Wednesday, 10 May 2017

MATERI KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA (KAB)

KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA (KAB)
Tema pokok yang sangat membedakan studi KAB dari studi komunikasi lainnya ialah derajat perbedaan, latarbelakang, pengalaman yang relatif besar antara para komunikator, yang disebabkan oleh perbedaan-perbedaan kebudayaan. Sebagai asumsi dasar adalah bahwa di antara individu-individu dengan kebudayaan yang sama umumnya terdapat kesamaan (homogenitas) yang lebih besar dalam hal latar belakang pengalaman secara keseluruhan dibandingkan dengan mereka yang berasal dari kebudayaan berlainan.

Perbedaan-perbedaan kebudayaan antara para pelaku komunikasi ini serta perbedaan lainnya, spserti kepribadian individu, umur, penampilan fisik, menjadi permasalahan inheren dalam proses komunikasi manusia. Dengan sifatnya yang demikian, KAB dianggap sebagai perluasan dari bidang-bidang studi komunikasi manusia, seperti komunikasi antarpribadi, komunikasi organisasi dan komunikasi massa. Dalam perkembangannya teori KAB telah menghasilkan sejumlah defenisi, diantaranya adalah:
  • Komunikasi antar budaya adalah seni untuk memahami dan dipahami oleh khalayak yang memiliki kebudayaan lain. (Sitaram, 1970)
  • Komunikasi bersifat budaya apabila terjadi diantara orang-orang yang berbeda kebudayaan. (Rich, 1974)
  • Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi dalam suatu kondisi yang menunjukan adanya perbedaan budaya seperti bahasa, nilai-nilai, adat, kebiasaan. (Stewart, 1974)
  • Komunikasi antarbudaya menunjuk pada suatu fenomena komunikasi di mana para pesertanya memiliki latar belakang budaya yang berbeda terlibat dalam suatu kontak antara satu dengan lainnya, baik secara langsung atau tidak langsung. (Young Yung Kim, 1984)
Dari defenisi tersebut nampak jelas penekanannya pada perbedaan kebudayaan sebagai faktor yang menentukan dalam berlangsungnya proses komunikasi dan interaksi yang terjadi di dalamnya. Karena itu dua konsep terpenting di sini adalah kontak dan komunikasi merupakan ciri yang membedakan studi KAB dari studi-studi antropologi dan psikologi lintas budaya yang berupaya mendeskripsikan kebudayaan-kebudayaan antarbudaya.

Sejauh ini upaya pemerhati KAB lebih banyak diarahkan pada aspek intracultural atau pun crosscultural, buakan studi-studi intercultural dari komunikasi. Sebagaimana tradisi penelitian antropologi dan psikologi lintas budaya (cross-cultural psycology), kebanyakan dari kegiatan penelitian memusatkan perhatian pada ; pola-pola komunikasi dalam kebudayaan-kebudayaan tertentu, studi komparatif lintas budaya mengenai fenomena-fenomena komunikasi.

Dimensi Komunikasi antar-budaya
Untuk mencari kejelasan dan mengintegrasikan berbagai konseptualisasi tentang kebudayaan dalam konteks KAB, ada tiga dimensi yang perlu diperhatikan:
  • Tingkat masyarakat kelompok budaya dari partisipan;
  • Konteks sosial tempat terjadinya KAB;
  • Saluran yang dilalui oleh pesan-pesan KAB (baik yang verbal maupun non-verbal).
Dimensi pertama menunjukan bahwa istilah kebudayaan telah digunakan untuk merujuk pada macam-macam tingkat lingkupan dan kompleksitas dari organisasi sosial. Umumnya istilah kebudayaan mencakup beberapa pengertian sebagai berikut:
  • Kawasan di dunia, misalnya; budaya Timur, budaya Barat.
  • Subkawasan-kawasan di dunia, budaya Amerika Utara, Asia Tenggara.
  • Nasional/negara, misalnya budaya Indonesia, budaya Perancis, budaya Jepang.
  • Kelompok-kelompok etnik-ras dalam negeri seperti, Cina, Jawa, Negro
  • Macam-macam subkelompok sosiologis berdasarkan kategori jenis kelamin, kelas sosial (budaya hippiis, budaya kaum gelandangan, budaya penjara)
Dimensi kedua menyangkut Konteks Sosial, meliputi bisnis, organisasi, pendidikan, akulturasi imigran politik, konsultasi terapi, dsb. Komunikasi dalam semua konteks sosial tersebut pada dasarnya memilih persamaan dalam hal unsur-unsur dasar an proses komunikasi (misalnya menyangkut penyampaian, penerimaan dan pemrosesan). Tetapi adanya pengaruh kebudayaan yang tercakup dalam latarbelakang pengalaman individu membentuk pola-pola persepsi pemikiran, penggunaan pesan-pesan verbal dan non-verbal serta hubungan-hubungan antaranya. Maka variasi kontekstual misalnya; komunikasi antara orang Indonesia dengan Jepang dalam suatu transaksi dagang akan berbeda dengan interaksi dalam peran sebagai dua orang mahasiswa. Dengan demikian, konteks sosial memberikan tempat khusus pada para partisipan, hubungan-hubungan antarperan, ekspektasi-ekspektasi, norma-norma dan aturan tingkah laku yang khusus.

