PENGARUH KONSERVATISME PADA ISLAM
A. Pengertian Konservatisme
Konservatisme adalah sebuah filsafat politik yang mendukung nilai-nilai tradisional. Istilah ini berasal dari kata dalam bahasa latin, conservare, melestarikan, menjaga, memelihara dan mengamalkan.[1]
Sebagaimana yang diketahui arti dari konservatisme adalah filsafat politik yang didukung oleh nilai-nilai tradisional. Dimana pemikiran konservatisme dianggap biang dari segala kebekuan pemikiran, sehingga seseorang yang memiliki pemikiran konservatif tidak akan maju. Apabila pada islam diterapkan pemikiran konservatif maka islam dipandang sebagai agama yang terbatas pemikirannya, kampungan dan irasional. Contohnya pada Negara Indonesia yang sebagaimana ditetapkan oleh fatwa MUI tentang keharaman penggunaan facebook, mereka mengharamkannya facebook karena mengandung kemudharatan. Dimana kemudharatannya adalah apabila facebook tersebut disalah pergunakan. Tapi, menurut saya pengaharaman facebook tersebut merupakan pemikiran irasional, karena apabila fatwa MUI menilai dari segi negatifnya saja sedangkan dari segi positifnya tidak digunakan maka para muslim di Indonesia tidak akan pernah maju menghadapi zaman modern ini dimana teknologi semakin canggih
B. Sejarah Konservatisme
Awal abad 11 islam dinasti Abbasiyah di Bagdhad membuka diri dengan aliran Mu’tazilah (liberal), maka islam melahirkan pakar-pakar sains aljabar astronomi dan kedokteran tingkat dunia sementara Eropa yang meninggalkan ajaran nabi Isa dan mengangkat penyembahan “dewi” bunda maria masuk makin dalam ke abad kegelapan. Kemudian, mu’tazilah (liberal) mempertentangkan akal dan iman, dan islam memutuskan kembali pada pemikiran konservatif, dengan kemunculan Ahlu Sunnah Wal Jama’ah yang kembali pada konservatisme islam. sejak itulah berhentilah kemajuan islam.[2]
Islam konservatif menjadi ancaman bagi umat islam sendiri, karena islam konservatif membawa perang dan kemunduran. Dimana seseorang makin konservatif, maka dia akan makin beringas dan suka perang. Islam konservatif itu termasuk eksperimen gagal, karena islam konservatif yaitu sebuah pemikiran yang kembali pada primitifisme
C. Argumentasi Konservatisme Pada Islam
Menurut Dr. Deliar Noer, mantan ketua umum PB-HMI yang juga pakar politik. Beliau mengingatkan muslim agar bisa meresponi modernisasi secara kreatif, seorang muslim haruslah terlebih dahulu berusaha mengatasi masalah-masalah internal umat islam seperti tradisi mengikuti konsepsi-konsepsi abad pertengahan secara taklid buta serta mengikuti kecenderungan beberapa praktik-praktik sufi. Dalam pandangan Deliar, jika umat islam belum bisa membebaskan diri dari persoalan tradisionalisme dan eksklusivisme dalam berpikir, akan menemui banyak hambatan dalam meresponi modernisasi. Persoalan mendasar yang penting, menurut Deliar adalah bagaimana umat islam dapat berbuat dan berfungsi hingga sampai pada suatu sikap modern dalam menghadapi tantangan zaman, jika umat islam benar-benar yakin bahwa islam selalu sesuai dengan perkembangan zaman.[3]
Dari pandangan Deliar diatas, dapat diuraikan bahwasannya Deliar mengajak umat islam untuk bersikap positif terhadap perkembangan zaman pada saat ini. Karena dengan terus berkembangnya zaman modern sekarang tidak harus dilihat sebagai sesuatu yang bertentangan dengan islam. Apabila seorang muslim mempunyai pemikiran konservatif atau tradisional maka umat islam tidak akan bisa berperan atau berfungsi pada zaman modern ini serta tidak akan pernah maju dalam berpikir.
