Monday 27 March 2017

Definisi Pembayaran Jasa Lingkungan dan Fungsi Jasa Lingkungan

Definisi Pembayaran Jasa Lingkungan
Jasa lingkungan adalah produk sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya berupa manfaat langsung (tangible) dan manfaat tidak langsung (intangible) yang meliputi antara lain jasa wisata alam/rekreasi, jasa perlindungan tata air/hidrologi, kesuburan tanah, pengendalian erosi dan banjir, keindahan, keunikan, keanekaragaman hayati, penyerapan dan penyimpanan karbon (Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Banten, 2006).

Jasa lingkungan yang ada saat ini suatu saat nanti akan mengalami penurunan kualitas. Salah satu instrumen ekonomi yang dapat mengatasi penurunan kualitas lingkungan dalam penelitian ini adalah pembayaran jasa lingkungan. Pembayaran jasa lingkungan adalah suatu transaksi sukarela yang menggambarkan suatu jasa lingkungan yang perlu dilestarikan dengan cara memberikan nilai oleh penerima manfaat kepada penerima manfaat jasa lingkungan (Wunder, 2005).

Fungsi Jasa Lingkungan
Menurut Wunder (2005), suatu ekosistem menyediakan suatu jasalingkungan yang memiliki empat fungsi penting yaitu :
  1. Jasa penyediaan (provising services), jasa penyediaan yang dimaksud disini adalah penyediaan sumber daya alam berupa sumber bahan makanan, obat-obatan alamiah, sumber daya genetik, kayu bakar, serat, air, mineral dan lainlain.
  2. Jasa pengaturan (regulating services), jasa pengaturan yang dimaksud disini adalah jasa lingkungan memiliki fungsi menjaga kualitas udara, pengeturan iklim, pengaturan air, pengontrol erosi, pengaturan untuk menjernihkan air, pengaturan pengelolaan sampah, pengaturan untuk mengontrol penyakit, pengaturan untuk mengurangi resiko yang menghambat perbaikan kualitas lingkungan dan lain-lain.
  3. Jasa kultural (cultural services), jasa cultural yang dimaksud disini adalah jasa lingkungan sebagai identitas dan keragamana budaya, nilai-nilai religious dan  spiritual, pengetahuan, inspirasi, nilai estetika, hubungan sosial, rekreasi, dan lain-lain.
  4. Jasa pendukung (supporting services), jasa pendukung yang dimaksud disini adalah jasa lingkungan sebagai produksi utama yang memproduksi oksigen.
Produk jasa lingkungan hutan atau kawasan konservasi umumnya dibagi dalam 4 (empat) kategori berupa (Wunder, 2005) :
  1. Penyerap dan penyimpangan karbon (carbon sequestration and storage)
  2. Perlindungan keanekaragaman hayati (biodiversity protection)
  3. Perlindungan daerah aliran sungai (watershed protection)
  4. Keindahan bentang alam (landscape beauty)
Terkait dengan pemanfaatan air, hutan memberikan jasa lingkungan manfaat berupa memperbaiki kualitas air dengan mengurangi sedimentasi dan erosi, mengatur aliran dan supply air melalui kemampuan penyerapan, mengisi air bawah tanah dan menyimpannya, mencegah dan mengurangi bencana akibat air seperti banjir, menahan air hujan pada sistem pengakaran selama musim hujan dan secara perlahan melepaskan air selama musim kemarau.

Mekanisme pengaturan kelembagaan:Masyarakat Barugae yang terlibat dalam program ini secara tradisional mempunyai lahan yang dapat digunakan sebagai penghasil/penjual jasa air, sementara masyarakat Mamappang dan Matajang bertindak sebagai konsumen/pembeli jasa dengan memanfaatkan jasa lingkungan untuk kebutuhan hidup sehari-hari atau kegiatan pertanian. Keterlibatan mediator dalam jasa lingkungan diharapkan dapat mensinkronkan dan memelihara kebutuhan kelompok pembeli dan penjual jasa dalam bentuk rancangan mekanisme transfer. Secara moral dan rasional, pembeli akan termotivasi oleh mediator untuk membayar harga air yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari dan kegiatan pertanian, sementara penjual jasa bertanggung jawab untuk menjamin dan meningkatkan jumlah ketersediaan sumber air.