Dimensi ketiga berkaitan dengan saluran komunikasi. Dimensi ini menunjukanm tentang saluran apa yang dipergunakan dalam KAB. Secara garis besar saluran dapat dibagi atas:
  • Antarpribadi
  • Media massa
Bersama-sama dengan dua dimensi sebelumnya, saluran komunikasi juga mempengaruhi proses dan hasil keseluruhan dari KAB. Misalnya orang Indonesia menonton melalui TV keadaan kehidupan di Afrika, akan memiliki pengalaman yang berbeda dengan keadaan, apabila ia sendiri berada di sana dan melihat dengan keala sendiri. Umumnya pengalaman antarpribadi dianggap dapat memberikan dampak yanng lebih mendalam.

Ketiga dimensi di atas dapat digunakan secara terpisah ataupun bersamaan, dlam mengklasifikasi fenomena KAB. Misalnya kita dapat mengambarkan komunikasi antara presiden Indonesia dengan dubes baru dari Nigeria sebagai komunikasi internasional, antarpribadi dalam konteks politik. Maka apapun tingkat keanggotaan kelompok konteks sosial dan saluran komunikasi, komunikasi dianggap antarbudaya apabila para komunikator yang menjalin kontak dan interaksi mempunyai latarbelakang pengalaman budaya berbeda.

Hubungan Tmbal Balik antara Komunikasi dengan Kebudayaan
Unsur-unsur pokok yang mendasari proses komunikasi antarbudaya adalah konsep-konsep tentang ’kebudayaan’ dan ’komunikasi’. Hal ini ditekankan oleh Sarbaugh (1979) yang menyatakan bahwa pengertian tentang komunikasi antarbudaya memerlukan suatu pemahaman tentang konsep-konsep komunikasi dan kebudayaan serta adanyasaling ketergantungan antar keduanya. Saling ketergantungan ini dapat terbukti apabila disadari bahwa:
  • Pola-pola komunikasi yang khas dapat berkembang atau berubah dalam suatu keompok kebudayaan tertentu;
  • Kesamaan tingkah laku antara satu generasi dengan generasi berikutnya hanya dimungkinkan berkat digunakannya sarana-sarana komunikasi.
Sementara Smith (1966) menerangkan hubungan yang tidak terpisahkan antara komunikasi dan budaya sebagai berikut:
  • Kebudayaan meruakan suatu kode atau kumpulan peraturan yang dipelajari dan dimiliki bersama.
  • Untuk mempelajari dan memiliki bersama diperlukan komunikasi, sedangkan komunikasi memerlukan kode-kode dan lambang-lambang yang harus dipelajari dan dimiliki bersama.
Untuk lebih mengerti hubungan komunikasi dengan kebudayaan bisa ditinjau dari sudut pandang perkembangan masyarakat, perkembangan kebudayaan, dan peranan komunikasi dalam proses perkembangan tersebut. Perkembangan mencerminkan hubungan terus menerus dan berlangsung dan di mana simbol dan lambang berlangsung dalam proses resiprokal (timbal-balik) antara orang-orang didalamnya.

Unsur-unsur Kebudayaan
Karena kebudayaan memberikan identitas pada sekelompok manusia, maka muncul suatu persoalan yakni bagaimana cara kita mengidentifikasi aspek-aspek atau unsur-unsur kebudayaan yang membedakan satu kelompok masyarakat budaya dari kelompok masyarakat budaya lainnya. Samovar (1981) membagi berbagai aspek kebudayaan kedalam tiga pembagian besar unsur-unsur sosial budaya yang secara langsung sangat mempengaruhi penciptaan makna untuk persepsi, yang selanjutnya menentukan tingkah laku komunikasi.

Pengaruh-pengaruh terhadap komunikasi ini sangat beragam dan mencakup semua segi kegiatan sosial manusia. Dalam proses KAB unsur-unsur yang sangat menentukan ini bekerja dan berfungsi secara terpadu bersama-sama seperti komponen dari suatu sistem stereo, karena masing-maasing saling membutuhkan dan berkaitan. Tetapi dalam penelaahan, unsur-unsur tersebut dipisah-pisahkan agar dapat diidentifikasi dan ditinjau secara satu persatu. Unsur-unsur sosial budaya tersebut adalah:
  • Sistem keyakinan, nilai dan sikap.
  • Pandangan hidup tentang dunia.
  • Organisasi sosial.
Pengaruh ketiga unsur kebudayaan tersebut pada makna untuk persepsi terutama pada aspek individual dan subjektifnya. Kita semua mungkin akan mlihat suatu obbjek atau peristiwa sosial yanng sama dan memberikan makna objektif yang sama, tetapi makna individualnya tidak mustahil akan berbeda. Misalnya orang Amerika dengan Arab sepakat menyatakan seseorang wanita berdasarkan wujud fisiknya. Tetapi kemungkinan besar keduanya akan berbeda pendapat tentang bagaimana wanita itu dalam makna sosialnya. Orang Amerika memandang nilai kesetaraan antara pria dengan wanita, sementara orang Arab memendang wanita cenderung menekankan wanita sebagai ibu rumah tangga.

