Tuesday 9 May 2017

KONDISI EKOSISTEM DAN SUMBERDAYA ALAM HAYATI

KONDISI EKOSISTEM DAN SUMBERDAYA ALAM HAYATI PESISIR DI KABUPATEN ALOR
Kabupaten Alor selama ini dikenal sebagai salah satu daerah di Propinsi Nusa Tenggara Timur yang memiliki sumber daya hayati dan keindahan laut yang sangat baik. Potensi terumbu karang, lamun dan mangrove dengan persentase tutupan tinggi adalah aset yang tak ternilai bagi daerah ini. Kita banyak menjumpai mamalia laut seperti lumba-lumba, paus, dan penyu. Keindahan laut Alor juga ditunjang dengan beberapa fenomena penting seperti upwelling (peristiwa pengadukan air laut akibat arus) di perairan Desa Alor Kecil yang mengakibatkan suhu lapisan atas permukaan air turun hingga mendekati nol. 

Perairan Alor dikenal sebagai fishing ground berbagai ikan pelagis dan demersal. Nelayan masih sering menangkap ikan tuna dengan panjang hampir 2 meter, ikan kerapu ,kakap dan ikan karang lainnya yang bernilai ekonomis tinggi.

Selain itu Kabupaten Alor adalah salah satu pulau terluar di Indonesia yang secara geografis terletak pada posisi 8 0 6’-8 0 36’ LS dan 123 0 48’- 125 0 45’ BT dengan batas-batas: 
  • Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Flores,
  • Sebelah Selatan dengan Selat Ombay,
  • Sebelah Barat dengan Selat Alor (Kabupaten Lembata),
  • Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Wetar dan perairan Republik Demokratik Timur Leste.
I. PENDAHULUAN
Kabupaten Alor merupakan daerah kepulauan yang terdiri dari 15 pulau dimana 9 pulau telah berpenghuni yaitu ; Pulau Alor, Pantar, Pura, Ternate, Buaya, Tereweng, Kangge, Kura, Kepa, sedangkan 6 pulau belum berpenghuni yaitu; Pulau Lapang, Batang, Rusa, Kambing, Sika, dan Kapas. Luas wilayah keseluruhannya 13.638,26 km2

Secara Administrasi Wilayah Kabupaten Alor terdiri dari 17 Kecamatan dan 175 Desa/Kelurahan; 110 diantaranya adalah Desa/Kelurahan pantai. Lebih dari sebagian produksi perikanan di Kabupaten Alor sebagian besar dari perikanan laut. Dari total produksi 36.415,22 ton pada tahun 2007 sebanyak 51,04% atau 18.585,6 ton diantaranya adalah produksi perikanan laut dan menyebar di semua kecamatan. Kecamatan yang paling banyak menghasilkan perikanan laut adalah Kecamatan Pantar (5.006,2 ton), Kecamatan Teluk Mutiara (2.194 ton), Kecamatan Alor Barat Laut (2.194,1 ton) dan Kecamatan Pantar Barat Laut (1.857 ton). Sedangkan kecamatan yang paling kecil produksinya adalah Kecamatan Alor Selatan (27 ton). 

Sumber daya ikan sebagai bagian kekayaan laut Alor yang sudah semakin terbatas (sebesar 164.604,3 ton/tahun dimana jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan (JTB) sebesar 131.683,44 ton/tahun) 

Untuk menghindari degradasi sumber daya laut maka Dinas Kelautan dan Perikanan melaksanakan Kegiatan Pengembangan Kawasan Konservasi Laut Daerah Kabupaten Alor semenjak Tahun 2006 dengan membangun sarana prasarana fisik penunjang seperti shelter, Kantor Pengelola, Pondok Wisata, Pos Jaga, Pondok Informasi dan Kapal Patroli Speed Boat. Kawasan konservasi perairan ini telah ditetapkan dengan SK BUPATI Nomor 15 Tahun 2009 tentang Perluasan Kawasan Konservasi Laut Daerah Kabupaten Alor dan dikelola oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Pemerintah Kabupaten Alor dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Alor.

