Monday 27 March 2017

Pengertian Peradilan, Macam - Macam Peradilan dan Keputusan Peradilan

A. Pendahuluan
Panitera Pengganti adalah pejabat fungsional di pengadilan, yang bertugas utama membuat Berita Acara Sidang, merupakan jabatan yang sangat penting dalam penyelesaian suatu perkara secara benar dan adil. Karena BAS yang dibuat oleh Panitera Pengganti berisi fakta hukum di persidangan, yang selanjutnya akan dijadikan dasar/rujukan pembuatan putusan oleh majelis hakim atas perkara yang diadilinya, sehingga kelengkapan dan kebenaran fakta persidangan yang terekam dam BAS, akan sangat mempengaruhi kualitas isi putusannya. Pada sisi lain, variasi dan kompleksitas masalah hukum yang terdapat dalam suatu perkara sangat bersifat dinamis, yakni selalu terjadi perubahan dan perkembangan dari waktu ke waktu seiring dengan kemajuan kehidupan masyarakat. Karakter medan tugas yang demikian, menuntut petugasnya untuk juga turut dinamis dalam pengembangan, inovasi dan aktualisasi ilmu pengetahuan dan keterampilan teknis dan teknologi informatika secara terus menerus. Hal ini bukan hanya berlaku bagi profesi hakim, tetapi berlaku juga bagi profesi Panitera Pengganti, yang notabene juga bersentuhan langsung dengan perkara yang diperiksa, sebagai landasan dasar dalam membangun kesamaan persepsi hukum, saling kesepahaman, dan kerjasama tim yang terpadu dengan baik dalam penyelesaian perkara;

Dalam pasal 19 UU No.48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman dinyatakan bahwa hakim dan hakim konstitusi adalah pejabat negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam undang-undang; dengan kewajiban utama memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan kepadanya, sebagaimana tersebut dalam pasal 10 ayat (1) undang-undang itu. Sebelum diterbitkannya undang-undang tersebut, ketentuan yang sama secara tegas dinyatakan dalam pasal 2 ayat 1 Undang-undang No.14 tahun 1970, bahwa tugas pokok hakim adalah menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesai-kan setiap perkara yang diajukan kepadanya.

Proses memeriksa dan mengadili yang dilakukan oleh hakim di pengadilan itu diakhiri dengan dijatuhkannya suatu penetapan/putusan yang dibacakan pada sidang yang terbuka untuk umum atas perkara yang bersangkutan. Penetapan dan putusan pengadilan itu pada kenyataannya terdiri dari berbagai macam, sesuai dari aspek mana kita melihatnya.

Dalam hubungannya dengan kepentingan paniteta pengganti yang bertugas membantu mendampingi hakim dalam penyelesaian perkara, maka pengetahuan mengenai berbagai macam keputusan pengadilan ini sangat berguna baik untuk memperluas wawasan, terutama untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugasnya dalam membantu hakim. Dalam rangka itulah makalah sederhana ini dibuat dan disajikan sebagai materi hukum dalam kegiatan Diklat Calon Panitera Pengganti Di Lingkungan Pengadilan Tinggi Agama Palangkaraya, yang di selenggarakan pada tanggal 1 sampai dengan 3 Juni 2016 di PTA Palangkaraya.

B. Pembahasan
B.1. Pengertian/penjelasan beberapa istilah teknis
Sebelum masuk pada pokok bahasan, maka ada baiknya diberikan batasan pengertian beberapa istilah teknis terkait, sebagai berikut.
- Peradilan
UU NO.48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman tidak secara tegas mendefinisikan istilah Peradilan dan Pengadilan. Namun Pasal 2 ayat (1) dan (2) UU Kekuasaan Kehakiman setidaknya menyatakan bahwa peradilan dilakukan "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA" dan peradilan negara menerapkan dan menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila. Jika ditelusuri dalam hubungannya dengan pasal-pasal lain dalam Undang-undang Kekuasaan Kehakiman tersebut, maka untuk kepentingan akademik dapat didefinisikan bahwa Peradilan adalah : adalah sebuah proses yang dijalankan di Pengadilan yang berhubungan dengan tugas memeriksa, memutus dan mengadili perkara dengan menerapkan hukum dan/atau menemukan hukum “in concreto” (hakim menerapkan peraturan hukum kepada hal-hal yang nyata yang dihadapkan kepadanya untuk diadili dan diputus) untuk mempertahankan dan menjamin ditaatinya hukum materiil, dengan menggunakan cara prosedural yang ditetapkan oleh hukum formil.