Sedangkan Nurcholish madjid sangat menekankan perlunya apresiasi terhadap tradisi dan intelektual klasik islam yang kaya dimensi, dengan menggunakannya untuk memperkaya wawasan intelektual islam yang baru. Itulah sebabnya ia sangat apresiatif dengan jargon klasik kalangan ulama yang terkenal, yakni “al-muhafazah ‘ala al-qadim al-shalih wa ‘l-akhdl bi ‘l-jadid al-aslah” (memelihara yang lama yang baik, dan mengambil yang baru yang lebih baik).[4]
Dari ungkapan Nurcholish madjid dapat disimpulkan, bahwa ia menyayangkan kalangan modernis yang pemahamannya terhadap khazanah dan tradisi islam klasik sangat terbatas. Untuk itu ia menghimbau agar para cendikiawan muslim Indonesia bersedia menggali khazanah intelektual muslim masa lalu yang sangat kaya itu. Dalam memproyeksi pemikirannya kepada bangsa Indonesia sebagai nation muslim, ia selalu menekankan perlunya umat islam Indonesia dengan golongan non-islam lainnya mengisi dan memberi makna yang substantive dalam meresponi modernitas. Untuk itu ia mengingatkan perlunya umat islam belajar dari keberhasilan bangsa-bangsa barat dan bangsa-bangsa lainnya. Bangsa-bangsa tersebut, dapat berhasil dan sukses karena mengembangkan etos kerja yang dilandasi dengan spirit dan etika keagamaan yang mendukung kepada modernitas dan kemajuan.
Ide-ide tradisional sangat dikondisikan oleh peran sentral yang dimainkan oleh teks-teks Al-Qur’an maupun hadist-hadist nabi. Sebagaimana kaum muslim menganggap Al-Qur’an dan hadist tidak dapat berubah dan dianggap sebagai pedoman bagi tindakan masa kini. Bagaimanapun, semua tradisi diciptakan melalui praktik bersama, yang secara dan sadar dapat dimodifikasi, dan dimanipulasi dibawah penyamaran yang merujuk pada praktik sah terdahulu. Termasuk yang lebih signifikan adalah bahwa kondisi politik dan ekonomi yang berubah dapat mengubah makna dan signifikansi ide-ide, pergerakan, identitas social dan personal, dan susunan kelembagaan institusional. Ini dapat terjadi meskipun para pendukung ide-ide itu tidak sepenuhnya menyadari sifat hakiki dari perubahan tersebut.[5]
Dari uraian diatas dapat dipahami bahwasannya pemikir tradisional menghasilkan ide-ide dengan menggunakan Al-Qur’an dan hadist sebagai pedoman tindakan masa kini. Tetapi dengan terus berkembangnya zaman, seorang muslim juga perlu mengimbangi segala sesuatu yang berkembang pada zaman modern sekarang baik berperan dalam politik, ekonomi maupun teknologi yang semakin canggih, asalkan tidak menyimpang dari ajaran syari’ah. Apabila seorang muslim hanya terpaku pada ajaran tradisional saja, maka dia tidak akan bisa berpikir lebih maju, sedangkan kita hidup pada zaman modern.
Apabila suatu pemerintahan menjadi sebuah pemerintahan konservatif, maka pemerintahan tersebut akan gagal menjadi pemerintahan yang berhasil. Karena keterbatasannya dalam berpikir serta mengancam suatu Negara yang memiliki karakter plural dan toleran. Pada suatu Negara tidak hanya ada satu agama tetapi bermacam-macam agama, apabila dalam suatu Negara menggunakan pemikiran konservatif maka pada Negara tersebut akan terus terjadi peperangan antar agama, karena saling membenarkan ajaran sesama agama serta tidak adanya rasa toleran terhadap antar agama.
DAFTAR PUSTAKA;
- Id. wikipedia. Org/wiki/konservatisme
- Piscatori, James. 1998, “Ekspresi Politik Muslim” Bandung. MIZAN.
- Anwar, syafe’i. 1995, “Pemikiran Dan Aksi Islam Indonesia” Jakarta. PARAMIDA.
[1] Id. Wikipedia. Org/wiki/konservatisme
[2] http://groups.yahoo.com/group/apakabar/
[3] M. Syafe’i Anwar, pemikiran dan aksi islam Indonesia, 1995, hal: 41
[4] Ibid, hal: 218
[5] James Piscatori. Ekspresi Politik Muslim, 1998, hal: 41
No comments:
Post a Comment