Tuesday 9 May 2017

Pengertian Terumbu Karang dan Penyebab Kerusakan Terumbu Karang

TERUMBU KARANG
Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem subur yang terdapat di laut. Ekosistem ini di bentuk oleh komunitas karang dan berbagai biota laut yang berasosiasi dengan karang. Dalam hal evaluasi terhadap terhadap kondisi ekosistem terumbun karang kriteria yang dikembangkan berupa tutupan.

Terumbu karang merupakan rumah bagi ribuan hewan dan tumbuhan yang memiliki nilai ekonomis tinggi, berbagai jenis hewan laut mencari makan dan berlindung di ekosistem tersebut. Pada kondisi yang sangat maksimal, terumbu karang menyediakan ikan-ikan dan molusca hingga mencapai jumlah sekitar 10 – 30 ton/km2 per tahunnya (Hanggono, A., Bambang K., Suhud, Rasjid A., dan Murad S, 2001). Ekosistem ini merupakan sumber plasma nuftah bagi makhluk hidup baik di masa sekarang maupun di masa yang akan datang. Selain itu, terumbu karang merupakan laboratorium alam yang sangat unik untuk berbagai penelitian yang dapat mengungkapkan penemuan yang sangat berguna bagi kehidupan manusia. Keindahannya dapat menjadi sumber devisa pariwisata bagi pemerintah setempat, sehingga dapat menambah penghasilan manusia, terutama bagi masyarakat pesisir.

Terumbu karang (coral reefs) merupakan ekosistem laut tropis yang terdapat di perairan dangkal yang jernih, hangat (lebih dari 22oC), memiliki kadar CaCO3 (Kalsium Karbonat) tinggi, dan komunitasnya didominasi berbagai jenis hewan karang keras. Kalsium Karbonat ini berupa endapan masif yang dihasilkan oleh organisme karang (filum Scnedaria, klas Anthozoa, ordo Madreporaria Scleractinia), alga berkapur, dan organisme lain yang mengeluarkan CaCO3 (Guilcher, 1988). 

Di dunia terdapat dua kelompok karang yaitu karang hermatifik dan karang ahermatifik. Perbedaannya terletak pada kemampuan karang hermatifik dalam menghasilkan terumbu. Kemampuan ini disebabkan adanya sel-sel tumbuhan yang bersimbiosis dalam jaringan karang hermatifik. Sel tumbuhan ini dinamakan zooxanthellae. Karang hermatifik hanya ditemukan di daerah tropis, sedangkan karang ahermatifik tersebar di seluruh dunia (Guilcher, 1988). Dengan kata lain Indonesia yang terletak di daerah tropis memiliki kedua jenis kelompok ini. Komunitas terumbu karang di Indonesia tercatat seluas lebih dari 20.000km2 yang meliputi karang hidup, karang mati, lamun, dan pasir (COREMAP, 2002).

Arah perkembangan terumbu organik dikontrol oleh keseimbangan ketiga faktor yaitu hidrologis, batimetris, dan biologis. Jika ketiga faktor seimbang, terumbu berkembang secara radial dan akan terbentuk terumbu paparan dan apabila pertumbuhan ini berlanjut akan terbentuk terumbu pelataran bergoba. Namun jika perkembangan radial dibatasi oleh kondisi batimetri akan terbentuk terumbu paparan lonjong. Terumbu yang terakhir ini tidak membentuk lagun yang benar dan depresi menyudut merupakan penyebaran pasir. Sedangkan terumbu paparan dinding terbentuk pada kondisi batimetris dan hidrologis tidak simetris, di mana perkembangan terumbu terbatas pada satu atau dua arah. Kondisi ini akan menghasilkan perkembangan terumbu secara linier, dan membentuk terumbu dinding berupa terumbu dinding tanduk dan terumbu dinding garpu. Terbentuknya terumbu dinding garpu ini menunjukkan adanya arus pasang surut yang kuat. (Zuidam, 1985). 

