Tuesday 10 October 2017

Konsep Sistem dan Pengelolaan Manajemen Integrasi

Konsep Sistem dan Pengelolaan Integrasi
A. TUJUAN
Agar Mahasiswa mampu memahami tentang konsep sistem dan pengelolaan integrasi proyek yang meliputi pembahasan antara lain : arti konsep sistem, unsur dan sifat sitem, aplikasi konsep sistem, kegunaan konsep sistem bagi manajemen proyek, integrasi dan kordinasi dan interface manjemen.

Dalam Bahan Ajar ini disampaikan materi kuliah antara lain; soal latihan dan ringkasa. 

B. MATERI KULIAH
1. Arti Konsep Sistem 
Sebelum membahas lebih lanjut kegunaan konsep sistem dalam penyelenggaraan proyek, perlu dibahas arti konsep sistem, yang mulai diperkenalkan sekitar dekade 1920-an. Dalam perkembangan selanjutnya Buckley memberikan definisi konsep sistem sebagai berikut :

“Suatu kebulatan atau totalitas yang berfungsi secara utuh, disebabkan adanya saling ketergantungan di antara bagian-bagiannya dinamakan suatu sistem.” (A whole that functions as a whole by virtue of interdependence of its parts is called a system.)

Sebagai contoh adalah suatu organisasi perusahaan yang utuh dan menyeluruh akan terdiri dari bagian-bagian yang saling tergantung baik berupa fisik dan nonfisik seperti pimpinan, tenaga pelaksana, keahlian, material, peralatan, dana, logistik, pemasaran, informasi dan lain-lain. Definisi lain yang lebih terinci perihal pemikiran sistem datang datang dari H. Kerzner (1989):

“Sekelompok komponen yang terdiri dari manusia dan/atau bukan manusia (nonhuman) yang diorganisir dan diatur sedemikian rupa sehingga komponen-komponen tersebut dapat bertindak sebagai satu kesatuan dalam mencapai tujuan, sasaran bersama atau hasil akhir”.

Definis di atas menjelaskan pentingnya aspek pengaturan dan pengorganisasian komponen dari suatu sistem untuk mencapai sasaran bersama, karena bila tidak ada sinkronisasi dan koordinasi yang tepat maka kegiatan masing-masing komponen, subsistem, atau bidang dalam suatu organisasi akan kurang saling menunjang. Seperti telah disebutkan di atas, kegunaan pendekatan ini amat menonjol terutama untuk menganalisis dan mengelola suatu fenomena, seperti kegiatan proyek yang besar dan kompleks, dikarenakan pendekatan ini mempunyai kemampuan membuat situasi yang selintas kelihatan tidak teratur (terdiri dari kegiatan-kegiatan yang tidak sejenis, dan ditangani oleh berbagai bidang internal dan eksternal perusahaan) menajdi rangkaian yang tertib dan saling terkait.

Komponen, Subsistem, dan Keterkaitannya
Batasan tentang sistem tidak lengkap tanpa menyinggung perincian unsur-unsur di dalam susunan hierarki tersebut. Setiap sistem terdiri dari komponen-komponen, dan komponen ini dapat dipecah menjadi kompoenen yang lebih kecil, yang bila dipandang dari segi hirarki dapat dinamakan sebagai subsistem. Atau dengan kata lain, subsistem adalah sistem yang menjadi bagian dari sistem yang lebih besar. Bagian terkecil dari sistem disebut elemen. Sebagai contoh adalah Perusahaan Engineering dan Konstruksi pda Gambar 4-1. Perusahaan ini merupakan satu sistem, dimana Departemen Proyek dan Departemen Keuangan merupakan subsistem, sedangkan pegawai gedung, peralatan konstruksi, dan komunikasi adalah komponen. Tetapi untuk suatu tujuan tertentu, Departemen Proyek dapat pula dianggap sebagai sistem dan Bidang Konstruksi serta Bidang Engineering sebagai subsistemnya.

2. Unsur dan Sifat Sistem
Di atas telah disebutkan bahwa komponen-komponen sistem yang berupa unsur atau subsustem terkait satu dengan yang lain dalam suatu rangkaian yang membentuk sistem. Fungsi dan efektivitas sistem dalam usaha mencapai tujuannya dari ketepatan susunan rangkaian atau struktur terhadap tujuan yang ditentukan. Beberapa sifat yang melekat pada sistem dan masing-masing komponennya, demikian pula hubungan antara satu dengan yang lain adalah sebagai berikut :

Bersifat Dinamis
Sistem menunjukkan sifat dinamis, dengan perilaku tertentu. Perilaku sistem umumnya dapat diamati pada caranya mengkonversikan masukan (input) menjadi hasil (output).

Sistem Terpadu Lebih Besar daripada Jumlah Komponen-komponenya.
Bila elemen-elemen atau bagian-bagian tersebut tersusun atau terorganisir secara benar, maka akan terjalin satu sistem terpadu yang lebih besar dari pada jumlah bagian-bagiannya. Sebagai contoh adalah pesawat terbang. Bila mesin, badan, sayap, ekor, dan roda tersusun dan terjalin secara benar menjadi satu pesawat (satu sistem) yang siap terbang, maka pesawat ini memiliki arti yang lebih besar daripda jumlah komponen-komponennya sebelum disusun atau dirakit.

Mempunyai Arti yang Berbeda
Satu sistem yang asama mungkin dipandang atau diartikan berbeda, tergantung siapa yang mengamatinya dan untuk kepentingan apa. Seperti contoh di atas, pesawat tidak dapat terbang, setelah diperiksa inspektor terungkap di bagian mesin ada sesuatu yang tidak benar. Di bengkel mesin, diketahui penyebab ketidak beresan itu, yaitu bahwa mutu minyak pelumasnya di bawah standar. Pada contoh kasus di atas, inspektor berpandangan pesawat terbang sebagai keseluruhan merupakan satu sistem. Bila perusahan pemilik pesawat mengajukan perkara kepengadilan, mkaa sistem ini akan akan termasuk penjual dan mungkin juga pabrik penghasil misnyak pelumas yang bersangkutan.

Mempunyai Sasaran yang Jelas
Salah satu tanda keberadaan sistem adalah adanya tujuan atau sasaran yang jelas. Umumnya identifikasi tujuan merupakan langkah awal untuk mengatahui perilaku suatu sistem dan bagian-bagiannya.

Mempunyai Keterbatasan
Sistem mempunyai keterbatasan yang disebabkan oleh faktor luar dan faktor dalam. Faktor luar berupa hambatan dari lingkungan, sedangkan faktor dari dalam adalah keterbatasan sumber daya.