Bandingkan dengan rumusan Sudikno Mertokusumo di dalam bukunya
Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, ed.3, cet.1, 1988, halaman 4, bahwa yang dimaksud dengan peradilan adalah pelak sanaan hukum dalam hal konkrit adanya tuntutan hak, fungsi mana dija lankan oleh suatu badan yang berdiri sendiri dan diadakan oleh negara serta bebas dari pengaruh apapun dengan cara memberikan putusan yang bersifat mengikat dan bertujuan mencegah “eigenrichting”

- Pengadilan :
Istilah pengadilan disebutkan dalam Pasal 4 UU Kekuasaan Kehakiman yang antara lain menjelaskan bahwa pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang dan pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan. Dengan demikian dapat didefinisikan bahwa Pengadilan adalah : adalah badan atau instansi resmi yang melaksanakan sistem peradilan berupa memeriksa, mengadili, dan memutus perkara. Bentuk dari sistem Peradilan yang dilaksanakan di Pengadilan adalah sebuah forum publik yang resmi dan dilakukan berdasarkan hukum acara yang berlaku di Indonesia.
Keterangan :
Dari dua istilah di atas, dapat diambil kesimpulan :
  • bahwa peradilan merupakan proses menerapkan dan menegakkan hukum demi keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sedangkan pengadilan adalah tempat mengadili dan membantu para pencari keadilan agar tercapai suatu peradilan. Atau dengan kata lain :
  • bahwa, pengadilan adalah lembaga tempat subjek hukum mencari keadilan, sedangkan peradilan adalah sebuah proses dalam rangka menegakkan hukum dan keadilan atau suatu proses mencari keadilan itu sendiri.
Di Indonesia, badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung, sebagaimana tersebut dalam pasal 25 Undang-undang nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman, meliputi badan-badan peradilan dalam lingkungan :
1. Peradilan umum,
berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana dan perdata sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan
2. Peradilan agama,
berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara antara orang-orang yang beragama Islam sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Peradilan militer,
berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana militer sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Peradilan tata usaha Negara,
berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Menurut M.Yahya Harahap dalam bukunya Hukum Acara Perdata halaman 180-181, bahwa keempat lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung ini merupakan penyelenggara kekuasaan negara di bidang yudikatif. Oleh karena itu, secara konstitusional bertindak menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan (to enforce the truth and justice) dalam kedudukannya sebagai pengadilan negara (state court system). 