Terumbu karang dapat berkembang dan membentuk suatu pulau kecil. Dari lima jenis pulau yaitu Pulau Benua (Continental Islands), Pulau Vulkanik (Volcanic Islands), Pulau Daratan Rendah (Low Islands) , Pulau Karang Timbul (Raised Coral Islands), dan Pulau Atol (Atolls), dua yang terakhir terbentuk dari terumbu karang. Di sisi lain, dari sepuluh jenis bentuk lahan (Zuidam, 1985), terumbu karang adalah salah satunya. 

Bentuk lahan (landforms) ini adalah bentuk lahan organik yaitu berupa binatang. Bentuk lain yang berhubungan dengan terumbu karang adalah bentuklahan karst, yaitu terbentuk melalui proses karstifikasi pada batuan kalsium karbonat. Namun bentuk lahan karst ini terbentuk secara alami melalui proses eksogenik dan endogenik dan erlangsung pada skala besar (Thornbury, 1954). Sedangkan terumbu karang terbentuk secara organik dan relatif perlahan sehingga lebih dimungkinkan adanya campur tangan manusia dalam pertumbuhannya. Hasil identifikasi bentuklahan mencerminkan karakteristik fisik lahan dan untuk mendapatkannya dengan melalui analisis geomorfologis. Geomorfologi adalah studi yang mendeskripsi bentuklahan dan proses-proses yang menghasilkan bentuklahan serta menyelidiki hubungan timbal-balik antara bentuklahan dan proses-proses tersebut dalam susunan keruangan (Zuidam, 1985). 

Pulau Karang Timbul adalah pulau yang terbentuk oleh terumbu karang yang terangkat ke atas permukaan laut karena adanya gerakan ke atas (uplift) dan gerakan ke bawah (subsidence) dari dasar laut karena proses geologi. Pada saat dasar laut berada di dekat permukaan laut (kurang dari 40 m), terumbu karang mempunyai kesempatan untuk tumbuh dan berkembang di dasar laut yang naik tersebut. Setelah berada di atas permukaan laut, terumbu karang akan mati dan menyisakan rumahnya dan membentuk pulau karang. Jika proses ini berlangsung terus, maka akan terbentuk pulau karang timbul. Pada umumnya, karang yang timbul ke permukaan laut berbentuk teras-teras seperti sawah di pegunungan. Proses ini dapat terjadi pada pulau-pulau vulkanik maupun non-vulkanik. 

Pulau Atol, adalah pulau (pulau karang) yang berbentuk cincin. Pada umumnya pulau atol ini adalah pulau vulkanik yang ditumbuhi oleh terumbu karang membentuk terumbu pinggiran (fringing reef), kemudian berubah menjadi terumbu penghalang (barrier reef), dan akhirnya berubah menjadi pulau atol. Proses pembentukan tersebut disebabkan oleh adanya gerakan ke bawah (subsidence) dari pulau vulkanik semula, dan oleh pertumbuhan vertikal dari terumbu karang (Stoddart, 1975, dalam Retraubun, 2002). 

Definisi pulau-pulau kecil adalah pulau dengan luas kurang dari 2000 km2 atau pulau yang memiliki lebar kurang dari 10 km. Jika data karakteristik terumbu karang tersedia dan kebijakan pengelolaan dicanangkan, maka luas terumbu karang yang 20.000km2 dapat memberi manfaat bagi masyarakat nelayan di sekitarnya. Selain itu dimungkinkan terumbu karang akan menjadi pulau kecil. Sedangkan pulau didefinisikan sebagai: an island is a naturally formed area of land surrounded by water, whiich is above water at high tide. Pulau adalah suatu wilayah daratan yang terbentuk secara alamiah, dikelilingi oleh air dan selalu ada di atas air pada saat air pasang 

Kerusakan Pada Terumbu Karang
Pemanfaatan sumberdaya dan aktivitas pembangunan menimbulkan dampak terhadap lingkunagan ekosistem pesisir dan pulau – pulau kecil. Dampak tersebut dapat berupa ancaman terhadap penurunan populasi, keanekaragaman biota, serta kerusakan ekosistem dan pantai.