A. Siklus dan Proses Sistem
Aspek pentingnya dari pendekatan sistem terletak pada siklus sistem dan prosesnya, yaitu perubahan teratur yang mengikuti pola dasar tertentu dan terjadi selama sistem masih aktif. Sistem yang aktif akan bergerak seiring dengan berjalannya waktu. Seperti terlihat pada peristiwa alam, pola dasar dimulai dari lahir, kemudian tumbuh dan berkembang, mencapai prestasi puncak, menurun dan akhirnya berhenti tidak berfungsi lagi. Semua produk atau fasilitas yang merupakan sistem buatan manusia juga mengikuti siklus dan proses seperti sistem ciptaan alam di atas. Dengan titik tolak pandangan demikian, maka dapat diantisipasi tahap-tahap yang akan dilalui dan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengelola sistem dan semua tahap dengan sebaik-baiknya. Sebagai contoh, sistem buatan manusia adalah sistem produk (pesawat terbang) yang siklus dan proses sistemnya seperti pada gambar 4-2a dan untuk sistem berbentuk pabrik dan fasilitas produksi.

Penahapan dalam Siklus Sistem
Proses mewujudkan sistem untuk keperluan operasi atau produksi sampai siklus sistem berhenti berfungsi dikelompokkan menjadi beberapa tahap yang dibedakan atas jenis kegiatan yang dominan. Dalam hal ini terdapat serta terminologi yang dipakai, seperti terliat pada Gambar4-2a dan b. Tahap desain dan pengembangan yang terdapat pada Gambar 4-2a adalah identik dengan tahap PP/definisi yang dibicarakan pada Bab 1. Jadi, menurut sudut pandang sistem, setiap sistem baik sistem produk, instalasi produksi atau manufaktur, atau yang lain, mempunyai siklus dan tahapan-tahapan tertentu. Bila hal tesebut tidak sepenuhnya dipahami maka akan mengarah kepada pengambilan keputusan yang tidak tepat, seperti tetap memproduksi produk yang sudah ketinggalan jaman, mempertahankan peralatan yang sudah usang teknologinya, menggunakan sistem pengelolaan yang sudah tidak cocok, dan lain-lain, yang kesemuanya dalam jangka panjang akan merugikan perusahaan.

B. Siklus Sistem dan Siklus Biaya
Dalam rangka mewujudkan gagasan menjadi kenyataan fisik, maka perlu penilaian menyeluruh terhadap sistem yang bersangkutan. Yang dinilai adalah karakteristik teknis sistem yang dijabarkan sebagai parameter, spesifikasi, dan kriteria terhadap biaya yang diperlukan. Karakteristik sistem yang dihasilkan dari gabungan parameter teknis, seperti ukuran-ukuran dimensi, berat, kapasitas, prestasi, kecepatan, kualitas, keandalan, dan lain-lain yang pada gilirannya akan menentukan efektivitas teknis sistem. Sisi lain yang perlu dikaji dan dipertimbangkan adalah biaya yang berkaitan dengan mewujudkan sistem tersebut, tidambah biaya untuk mendukung operasi atau produksi dan pemeliharaan. Biaya ini disebut siklus biaya (life cycle cost), mencakup semua biaya yang diperlukan selama periode siklus sistem (system life cycle), yaitu dari penelitian dan pengembangan, desain-engineering, manufaktur dan kontruksi, sampai pada operasi atau produksi atau utilisasi dan pemeliharaan. Jadi, disini berarti perhatian terhadap biaya haruslah integral, dan harus dihindari, misalnya, suatu sistem biaya akuisisinya rendah tetapi biaya operasi atau pemeliharaannya tinggi sehingga biaya total siklus sistem akan berjumlah tinggi. Agar dapat memperkirakan dan menganalisis secara sistematis, biaya tersebut dikelompokkan menjadi biaya untuk mewujudkan sistem secara fisik (biaya proyek) atau akuisisi dan biaya yang berkaitan dengan operasi atau produksi dan pemeliharaan. Memperkirakan dan menganalisis kelompok biaya kedua lebih sulit dibanding kelompok pertama, hal ini disebabkan lamanya kurun waktu periode yang bersangkutan.

Kembali pada masalah mewujudkan sistem dan hubungannya dengan biaya selama siklus sistem, maka yang harus diusahakan adalah tercapainya keseimbangan optimal antara biaya yang diperlukan dengan sistem yang hendak diwujudkan untuk mencapai tujuan usaha. Ini berarti harus dilakukan analisis efektivitas sistem terhadap siklus biaya dan diadakan penyesuaian-penyesuaian sampai tercapai keseimbangan optimal antara biaya yang diperlukan, keterbatasan biaya, dan efektivitas sistem yang dapat dicapai. Tentu saja setiap situasi akan melahirkan keseimbangan optimal yang berbeda-beda tergantung dari gabungan parameter yang dikehendaki dan tersedianya biaya, atau sebaliknya. Keseimbangan antara siklus biaya sistem dan parameter sisteml

Aplikasi Konsep Sistem 
Di bagian awal bab ini telah dibahas secara singkat arti dan maksud dari konsep sistem. Konsep sistem adalah suatu konsep pemikiran yang bertujuan memandang sesuatu atas dasar totalitas. Langkah berikutnya adalah bertujuan mengetahui bagaimana aplikasi konsep sistem tersebut dalam melakukan suatu kegiatan. Misalnya, sebagai strategi untuk memecahkan suatu masalah, perencanaan , dan implementasi. Untuk maksud tersebut dikenal suatu pendekatan sistem (system approach) dengan rumusan metodologinya, yaitu analisis sistem, engineering sistem, dan manajemen sistem, seperti terlihat pada Gambar 4-4. masing-masing metodologi tersebut akan dibahas berikut ini.

A. Analisis Sistem 
Pengambilan keputusan adalah bagian dari perencanaan yang akan selalu dihadapi oleh setiap pengelola suatu usaha. Pihak berwenang akan memilih alternatif terbaik dari yang tersedia. Tetapi pertanyaan berikutnya adalah bagaimana menetukan alternatif mungkin dapat dilakukan tanpa banyak mengalami kesulitan, tetapi untuk sistem yang kompleks diperlukan metode tertentu untuk menghadapinya. Dalam konsep sistem tersedia metodologi untuk menghadapi persoalan di atas, yaitu analisis sistem. Pada garis besarnya analisis sistem adalah menganalisis dan memecahkan masalah pengambilan keputusan dengan memilih alternatif yang terbaik, dengan melihat sumber daya yang diperlukan dibandingkan manfaat yang akan diperoleh, termasuk pengkajian risiko yang mungkin dihadapi. Pemilihan di atas dilakukan dengan simulasi, atau metode matematis yang lain sebelum memberi kesimpulan dan mengambil keputusan berdasarkan judgment (penilaian) atas dasar pengalaman.

Proses Analisis Sistem
Telah disebutkan di atas bahwa analisis sistem adalah proses mempelajari suatu kegiatan, lazimnya dengan cara-cara matematis, untuk menentukan (mengambil keputusan) tujuan, kemudian menyusun prosedur operasi dalam rangka mencapai tujuan tersebut secara efisien. Dalam perkembangan selanjutnya, analisis sistem tidak ahanya menggunakan cara matematis tetapi juga non matematis. Untuk membantu dan memudahkan pengambilan keputusan, analisis sistem acapkali mempergunakan model. Model ini dapat berbentuk fisik, formulasi matematik, atau program komputer. Proses analisis sistem terdiri dari beberapa tahap, yaitu formulasi, penelitian, analisis/kesimpulan, dan verifikasi, seperti terlihat pada Gambar 4-5. Pada tahap pertama, adalah formulasi atau merumuskan ide yang timbul. Awal dari ide tersebut dapat berupa gagasan yang masih berupa konsep, kemudian dikembangkan dengan memberikan penjelasan perihal tujuan, lingkup, risiko, dan lain-lain.