Adapun Badan Peradilan Agama terdiri dari : 
  • Pengadilan Agama, sebagai Pengadilan tingkat pertama (original jurisdiction), berkedudukan di ibu kota Kabupaten/Kota. Untuk wilayah Provinsi Nangroe Aceh Darus Salam, bernama Mahkamah syariah. 
  • Pengadilan Tinggi Agama, sebagai pengadilan tingkat banding (appellate jurisdiction), berkedudukan di ibukota Provinsi. Untuk Provinsi Nangroe Aceh Darus Salam, bernama Mahkamah Syariah Provinsi Nangroe Aceh Darus Salam.
  • Sebelum diterbitkannya Keppres nomor 13 tahun 2016, diseluruh Indonesia terdapat 388 buah PA / Masya, dan 29 buah PTA/Masya Provinsi. Masih ada 5 provinsi yang belum ada PTA nya, yaitu : Provinsi Bali, Provinsi Sulawesi Barat, Provinsi Papua Barat, Provinsi Riau Kepulauan, dan Provinsi Kalimantan Utara.
  • Setelah terbitnya Keppres nomor 13 Tahun 2016, tanggal 26 April 2016, maka terdapat penambahan 26 PA baru yaitu :
  • 7 buah PA di provinsi Kalimantan Tengah :PA Naga Bulik, PA Sukamara, PA Kuala Pembuang, PA Kasongan, PA Tamiyang Layang, PA Pulang Pisau, dan PA Kuala Kurun;
  • 2 buah PA di povinsi Kalimantan Timur, yaitu : PA Penajam dan PA Sendawar; 
  • 3 buah PA di provinsi Sulawesi Selatan, yaitu : PA Belopa, PA Pasang kayu, dan PA Malili;
  • 1 buah PA di provinsi Sulawesi Tengah, yaitu PA Ampana;
  • 3 buah di provinsi Sulawesi Tenggara, yaitu : PA Wangi Wangi, PA Lasusua, dan PA Rumbia;
  • 4 buah PA di Provinsi Sulawesi Utara, yaitu :PA Lolak, PA Bolaang Uki, PA Baroko, dan PA Tutuyan;
  • 2 buah PA di provinsi Gorontalo, yaitu : PA Suwawa dan PA Kwandang;
  • 3 buah PA di Provinsi Maluku, yaitu : PA Hunipopo, PA Hunimoa, dan PA Namlea; dan 1 buah PA di Provinsi Papua Barat, yaitu PA Kaimana; sehingga saat ini jumlah PA yang ada di seluruh Indonesia menjadi 414 buah. 
  • Hakim : adalah pejabat negara yang bertugas melaksanakan kekuasaan kehakiman pada badan-badan peradilan negara. [UU No.48 Th 2009, pasal 1 (5)].
  • Kekuasaan Kehakiman : Kekuasaan negara yang merdeka untuk menye-lenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia [UU No.48 Th 2009, pasal 1 (1)].
  • Putusan : adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum sebagai hasil dari pemeriksaan perkara gugatan (kontentius).
Putusan merupakan produk pengadilan dalam perkara-perkara contentiosa, yaitu produk pengadilan yang sesungguhnya. Disebut jurisdiction contentiosa, karena adanya 2 (dua) pihak yang berlawanan dalam perkara (penggugat dan tergugat). (Sudikno:167).
  • Penetapan : adalah keputusan pengadilan atas perkara permohonan (volunter), misalnya penetapan dalam perkara dispensasi nikah, izin nikah, wali adhal, poligami, perwalian, itsbat nikah, dan sebagainya. Penetapan merupakan jurisdiction valuntaria (bukan peradilan yang sesungguhnya). Karena pada penetapan hanya ada permohon tidak ada lawan hukum. Dalam penetapan, hakim tidak menggunakan kata “mengadili”, namun cukup dengan menggunakan kata”menetapkan”.
  • Perkara : Sengketa hak antara dua pihak atau lebih yang diajukan ke Pengadilan untuk dimohonkan penyelesaiannya secara adil berdasarkan hukum yang berlaku.
  • Gugatan : Tuntutan hak yang mengandung sengketa, disebut juga gugatan contentiosa. (Dedhy Supriadhy, dan Budi Ruhiatudin, Pokok-Pokok Beracara Perdata Di Peradilan, Fakultas Syari'ah Press UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, cet.1, 2008, hal.12)
  • Permohonan : - Tuntutan hak yang tidak mengandung sengketa.(Sudikno:3). 
  • Disebut juga gugatan volunter. 
  • Gugatan volunter hanya dapat diterima Pengadilan untuk diputus, apabila untuk itu ada ketentuan undang-undang yang mengaturnya secara khusus. (Dedhy:12)
  • Contoh perkara Permohonan/gugatan volunter :
  • Izin Poligami, berdasarkan pasal 4 ayat (2) UU No.1 Thn.1974;
  • Izin Orang Tua, berdasarkan pasal 6 ayat (5) UU No.1 Thn.1974;
  • Pengesahan Perkawinan, berdasarkan pasal 14 ayat (2) UU No.1 Tahun 1974;
  • Penolakan Pemberian Keterangan pada perkawinan campuran, berdasarkan pasal 60 UU No.1 Tahun 1974; (Dedhy:13-14; Buku II/2013:135)
B.2. Macam-macam Putusan dan Penetapan Peradilan Agama
Produk hakim dari hasil pemeriksaan perkara di persidangan ada 3 macam yaitu putusan, penetapan, dan akta perdamaian. 

Putusan adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum sebagai hasil dari pemeriksaan perkara gugatan (kontentius). 

Penetapan adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum sebagai hasil dari pemeriksaan perkara permohonan (voluntair). 

Akta perdamaian adalah akta yang dibuat oleh hakim yang berisi hasil kesepakatan dari musyawarah antara para pihak dalam sengketa untuk mengahiri sengketa secara win-win solution, dan berlaku sebagai putusan.

Putusan hakim dapat dibedakan menjadi berbagai macam tergantung dari aspek mana melihatnya, sebagaimana tertera dalam diagram 1 dengan uraian berikut. 