Pemerintah kabupaten diharapkan untuk memberikan dukungan kepada mediator dan memberikan kompensasi kepada penjual atas jasa lingkungan yang disediakan. Dalam penataan kelembagaan, mediator harus memiliki kemampuan dalam memfasilitasi kebutuhan kelompok penjual dan kelompok pembeli jasa. Selain itu, keterampilan dalam manajemen bisnis dari mediator sangat diperlukan, karena lembaga ini dapat dipertimbangkan untuk dikembangkan menjadi kelompok usaha bersama. Beberapa manfaat potensial jasa lingkungan dari pembeli jasa misalnya adalah pembayaran langsung untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan insentif pajak untuk keperluan pertanian. Insentif pajak juga dapat diberikan oleh pemerintah Kabupaten Maros kepada masyarakat miskin di hulu atas upaya-upaya yang mereka lakukan untuk meningkatkan nilai tanah.

Kesepakatan:Konflik mungkin akan terjadi di antara kelompok penjual terutama dalam mengklaim status sebagian tanah mereka yang belum terkelola pada periode tertentu dan dipertimbangkan untuk dimasukkan ke dalam sistem kepemilikan bersama. Selain itu, kepentingan pemerintah untuk meningkatkan pendapatan daerah dari sektor pertambangan juga dapat mengakibatkan konflik penggunaan lahan dengan penjual jasa. Namun, kiranya perumusan perjanjian yang melibatkan semua penerima manfaat dan pelaku dalam forum khusus dapat mencegah terjadinya konflik.

MonitoringUntuk memastikan bahwa sumber daya alam yang terkait dengan jasa air dikelola secara berkelanjutan dan pembayaran yang dilakukan untuk masyarakat hulu, perlu dirancang sistem pemantauan (monitoring) kegiatan berdasarkan jasa manfaat yang diterima oleh penjual atau pembeli jasa. Di sisi penjual jasa, penghargaan untuk layanan lingkungan yang mereka sediakan dapat menjadi kompensasi atas hilangnya kesempatan dalam mengubah penggunaan lahan untuk pertanian atau pertambangan. Di sisi lain, pasokan air yang disediakan untuk pembeli jasa harus dalam kuantitas dan kualitas yang sesuai untuk kebutuhan sehari-hari dan produksi lahan pertanian tanpa biaya tambahan lain sesuai dengan perjanjian yang ditetapkan. Selain itu, mediator harus mampu membangun keharmonisan antara penjual dan pembeli jasa untuk membangun suatu kelompok usaha bersama, dan mekanisme penegakan hukum harus ditujukan untuk menjamin stabilitas hubungan penjual-perantara-pembeli.

Keadilan dan persamaan hakMengingat keterlibatan semua penerima dan pelaku dalam forum khusus untuk merumuskan pengaturan kelembagaan dan perjanjian yang diperlukan, proyek ini akan sampai ke masyarakat miskin dan mekanisme yang adil dan merata untuk pelayanan, penyedia, dan penerima manfaat yang teridentifikasi dapat dikembangkan.

1. Pemanfaatan Sumber Daya Air Secara Komersial dari Kawasan Konservasi; Studi Kasus di Kawasan Konservasi Taman Nasional Gunung Ciremai (Amir Hamzah)

Pemanfaatan air secara komersial sudah berlangsung sejak kawasan hutan Gunung Ciremai berstatus sebagai hutan produksi. Kerja sama pemanfaatan air dilakukan dengan PT Indocement Tunggal Prakarsa dan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Cirebon.

PT Indocement
Kerja sama dilakukan antara Perum Perhutani dengan PT Indocement pada tahun 1993, dengan lokasi di Telaga Remis petak 2, RPH Pasawahan, BKPH Linggarjati KPH Kuningan. Pada lokasi ini semua mata air masuk ke dalam Telaga Remis, kemudian pihak PT Indocement membuat bak penampung air yang disalurkan menggunakan pipa.