Tahap berikutnya adalah penelitian yang mengumpulkan dan mempelajari data dan informasi perihal gagasan tersebut. Pada tahap ini, komponen sistem dan hubungan diantaranya didentifikasi, kemudian sumber daya yang diperlukan dan antisipasi hambatan yang mungkin timbul diperkirakan. Selanjutnya, alternatif untuk mencapai tujuan yang dimaksud disajikan.

Periode selanjutnya, adalah analisis yang membuahkan kesimpulan. Pada tahap ini umumnya dibuat model untuk membandingkan alternatif-alternatif, yang hasilnya diajukan kepada yang berwenang untuk diambil keputusan.

Tahap akhir adalah verifikasi, disini kesimpulan yang telah diambil diuji coba dalam praktek atau penggunaannya secara nyata, dengan demikian akan diketahui kebenaran atau kekurangan kesimpulan yang telah diambil.

Dari proses di atas terlihat bahwa metode analisis sistem relatif memerlukan waktu untuk menyelesaikan langkah-langkah yang diperlukan sebelum sampai kepada suatu kesimpulan, tetapi menyajikan suatu cara yang logis dan konsisten. Oleh karena itu, apabila yang dihadapi adalah pemilihan berbagai macam alternatif, maka metode ini dapat menghasilkan keputusan yang lebih akurat dibanding pertimbangan yang hanya bersifat intuitif.

B. Engineering Sistem 
Engineering sistem adalah proses yang teratur dalam aspek engineering untuk mewujudkan suatu gagasan menjadi sistem yang diinginkan bagi keperluan koperasi atau utilisasi. Apabila digunakan definisi yang lengkap dari B.S. Blanchard (1990) akan menjadi sebagai berikut :

“Engineering sistem adalah aplikasi yang efektif dari usaha-usaha ilmu pengetahuan dan engineering dalam rangka mewujudkan kebutuhan operasional menjadi suatu sistem konfigurasi tertentu, melalui proses yang saling terkait berupa definisi keperluan analisis fungsional, sintesis, optimasi, desain, tes, dan evaluasi.”

Dengan kata lain, dilihat dari sudut keperluan operasional, engineering sistem adalah metodologi dengan merekayasa dengan teratur dan sistematis dalam rangka memnuhi keprluan operasional yang timbul ke dalam suatu perwujudan fisik (fasilitas atau produk) dengan cara yang efektif dan efisien. Langkah-langkah tersebut terdiri dari;
  • Menjabarkan keperluan-keperluan operasional menajdi parameter dari sistem yang diperlukan melalui proses analisis fungsional, definisi, sintesis, prestasi, keandalan, kemampuan produksi, dan lain-lain.
  • Mengintegrasikan parameter-parameter teknis tersebut di atas ke dalam suatu kegiatan desai-engineering yang akan mengoptimalkan sistem secara keseluruhan
Siklus dan Proses Engineering Sistem dan Siklus Sistem 
Seperti hanya dengan sistem itu sendiri, engineering sistem mempunyai siklus yang ditandai seluruh spektrum aktivitas yang terdiri dari beberapa tahap. Tahap-tahap tersebut diawali identifikasi kebutuhan, dilanjutkan dengan desain dan pengembangan, aspek engineering pada kontruksi, prosuksi, operasi dan pemeliharaan. Pada akhirnya sistem berhenti tak berguna lagi. Aktivitas masing-masing tahap memiliki hubungan tetentu dengan tahap sebelum dan sesudahnya. Oleh karena itu, amatlah penting untuk mengelola engineering sistem dengan hasil yang optimal. Tahap-tahap dalam sistem engineering mempunyai kurun waktu maupun sifat yang berbeda-beda tergantung dari keperluan, tujuan dan kompleksitas sistem tersebut. Pola umum siklus engineering sistem di dalam siklus engineering sistem di dalam siklus sistem (produk) mengikuti Gambar 4-6.

Pemahaman akan sifat siklus engineering sistem tersebut adalah penting untuk mengantisipasi, mengarahkan, dan merencanakan tindakan-tindakan pengelolaan yang tepat dalam aspek desain-engineering. Siklus sistem dan siklus engineering sistem dimulai dengan timbulnya kebutuhan. Bila hal tersebut terjadi, yang harus dihadapi pertama-tama adalah mengidentifikasi seberapa jauh keperluan tersebut hasrus dipenuhi dan memperkirakan secara kasar seberapa besar sumber daya yang sekiranya diperlukan. Pada taraf ini belum diperlukan analisis cara memecahkan persoalan yang timbul secara spesifik, tetapi baru dipusatkan pada cara mencari jawaban atas pertanyaan apakah benar kebutuhan tersebut hasrus diatasi dan diprioritaskan. Adapun tahap atau proses selanjutnya adalah seperti berikut.
a. Tahap konseptual 
Memperjelas dan merumuskan permasalahan dalam suatu studi kelayakan, termasuk menentukan tujuan dan sasaran. Mengkaji dasar-dasar keperluan untuk mewujudkan sistem, operasi sistem, dan pemeliharaan.

b. Desain Pendahuluan dan Definisi Sistem
Menetukan fungsi utama sistem berarti meletakkan dasar untuk penyusunan kriteria dan spesifikasi peralatan yang diperlukan, kualitas dan kuantitas pegawai, fasilitas pendukung, pemeliharaan, dan lain-lain. Kemudian mengelompokkan dalam subsistem, dilanjutkan dengan melakukan analisis untuk mengevaluasi alternatif desain secara terperinci seperti :
  • Melihat semua aspek untuk mewujudkan sistem (konstruksi atau manufaktur), operasi, dan pemeliharaan.
  • Mendefinisikan masing-masing fungsi semua komponen sistem (peralatan utama, peralatan pendukung, dan lain-lain).
  • Mencari keseimbangan antara keperluan dengan sumber daya yang tersedia, dengan mengkaji parameter teknis yang dibandingkan dengan siklus biaya.
Jadi, misalnya pada suatu proyek E-MK, maka kegiatan ini mencoba menerjemahkan kebutuhan-kebutuhan operasi, pemeliharaan, dan pendukungnya ke dalam parameter desain-engineering secara spesifik, kuantitatif, dan kualitatif.

c. Desain Terinci
Desain terinci melanjutkan segala sesuatu yang dasar-dasarnya telah diletakkan pada langkah sebelumnya, terdiri dari kegiatan-kegiatan menyiapkan deskripsi konfigurasi subsistem, komponen sistem, dan perincian lain-lainnya. Pada akhirnya desain terinci menghasilkan dokumen-dokumen sperti gambar-gambar engineering, gambar kontruksi, dan lain-lain. Termasuk kegiatan desain terinci adalah membuat model dan menyusun prosedur tes dan evaluasi. Secara singkat kegiatan ini terdiri dari :
  • Deskripsi dari spesifikasi, kriteria, dan konfigurasi terinci dan subsistem atau komponen sistem.
  • Membuat dokumen engineering subsistem seperti gambar engineering, gambar kontruksi, dan lain-lain.
  • Membangun model dari sistem yang hendak dibangun.
  • Menyiapkan prosedur inspeksi, tes, dan evaluasi.
Seperti telah disinggung di muka bahwa desain-engineering hendaknya ditujukan kearah pemenuhan kebutuhan operasi dan pemeliharaan sistem engan mengingat kendala biaya siklus sistem. Oleh karena itu, pada taraf desain terinci, masalah tersebut hendaknya telah dapat dipecahkan dan dimasukkan sebagai syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pembuatan produk-produk desain engineering