Peranan Persepsi Dalam komunikasi Antar Budaya
Persepsi individu mengenai dunia sekelilingnya, orang, benda, dan peristiwa mempengaruhi berlangsungnya KAB. Pemahaman dan penghargaan akan perbedaan persepsi diperlukan jika ingin meningkatkan kemampuan menjalin hubungan dengan orang yang berbeda budaya. Kita harus belajar memahami referensi perseptual mereka, sehingga kita akan mampu memberikan reaksi yang sesuai dengan ekspektasi dalam budaya mereka. Karenanya pengertian secara umum tentang persepsi diperlukan sebagai landasan memahami hubungan antara kebudayaan dan persepsi.

Persepsi merupakan proses internal yang dilalui individu dalam menseleksi, dan mengatur stimuli yang datang dari luar. Secara sederhana persepsi dapat dikatakan sebagai proses individu dalam melakukan kontak/hubungan dengan dunia sekelilingnya. Dengan cara mendengar, melihat, meraba, mencium dan merasa kita dapat mengenal lingkungan dan sadar apa yang terjadi di luar diri kita. Apa yang terjadi sebenarnya ialah bahwa kita menciptakan bayang-bayang internal tentang objek fisik dan sosial serta peristiwa-peristiwa yang dihadapi dalam lingkungan. Dalam hal ini masing-masing individu berusaha untuk memahami lingkungan melalui pengembangan struktur, stabilitas, dan makna bagi persepsinya. Pengembangan ini mencakup kegiatan-kegiatan internal yang mengubah sistem stimuli menjadi impuls-impuls (rangsangan) yang bergerak melalui sistem syaraf ke otak, serta mengubahnya lagi ke dalam pengalaman-pengalaman yang bermakna. Kegiatan internal perseptual ini dipelajari. Setiap orang lahir sudah dengan alat-alat fisik yang penring bagi persepsi, seperti halnya dengan alat untuk mampu berjalan. Dalam hal ini orang haru belajar untuk mencapai kemampuan tersebut. Secara umum proses persepsi melibatkan tiga aspek :

1. struktur
jika kita menutup mata, memalingkan muka dan dan kemudian membuka mata, kita akan melihat lingkungan yanng terstruktur dan terorganisasikan. Apa yang kita hadapi mempunyai bentuk, ukuran, tekstur, warna, intensitas, dll. Bayangan kita mengenai lingkungan merupakan hasil dari kegiatan kita secara aktif memproses informasi, yang mencakup seleksi dan kategorisasi input/masukan. Kita mngembangkan kemampuan membentuk struktur ini dengan mempelajari kategorisasi-kategorisasi untuk memilah-milah stimjulasi eksternal.

Kategorisasi untuk mengkalsifikasikan lingkungan ini dapat berbeda-beda antara orang yang satu dengan lainnya. Kategori tergantung pada sejarah pengalaman dan pengetahuan kita. Misalnya kata ’rumah” konsep fisiknya akan berbeda antara orang asia dengan orang eskimo. 

Objek-objek sosial dan fisik juga akan mempunyai struktur yang berbeda-beda tergantung pada kebutuhan saat itu. Fungsi misalnya bisa digunakan sebagai kategori. Dalam membeli pena kita mempunyai beberpa kategori seperti warna, ukuran dseb.

2. stabilitas
dunia realitas yanng berstruktur tadi mempunyai kelanggengan, dalam arti tidak selalu berubah-ubah. Melalui pengalaman kita mengetahui bahwa tingi/besar seseorang tetap , walajupun dari bayangan terfokus pada mata kita berubah seiring dengan perbedaan jarak. Walaupun alat-alat panca indera kita sangat sensitif, kita mampu untuk secara intern menghaluskan perbedaan-perbedaan atau perubahan-perubahan dari input sehingga dunia luar tidak berubah-ubah.

3. makna
persepsi bermakna dimungkinkan karena persepsi-persepsi terstruktur dan stabil tidak terasingkan/terlepas satu sama lain, melainkan berhubungan setelah selang beberapa waktu. Jika tidak, maka setiap masukan yang sifatnya perseptualakan ditangkap sebagai sesuatu yang baru. Dan akibatnya kita akan selalu berada dalam keadaan heran/terkejut/aneh dan gtiak ada yag nampak familiar bagi kita.

Makna berkembang dari pelajaran dan pengalaman kita masa lalu, dan dalam kegiatan yang ada tujuannya. Kita belajar mengemangkan aturan-atruan bagi usaha dan tujuan yang ingin dicapai. Dengan atruan-aturan ini kita kita bertindak sebagai pemroses aktif dari stimulasi kita mengkategorisaikan peristiwa-peristiwa di masa lalau dan sekarang. Kita menjadi pemecah masalah yang aktif dalam usaha mencari makna dari lingkunagan kita. Artinya, kita belajar untuk memberi makna pada persepsi-persepsi kita yang dianggap masuk akal jika dihubungkan dengan pengalaman masa lalu, tindakan dan tujuan masa sekarang, dan antisipasi kita tentang masa depan.