B.2.1. Dilihat dari fungsinya dalam penyelesaian perkara, putusan hakim dapat dibedakan menjadi :
1. Putusan akhir (eind vonnis); 
- yaitu putusan yang mengakhiri pemeriksaan di persidangan, baik telah melalui semua tahapan pemeriksaan maupun yang tidak/belum menempuh semua tahapan pemeriksaan. Terdapat Putusan Akhir yang dijatuhkan sebelum sampai pada tahap akhir dari seluruh tahapan persidangan, tetapi telah mengakhiri pemeriksaan yaitu :
  • putusan gugur.
  • putusan dicoret dari register perkara, karena gugatan dicabut, atau panjar biaya perkara telah habis dan tidak dibayar, 8 hari setelah disampaikan teguran oleh pengadilan.
  • putusan verstek (yang tidak diajukan verzet).
  • putusan tidak menerima.
  • putusan yang menyatakan pengadilan agama tidak berwenang memeriksa.
- Semua putusan akhir dapat dimintakan banding, kecuali bila undang-undang menentukan lain, misalnya verzet untuk putusan verstek.
2. Putusan Sela (tussen vonnis);
  • yaitu putusan yang dijatuhkan masih dalam proses persidangan sebelum putusan akhir dibacakan dengan tujuan untuk memperjelas dan memperlancar jalannya persidangan.
  • disebut juga sebagai “putusan antara”, yakni putusan apa pun selain putusan akhir.
  • putusan sela tidak mengakhiri pemeriksaan, tetapi akan berpengaruh terhadap arah dan jalannya pemeriksaan.
  • putusan sela dibuat seperti putusan biasa, tetapi tidak dibuat secara terpisah, melainkan ditulis dalam berita acara sidang ybs.
  • putusan sela harus diucapkan didepan sidang terbuka untuk umum serta ditanda tangani oleh majelis hakim dan panitera yang turut bersidang.
  • putusan sela tidak berdiri sendiri dan harus dipertimbangkan pula di dalam putusan akhir.
  • hakim tidak terikat pada putusan sela, bahkan hakim dapat merubah-nya sesuai dengan keyakinannya.
  • putusan sela tidak dapat dimintakan banding kecuali bersama-sama dengan putusan akhir.
  • para pihak dapat meminta supaya kepadanya diberi salinan yang sah dari putusan itu dengan biaya sendiri.
  • Putusan sela dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu :
  1. putusan prepatoir (prepatoir vonnis), yaitu putusan persiapan sebelum putusan akhir. Putusan prepatoir tidak menyinggung pokok perkara.
  2. putusan interlokutoir ( interlocutoir vonnis), yaitu putusan yang isinya memerintahkan pembuktian, misalnya putusan pemeriksaan setempat, putusan pemeriksaan saksi- saksi.
  3. putusan insidentil (incidentile vonnis), yaitu putusan yang berhubungan dengan peristiwa (insiden) yang untuk sementara menghentikan pemeriksaan sidang tetapi belum berhubungan dengan pokok perkara misalnya putusan tentang gugat prodeo, eksepsi tidak berwenang, putusan tentang Interventie (voeging, tussenkomst, dan vrijwaring), sebagaimana di atur dalam pasal 70-76 dan 279-282 Rv.
  4. putusan provisionil (provisioniele vonnis), yaitu putusan yang dijatuhkan untuk memberikan jawaban tuntutan pihak yang berperkara agar dilakukan tindakan pendahuluan guna kepentingan pihak pemohon sebelum dijatuhkan putusan akhir, misalnya putusan tentang jaminan.
3. Putusan serta-merta;
  • yaitu putusan pengadilan agama yang terhadap putusan tersebut oleh salah satu pihak berperkara dilakukan upaya hukum verzet, banding maupun kasasi yang prosesnya akan memakan waktu relative lama, kemudian oleh salah satu pihak berperkara diajukan gugatan agar putusan yang telah dijatuhkan oleh pengadilan agama tersebut dilaksanakan terlebih dahulu, tidak lagi menunggu putusan yang mempunyai hukum tetap.
  • sebenarnya putusan serta-merta ini sejenis putusan sela, namun memiliki sifat khusus karena dijatuhkan setelah dijatuhkannya putusan akhir namun masih dalam masa dilakukannya upaya hukum biasa. Selanjutnya lihat uraian pada bagian Putusan Kondemnator di halaman 10 makalah ini. 