Adapun kebutuhan operasi dan pemeliharaan yang dominan terdiri dari :
· Memenuhi kinerja teknis (technical performance), baik kapasitas maupun mutu.
  • Bersifat tangguh atau dapat dipercaya (reliable), beroperasi dengan baik selama kurun waktu yang telah ditentukan.
  • Memperhatikan faktor manusia yang akan mengerjakan operasi dan pemeliharaan, tidak sulit, tidak cepat melelahkan, dan cukup memperhatikan aspek keamanan (safety).
  • Memperhatikan faktor productibility, constructibility, dan maintainability.
  • Keluwesan atau flexibility, misalnya, suatu sistem yang diwujudkan harus mampu beroperasi dengan kapasitas yang berubah-ubah atau mutu yang bervariasi.
  • Transportasi, sistem, atau produk yang dihasilkan telah memasukkan faktor transportasi yang dihadapi, misalnya ukuran, dimensi, berat rakitan, dan lain-lain.
  • Pemeriksaan dan inspeksi, yaitu, apakah sistem atau produk yang dihasilkan telah memperhatikan kemudahan bagi pemeriksaan, inspeksi, dan testing yang setiap waktu diperlukan.
  • Tersedianya material atau komponen di lokasi atau daerah yang berdekatan.
Setelah memperhatikan kebutuhan-kebutuhan di atas maka faktor terakhir yang tidak kalah penting adalah petimbangan ekonomis. Bagaimanapun baiknya hasil desain-engineering yang dibuat harus didukung juga oleh faktor ekonomi, agar dapat direalisasi dan dipertanggung jawabkan dalam jangka panjang. Gambar 4-3 menunjukkan beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam desain-engineering dan bila telah tercapai pemecahan serta kesimpulan akhir, ditampung (incorporated) dalam produk-produk desain-engineering terinci.

d. Pabrikasi dan Kontruksi
Pada tahap ini, engineering sistem medukung aspek engineering dari seluruh kegiatan, mulai dari pembelian material, peralatan pabrikasi dan manufaktur, kontruksi, inspeksi, dan uji coba, dalam rangka mewujudkan sistem yang diinginkan menjadi kenyataan fisik, yang siap untuk dioperasikan.

e. Operasi atau Produksi
Pada tahap ini sistem beroperasi atau berproduksi (misalnya, pabrik), atau utilisasi (misalnya, pesawat terbang). Pendekatan engineering sistem bermaksud mendukung sistem yang telah terwujud mendukung sistem yang telah terwujud agar dapat beroperasi sesuai dengan kapasitas atau prestasi yang telah ditentukan dengan cara antara lain melakukan pemeriksaan, inspeksi berkala, evaluasi untuk perbaikan, dan lain-lain.

f. Pendukung dan Pemeliharaan
Tahap keenam ini merupakan aspek engineering dari pemeliharaan yang dapat di modifiksi bila diperlukan dan didukung pelayanan teknis yang lain agar sistem dapat beroperasi atau berfungsi sesuai dengan yang diharapkan.

g. Menurun dan Berhenti
Disini fungsi sistem mulai menurun, misanya bagian-bagian yang merupakan komponen (peralatan) telah menjadi usang dan akhirnya seluruh sistem berhenti karena tidak ekonomis lagi untuk berfungsi. Pada aspek engineering diadakan evaluasi apakah perbaikan memang sudah tidak ekonomis lagi untuk dilakukan.

Sepanjang proses engineering sistem dilakukan kegiatan evaluasi untuk meyakini bahwa sistem ayang akan diwujudkan betul-betul dapat memenuhi tujuan dan sasaran yang telah ditentukan seperti kriteria mutu, prestasi, dan efisien dalam operasi atau penggunaannya.

Siklus Proyek dan Siklus Sistem
Pada Bab 1 telah disinggung perihal siklus proyek tersebut bila dihubungkan dengan siklus sistem, misalnya sistem produk? Mengingat proyek adalah kegiatan atau usaha yang bertujuan mewujudkan gagasan menjadi bentuk fisik, maka hal ini sama dengan bagian dari sistem, yaitu mulai dari definisi keperluan, tahap konseptual, engineering pendahuluan, engineering terinci, sampai dengan kontruksi atau manufaktur. Disini instalasi atau produk hasil proyek telah terwujud dalam bentuk fisik. Tahap atau proses perwujudan tersebut sering disebut akusisi (acquisition). Adapun proses dari siklus sistem selanjutnya, seperti operasi atau produksi dan pemeliharaan, sudah diluar siklus proyek. Meskipun demikian, dalam menentukan berbagai faktor dan parameter pada proses akusisi harus diperhitungkan keperluan-keperluan tahap operasi atau produksi dan pemeliharaan. Inilah yang merupakan ciri pokok pendekatan total sistem.

C. Manajemen Sistem
Di atas telah dibicarakan beberapa metodologi konsep sistem, yaitu analisis sistem dan engineering sistem. Metodologi yang lain adalah manajemen sistem, yaitu mengelola suatu organisasi atau usaha dengan pendekatan sistem. Sama halnya dengan dua metodologi terdahulu, manajemen sistem juga berorientasi ke totalitas. Hal ini berarti penekanan terletak pada keberhasilan tujuan sistem secara keseluruhan, dengan demikian pengelolaan dilakukan berdasarkan pertimbangan optimasi total sistem dan bukan komponen-komponennya, baik dalam aspek perencanaan, implementasi, maupun pengendalian agar terdapat sinkronisasi dalam usaha mencapai tujuan total sistem secara efektif. H. Kerzner (1989) merumuskan definis manajemen sistem dipandang dari sudut pengelolaan perusahaan sebagai berikut :

“Sejumlah unsur, baik manusia ataupun bukanmanusia (nonhuman) diorganisir dan diatur sedemikian rupa sehingga unsur-unsur tersebut bertindak sebagai kesatuan dalam rangka mencapai tujuan.”

Jadi,manajemen sistem ditandai oleh orientasi keberhasilan misi total sistem. Keputusan-keputusan didasarkan atas optimasi total sistem, bukan unsur-unsurnya (kepentingan perusahaan, bukan kepentingan divisi-divisi logistik, pemasaran, manufaktur, dan lain-lain). Umumnya usaha-usaha besar melibatkan banayak organisasi sebagai peserta, sehingga penanggung jawab langsung, dalam hal ini pimpinan sistem, hendaknya mencurahkan perhatiannya pada masalah-masalah saling ketergantungan dan keterkaitan diantara organisasi atau komponen organisasi peserta (subsistem).