Isi dari perjanjian kerja sama itu adalah:
  • Pada tahun 1993-1998 pihak PT Indocement membayar sebesar Rp40/m3 berdasar angka penunjuk meteran yang dibayar setiap bulan,
  • Tahun 2000 besarnya pembayaran meningkat menjadi Rp100 juta untuk jangka waktu 9 bulan,
  • Tahun 2001 – 2004 besarnya pembayaran adalah sebesar Rp320 juta per tahun,
  • Tahun 2005 perjanjian mulai dilakukan dengan melibatkan Pemerintah Kabupaten Kuningan, di mana Perum Perhutani mendapat bagian 40% dan Pemkab mendapat bagian 60%, dengan total kompensasi sebesar Rp400 juta.
PDAM CirebonAir yang dimanfaatkan oleh PDAM Cirebon berasal dari mata air Panilis. Pengambilan air dilakukan dengan sistem pemboran horisontal menggunakan pipa. Debit air yang tersedia mencapai 3.000 l/dtk, sedangkan kapasitas terpasang yang dimiliki oleh PDAM adalah 860 l/dtk dan yang dimanfaatkan sebesar 700 l/dtk. Perjanjian kerja sama dilakukan antara Pemkab Cirebon dan Pemkab Kuningan dimulai pada tahun 2004. Besarnya biaya pembayaran adalah Rp. 1,75 milyar per tahun ditambah pajak sebesar sebesar Rp. 420 juta. Permasalahan yang terjadi antara lain adalah terjadinya degradasi hutan Gunung Ciremai, debit dan kualitas air yang menurun, dan perubahan status kawasan dari hutan produksi Perhutani menjadi hutan lindung dan sekarang menjadi Taman Nasional. Apakah perjanjian perlu direvisi dengan melibatkan Kemenhut?

2. Aspek Nilai Ekonomi Jasa Lingkungan Sumber Daya Air Serta Kontribusinya terhadap Pemerintah Daerah dan Masyarakat (oleh Dudung Darusman, Bahruni, Fakultas Kehutanan IPB)

Air masih dianggap barang bebas yang disediakan alam, sehingga siapapun bebas untuk menggunakannya tanpa membayar. Kegagalan untuk menetapkan harga air terkait dengan karakteristik sumber daya air itu sendiri. Metode yang digunakan mengacu kepada penilaian jasa lingkungan sumber daya air kawasan konservasi secara umum yaitu :
  • Metode kesediaan membayar atau willingnes to pay (WTP), misalnya Metode Penilaian Kontingensi dan Biaya Pengadaan (adaptasi dari Metode Biaya Perjalanan).
  • Metode Non WTP, misalnya Metode Nilai dalam Produksi antara lain Nilai Sisa Turunan.
Beberapa hasil studi terhadap nilai ekonomi potensial air adalah:
  • Nilai ekonomi potensial air TN Gunung Gede Pangrango: untuk air minum masyarakat dan pertanian Rp. 4,341 milyar/th.
  • Nilai ekonomi potensial air Hutan Lindung Curug Cilember: untuk air minum masyarakat dua desa sekitar Rp93 juta/th.
  • Nilai ekonomi potensial air Gunung Halimun: untuk air minum masyarakat Rp3,433 milyar/th dan untuk pertanian Rp1,593 milyar/th;
  • Nilai ekonomi potensial air Taman Wisata Papandayan dan Hutan Lindung Darajat untuk air minum Rp1,263 milyar/th, dan air untuk pertanian Rp11,111 milyar/th.
Tidak berjalannya mekanisme pasar mengakibatkan terjadinya harga rendah dan pengelolaan yang tidak efisien (under/over utilized). Dalam hal ini diperlukan kebijakan kelembagaan, sehingga dengan kebijakan itu hak kepemilikan (property right) dapat dipertegas dan aturan main disepakati, serta benefeciaries/users pay principle dapat dijalankan sebagai sumber pembiayaan pengelolaan sumber air tersebut, selain untuk memastikan tetap terjaminnya hak-hak masyarakat luas atas sumber daya air bagi kebutuhan pokok yang merupakan penghargaan terhadap aturan-aturan masyarakat yang berlaku.

No comments:

Post a Comment