Jenis ancaman gangguan sumberdaya alam pesisir di provinsi bengkulu dapat dibedakan dari faktor penyebab yaitu ancaman ekploitasi dan ancaman pencemaran serta kerusakan akibat pembangunan. Ancaman akibat kegiatan ekploitasi meyebabkan degradasi beberapa sumber daya alam diantaranya kerusakan terumbu karang, penurunan populasi ikan,pengurangan habitat hutan bakau dan padang lamun. Kerusakan terumbu karang dan penurunan ikan karang disebabkan pengboman karang. Penurunan ekosistem bakau disebabkan penebangan pohon dan pembukaan lahan tambak.

Ancaman akibat aktivitas pembangunan berupa fisik seperti pengerukan dan pengurungan, limbah pencemaran dan konversi lahan.meningkatnya kerusakan terumbu karang , dewasa ini telah mengkhawatirkan banyak kalangan, karena dengan rusaknya terumbu karang akan banayak mempengaruhi status keanekaragaman hayati laut yang kita miliki selama ini. Kerusakan terumbu karang terutama diakibatkan oleh aktivitas manusia, seperti penggunaan bahan peladek, pen ggunaan sianida, untuk menangkap ikan, sedimentasi dan pencemaran. Pemnafaatan potensi terumbu karang tidak jarang hanya berpegang pada salah satu fungsi yang lain yaitu sebagai penyokong kehidupan dan sosial budaya.

Penyebab Kerusakan Terumbu Karang
Keputusan Menteri negara lingkungan hidup Nomor : 04 tahun 2001 Tentang Kriteria baku kerusakan terumbu karang , beberapa faktor yang menyebabkan keruskan pada terumbu karang adalah sebagai berikut:

1. Sedimentasi
Konstruksi di daratan dan sepanjang pantai, penambangan atau pertanian di daerah aliran sungai ataupun penebangan hutan tropis menyebabkan tanah mengalami erosi dan terbawa melalui aliran sungai ke laut dan terumbu karang. Kotoran-kotoran, lumpur ataupun pasir-pasir ini dapat membuat air menjadi kotor dan tidak jernih lagi sehingga karang tidak dapat bertahan hidup karena kurangnya cahaya. Hutan mangrove dan padang lamun yang berfungsi sebagai penyaring juga menjadi rusak dan menyebabkan sedimen dapat mencapai terumbu karang. Penebangan hutan mangrove untuk keperluan kayu bakar dapat merubah area hutan mangrove tesebut menjadi pantai terbuka. Dengan membuka tambak-tambak udang dapat merusak tempat penyediaan udang alami

2. Penangkapan dengan Bahan Peledak
Penggunaan bahan peledak untuk penangkapan ikan oleh nelayan akan mengakibatkan penangkapan ikan secara berlebihan, sehingga menyebabkan tangkapan ikan akan berkurang dimasa berikutnya. Penggunaan Kalium Nitrat (sejenis pupuk) sebagai bahan peledak akan mengakibatkan ledakan yang besar, sehingga membunuh ikan dan merusak karang di sekitarnya.

3. Aliran Drainase
Aliran drainase yang mengandung pupuk dan kotoran yang terbuang ke perairan pantaiyang mendorong pertumbuhan algae yang akan menghambat pertumbuhan polip karang, mengurangi asupan cahaya dan oksigen. Penangkapan secara berlebihan membuat masalah ini bertambah buruk karena ikan-ikan yang biasanya makan algae juga ikuk tertangkap.