4. Kegunaan Konsep Sistem bagi Manajemen Proyek
Dari Gambar 4-2a dan b serta penjelasan-penjelasan yang menyertainya disebutkan bahwa siklus proyek adalah bagian dari siklus sistem (misalnya sistem produk). Dengan demikian, pokok-pokok metodologi sistem-seperti pemakaian analisis sistem sebagai pola pengambilan keputusan, engineering sistem untuk proses mewujudkan gagasan menjadi sistem sebagai pendekatan pengelolaan yang menekannkan aspek koordinasi dan integrasi subsistem agar menjadi satu sistem terpadu-mengarah kesuksesannya tujuan sistem. Semua ini tepat untuk digunakan dalam usaha mencapai keberhasilan penyelenggaraan proyek, terutama bagi proyek yang berukuran besar dan kompleks seperti proyek E-MK. Pada masa awal proyek, yaitu pada tahap konseptual dan PP/Definisi dimana kegiatan perencanaan-termasuk pengambilan keputusan-merupakan kegiatan yang dominan maka penggunaan analisis sistem akan menaikkan kualitas keputusan yang akan diambil. Pada tahap implementasi, yaitu setelah proyek dinyatakan lulus evaluasi dan seleksi, serta telah tersedia sumber daya,manajemen proyek memusatkan perhatian pada kerhasilan pelaksanaan pekerjaan dengan cara sebagai berikut :
  • Mengelola para peserta proyek (konsultan, kontraktor, rekanan penyandang dana, dan lain-lain) dengan pengertian bahwa mereka adalah subsistem dari suatu sistem (proyek). Mereka harus diarahkan untuk mencapai sasaran bersama, yaitu keberhasilan proyek, meskipun terdapat tujuan yang berlainan. (Pemilik ingin menekan biaya proyek, sedangkan kontraktor atau rekanan kerja ingin meningkatkan laba).
  • Mengelola proyek dengan menyadari bahwa proyek adalah bagian dari siklus sistem yang utuh, jadi mengikuti pola tahap konseptual, desain pendahuluan dan pengembangan, desain terinci, sampai pada konstruksi atau manufaktur, dengan memperhatikan keprluan-keperluan untuk tahap berikutnya (operasi atau produksi dan pemeliharaan).
  • Mengelola proyek dengan memahami siklus proyek dan siklus sistem, sehingga dapat mengikuti dinamika kegiatan dan mengantisipasi kapan, jumlah, dan jenis sumberdaya yang harus disediakan.
Dimasa berlangsungnya proyek (siklus proyek), aktivitas pengelolaan akan mengalami perubahan dengan intensitas sesuai dengan macam dan besarnya kegiatan yang dihadapi pada waktu itu, seperti telah dibahas pada bab 1, yaitu perilaku kegiatan proyek yang dinamis. Sedangkan pada tahap operasi atau produksi pengelolaan bersifat operasional rutin. Penekanan aktivitas pengelolaan untuk masing-masing tahap terlihat pula pada Gambar 4-7. sekali lagi ditekankan disini bahawa salah satu aplikasi yang penting dari pendekatan sistem pad pengelolaan proyek adalah bahwa proyek tersebut merupakan bagian dari total sistem, sehingga keinginan atau syarat-syarat yang diperlukan agar produk atau fasilitas produksi dapat bekerja dengan efektif dan efisien pada tahap operasi haruslah diperhatiakn pada waktu pengelolaan proyek.

5. Integrasi dan Koordinasi
Telah disebutkan pada awal Bab 4 bahwa konsep sistem bertujuan agar pelaksanaan tugas hendaknya berorientasi pada totalitas. Hal ini diupayakan dengan mengadakan koordinasi dan integrasi pengelolaan subsistem yang bersangkutan. Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan integrasi dan koordinasi adalah proses yang bertujuan agar komponen-komponen kegiatan proyek (subsistem, bagian kegiatan personil, dan lain-lain) dapat berfungsi sebagai kesatuan yang utuh atau terpadu untuk mencapai tujuan sistem (proyek) secara efektif dan efisien. Dalam hubungan ini, menarik untuk memperhatikan hasil penelitian Peter Moris yang menunjukkan bahwa fungsi intergarasi dan koordinasi diperlukan bila dijumpai keadaan sebagai berikut :
  • Sasaran dan tujuan organisasi memerlukan kelompok-kelompok yang berbeda untuk bekerja sama secara erat.
  • Bekerja dalam lingkungan yang berubah dengan cepat
  • Pekerjaan yang bersifat interrelated dan interconnected.
  • Teknologi dan metode yang digunakan bermacam-macam.
  • Struktur organisasi kompleks dan sering mengalami perubahan.
Keadaan yang digambarkan di atas dijumpai hampir di setiap proyek terutama pada proyek-proyek besar sebagaimana telah dibahas dalam Bab 1,2 dan 3. Proses integrasi dan koordinasi (I & K) selama siklus proyek dapat dibedakan menajdi internal dan eksternal.

Proses I & K Internal berkaitan dengan interaksi kompoenen kegiatan proyek itu sendiri, misalnya hasil kegiatan tahap konseptual berupa studi kelayakan akan menjadi masukan utama tahap berikutnya yaitu tahap PP/Definisi. Interaksi tersebut umumnya berlangsung secara intensif dan seringkali memerlukan :trade-off” di antara komponen kegiatan yang bersangkutan.

Proses integrasi dan koordinasi eksternal ditandai oleh kenyataan bahwa proyek melibatkan banyak peserta di dalam (antar bidang) organisasi perusahaan yang bersangkutan, dan dengan pihak luar(subkontraktor, rekanan, pemerintah dan lain-lain) satu dengan yang lain mempunyai hubungan dan keterkaitan tertentu yang harus berfungsi sebagai kesatuan yang utuh. Agar proyek dapat mencapai sasaran dengan efektif dan efisien, diperlukan langkah koordiansi dan integrasi secara tepat dan ketat. Bila tidak, maka dikhawatirkan mereka akan bergerak sendiri-sendiri dan ini berakibat negatif terhadap pencapaian sasaran.