B.2.2. Dilihat dari segi kehadiran para pihak di sidang pengadilan, maka terdapat 3 macam kemungkinan putusan, yaitu :
1. Putusan gugur
  • adalah putusan yang menyatakan bahwa gugatan/permohonan gugur karena penggugat/pemohon tidak pernah hadir, meskipun telah dipanggil sedangkan tergugat hadir dan mohon putusan.
  • putusan gugur dijatuhkan pada sidang pertama atau sesudahnya sebelum tahapan pembacaan gugatan/permohonan.
  • putusan gugur dapat dijatuhkan apabila telah dipenuhi syarat sbb 
  1. penggugat/pemohon telah dipanggil resmi dan patut untuk hadir dalam sidang pada hari itu;
  2. penggugat/pemohon ternyata tidak hadir dalam sidang tersebut, dan tidak pula mewakilkan orang lain untuk hadir, serta ketidak hadirannya itu bukan karena suatu halangan yang sah
  3. Tergugat/termohon hadir dalam sidang.
  4. Tergugat/termohon mohon keputusan pengadilan.
2. Putusan Verstek
  • adalah putusan yang dijatuhkan karena tergugat/termohon tidak hadir pada sidang pertama/kedua meskipun telah dipanggil secara resmi, sedang penggugat hadir dan mohon putusan.
  • verstek artinya tergugat tidak hadir.
  • putusan verstek dapat dijatuhkan dalam sidang pertama atau sesudahnya, sesudah tahapan pembacaan gugatan sebelum tahapan jawaban tergugat, sepanjang tergugat/para tergugat semuanya belum hadir dalam sidang padahal telah dipanggil dengan resmi dan patut.
  • putusan verstek dapat dijatuhkan apabila memenuhi syarat sbb :
  1. Tergugat telah dipanggil resmi dan patut untuk hadir dalam sidang hari itu.
  2. Tergugat ternyata tidak hadir dalam sidang tersebut, dan tidak pula mewakilkan orang lain untuk hadir, serta ketidak hadirannya itu karena suatu halangan yang sah.
  3. Tergugat tidak mengajukan tangkisan/eksepsi mengenai kewenangan Pengadilan ybs. 
  4. Penggugat hadir dalam sidang dan memohon keputusan.
  • Apabila gugatan itu beralasan hukum dan tidak melawan hak maka putusan verstek mengabulkan gugatan penggugat, sedang mengenai dalil-dalil gugatan, oleh karena tidak dibantah maka harus dianggap benar dan tidak perlu dibuktikan, kecuali dalam perkara perceraian.
  • Khusus dalam perkara perceraian, maka hakim wajib membuktikan terlebih dahulu kebenaran dalil-dalil tergugat dengan alat bukti yang cukup, sebelum menjatuhkan putusan verstek.
  • Apabila gugatan itu tidak beralasan dan atau melawan hak maka putusan verstek dapat berupa tidak menerima gugatan penggugat dengan verstek
  • Terhadap putusan verstek ini, tergugat dapat melakukan perlawanan (verzet)
  • Tergugat tidak boleh mengajukan banding sebelum ia mengguna-kan hak verzet-nya lebih dahulu, kecuali jika penggugat yang banding.
  • Terhadap putusan verstek maka penggugat dapat mengajukan banding.
  • Apabila penggugat mengajukan banding, maka tergugat tidak boleh mengajukan verzet, melainkan ia berhak pula mengajukan banding
  • Apabila tergugat mengajukan verzet, maka putusan verstek menjadi mentah dan pemeriksaan dilanjutkan pada tahap selanjutnya
  • Perlawanan (verzet) berkedudukan sebagai jawaban tergugat.
  • Apabila perlawanan ini diterima dan dibenarkan oleh hakim berdasarkan hasil pemeriksaan/pembuktian dalam sidang, maka hakim akan membatalkan putusan verstek dan menolak gugatan penggugat.
  • Tetapi bila perlawanan itu tidak diterima oleh hakim, maka dalam putusan akhir akan menguatkan putusan verstek.
  • Terhadap putusan akhir ini dapat dimintakan banding.
  • Putusan verstek yang tidak diajukan verzet dan tidak pula dimintakan banding, dengan sendirinya menjadi putusan akhir yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
3. Putusan kontradiktoir
