spiritual di sini adalah nilai-nilai rohani dan prinsip-prinsip moral dalam batin seseorang yang memberi warna pada pandangan dunia, etos dan tingkah laku seseorang. Pendidikan Islam harus memberikan nilai-nilai spiritual yang Islami, yang kondusif dan fungsional bagi pembentukan pandangan dunia peserta didik. Al-Qur’an menyatakan, bahwa kehidupan dunia adalah tempat bertanam dan akhirat tempat menuai, kehidupan dunia adalah ibarat sebuah pertandingan antara menang dan kalah dan umat Islam diperintahkan untuk memenangkan pertandingan itu. Dari nilai-nilai spiritualitas Islam ini berarti anak harus diberi pemahaman yang benar tentang hakikat hidup di dunia, supaya mereka berprestasi dan beramal sholeh ketika di dunia, dan sebaliknya tidak membenci atau menjauhi dunia.

5. Nilai-nilai Karya
Islam disamping agama ilmu juga merupakan agama amal. Islam menghendaki ilmu bermanfaat secara luas yang diibaratkan seperti pohon yang berbuah lebat dan memberikan manfaat bagi kehidupan. Sebaliknya Islam mengecam ilmu yang tidak bermanfaat, ilmu yang disembunyikan untuk dirinya yang diibaratak seperti pohon tak berbuah. Karena itu, ilmu yang baik adalah yang alamiah dan amal yang baik adalah amal ilmiah. Dalam hidup dan berkarya, Islam mengajarkan untuk senantiasa exellen oriented dalam berkarya.

6. Nilai-nilai Ekonomi atau Harta
Islam adalah agama kemanusiaan dan salah satu kebutuhan manusia yang fundamental adalah ekonomi atau harta. Islam memandang wanita, anak dan harta (emas, perak, kendaraan yang bagus, binatang ternak, dan sawah ladang) sebagai perhiasan hidup dan keindahan. Kalau Islam memandang harta sebagia keindahan, berarti manusia diperintahkan untuk mencari danmenjaga harta itu agar tetap indah, dengan cara mencarinya melalui cara-cara yang halal dan mendayagunakan proporsionalnya. Islam menghendaki umatnya menggunakan pakaian yang bagus dan memakai harum-haruman, memakan makanan yang halal lagi berkualitas dan senantiasa menjaga kebersihan dan keindahan.

Dalam rangka mencapai suasana ideal dan mengambil langkah-langkah pencapaiannya, nilai-nilai Islam tentang hidup tersebut perlu dirumuskan dalam pendidikan Islam dan dapat memberikan gambaran tentang luas lingkup yang hendak dijangkau oleh pendidikan Islam. Karena manusia yang dibina itu merupakan totalitas sebagai makhluk individu dan sosial. Dengan demikian pendidikan harus mampu mengemban misi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan pribadi masyarakat.

No comments:

Post a Comment