Proses Integrasi
Proses integrasi tidak berjalan dengan sendirinya tetapi harus direncanakan, didorong dan dilakukan tindakan khusus oleh pengelolaan proyek. Berikut adalah tindakan-tindakan yang diperlukan agar proses integrasi berlangsung efektif.;
  • Menciptakan suasana yang mendukung proses integrasi.
  • Menjalin proses perencanaan → im[plementasi perencanaan → pengendalian secara ketat dalam berbagai aspek kegiatan dan peserta.
  • Mengelola konflik secara tepat
  • Memelihara komunikasi yang aktif dengan stake holder.
a. Menciptakan Suasana yang Mendukung 
Suasana yang mendukung (conducive) perlu diciptakan agar perusahaan yang bersangkutan siap menerima dan mendukung aktivitas yang diperlukan proyek. Penciptaan suasana yang mendukung ini terdiri dari serangkaian tindakan, antara lain :
  • Mengidentifikasi para peserta/pelaksana dan penjelasan tentang adanya proyek serta garis besar rencana pengelolaannya.
  • Mengidentifikasi bidang fungsional dan manajer yang akan berperan.
  • Menunjuk pimpro sebagai penanggung jawab proyek.
  • Menerbitkan project character yang menjelaskan batas-batas otoritas pimpro dengan manajer fungsional.
  • Mengidentifikasi keperluan sumber daya yang diperlukan proyek seperti keuangan, peralatan, personil, dan lain-lain.
  • Menyiapkan prosedur koordinasi proyek, yang menjelaskan tata cara kerja sama antara para peserta atau pelaku inti (pemilik, kontraktor, konsultan, vendor, penyandang dana, dan lain-lain)
Langkah awal di atas dilakukan oleh pemimpin perusahaan sebelum implementasi fisik dimulai.

b. Menjalin Perencanaan dan Pengendalian Secara Ketat
Salah satu cara yang efektif agar terbentuk integrasi antara berbagai komponen kegiatan proyek adalah mengusahakan terjalinnya perencanaan dan pengendalian dalam bentuk siklus perencanaan → implementasi (pelaksanaan dari perencanaan) → pengendalian → koreksi. Hal ini terjadi karena aspek perencanaan dan penegndalian secara berurutan diperlukan untuk pengelolaan baik oleh komponen kegiatan proyek (yang relatif mandiri) maupun kegiatan proyek yang dikerjakan oleh berbagai peserta atau pelaku. Dengan adanya proses perencanaan-implementasi pengendalian-koreksi di atas yang menjangkau proyek secara keseluruhan, komponen kegiatan yang kelihatannya terpecah-pecah itu diharapkan dapat menjadi kesatuan yang terpadu.

c. Mengelola Konflik Secara Tepat 
Konflik akan selalu terjadi bila dua individu atau kelompok mengadakan kerja sama. Konflik yang tidak berlebihan dan dikelola dengan baikakan berdampak positif; sebaliknya konflik yang berlebihan dan tidak dikelola dengan baik akan dapat merugikan penyelenggaraan proyek. Mengelola konflik dalam proyek berarti mngelola individu atau kelompok yang harus bekerja sama dalam waktu relatif pendek, dengan sasaran yang sekaligus sama dan berbeda. Dalam keadaan demikian, pimpro diharapkan memiliki antisipasi yang tajam dan menguasai cara (konsep) menghadapinya.

Salah satu yang sering menjadi sebab timbulnya konflik adalah penentuan prioritas alokasi sumber daya (tenaga ahli, peralatan, dana, dan lain-lain), terutama bagi perusahaan yang menangani multi proyek. Dalam hal demikian, pimpinan perusahaan, misalnya Kepala Divisi Proyek, perlu mengikut-sertakan para pimpro dan stafnya dalam mnyusun perencanaan alokasi sumber daya yang sedang dan akan dilaksanakan.

d. Memelihara Komunikasi dengan Stake Holder
Salah satu sarana integrasi yang penting adalah memelihara komunikasi dengan stake holder proyek, terutama mereka yang berlangsung berurusan sehari-hari dengan proyek seperti tim proyek pemilik, kontraktor, subkontraktor, rekanan, manufacturer, dan lain-lain. Umumnya pimpro harus menyediakan sebagian besar waktunya guna mengurusi komunikasi, seperti mengadakan rapat operasional proyek, menyusun dan me-review laporan, prosedur dan kebijakan, klasifikasi petunjuk dari atasan dan pendapat dari stake holder yang lain, serta di atas menjadi prasyarat terbentuknya integrasi baik yang bersifat internal maupun eksternal. Lebih jauh, adanya komunikasi terbuka akan dapat meminimalkan terjadinya hal-hal yang berakibat negatif terhadap usaha integral seperti perbedaan persepsi, antagonisme antara pelaku atau organisasi dan sikap melawan perubahan (resistance to change).

Spesialisasi dan Integrasi
Dari sudut lain perlunya fungsi integrasi dikemukakan oleh Lawrence dan Lorch bahwa, dengan majunya perkembangan ilmu dan teknologi dan semakin kompleksnya sistem yang dikelola, diperlukan spesialisasi yang semakin mendalam. Dengan sendirinya timbul keperluan akan koordinasi dan integrasi agar para spesialis tidak terpisahkan dan terbenam dalam “keasyikan” dibidangnya masing-masing. Dalam pengelolaan proyek efektif dituntut terciptanya keseimbangan antra kedua keperluan tersebut. Karena bidang fungsional (pendukung proyek) dianggap berorientasi ke spesialisasi, maka tugas pimpro adalah melakukan koordinasi dan integrasi agar dicapai keseimbangan yang diinginkan.

6. “Interface Management”
Dalam usaha memahami lebih jauh fungsi integrasi pada pengelolaan proyek, R. D. Achibald (1979) mencoba menghubungkannya dengan apa yang dikenal sebagai interface management yang didefinisikan sebagai berikut :

“Interface management adalah merencanakan dan mengendalikan interaksi antra berbagai unsur kegiatan dan organisasi para peserta atau stake holder pada waktu area tertentu”.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa interface management terdiri dari identifikasi, dokumentasi, penyusunan jadwal, komunikasi dan pengendalianinterface unsur kegiatan dan organisasi peserta proyek. Dengan demikian, terlihat bahwa suatu interface management yang efektif merupakan syarat penting terciptanya proses integrasi.

Contoh Interface Management
Contoh yang jelas suatu interface management adalah yang brlangsung di zona ketika terjadi interaksi anatara proyek dan organisasi peserta yang bersangkutan, yang dikenal sebagai daerah antarfase (organizational interface). Gambar 4-8 memperlihatkan dua bidang sebagai organisasi peserta yang menangani penyelenggaraan beberapa proyek (A, B dan C), yaitu bidang hukum dan logistik. Tidak seluruh seksi didepartemen tersebut terlibat, tetapi hanya sebagian misanya Seksi Ha (kontrak) dari bidang hukum untuk proyek A, Hb untuk proyek B. Seksi pembelian (Lb) dari bidang logistik dari bidang B dan Lc untuk proyek C. Seksi-seksi Ha, Hb, Lb dan Lc inilah yang dimaskudkan sebagai daerah antar fase dimana pihak proyek hendaknya memperhatikan sepenuhnya dalam bentuk koordinasi dan integrasi agar bagian pekerjaan proyek yang dikerjakan diseksi-seksi tersebut sesuai dengan keperluan dan kepentingan proyek yang bersangkutan dari segi lingkup, jadwal, biaya dan mutu.