4. Penangkapan Ikan dengan Sianida
Kapal-kapal penangkap ikan seringkali menggunakan Sianida dan racun-racun lain untuk menangkap ikan-ikan karang yang berharga. Metode ini acap digunakan untuk menangkap ikan-ikan tropis untuk akuarium dan sekarang digunakan untuk menangkap

ikan-ikan sebagai konsumsi restoran-restoran yang memakai ikan hidup.
5. Pengumpulan dan Pengerukan 
Pengambilan karang untuk digunakan sebagai bahan baku konstruksi atau dijual untuk cinderamata juga merusak terumbu karang. Demikian pula pengerukan dan pengeboman karang untuk konstruksi di daerah terumbu karang.

6. Pencemaran Air.
Produk-produk minyak bumi dan kimia lain yang dibuang di dekat perairan pantai, pada akhirnya akan mencapai terumbu karang. Bahan-bahan pencemar ini akan meracuni polip karang dan biota laut lainnya. Kerusakan ekositem terumbu karang tidak terlepas dari aktivitas manusia baiok di daratan maupun pada ekosistem peseisir dan lautan kegiatan manusia baik di daratan seperti industri, pertanian, riumah tangga akhir nya kana dapat ma imbulkan dampak negatif bukan saja pada perairan tetapi juga pada ekosdistem terumbu karang atau pesisir dsan lautan.

Menurut Dahuri (2001) sebgaian besar bahan pencemar yang ditemukan di laut berasal dari kegiatan manusia di daratan. Ssebagai contoh kegiatan pengelolaan pertanian dan kkehutanan yang buruk tridak saja merusak ekosistem sungai melaui banjir dan erosoi tetapi juga menimbulkan dampak negatif pada perairan pesisir dan lautan. Melalui penggunaan pupuk anrganik dan pestisida dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan telah menimbulkan masalah besar bagi wilayah pesisir dan lautan 

Pada tahun 1972 penggunaan pupuk nitrogen untuk seluruh kegiatanpertanian di Indonesia sekitar 350.000 ton maka pada tahun 1990 jumlah tersebut meningkat menjadi 1.500.000 ton . total penggunaan pestisida pada tahun 1975 sebanyak 2000 ton. Kemudian pada tahun 1984 mencapai 16.000 ton(dahuri et al. 2001) 
Pengelolaan tempat rekreasi.

Pengelolaan tempat rekreasi di wilayah pesisir yang tidak memperhatikan lingkungan, seperti penyewaan kapal, peralatan pemancingan dan penyelaman seringkali menyebabkan rusaknya terumbu karang. Pelemparan jangkar ke karang dapat menghancurkan dan mematahkan terumbu karang. Para wisatawan yang mengambil, mengumpulkan, menendang, dan berjalan di karang ikut menyumbang terjadinya kerusakan terumbu karang.

8. Pemanasan global
Terumbu karang juga terancam oleh pemanasan global. Pemutihaan terumbu karang meningkat selama dua dekade terakhir, masa dimana bumi mengalami beberapa kali suhu tepanas dalam sejarah. Ketika suhu laut meningkat sangat tinggi, polip karang kehilangan algae simbiotik didalamnya, sehingga mengubah warna mereka menjadi putih dan akhirnya mati. Pemanasan global juga mengakibat cuaca ekstrim sukar diperkirakan, seperti badai tropis yang dapat mengakibatkan kerusakan fisik ekosistem terumbu karang yang sangat besar. Meningkatnya permukaan laut juga menjadi ancaman serius bagi terumbu karang dan pulau-pulau kecil maupun atol.

Berbagai akibat kerusakan terumbu karang mengakibatkan berbagai macam dampak kerugian, diantaranya menurunnya produkdsi sumberdaya perikanan, mempercepat abrasi pantai, dan menurunnya jumlah wisatawan karena menurunnya nilai estetika dan kein dahan terumbu karang.

Oleh karena itu menjaga agar fungsi terumbu karang dalam mendukung sum berdaya hayati laut secara berkelanjutan, perlu dilkaukan program kerja pengendalian kerusakan terumbu karang. Salah satu program kerja tersebut adalah program kampanye peningkatan kesadaran masyarakat akan arti pentingnya fungsi terumbu dan proses-proses alami yang terjadi didalamnya.