  • adalah putusan akhir yang pada saat dijatuhkan/diucapkan dalam sidang pengadilan, dihadiri oleh kedua belah pihak berperkara, atau tidak dihadiri oleh salah satu atau para pihak berperkara, namun dalam proses pemeriksaan disyaratkan bahwa baik penggugat maupun tergugat keduanya pernah hadir dalam sidang
  • terhadap putusan kontradiktoir dapat dimintakan banding.
B.2.3. Dilihat dalam hubungannya dengan isi gugatan penggugat /permohonan pemohon, maka putusan hakim dapat dibedakan sebagai berikut : 
1. Putusan tidak menerima gugatan penggugat.
  • yaitu putusan yang menyatakan bahwa hakim tidak menerima gugatan penggugat/permohonan pemohon atau dengan kata lain gugatan penggugat/ pemohonan pemohon tidak diterima karena gugatan/permohonan tidak memenuhi syarat formil. 
  • Dalam hal terjadi eksepsi yang dibenarkan oleh hakim, maka hakim selalu menjatuhkan putusan bahwa gugatan penggugat tidak dapat diterima atau tidak menerima gugatan penggugat.
  • Meskipun tidak ada eksepsi, maka hakim karena jabatannya dapat menjatuhkan putusan gugatan penggugat tidak diterima jika ternyata tidak memenuhi syarat formil, atau terdapat hal-hal yang dijadikan alasan eksepsi.
  • Putusan tidak menerima dapat dijatuhkan setelah tahap jawaban, kecuali dalam hal verstek yang gugatannya ternyata tidak beralasan dan atau melawan hak sehingga dapat dijatuhkan sebelum tahap jawaban.
  • Putusan tidak menerima belum menilai pokok perkara (dalil gugat) melainkan baru menilai syarat-syarat formil gugatan saja. Apabila syarat formil gugatan tidak terpenuhi maka gugatan pokok (dalil gugat) tidak dapat diperiksa.
  • Putusan ini berlaku sebagai put.akhir,yang bersipat negatip.
  • Terhadap putusan ini, tergugat dapat mengajukan banding. 
  • Putusan yang menyatakan pengadilan agama tidak berwenang mengadili suatu perkara merupakan putusan akhir.
2. Putusan menolak gugatan penggugat.
  • yaitu putusan akhir yang dijatuhkan setelah melalui semua tahap / proses pemeriksaan, dan ternyata dalil-dalil gugat tidak terbukti.
  • Dalam memeriksa pokok gugatan (dalil gugat) maka hakim harus terlebih dahulu memeriksa apakah syarat-syarat formil gugatan telah terpenuhi, agar pokok gugatan dapat diperiksa dan diadili
3. Putusan mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian dan menolak/tidak menerima selebihnya.
  • Putusan ini merupakan putusan akhir.
  • Dalam kasus ini, dalil gugat ada yang terbukti dan ada pula yang tidak terbukti atau tidak memenuhi syarat formil sehingga :
  1. Untuk dalil gugatan yang terbukti, tuntutannya dikabulkan.
  2. Untuk dalil gugatan yang tidak terbukti, tuntutannya ditolak.
  3. Untuk dalil gugatan yang tidak memenuhi syarat formil, diputus dengan menyatakan gugatan tidak dapat diterima.
4. Putusan mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya.
  1. Putusan ini dijatuhkan apabila syarat-syarat formil gugatan telah terpenuhi dan seluruh dalil-dalil Penggugat mendukung petitum, dan ternyata dalil-dalil tersebut terbukti.
  2. Pada prinsipnya, setiap petitum harus didukung oleh dalil gugatan. Satu petitum mungkin didukung oleh beberapa dalil gugatan (posita). Apabila ada satu dalil diantara dalil-dalil gugat itu yang dapat dibuktikan kebenarannya di persidangan, maka pembuktian telah cukup, meskipun dalil-dalil gugat yang lain tidak terbukti.
B.2.4. Dilihat dari segi akibat hukum yang ditimbulkan oleh amarnya, maka putusan dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Putusan Declaratoir
  • yaitu putusan yang hanya menyatakan suatu keadaan tertentu sebagai keadaan yang resmi menurut hukum.
  • semua perkara voluntair diselesaikan dengan putusan declaratoir dalam bentuk penetapan atau beschiking.
  • putusan declaratoir biasanya berbunyi menyatakan, dst.
  • putusan declaratoir tidak memerlukan eksekusi / tidak dapat dieksekusi.
  • putusan declaratoir tidak merubah atau menciptakan suatu hukum baru, melainkan hanya memberikan kepastian hukum semata terhadap keadaan yang telah ada sebelumnya.
- Putusan deklaratoir terjadi dalam hal-hal sebagai berikut:
  1. Permohonan talak.
  2. Gugat cerai karena perjanjian ta’lik talak.
  3. Penetapan hak perawatan anak oleh ibunya.
  4. Penetapan ahli waris yang sah.
  5. Penetapan adanya harta bersama.
  6. Perkara-perkara volunter dan seterusnya.
  7. Putusan gugur, ditolak dan tidak diterima.
  8. Gugatan cerai bukan karena ta’lik talak.
  9. Putusan verstek.
  10. Putusan pembatalan perkawinan dan seterusnya.
2. Putusan Constitutif
  • yaitu suatu putusan yang menciptakan/menimbulkan keadaan hukum baru yang berbeda dengan keadaan hukum sebelumnya.
  • putusan constitutif selalu berkenaan dengan status hukum seseorang atau hubungan keperdataan satu sama lain.
  • putusan constitutif tidak memerlukan eksekusi.
  • putusan constitutif dituangkan dalam bentuk putusan.
  • putusan konstitutif biasanya berbunyi menetapkan atau memakai kalimat lain bersifat aktif dan bertalian langsung dengan pokok perkara, misalnya menetapkan hak-asuh (hadlanah) atas seorang anak laki-laki bernama A bin Z kepada Penggugat, hingga anak tersebut dewasa/mandiri; atau menetapkan jatuh talak satu khul’i Tergugat kepada Penggugat dengan uang iwadl Rp.10.000,- …dst.
  • menciptakan status hukum baru, dan status tersebut mulai berlaku sejak putusan itu memperoleh kekuatan hukum tetap (kracht van gewijsde).
3. Putusan Kondemnatoir
  • yaitu putusan yang bersifat menghukum kepada salah satu pihak untuk melaku-kan sesuatu, atau menyerahkan sesuatu kepada pihak lawan, untuk memenuhi suatu prestasi tertentu.
  • putusan kondemnatoir hanya terdapat pada perkara kontentius.
  • putusan kondemnatoir selalu berbunyi “menghukum” dan memerlukan eksekusi.
  • apabila pihak terhukum tidak mau melaksanakan isi putusan dengan suka rela, maka atas permohonan tergugat, putusan dapat dilakukan dengan paksa oleh pengadilan yang menjatuhkan putusan itu.
  • putusan kondemnatoir dapat dieksekusi setelah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali dalam hal uitvoerbaar bij voorraad, yaitu putusan yang dilaksanakan terlebih dahulu meskipun ada upaya hukum (putusan serta-merta)Namun karena tidak jarang putusan banding kemudian ternyata bertentangan dengan putusan uitvoerbaar bij voorraad tsb, sehingga sulit dilakukan pemulihan kembali ke keadaan semula (restitution in integrum), oleh karenanya Mahkamah Agung RI menginstruksikan agar hakim tidak mudah menjatuhkan putusan uitvoerbaar bij voorraad . (Sudikno : 42-44).
  • putusan kondemnatoir dapat berisi penghukuman untuk :
  1. menyerahkan suatu barang;
  2. membayar sejumlah uang
  3. melakukan suatu perbuatan/prestasi tertentu;
  4.  menghentikan suatu perbuatan/keadaan tertentu;
  5.  mengosongkan tanah/rumah yang jadi obyek sengketa;
- Amar putusan kondemnatoir yang diterapkan dipengadilan agama antara lain pada :
  • Penyerahan pembagian harta bersama.
  • Penyerahan hak nafkah iddah, mut’ah.
  • Penyerahan hak biaya alimentasi/pemeliharaan anak dan sebagainya.
B.2.5. Menurut tata urutan isinya, putusan disusun dengan sistematika sebagai berikut : 
  1. Bagian kepala putusan.
  2. Nama Pengadilan Agama yang memutus dan jenis perkara.
  3. Identitas pihak- pihak.
  4. Duduk perkaranya (bagian posita).
  5. Tentang pertimbangan hukum.
  6. Dasar hukum.
  7. Diktum atau amar putusan.
  8. Bagian kaki putusan.
  9. Tanda tangan hakim dan panitera.
  10. Rincian biaya.

No comments:

Post a Comment