Jenis Interface
Disamping pembagian menjadi statis dan dinamis, interface dapat pula digolongkan menajdi personil, organisasi dan sistem.

a. Interface Personil
Dalam proyek terdapat individu atau kelompok yang harus bekerjsama antara satu dengan yang lain. Hal ini selalu menimbulkan potensi untuk timbulnya persoalan karena kepentingan yang sekaligus mengandung unsur kesamaan dan perbedaan.

b. Interface Organisasi
Setiap organisasi pelaku proyek, di samping memiliki tujuan bersama, juga mempunyai tujuan sendiri. Misalnya, di samping ingin mensukseskan pelaksanaan proyek, kontraktor juga ingin mendapatkan laba. Pengelolaan interface jenis ini cukup sulit, karena para organaisasi pelaku umumnya telah merumuskan tujuan secara kongkret dan memegang teguh tujuan tersebut. Contoh interface organisasi

c. Interface Sistem
Interface sistem adalah interface yang berkaitan dengan sistem nonhuman, seperti perangkat keras, fasilitas, instalasi produk dan lain-lain yang sedang dikerjakan dalam suatu proyek. Ini dapat terdiri dari interface fisik yang terdapat pada komponen-komponen yang saling berhubungan (interconnecting part)

Interface dengan Stake Holder
Secara umum yang dimaskud dengan stake holder proyek adalah individu, kelompok atau organisasi yang : 
  • Aktif ikut serta dalam kegiatan proyek
  • Dalam jangka pendek atau panjang akan terkena dampak positif atau negatif dari adanya proyek.
  • Memiliki kepentingan hasil proyek.
Tim pengelolaan proyek harus mengidentifikasi para stake holder untuk mengetahui apa yang mereka harapkan, meskipun hal ini tidak mudah dilakukan karena banyaknya stake holder serta beraneka ragamnya kepentingan yang dimiliki. Beberapa stake holder yang penting adalah sebagai berikut :
Pimpro dan tim inti proyek, yaitu individu dan kelompok yang bertanggung jawab atas pengelolaan proyek. 
  • Pelanggan atau pemilik, yaitu pihak yang akan memakai atau memiliki produk hasil proyek.
  • Sponsor, yaitu pihak yang bertindak sebagai penyandang dana.
  • Pelaksana, yaitu perusahaan yang mengerjakan kegiatan proyek, misalnya kontraktor, subkontraktor dan konsultan.
  • Organisasi atau pihak lain seperti pemerintah atau badan berwenang yang keputusannya dapat mempengaruhi proyek.
  • Pemerhati lingkungan, yaitu individu atau kelompok yang akan terkena dampak proyek dalam arti positi maupun negatif.
Guna membatasi pembahasan, dalam buku ini dipakai istilah peserta proyek yang meliputi beberapa anggota stake holder yang langsung ikut aktif menangani penyelenggaraan proyek seperti pimpro, tim inti proyek pemilik, kontraktor, bidang fungsional yang bersangkutan, dan konsultan. Interface management amat penting artinya terutama dalam rangka mengintegrasikan kegiatan proyek yang dilakukan oleh bagian organisasi para peserta.

a. Interface dengan Pemilik Proyek
Bagi pelaksana (peserta) seperti perusahaan kontraktor, interface dengan pemilik harus didasari pemikiran bahwa segala upaya (hendaknya) diusahakan untuk memenuhi keinginan pelanggan (customer). Dalam konteks ini pemilik adalah pelanggan. Pemilik mempunyai pengaruh dan peranan besar terhadap keberhasilan proses pengelolaan proyek. Seringkali dukungan kerjasama dari pemilik tergantung pada intensitas peranan dan partisipasinya pada tahap perencanan dan implementasi. Pada masa tersebut pelaksanaan harus banyak melakukan konsultasi dengan pemilik dan membicarakan serta membahas berbagai masalah yang berkaitan dengan proram implemenatasi. Diantranya yang terpenting adalah sebagai berikut :
  • Konfirmasi lingkup kerja termasuk jadwal, biaya dan mutu.
  • Organisasi proyek dan pengisian personil inti
  • Prosedur kerja dan koordinasi Prosedur keuangan dan pembayaran
  • Komunikasi, termasuk frekuensi dan jenis laporan
  • Inspeksi dan testing
Keikut sertaan dan persetujuan mengenai masalah tersebut di atas akan mendorong tumbuhnya dukungan dan komitmen dari pemilik yang pada akhirnya mempermudah proses pengelolaan implementasi proyek.

b. Interface dengan Berbagai Bidang dan Pimpinan Internal Perusahaan
Interface antara pimpro dengan berbagai bidang dan pimpinan internal perusahaan dapat dikelompokkan sebagai berikut : 
  • Dengan pimpinan, yaitu kepala divisi koordinasi pelaksana proyek-proyek (korpel). 
  • Dengan kepala atau manajer berbagai bidang fungsional (engineering, pengadaan, personalia, hukum, dan lain-lain). 
  • Dengan anggota atau kelompok dalam inti proyek. 
Pimpinan memegang peranan penting yang meliputi;
  • Meletakkan dasar tujuan dan sasaran proyek sesuai dengan kepentingan perusahaan secara keseluruhan.
  • Menentukan prioritas alokasi sumber daya untuk perusahaan yang sedang menangani multiproyek.
  • Memecahkan konflik yang mungkin timbul bilamana pimpro atau para pimpro belum dapat menyelesaikannya.
Merencanakan pengembangan karir personil.
Sedangkan pimpro berkewajiban melaporkan kemajuan proyek dan kendala-kendala yang dihadapinya.
Interface dengan berbgai bidang fungsional merupakan salah satu tugas yang paling sulit karena pimpro tidak memiliki otoritas “memerintah” sedangkan banyak sekali faktor keberhasilan proyek tergantung dari pekerjaan yang diserahkan kepada bidang-bidang tersebut. Di lain pihak, bidang-bidang fungsional seringkali mempunyai alasan yang wajar seperti berikut ini : 
  • Banyaknya beban pekerjaan yang sedang dihadapi sedangkan sumber daya yang dimiliki amat terbatas 
  • Jadwala penyelesaian yang diajukan tidak realitas 
  • Semua (pekerjaan) proyek minta diprioritaskan 
  • Munculnya hal-hal yang tidak terduga, seperti berhentinya personil atau tenaga ahli.
Untuk menghadapi keadaan di atas, pimpro hendaknya mempunyai cadangan kontijensi untuk mengatasi ketidak tentuan tersebut (misalnya, memaki konsultan dari luar) dan tidak berharap selalu mendapatkan tenaga ahli terbaik. Interface antara pimpro dengan anggota atau kelompok dalam tim inti umumnya tidak terlalu sulit karena mereka dimasukkan (dipindahkan) ke dalam susunan staf pimpro. Jadi, pimpro memiliki jalur (line) otoritas terhadap mereka meskipun waktunya (periodenya) terbatas selama mereka masih diperlukan proyek. Faktor yang perlu diperhatikan pimpro dalam hal terakhir ini adalah agar diusakan mendapatkan anggota staf inti yang betul-betul berkualitas dan siap pakai, karena tidak ada waktulagi utnuk mengadakan pelatihan.

c. Interface dengan Pemerintah dan Masyarakat
Dalam Subbab 4-6 telah disebutkan bahwa integarasi dan koordinasi dengan pihak luar (eksternal) diantaranya adalah yangberkaitan dengan pemerintah dan kelompok masyarakat yang berkepentingan dengan proyek. Seperti halnya dengan para stake holder yang lain perlu diperhatikan pengelolaan interface dengan pihak-pihak tersebut, yaitu melakukan identifikasi dan analisis peranan serta aspek yang dapat dipengaruhi. Intensitas interface golongan ini umumnya tergantung pada sejumlah faktor seperti ukuran proyek, perilaku masyarakat, peraturan pemerintah, dan lain-lain.