Berbagai program penyadaran masyarakat terhadap kelestarian akosistem terumbu karang telah dilaksanakan, swasta dan lembaga swadaya masyarakat. Namun hal ini tampaknya belum dirasa cukup, mengingat tingkat kemajemukan masyarakat kita, sehingga deperlukan bentuk program penyadaran masyarakat dalam kemasan yang beragam.

Menurut Retraubun, A.S.W. (2002) terumbu karang memilki produktivitas organik yang tinggi. Secara biologis terumbu karang merupakan ekositem yang paling produktif di perairan tropis dan bahkan mungkin diseluruh ekosistem baik di laut maupun di daratan karena kemampuan terumbu karang untuk menahan nutriennt dalam sistem dan berperan sebagai kolam untuk menampung segala masukan dari luar. Selain itu terumbu karang sehat memilki keragaman spesies penghuninya dan ikan merupakan organisme yang jumlahnya terbanyak.

Tinggi produktivitas primer di peraiaran terumbu karang memungkinkan perairan ini sering merupakan tempat pemijahan , pengasuhan, dan mencari makan oleh kebanyakan ikan. Oleh karena itu secara otomatis produksi ikan din daerah terumbu karang sangat tinggi(Wikipwedia .2009)

Kerusakan terumbu karang yang disebablkan oleh manusia harus sedapat mungkin di cegah, karena akan sangat berdampak pada terganggunya ekosistem lainya dan menurunnya produksi ikan yang meruapakan sumber protein hewani bagi manusia.

Visi peneglolaan terunmbu karang yaitu terumbu karang merupaka sumber pertumbuhan ekonomi yang harus dikelola dengan bijaksana, terpau dan berkelanjutan denga memelihara daya dukung dan kualitas lingkungan melalui permberdayaan masyarakat

Beberapa upaya yang sangat penting dalam dalam proses pelastarian didukung oleh beberapa aspek, aspek sosial, yaitu meni ngkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pengelolaan terumbu karang secara terpadu dan berkelanjutan. Aspek ekonomi, yaitu meningkatkan pemanfaatan ekosistem terumbu karang secara efisien dan berkelanjutan.. Aspek kelembagaan yaitu dengan menciptakan sistem dan mekanisme kelembagaan yang profesional, efektif dan efisien dalam merencananakan dan mengelola terumbu karang secara terpadu

Sebenarnya akar permasalahan kerusakan terumbu karang meliputi empat hal yaitu,1) kemiskinan masyarakat dan ketiadaan mata pencarian alternatif, 2) Ketidaktahuan dan ketidaksadaran masyarakat dan pengguna, 3) lemahnya penegakan hukum, 4) kebijakan pemerintah yang belum menunjukkan perhatian yang optimal dalam mengelola sistem alami dan kualitas lingkungan kawasan pesisir dan lautan khususnya terumbu karang.

Menurut F-G UGM - Bakosurtanal(2000). Beberpa upaya yang harus dilakukan dalam pelestarian terumbu karang yang telah terlanjur adalah dengan pemulihan. Pemulihan kerusakan terumbu karang merupakan upaya yang paling sulit untuk dilakukan, serta memakan biaya tinggi dan waktu yang cukup lama. Upaya pemulihan yang bisa dilakukan adalah zonasi dan rehabilitasi terumbu karang.

1. Zonasi
Pengelolaan zonasi pesisir bertujuan untuk memperbaiki ekosistem pesisir yang sudah rusak. Pada prinsipnya wilayah pesisir dipetakan untuk kemudian direncanakan strategi pemulihan dan prioritas pemulihan yang diharapkan. Pembagian zonasi pesisir dapat berupa zona penangkapan ikan, zona konservasi maupun lainnya sesuai dengan kebutuhan/pemanfaatan wilayah tersebut, disertai dengan zona penyangga karena sulit untuk membatasi zona-zona yang telah ditetapkan di laut. Ekosistem terumbu karang dapat dipulihkan dengan memasukkannya ke dalam zona konservasi yang tidak dapat diganggu oleh aktivitas masyarakat sehingga dapat tumbuh dan pulih secara alami.

2. Rehabilitasi
Pemulihan kerusakan terumbu karang dapat dilakukan dengan melakukan rehabilitasi aktif, seperti meningkatkan populasi karang, mengurangi algae yang hidup bebas, serta meningkatkan ikan-ikan karang. 

a. Meningkatkan populasi karang
Peningkatan populasi karang dapat dilakukan dengan meningkatkan rekruitmen, yaitu membiarkan benih karang yang hidup menempel pada permukaan benda yang bersih dan halus dengan pori-pori kecil atau liang untuk berlindung; menambah migrasi melalui transplantasi, serta mengurangi mortalitas dengan mencegahnya dari kerusakan fisik, penyakit, hama dan kompetisi. 

b. Mengurangi alga hidup yang bebas
Pengurangan populasi alga dapat dilakukan dengan cara membersihkan karang dari alga dan meningkatkan hewan pemangsa alga.

c. Meningkatkan ikan-ikan karang
Populasi ikan karang dapat ditingkatkan dengan meningkatkan rekruitmen, yaitu dengan meningkatkan ikan herbivora dan merehabilitasi padang lamun sebagai pelindung bagi ikan-ikan kecil; meningkatkan migrasi atau menambah stok ikan, serta menurunkan mortalitas jenis ikan favorit.

DAFTAR PUSAKA;
  • Dahuri R, Rais Y, Putra S, G, Sitepu, M.J, 2001. Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Lautan secara Terpadu. PT Pradnya Paramita. Jakarta
  • F-G UGM - Bakosurtanal. 2000. Pembakuan Spek Metodologi Kontrol Kualitas Pemetaan Tematik Dasar dalam Mendukung Perencanaan Tata Ruang. Yogyakarta.
  • Guilcher Andre. 1988. Coral reef Geomorphology. John Willey & Sons.Chhichester
  • Hanggono, A., Bambang K., Suhud, Rasjid A., dan Murad S. 2000.Pemanfaatan Data Satelit Penginderaan Jauh di Indonesia pada Tahun 2000. Seminar Internasional 11 - 12 April 2000. Jakarta.
  • Konsorium CBM COREMAP. 2002. Laporan Akhir Perpanjangan II Pengelolaan Berbasis masyarakat Program COREMAP Di Kepulauan Senayang Lingga
  • Mentri Negara Lingkungan Hidup. 2001. Tentang Kritaria Baku Kerusaka Terumbu Karang. Jakarta
  • Pujiatmoko. 2009. Pembahasan restorasi terumbu karang di Indonesia. http://atanitokyo.blogspot.com/2009/01/pembahasan-restorasi-terumbu-karang-di.html. 10 September 2009.
  • Retraubun, A.S.W. 2002. Pulau-pulau Kecil di Indonesia. Data dan Masalah Pengelolaannya. Makalah Lokakarya dalam rangka Penetapan Luas Terumbu Karang, Panjang Pantai, dan Jumlah Pulau di Indonesia Berdasarkan Data Penginderaan Jauh. oleh COREMAP. LIPI.
  • Thornbury, W.D. 1954. Principles of Geomorphology. 2nd ed. John Wiley & Sons, Inc. New York. 
  • Wikipeedia. 2009. Terumbu karang .http://id.wikipedia.org/wiki/Terumbu_karang#Terumbu_atau_Reef.3 September 2009
  • Zuidam R. A. van. 1985. Aerial Photo-Interpretation in Terrain Analysis and Geomorphologic Mapping. ITC, Enschede. The Netherlands.

No comments:

Post a Comment