Tuesday, 9 May 2017

ARTI PULAU-PULAU KECIL DAN PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL

ARTI PENTING PULAU-PULAU KECIL
1. Fungsi Pertahanan dan Keamanan
Dari sudut pertahanan dan keamanan, pulau-pulau kecil terutama di perbatasan memiliki arti penting sebagai pintu gerbang keluar masuknya aliran orang dan barang misalnya di Sabang, Sebatik dan Batam yang juga rawan terhadap penyelundupan barang-barang ilegal, narkotika, senjata, dan obat-obatan terlarang. Sebanyak 92 buah pulau kecil terletak di perbatasan dengan negara lain yang berarti bahwa pulau-pulau kecil tersebut memiliki arti penting sebagai garda depan dalam menjaga dan melindungi keutuhan NKRI. 

2. Fungsi Ekonomi
Wilayah pulau-pulau kecil memiliki peluang yang besar untuk dikembangkan sebagai wilayah bisnis-bisnis potensial yang berbasis pada sumberdaya (resource based industry) seperti industri perikanan, pariwisata, jasa transportasi, industri olahan dan industri-industri lainnya yang ramah lingkungan. Di samping itu, pulau-pulau kecil juga dapat dimanfaatkan dan dikembangkan sebagai pendukung pertumbuhan wilayah.

3. Fungsi Ekologi
Secara ekologis, ekosistem pesisir dan laut pulau-pulau kecil berfungsi sebagai pengatur iklim global, siklus hidrologi dan bio-geokimia, penyerap limbah, sumber plasma nutfah, sumber energi alternatif, dan sistem penunjang kehidupan lainnya. Hal ini terkait erat dengan potensi/karakteristik penting pulau-pulau kecil, yang merupakan habitat dan ekosistem (terumbu karang, lamun, mangrove) yang menyediakan barang (ikan, minyak, mineral logam) dan jasa lingkungan (penahan ombak, wisata bahari) bagi masyarakat.

ISU-ISU PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL
Pengelolaan pulau-pulau kecil perlu mempertimbangkan isu-isu yang sedang berkembang baik dari segi politik, pertahanan, keamanan, lingkungan, maupun sosial, ekonomi dan budaya.

1. Isu Global
Beberapa Konvensi Internasional menjadi dasar dalam pengelolaan pulau-pulau kecil seperti konvensi yang berkaitan dengan perlindungan spesies tertentu, penetapan kawasan terlarang dan/atau kawasan terbatas, emisi senyawa kimia yang dapat menimbulkan iklim global, hukum pengendalian pencemaran akibat angkutan di laut dan lain lain.

Hasil-hasil KTT Bumi pada tahun 1992 di Rio de Janeiro, Brazil telah menghasilkan beberapa dokumen penting antara lain ; Prinsip-prinsip Rio, Konvensi Perubahan Iklim dan Konvensi Keanekaragaman Hayati, Prinsip-prinsip Kehutanan, dan Agenda 21. Pertemuan World Summit on Sustainable Development (WSSD) yang diprakarsai oleh PBB juga menghasilkan dokumen-dokumen penting yang menjadi dasar dan panduan upaya bersama masyarakat dunia menjalankan pembangunan yang berkelanjutan.

Dalam Sidang Khusus Majelis Umum PBB ke-22 tahun 1999 yang membahas pelaksanaan Program Aksi Barbados mengenai Pembangunan Berkelanjutan di Negara-negara Berkembang Kepulauan Kecil (SIDS), telah menghasilkan State of Progress and initiatives for the Future Implementation of the Programme of Action for Sustainable Development of Small Island Developing States, untuk jangka waktu 5 tahun (1999-2004). Beberapa masalah prioritas yang membutuhkan perhatian khusus yaitu : a) perubahan iklim dan naiknya permukaan air laut, b) bencana alam dan kerusakan lingkungan, c) sumberdaya air bersih, d) ekosistem pesisir dan terumbu karang, e) sumberdaya energi terbarukan, dan f) pariwisata untuk melindungi lingkungan dan budaya.

Kenaikan suhu permukaan bumi yang dikenal dengan fenomena pemanasan global (global warming) telah menyebabkan naiknya permukaan air laut karena ekspansi thermal permukaan air laut dan terjadinya pencairan es di kutub akibat berbagai aktivitas di daratan seperti industrialisasi, penebangan dan kebakaran hutan, pencemaran udara dan penggunaan gas/bahan-bahan kimia lainnya. Kecenderungan global naiknya permukaan air laut mencapai 13 cm per 10 tahun, sedangkan kenaikan suhu dunia mencapai 0,019 oC per tahun. Di Indonesia, gejala kenaikan permukaan air laut mencapai 1-3 cm per tahun dan kenaikan suhu mencapai 0,03 oC per tahun.

Naiknya permukaan air laut dapat menyebabkan dampak yang serius terhadap keberadaan pulau-pulau kecil, karena sebagian besar pulau-pulau kecil di Indonesia berupa dataran rendah dan memiliki ketinggian hanya beberapa meter di atas permukaan laut (dpl). Dengan naiknya permukaan laut beberapa cm, akan berdampak pada berkurangnya luasan daratan pulau-pulau kecil secara signifikan.

Isu kawasan perdagangan bebas (Free Trade Zone/FTZ) akan memacu percepatan pengembangan pulau-pulau kecil, terutama di wilayah perbatasan karena sangat strategis dalam menarik investor luar negeri sehingga arus barang dan jasa meningkat. Sebagai contoh, potensi Kawasan Sabang sebagai kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas.

2. Isu Regional
Pengelolaan pulau-pulau kecil yang kurang memperhatikan aspek lingkungan dan mempunyai keterkaitan dengan wilayah lain dalam lingkup regional, misalnya kegiatan penambangan pasir di laut yang tidak terkendali dapat menyebabkan lenyapnya pulau-pulau kecil terluar (misalnya Pulau Nipa, di Riau) sehingga akan mempengaruhi keberadaan titik dasar (TD) yang merugikan dalam penetapan batas maritim dengan negara tetangga.

Dengan akan diberlakukannya pasar bebas ASEAN dan Asia Pasifik serta meningkatnya kerjasama ekonomi sub-regional IMT-GT, IMS-GT, BIMP-EAGA, dan AIDA, maka akan memacu pengembangan pulau-pulau kecil terutama dalam kegiatan investasi.

Masalah geo-politik yang berkaitan dengan belum tuntasnya penetapan sebagian perbatasan maritim dengan negara tetangga, sampai saat ini masih menjadi potensi sumber sengketa. Penetapan batas maritim antar negara dan pemeliharaan Titik Dasar (Base Point) di pulau-pulau perbatasan yang menjadi titik referensi bagi penarikan batas maritim negara harus segera dituntaskan. Dengan demikian akan mereduksi potensi permasalahan perbatasan dengan negara lain.

3. Isu Nasional
Dengan jumlah pulau dan potensi sumberdaya alamnya yang besar serta lokasinya yang tersebar sehingga sulit untuk mencapainya, maka sudah saatnya Pemerintah memberi perhatian yang lebih besar terhadap isu nasional yang berkaitan dengan pengelolaan pulau-pulau kecil, yaitu :
  1. Belum terkoordinasinya bank data (database) pulau-pulau kecil yang berisi nama, luas, potensi, karakteristik, peluang usaha, permasalahan dan lain lain;
  2. Sebagian besar pulau-pulau kecil merupakan kawasan tertinggal, belum berpenghuni atau jarang penduduknya namun memiliki potensi sumberdaya alam yang baik;
  3. Terbatasnya sarana dan prasarana perhubungan laut yang dapat menghubungkan dengan pulau induk (mainland) dan antara pulau-pulau kecil;
  4. Beberapa pulau kecil telah menjadi sengketa antar propinsi dan kabupaten/kota;
  5. Belum jelasnya kewenangan pengelolaan pulau-pulau kecil di wilayah perbatasan antara Pemerintah dan Pemerintah Propinsi/ Kabupaten/ Kota ;
  6. Sebagian pulau-pulau kecil terluar yang memiliki fungsi strategis karena berkaitan dengan batas antar Negara terancam hilang karena penambangan pasir yang tak terkendali;
  7. Terjadinya pencemaran di sekitar perairan pulau-pulau kecil akibat meningkatnya pembuangan limbah padat dan cair;
  8. Pulau-pulau kecil berpotensi menjadi tempat kegiatan yang dapat mengancam stabilitas dan keamanan nasional;
  9. Masih terbatasnya sistem pemantauan, patroli dan pengawasan (Monitoring, Controling dan Surveillance/MCS) di pulau-pulau kecil.
Beberapa Undang-undang yang berkaitan dengan pengelolaan pulau-pulau kecil seringkali masih bersifat sektoral sehingga berpotensi untuk memicu konflik kepentingan, misalnya UU Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan, UU Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Untuk itu diperlukan peraturan perundang-undangan yang lebih terintegrasi.

4. Isu Daerah
Diberlakukannya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah memunculkan beberapa isu dalam pengelolaan pulau-pulau kecil yaitu:
  1. Pemberdayaan dan peningkatan peran serta kelembagaan daerah dan masyarakat dalam rangka pengelolaan pulau-pulau kecil;
  2. Tekanan terhadap sumberdaya alam dan lingkungan dalam rangka peningkatan pendapatan daerah;
  3. Ketersediaan data, informasi dan peraturan yang diperlukan dalam pengambilan kebijakan terkait dengan pengelolaan pulau-pulau kecil
  4. Kerjasama antar daerah dalam pengelolaan pulau-pulau kecil di bidang keamanan, pemanfaatan sumberdaya, dan peningkatan kualitas lingkungan;
  5. Terjadinya sengketa antar daerah tentang status kepemilikan dan kewenangan pengelolaan pulau-pulau kecil.
Dalam rangka mengantisipasi isu daerah yang berkembang maka diperlukan identifikasi ketentuan dan peraturan hukum yang bersifat lintas daerah yang mengatur aspek pesisir dan pulau-pulau kecil serta identifikasi kegiatan-kegiatan yang dampaknya dirasakan melewati batas administratif, misalnya kegiatan di Kep. Seribu (Propinsi DKI Jakarta dan Propinsi Banten).

No comments:

Post a Comment