Tingkat Manajerial Organisasi Pelaksana 
Tugas dan tanggung jawab pimpro dan tim inti proyek dalam hubungannya dengan manajemen interface akan lebih mudah dirumuskan bila disadari bahwa dalam organisasi pelaksana (misalnya, kontraktor) umumnya terdapat lapisan manjerial (management level) yang masing-masing mempunyai fungsi berbeda, yang dapat digambarkan debagai berikut :

Tingkat I : Manajemen Senior 
Manajemen senior mempunyai tugas berurusan dengan masalah-masalah yang berkaitan dengan dunia luar proyek, yaitu menghubungkan (interface) masalah proyek dengan masyrakat yang lebih luas seperti pemerintah, pemilik, serta kelompok-kelompok kepentingan dalam masyarakat dan kemudian mengambil keputusan yang bersangkutan dengannya.

Tingkat II : Manajemen Madya 
Manajemen madya berfungsi mengadakan koordinasi berbagai kegiatan proyek serta menjabarkan keputusan-keputusan strategis pimpinan perusahaan menjadi perencana operasional. Umumnya posisi pimpro termasuk dalam lapisan tingkat II meskipun tidak secara absolut karena kenytaan menunjukkan bahwa dalam kapasitas yang terbatas pimpro harus pula berurusan dengan pihak luar.

Tingkat III : Manajemen Teknis 
Manajemen teknis berurusan dengan masalah teknis (technical/tactical matters), terutama melaksanakan kegiatan operasional proyek seperti engineering, kontruksi atau manufaktur, sampai menjadi paket deliverable.

Memahami adanya tingkat manajerial pada organisasi pelaksana amat penting artinya dalam manajemen interface, dalam arti siapa atau lapisan manakah yang harus bertanggung jawab dan aktif melaksanakannya.
  • Pemikiran sistem berpengaruh besar terhadap konsep manajemen proyek terutama proyek-proyek besar dan kompleks yang bertujuan mewujudkan gagasan menjadi kenyataan atau bentuk fisik.
  • Sistem dalam pengertian ini diartikan sebagai suatu kebulatan (totalitas ) yang berfungsi secara utuh karena adanya saling keterhgantungan diantara bagian-bagiannya.
  • Seperti halnya proyek, sistem mengenal adanya siklus yang disebut siklus sistem. Siklus sistem ini dimulai dari tahap konseptual, desain pengembangan, manufaktur, instalasi atau kontruksi, operasi atau utilisasi sampai sistem tersebut menurun dan berhenti berfungsi.
  • Berdasarkan pemikiran ini, siklus proyek adalah bagian dari siklus sistem, yaitu periode mulai dari tahap konseptual sampai dengan implementasi fisik, misalnya menghasilkan instalasi atau gedung baru. Tahap operasi dan pemeliharaan hasil proyek berada di luar siklus proyek tetapi masih di dalam siklus sistem tersebu
  • Meskipun tahap operasi atau produksi hasil proyek berada di luar siklus proyek (di luar pengelolaan proyek), pemikiran sistem menekankan agar, sewaktu mewujudkan gagasan menjadi bentuk fisik (siklus proyek), diperhatikan masalah-masalah yang menyangkut operasi, pemeliharaan, dan kehandalannya. Jadi, pemikiran sisitem ini menyangkut totalitas sistem.
  • Dikenal tiga metodologi sistem yang erat kaitannya dengan penyelenggaraan proyek, yaitu metodologi analisis sistem, engineering sistemdan manajemen sistem. Analisis sistem berurusan dengan proses analisis untuk pemilihan alternatif dan pengambilan keputusan. Engineering sistem memberikan sistematika dan prosedur rekayasa untuk mewujudkan sistem. Sedangkan manajemen sistem memberikan penekanan pada orientasi mencapai tujuan dan optimasi total sistem.
  • Aspek integrasi dan koordinasi mendapat perhatian utama karena proyek umumnya terdiri dari bermacam-macam pekerjaan yang dilakukan oleh sejumlah organisasi atau kelompok peserta.
  • Interface manajemen berurusan dengan perencanaan dan penegndalian interaksi berbagai unsur kegiatan atau peserta proyek (stake holder) pada kurun waktu dan area tertentu.
  1. Apakah yag dimaksud dengan pendekatan atau pemikiran sistem? Pendekatan ini dianggap amat relevan untuk menghadapi proyek. Uraiakan dimana letak relevansinya. Jelaskan pula bahwa pemikiran sistem tidak dapat dipisahkan dari pengelolaan proyek besar dan kompleks yang mengandung unsur engineering cukup besar.
  2. Siklus proyek dinyatakan sebagai bagian dari siklus sistem. Apakah implikasi keadaan demikian?
  3. Dalam usaha mewujudkan gagasan menjadi kenyataan fisik, yang kemudian mengoperasikannya, dikenal adalah siklus sistem dan siklus biaya yang saling terkait. Agar didapatkan keseimbangan optimal antara kedua siklus tersebut perlu dianalisis dan diperhitungkan parameter-parameter yang bersangkutan. Sebutkan ari parameter-parameter tersebut yang lazimnya paling sulit ditentukan!
  4. Bagaimana proses dalam mekanisme pendekatan analisis sistem dibandingkan dengan cara analisis yang lain? Jelaskan tahap-tahap analisis siste
  5. Sebutkan tahap-tahap engineering sistem dibandingkan dengan kegiatan proyek E-MK pada tahap konseptual, PP/Definisi dan awal implementasi (engineering terinci). Bagaimana kesimpulan saudara?
  6. Metodologi analisis sistem dan enginering sistem merupakan pendekatan yang penting dan dipraktekan pada tahap konseptual, perencanaan dan sebagai tahap implementasi fisik proye. Uraikan apakah terdapat macam proyek yang kurang memerlukan penekanaan pendekatan tersebut di atas.
  7. Pada aspek dan tahap mana, aplikasi manajemen sistem perlu ditekankan pada proses penyelenggaraan proyek?
  8. Sebutkan satu tindakan terpenting agar proses integrasi dapat berlangsung dengan lancar. Terangkan jawaban Anda!
  9. Manajemen interface dengan pihak luar seringkali merupakan hal yang amat sulit dan memerlukan pendekatan yang khusus. Jelaskan pernyataan tersebut!
  10. Mengikat stake holder memiliki kepentingan yang berbeda bahkan kadang-kadang juga berlawanan, sebutkan bagaimana cara pimpro harus menghadapi dan menanganinya! 
C. DAFTAR PUSTAKA
Ali, Tubagus Haedar. 1989. Prinsip Prinsip Network Planning. Cetakan Keua. Jakarta. Penerbit PT. Gramedia
Fahrenkrog, Steve, PMP. 2004. A guide to the Project Management Body of Knowledge. Third Edition. Global Standard, ANSI. Project Mangement Institute. Newtown Square Pennsylvania USA.
O’Ben, James A. 2002. Management Information Systems : Mannagement Information Technology in the E-Bussiness Enterprice. Fifth Edition. New York. McGraw-Hill USA.

1 comment: