Monday 27 March 2017

Definisi dan Perkembangan Compact City

Definisi Compact City
Pertumbuhan penduduk yang terjadi sekarang ini dapat menimbulkan berbagai permasalahan yang mendorong untuk terjadinya fenomena Urban Sprawl, yaitu perpindahan penduduk ke daerah pinggiran (mungkasa, 2012). Menanggapi fenomena tersebut muncul konsep Compact City. Adapun Compact City mempunyai beberapa definisi seperti yang dikemukakan oleh J. Arbury, Compact City yaitu sebuah model pengembangan kota yang terfokus pada intensifikasi perkotaan, menetapkan batas pertumbuhan kota, mendorong pengembangan campuran (mixed use) dan mengedepankan peran angkutan umum dan kualitas desain perkotaan. Burton (2000) menjelaskannya Compact City sebagai kota dengan dimensi ‘kepadatan yang tinggi’. Dapat disimpulkan bahwa Compact City adalah suatu konsep perencanaan kota terfokus kepada kepadatan hunian yang relatif tinggi pada guna lahan campuran, lebih mengandalkan sistem transportasi umum yang efisien, termasuk aktivitas pejalan kaki dan bersepeda sehingga penggunaan kendaraan bermotor pribadi berkurang intensitasnya, penggunaan energi menurun rendah dan polusi berkurang (Mungkasa, 2012)

Sebagai sebuah tanggapan terhadap fenomena Urban Sprawl, secara umum dapat disarikan beberapa perbedaan antara Urban Sprawl dengan model Compact City, berdasarkan 12 aspek yaitu kepadatan, pola pertumbuhan, guna lahan, skala, layanan komunitas, tipe komunitas, transportasi, disain jalan, disain bangunan, ruang publik, biaya pembangunan, proses perencanaan (Roychansyah, 2006).

Menurut Burton (2001) dalam Buletin Tata Ruang dan Pertanahan edisi 2 tahun 2012, manfaat dari model Compact City adalah pengurangan konsumsi energi (fasilitas terjangkau dengan jalan kaki), pelayanan transportasi lebih baik, peningkatan aksesibilitas secara keseluruhan, regenerasi kawasan perkotaan dan vitalitas perkotaan, kualitas hidup yang lebih tinggi, preservasi ruang terbuka hijau. Menurut Jenks (2000), bentuk kota yang kompak mampu mengurangi jarak tempuh perjalanan sehingga menurunkan tingkat mobilitas penduduk. Tingkat kepadatan tinggi juga memberi keuntungan dalam penyediaan layanan dasar, transportasi umum, pengelolaan sampah, pelayanan kesehatan dan pendidikan. 

Dapat disimpulkan konsep Compact City menekankan pada sebuah kawasan dengan fasilitas – fasilitas yang sudah tersedia (mix use) untuk memenuhi kebutuhan penduduk di dalamnya sehingga penggunaan transportasi dapat ditekan yang berpotensi pada pengurangan ecological foot print (ruang yang diperlukan manusia untuk menghasilkan sumber daya yang mereka habiskan) (wwf.or.id) yang secara tidak langsung berdampak pada penurunan polusi akibat penggunaan kendaraan (Mungkasa, 2012).

Peranan Building Farming
Jika diterjemahkan, kata Building berarti bangunan. Pengertian bangunan, menurut kamus besar bahasa Indonesia bangunan mempunyai sesuatu yang didirikan atau sesuatu yang dibangun. 

Kata “bangunan” juga dapat diartikan sebagai rumah, gedung ataupun segala sarana, prasarana atau infrastruktur dalam kebudayaan atau kehidupan manusia dalam membangun peradabannya seperti halnya jembatan dan konstruksinya serta rancangannya, jalan, sarana telekomunikasi. Umumnya sebuah peradaban suatu bangsa dapat dilihat dari teknik teknik bangunan maupun sarana dan prasarana yang dibuat ataupun ditinggalkan oleh manusia dalam perjalanan sejarahnya.

Jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia kata Building mempunyai arti pertanian, peternakan, dan budidaya. Jika didefinisikan Building juga dapat diartikan sebagai praktek budidaya lahan atau meningkatkan stok, usaha budidaya lahan. Building sendiri dapat dikategorikan lagi ke pertanian atau ke peternakan.

Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan Building Farming adalah suatu kegiatan membudidayakan tumbuhan atau hewan pada sebuah bangunan. Pada era modern ini konsep menanam secara vertikal sudah mulai dikembangkan, menurut Ken Yeang dalam bukunya yang berjudul The Skyscreaper Bioclimatically Considered menjelaskan praktik menanam secara vertikal akan membantu menciptakan iklim mikro. (Yeang, 1996). Praktik memasukan tanaman kedalam bangunan, mulai berkembang dari waktu ke waktu hingga sekarang ini praktik menanam dilakukan pada bangunan dalam bidang vertikal (Green Wall) (Canevaflor, 2013).

Praktik menanam dapat membantu menciptakan iklim mikro seperti yang diungkapkan oleh Ken Yeang juga dikemukakan oleh Sukawi (2008) dalam seminar nasional untuk tema Taman Kota dan Upaya Penurunan Suhu Lingkungan menjelaskan pada dasarnya tanaman dapat mempengaruhi iklim mikro di sekitarnya. Secara keseluruhan Building Farming berperan dalam mewujudkan Compact City, dimana dengan adanya penanaman dan produksi sayur dan buah di kota, distribusi sayur dan buah dari luar kota dapat dikurangi sehingaa penggunaan energi dan polusi yang diakibatkan distribusi menggunakan kendaraan bermotor dapat dikurangi (Mungkasa, 2012).

No comments:

Post a Comment