II. KONDISI EKOLOGI LAUT ALOR & BERBAGAI MASALAH YANG ADA
Kondisi laut Alor pada umumnya masih bagus. Beberapa indikator penting mengenai hal ini antara lain adalah:
  • Tutupan lamunnya bahkan mencapai 86 % di Pulau Lapang.
  • Luas tutupan karang hidup di Pulau-pulau Kecil berkisar antara 10 % hingga 90 %. Tutupan karang yang sedemikian bagus membuat kondisi ikan karang dan makrobentosnya sangat bagus pula. 
  • Di Pulau Ternate jumlah kelimpahan ikan mencapai 1.650 ekor per 25 m2, demikian pula kondisi makrobentosnya, di Pulau Buaya kelimpahannya mencapai 64 individu per 25 m2. 
  • Kondisi tutupan dan kelimpahan yang baik juga terlihat pada ekosistem mangrove. Hutan mangrove di pulau Kangge dijumpai di Teluk Bulu Waeloro (artinya : teluk yang ada air) dengan luasan panjang sekitar 1 km dan ketebalan sekitar 300 meter
Namun demikian, masih baiknya kondisi ekologi laut Alor di masa depan mulai terancam. Beberapa masalah yang menjadi ancaman antara lain adalah:
  • Kerusakan ekosistem hutan mangrove di pulau Kangge sekitar 5 % yang diduga karena pengaruh faktor alam yaitu suplai air tawar yang sangat kurang dan menyebabkan vegetasi mangrove mengalami kekeringan dan matiHutan mangrove di pulau Lapang hanya terdapat di pantai timur dengan ketebalan dan kerapatan yang rendah. Jenis yang umum dijumpai adalah Rhizophora sp. Kondisi hutan mangrove di lokasi ini sudah mengalami kerusakan akibat dari pengambilan kayu bakar oleh masyarakat untuk mengolah teripang.
  • Kerusakan fisik terumbu karang di Pulau Kangge tampak dari dijumpainya patahan karang dalam ukuran yang tidak beraturan yang dapat menjadi indikator kerusakan terumbu karang akibat jangkar perahu. Lokasi ini merupakan tempat berlabuh perahu nelayan, sehingga terumbu karang di lokasi ini sangat rentan terhadap kerusakan fisik akibat aktivitas perahu nelayan.
  • Kerusakan fisik terumbu karang di lokasi pulau Kambing cukup tinggi, hal ini ditandai dengan persentase penutupan patahan karang yang cukup besar. Tingginya persentase penutupan patahan karang yang tinggi dapat menjadi indikasi adanya tekanan pemanfaatan yang dilakukan oleh manusia. Pengamatan terhadap bentuk patahan karang dapat menjelaskan bahwa telah terjadi pemanfaatan dengan cara-cara yang destruktif dan juga akibat dari pelepasan jangkar.
  • Letak pulau Rusa yang jauh, terpencil dan tidak berpenghuni, dapat menjadi target kegiatan destructive fishing oleh nelayan luar pulau
  • Kerusakan terumbu karang pada lokasi yang disurvai di channel side bagian timur pulau Lapang, ditandai dengan dijumpainya patahan karang dengan ukuran yang besar dan tidak seragam, hal ini dapat menjadi indikasi bahwa kerusakan karang (terutama karang bercabang) terjadi karena jangkar perahu atau adanya kegiatan manusia karang untuk menangkap/mengambil biota laut. Namun berdasarkan laporan masyarakat bahwa di pulau Lapang sering terjadi kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak. Kondisi ini bisa saja terjadi karena letak pulau Lapang selain tidak berpenghuni juga jauh dari pengawasan aparat pemerintah/keamanan.
  • Kerusakan terumbu karang di Pulau Ternate cukup jelas terlihat dengan tingginya persentase penutupan patahan karang (13,10 %). Patahan karang yang dijumpai umumnya berukuran yang bervariasi kecil-besar. Kondisi ini dapat menjelaskan bahwa kerusakan yang terjadi disebabkan oleh banyak faktor dari aktivitas manusia dalam memanfaatkan terumbu karang dengan cara destruktif dan telah berlangsung pada waktu lampau, dan saat ini patahan karang telah ditutupi oleh alga dan ditumbuhi oleh karang lunak. 
  • Kerusakan yang terjadi di Pulau Pura terutama disebabkan oleh pengoperasian alat tangkap bubu oleh nelayan setempat yang dilakukan secara tidak beraturan. Bubu diletakkan pada area terumbu karang yang masih baik, yang banyak terdapat karang bercabang, dan ini berakibat karang bercabang menjadi patah. Peletakkan bubu dilakukan secara berpindah-pindah pada lokasi karang yang masih baik yang banyak terdapat ikan target. Hal ini berakibat kerusakan akan terus berlangsung dan meluas pada area terumbu karang lainnya. Selain kerusakan akibat penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap bubu, kerusakan karang di Pura Timur juga disebabkan oleh pelepasan jangkar perahu yang tidak beraturan pada area terumbu karang
III. KESIMPULAN/REKOMENDASI
Sumber daya ikan di Kabupaten Alor yang sudah semakin terbatas perlu dikelola dan dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat dengan memperhatikan prinsip kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya serta sesuai dengan persyaratan yang telah diatur dalam ketentuan internasional dalam upaya pengelolaan wilayah pesisir. Di Kabupaten Alor masih sering terjadi pencurian ikan akibat pengawasan yang lemah serta perilaku-perilaku destructive fishing.

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil antar sektor, antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dalam waktu dekat perlu adanya kegiatan zonasi untuk mempertahankan kondisi sumber daya ekologi pulau-pulau kecil yang tersedia. Untuk itu Pemerintah Kabupaten Alor dan WWF telah melakukan survey pendahuluan yang meliputi kegiatan :
  • Pengamatan Insidental yaitu kegiatan ke lapang (laut) sebagai tambahan dari kegiatan monitoring utama yang dilakukan tim monitoring dan surveillance Kabupaten Alor (monitoring kesehatan karang, monitoring pemijahan ikan, monitoring pemanfaatan sumberdaya, dan kegiatan surveillance).
  • Survey Tapal Batas Kawasan Konservasi Laut Daerah
  • Patroli Pengamanan Laut
Kegiatan zonasi ini diharapkan menghasilkan Zonasi kawasan konservasi perairan desa/pulau –pulau kecil di Kabupaten Alor yang terdiri dari :
  • zona inti;
  • zona perikanan berkelanjutan ;
  • zona pemanfaatan; dan
  • zona lainnya.
Kegiatan zonasi ini selanjutnya dikuatkan dalam bentuk SK Bupati dan Peraturan Desa minimal di 3 desa/kelurahan pantai. Upaya ini dilakukan untuk Pengelolaan Laut (produksi/penangkapan ikan dan pemasaran) melindungi, mengonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan, dan memperkaya Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta sistem ekologisnya secara berkelanjutan; menciptakan keharmonisan dan sinergi antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; serta memperkuat peran serta masyarakat dan lembaga pemerintah serta mendorong inisiatif Masyarakat dalam pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di Kabupaten Alor.

No comments:

Post a Comment