Suatu hal yang pokok dalam makna ini adalah sistem kode bahasa. Dengan kemampuan bahasa, kita dapat menangkap stimulasi eksternal dan menghasilkan makna dengan memberi warna dan merumuskan kategorinya. Dengan memberi kode secara linguistik pada pengalaman-pengalaman, kita dapat mengingat, memanipulasi, dan membagi bersama dengan orang lain, serta menghubungkan mereka pada pengalaman-pengalaman lain melalui penggunaan kata-kata yang mencerminkan pengalaman-pengalaman itu. Makna, karenanya, tidak dapat dilepaskan dari kemampuan bahasa dan tergantung pada penggunaan kta atas kata-kata yang dapat memberi gambaran secara tepat

Dimensi-dimensi Persepsi
Kita telah membahas sebelumnya bahwa persepsi tentang lingkungan fisik dan sosial merupakan kegiatan internal dalam menangkap stimuli dan kemudian memrosesnya melalui sistem syaraf dan otak sampai akhirnya tercipta struktur, stabilitas, dan makna darinya. Untuk memahami bekerjanya proses tersebut, kita harus menyadari akan adanya dua dimensi pokok fundamental dari persepsi:
  • Dimensi fisik (mengatur/mengorganisasi)
  • Dimensi psikologis (menafsirkan).
Kedua dimensi ini secara bersama-sama bertanggungjawab atas hasil-hasil persepsi, sehingga pengertian tentangnya akan memberi gambaran tentang bagaimana persepsi terjadi.

1) Dimensi Persepsi secara Fisik
Sekaliun dimensi fisik ini merupakan tahp penting dari persepsi, tetapi untuk tujuan kita mempelajari KAB, hanya merupakan tahap permulaan dan tidak berapa perlu untuk terlali didalami. Dimensi ini menggambarkan perolehan kita akan informasi tentang dunia luar. Tahap permulaan ini mencakup karateristik-karakteristik stimuli yang berupa energi, hakikat dan fungsi mekanisme penerimaan manusia (mata, telinga, hidung, mulut, dan kulit) serta transmisi data melalui syaraf menuju otak, untuk kemudian diubah ke dalam bentuk yang bermakna.

Bagaimana bekerjanya anggota tubuh manusia pada tahap ini dapat dikatakan sama antara satu orang dengan orang lainnya, baik yang berasal dari kebudayaan yang sama ataupun berbeda. Karena setiap orang pada dasarnya memiliki mekanisme anatomis dan biologis yang sama, yang menghubungkan mereka dengan lingkungannya.

2) Dimensi Persepsi secara Psikologis
Dibandingkan denga penanganan stimuli secara fisik, keadaan individu (seperti kepribadian, kecerdasan, pendidikan, emosi, keyakinan, nilai, sikap, motivasi dan lain-lain) mempunyai dampak yang jauh lebih menentukan terhadap persepsi mengenai lingkungan dan perilaku. Dalam tahap ini, setiap individu menciptakan struktur, stabilitas, dan makna dalam persepsinya, serta memberikan sifat yang pribadi dan penafsiran mengenai dunia luar.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita menerima begitu sbanyak masukan pesan. Misalnya ketika membaca buku, selain kata-kata yang ada dalam buku tersebut, kita juga akan menerima pesanlainnya seperti suhu udara dalam ruangan tempat kita berada, kondisi kursi yang diduduki, suara air di kamar mandi, suara anak yang menangis, dan berbagai stimulus lainnya yang ada di sekitar kita. Semus stimulus ini secara bermasaan akan ikut mempengaruhi proses kegiatan kita dalam membaca buku. Namun demikian, dalam praktiknya tidak mungkin kita mengolah semua masukan pesan yang kita terima. Dengan kata lain kita melakukan penyeleksian terhadap semua stimulus yang kita terima. Proses penseleksian ini terjadi secara cepat (dalam beberapa detik saja),dan mungkin secara spontan atau dalam keadaan tidak sadar.

Keputusan untuk menyeleksi semua masukan pesan yang akan diberi makna secara langsung berhubungan dengan kebudayaan kita. Selama hidup kita telah belajar, baik selaku individu ataupun selaku anggota dari suatu kelompok kebudayaan tertentu. Ini berarti bahwa kebudayaan memang mempunyai pengruh pada proses dan hasil persepsi.

Proses seleksi dalam persepsi mengenai suatu objek dan lingkungan sekelilingnya, menurut Samovar (1981) secara umum melibatkan tiga yang saling berkaitan yakni:
  • selective exposure (seleksi terhadap pengenaan pesan/ stimulus)
  • selective attention (seleksi dalam hal perhatian)
  • selective retention (seleksi yang menyangkut retensi/ ingatan).

STUDI KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA

KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA 
PENDAHULUAN
Komunikasi Antar Budaya (KAB) bukan merupakan sesuatu yang baru atau terjadi akhir-akhir ini saja. Terjadinya kontak pertemuan antara individu-individu dengan latar belakang kebudayaan yang berlainan maka KAB pun telah berlangsung. Namun, KAB sebagai salah satu studi sistematik mengenai apa yang terjadi .apabila kontak atau interaksi antara orang-orang yang berbeda latar belakang. kebudayaannya, memang relatif masih baru.

Pada mulanya, KAB terjadi hanya dalam lingkup masyarakat yang sangat kecil, yang merupakan golongan minoritas. Misalnya pejabat-pejafaat pemerintah atau pedagang-pedagang tertentu yang mempunyai kepentingan dan kesempatan untuk berkunjung ke negeri-negeri lain. Bagian terbesar kelompok masyarakat lainnya baru lalam dekade-dekade terakhir saja dapat pergi meninggalkan tempat asalnya atau negaranya. Namun sekarang ini, sejalan dengan kemajuan teknologi komunikasi keadaan tersebut telah berubah karena dunia saat ini dipenuhi oleh masyarakat manusia yang bersifat mobil dan dinamis, siap untuk menghadapi situasi-situasi baru dalam konteks apa pun dan berjumpa. dengan partner-partner komunikasi yang sama sekali belum pernah dikenal maupun terbayangkan sebelumnya. Persoalan-persoalan yarig dihadapi dalam KAB pun semakin kompleks dan luas, tidak hanya menyangkut nilai-nilai budaya saja, tetapi juga aspek-aspek sosial, ekonomi, politik, teknologi dan berbagai aspek lainnya.

Dalam modul ini akan dijelaskan berbagai hal yang berkaitan dengan komunikasi antar budaya sebagai fenomena -sosial. Pokok bahasan meliputi 4 (empat) hal: Latar belakang, pengertian, dan dimensi komunikasi antar budaya; Kaitan antara komunikasi- dan kebudayaan; Kebudayaan sebagai penyaring; dan Persepsi, perilaku, stereotip dan prasangka.

Setelah mempelajari rnodul ini, Anda diharapkan memiliki kemampuan untuk memahami berbagai aspek yang berkaitan dengan karakteristik-karakteristik dan prinsip-prinsip dasar dalam komunikasi antar budaya.

Secara khusus, tujuan; dari modul ini diarahkan pada ,pemahaman mengenai:
  1. latar belakarig, pengertian dan dimensi komunikasi antar budaya;
  2. kaitan antara komunikasi dan kebudayaan;
  3. fungsi kebudayaan sebagai penyaring;
  4. persepsi, perilaku, stereotip dan prasangka.
Latar Belakang, Pengertian, dan Dimensi
Komunikasi Antar Budaya

A. LATAR BELAKANG STUDI KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA
Perkembangan dunia saat ini tampak semakin menuju pada apa yang disebut sebagai "global village" (desa-dunia). Salah satu implikasinya adalah semakin meningkatnya kontak-kontak komunikasi dan hubungan antar berbagai bangsa dan negara. Dalam situasi yang demikian mempelajari persoalan-persoalan komunikasi antar budaya jelas menjadi semakin penting. Karena, apabila masing-masing pihak yang terlibat dalam komunikasi antar budaya (KAB) tersebut mempunyai perbedaan dalam aspek-aspek tertentu, misalnya ideologi, orientasi dan gaya hidup, serta masing-masing pihak tidak mau memahami pihak- lainnya maka berbagai problema akan terjadi. Problema ini selanjutnya dapat menjurus pada terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan seperti terjadinya konflik kekerasan, permusuhan, perpecahan, diskriminasi, dan lain-lain.

Dari bermacam-macam permasalahan yang muncul tersebut, orang mulai sadar bahwa cara-cara untuk berhubungan dalam konteks antar budaya tidaklah semudah ataupun sesederhana yang diperkirakan sebelumnya. Berdasarkan luas lingkup permasalahannya maka kesadaran itu dapat dibagi dalam 3 (tiga) kategori: kesadaran internasional, kesadaran domestik atau dalam negeri, dan kesadaran pribadi.

1. Kesadaran Internasional
Sejak akhir tahun 60-an sampai sekarang, dunia seakan-akan semakin menyempit karena orang-orang bertambah mudah untuk pergi ke tempat-tempat yang mulanya asing. Di sana ia bertemu, bergaul atau bekerja sama dengan orang-orang yang mungkin, sama sekali berlainan cara berpikir dan kebiasaannya. Ibaratnya dapat dikatakan bahwa orang sekarang sudah sangat sulit untuk menghindari pertemuan dengan orang lain. Perpaduan dari mobilitas yang meningkat, teknologi komunikasi modern, serta kesadaran akan masalah-masalah dunia yang harus ditangani bersama-sarna, tampaknya. secara radikal meningkatkan hubungan-hubungan antar budaya, yang tadinya terkendali oleh waktu dan jarak ruang.

Perkembangan alat-alat perhubungan, seperti pesawat jet, yang dapat membawa kita dalam beberapa jam saja ke tempat jauh yang dulunya harus memakan waktu berhari-hari, bahkan berbulan-bulan untuk mencapainya, mencforong kemajuan pariwisata yang mau tidak mau mempertemukan secara tatap muka orang-orang yang berbeda cara kehidupan maiipun cara berpikirnya. Ditambah lagi dengan perkembangan teknologi komunikasi yang canggih dan kompleks. Satelit-satelit komunikasi yang memungkinkan jumlah manusia yang banyak dan sangat berjaurian letaknya dapat diajarkan, dibujuk, dan dihibur secara serentak dalam satu waktu, menjadi hal yang tidak aneh lagi. Semua itu menciptakan suatu jaringan komunikasi dunia.

2. Kesadaran Domestik
Bersamaan dengan perubahan-perubahan di dunia internasional, semacam perubahan kebudayaan terjadi di dalam negeri. Termasuk munculnya berbagai macam kelompok subbudaya yang menyimpang dari kebudayaan dominan masyarakat.

Di AS, tempat asal-usul Ilmu Komunikasi Antar Budaya, selama dua puluhan tahun terakhir telah muncul kelompok-kelompok minoritas subbudaya baru seperti kelompok orang hitam, Chicanos, golongan wanita, kaum homoseksual, orang miskin dan lain-lain yang semakin voka! dalam memperjuangkan, hak-haknya. Kelompok-kelompok subbudaya ini sekarang semakin agresif, lebih menuntut bahkan kadang-kadang lebih garang daripada masa-masa sebelumnya. Bangkitnya kelompok-kelompok ini tercerminkan dari banyaknya slogan-slogan perjuangan mereka yang ditayangkan melalui televisi maupun surat kabar. Slogan-slogan ini pada pokoknya menggambarkan kebutuhan dan tuntutan mereka untuk diakui eksistensinya oleh masyarakat. Dengan dikeluarkannya undang-undang baru dan keputusan-keputusan pengadilan tentang penghapusan diskriminasi dalam fasilitas-fasilitas umum maka kemungkinan untuk kontak antara kelompok-kelompok ini dengan kebudayaan dominan menjadi terbuka. "Tembok pemisah" yang dibangun oleh kebudayaan dominan atas dasar ketakutan, ketidaktahuan, ketidak-pedulian, dan prasangka kepada kelompok-kelompok lain mulai runtuh. Akan tetapi, kontak-kontak baru ini juga sering jcali menemui kegagalan atau tidak menghasilkan apa yang diharapkan. Masalah-masalah yang muncul tidak saja disebabkan perbedaan bahasa, panjangnya rambut, pengertian tentang penggunaan waktu, pakaian, warna kulit, tetapi lebih mendalam dan kompleks karena menyangkut perbedaan nilai dan cara memandang kehidupan. Kebutuhan untuk memahami dan berinteraksi dengan kelompok-kelompok subbudaya tersebut kiranya menjadi pendorong dilakukannya studi tentang Komunikasi Antar Budaya.

Di Indonesia sendiri jeias bahwa banyaknya suku bangsa dengan bahasa, dialek, nilai-nilai dan falsafah pemikirannya masing-masing, tidak mustahil akan membuka kemungkinan pada terjadinya kesalahpahaman dan bahkan

sampai konflik fisik. Selain itu keiompok-kelompok subbudaya yang muncul di kota-kota seperti keiompok kaum "homoseks", "kawula muda" dengan "geng dan bahasa prokemnya", menambah variasi kebudayaan di negara kita semakin kaya. Tetapi dengan "variasi" ini, tentunya kemungkinan timbulnya permasalahan sosial akan meningkat pula. Dengan demikian, kebutuhan untuk studi tentang KAB di Indonesia kiranya merupakan hal yang tidak perlu ditunda lagi.

3. Kesadaran Pribadi
Terdapat beberapa keuntungan yang bisa didapat oleh individu secara
pribadi dari studi KAB. Keuntungan-keuntungan tersebut antara lain adalah:
  • Perasaan senang dan puas dalam menemukan sesuatu yang baru, dalam hal ini kebudayaan orang lain yang belum pernah diketahui atau disadari sebelumnya.
  • Pengetahuan tentang KAB dapat membantu untuk menghindari masalah-masalah komunikasi. Pemahaman mengenai faktor-faktor yang melatar belakangi persepsi seseorang atau sekelompok orang dapat menjadi pedoman untuk memperlakukan mereka, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman.
  • Kesempatan-kesempatan kerja "banyak terbuka untuk bidang KAB. Kebanyakan lembaga-lembaga pemerintah maupun swasta, profit maupun nonprofit, • dalam berbagai tingkat, memerlukan orang-orang yang mempunyai wawasan KAB. Misalnya: di bidang pendidikan, penyuluhan, industri, perusahaan-perusahaan multinasional yang mengutamakan pelayanan jasa dan produk dengan lingkup internasiona! dan lain-lain.
  • Memberikan kesempatan untuk mampu memersepsikan dan memahami diri sendiri. Dalam usaha mengerti .kebudayaan orang lain, kita dapat memperoleh pengertian yang lebih baik dan rasional tentang kita sendiri dan kebudayaan kita sendiri.
Setiap hari kita semakin banyak mendapat pengaruh dari sedemikian banyak kebudayaan dan subbudaya. Suatu kenyataan bahwa dunia kita tampak semakin sempit, sehingga kehidupan kita pun harus ^mengikuti perubahan. Keadaan dunia saat ini adalah sedemikian rupa» sehingga memaksa kita untuk menjadi orang yang secara sosial maupun psikologis merupakan produk dari pertemuan dan percampuran dari macam-macam kebudayaan.

PENGERTIAN KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA
Tema pokok yang sangat membedakan studi KAB dari studi-studi komunikasi lainnya ialah derajat perbedaan latar belakang pengalaman yang relatif besar antara para komunikator yang disebabkan • oleh perbedaan-perbedaan kebudayaan. Sebagai asumsi. dasar adalah bahwa di antara individu-individu dengan kebudayaan yang sama umumnya terdapat kesamaan (homogenitas) yang lebih besar dalam hal latar belakang pengalaman secara keseluruhan dibandingkan dengan mereka yang berasal dari kebudayaan berlainan.

Perbedaan-perbedaan kebudayaan antara para pelaku komunikasi ini serta perbedaan-perbedaan lainnya, seperti kepribadian individu, umur, penampilan fisik, menjadi permasalahan yang inheren dalam proses komunikasi manusia. Dengan sifatnya yang demikiari, KAB bisa dianggap merupakan perluasan dari bidang-bidang studi komunikasi manusia, seperti komunikasi antarpribadi, komunikasi organisasi dan lain-lain atau dengan kata lain, KAB bisa terdapat dalam semuanya.

Selama rnasa perkembangan KAB, telah banyak para ahli yang mencoba untuk mendefinisikannya. Di bawah ini dikutipkan beberapa di antaranya:

"Intercultural communication ... the art of understanding and being understood by the audience of another culture." (Sitaram, 1970). {Komunikasi antar budaya adalah seni untuk memahami dan dipahami oleh khalayak yang memilikjrkebudayaan lain).

"Communication is cultural when occurring between peoples of 'differentculture." (Rich, 1974).

(Komunikasi bersifat budaya apabila terjadi di antara orang-orang yang berbeda kebudayaannya).

"Intercultural communication ... communication which occurs under condition of cultural difference-language, values, costumes, and habits." (Stewart, 1974).

(Komunikasi antar budaya adalah komunikasi yang terjadi dalam suatu kondisi yang menunjukkan adanya perbedaan budaya seperti bahasa, nilai-nilai, adat, kebiasaan):

Dari semua definisi .tersebut, tampak jelas penekananhya pada perbedaan kebudayaan sebagai faktor yang menentukan dalam berlangsungnya proses komunikasi. Walaupun KAB mengakui dan mengurusi permasalahan tentang persamaan-persamaan dan perbedaan dalam karakteristik kebudayaan antara pelaku-pelaku komunikasi, tetapi titik perhatian utamanya adalah pada proses komunikasi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang berbeda kebudayaan, yang mencoba untuk berinteraksi. Maka, dim konsep terpenting di sini, yakni: Kontak dan komunikasi merupakan ciri yang membedakan studi KAB dari studi-studi antropologi dan psikolop lintas budaya yang berupaya mendeskripsikan kebudayaan-kebudayaan antar budaya.

DIMENSI-DIMENSI KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA
Untuk mencari kejelasan dan mengintegrasikan berbagai konseptualisasi tentang kebudayaan dalam konteks KAB, ada 3 (tiga) dimensi yang perlu diperhatikan: (1) Tingkat masyarakat kelompok budaya dari para partisipan; (2), Konteks sosial tempat terjadinya KAB, (3) Saluran yang dilalui oleh pesan-pesan-KAB (baik yang bersifat verbal maupun nonverbal).

Dimensi pertama menunjukkan bahwa istilah kebudayaan telah digunakan untuk merujuk pada macam-macam tingkat lingkupan dan kompleksitas dari organisasi sosial. Umumnya istilah kebudayaan mencakup beberapa pengertian sebagai berikut.
  • Kawasan-kawasan di dunia, misalnya: budaya timur, budaya barat.
  • Subkawasan-kawasan di dunia, misalnya: budaya Amerika Utara, budaya Asia Tenggara.
  • Nasional /negara, misalnya : budaya Indonesia, budaya Perancis, budaya Jepang.
  • Kelompok-kelorripok etnik-ras dalam negara seperti: budaya orang Amerika Hitam, Budaya Amerika Asia, Budaya Cina-Indonesia.
  • Macam-macam subkelompok sosiologis berdasarkan kategorisasi jenis kelamin, kelas sosial, coundercultures (budaya Hippis, budaya orang di penjara, budaya gelandangan, budaya kemiskinan).
Perhatian dan minat dari ahli-ahli KAB banyak meliputi komunikasi antarindividu dengan kebudayaan nasional yang berbeda (seperti wirausaha Jepang dengan wirausaha Amerika/Indonesia) atau antarindividu dengan kebudayaan ras-etnik yang berbeda (seperti antarpelajar penduduk asli dengan guru pendatang). Bahkan ada yang lebih mempersempit lagi pengertian pada "kebudayaan individual" karena setiap orang mcwujudkan latar belakang yang unik.

Dimensi kedua menyangkut Konteks Sosial. Macam kcgiatan KAB dapat dikJasifikasi lagi berdasarkan konteks sosialnya. Konteks sosial KAB meliputi: bisnis, organisasi, pendidikan, akulturasi imigran, politik, penyesuaian pelancong/pendatang sementara, perkembangan alih teknologi/ pembangunan/difusi inovasi, konsultasi terapis. Komunikasi dalam semua konteks sosial tersebut pada dasarnya memiliki persamaan dalam hal unsur-unsur dasar dan proses komunikasi (misalnya yang menyangkut penyampaian, penerimaan, dan pemrosesan). Tetapi adanya pengaruh kebudayaan yang tercakup dalam latar belakang pengalaman individu membentuk pola-pola persepsi, pemikiran, penggunaan pesan-pesan verbal/nonverbal serta hubungan-hubungan antaranya. Maka variasi kontekstual, misalnya: komunikasi antar orang Indonesia dan Jepang dalam suatu transaksi dagang akan berbeda dengan komunikasi antar keduanya dalam berperan sebagai dua mahasiswa dari suatu universitas. Dengan demikian konteks sosial khusus tempat terjadinya KAB memberikan pada para partisipan hubungan-hubungan antarperan, ekspektasi-ekspektasi, norma-norma, dan aturan-aturan tingkah laku yang khusus.

Dimensi ketiga berkaitan dengan Saluran Komunikasi. Dimensi ini menunjukkan tentang saluran apa yang dipergunakan dalam KAB. Secara garis besar, saluran dapat dibagi atas:
  • antarpribadi/perorangan,
  • media massa.
Bersama-sama dengan dua dimensi sebelumnya, saluran komunikasi juga mempengaruhi proses dan hasil keseluruhan dari KAB. Misalnya: Orang Indonesia menonton melalui TV keadaan kehidupan di Afrika akan memiliki pengalaman yang berbeda dengan keadaan apabila ia sendiri berada di sana dan melihat dengan mata kepala sendiri. Umumnya, pengalaman komunikasi antarpribadi dianggap memberikan dampak yang lebih mendalam. Komunikasi melalui media kurang dalam hal feedback langsung antar partisipan dan oleh karena itu pada pokoknya bersifat satu arah

KAITAN ANTARA KOMUNIKASI DAN KEBUDAYAANHUBUNGAN TIMBAL BALIK ANTARA KOMUNIKASI DAN KEBUDAYAAN
Dari berbagai definisi tentang KAB seperti yang telah dibahas sebelumnya, tampak bahwa unsur-unsur pokok yang mendasari proses komunikasi antar budaya ialah konsep-konsep tentang "kebudayaan" dan "komunikasi". Hal ini pun digaris bawahi oleh Sarbaugh (1979) dengan pendapatnya bahwa pengertian tentang komunikasi antar budaya memerlukan suatu pemahaman tentang konsep-konsep komunikasi dan kebudayaan, serta adanya saling ketergantungan antara keduanya. Saling ketergantungan ini terbukti, menurut Sarbaugh, apabila disadari bahwa: (1) Pola-pola komunikasi yang khas dapat berkembang atau berubah dalam suatu kelompok kebudayaan khusus tertentu; (2) Kesamaan tingkah laku antara satu generasi dengan generasi berikutnya hanya dimungkinkan berkat digunakannya sarana-sarana komunikasi.

Sementara itu, Smith (1966) menerangkan hubungan yang tidak terpisahkan antara komunikasi dan kebudayaan kurang lebih sebagai berikut. Pertama, kebudayaan merupakan suatu kode atau kumpulan peraturan yang dipelajari dan dimiliki bersama. Kedua, untuk mempelajari dan memiliki bersama diperlukan komunikasi, sedangkan komunikasi memerlukan kode-kode dan lambang-lambang, yang harus dipelajari dan dimiliki bersama.

Untuk lebih mengerti hubungan antara komunikasi dan kebudayaan, kiranya ada manfaatnya bila ditinjau dari sudut perkembangan masyarakat, perkembangan kebudayaan serta peranan komunikasi dalam proses perkembangan tersebut. Perlu dipahami sebelumnya, bahwa dalam corak hubungan apa pun yang terus berlangsung, beberapa simbol, pengertian, aturan serta pola verbal dan nonverbal khusus tertentu berkembang sebagai akibat dari pemrosesan data resiprokal (timbal-balik) antara orang-orang yang terlibatdi dalamnya.

Pada tahap unit hubungan sosial yang paling kecil seperti hubungan diadik (antara dua orang) maka dengan berkembangnya hubungan ke arah yang lebih erat, misalnya perkenalan, persahabatan, percintaan, perkawinan maka masing-masing orang berusaha untuk menyesuaikan diri dengan pola-pola komunikasi, aturan-aturan dan cara-cara berpikir orang lainnya yang terdekat dalam ikatan hubungan itu. Dengan meJalui proses kompromi dan negosiasi yang mungkin tidak sepenuhnya disadari o'eh kedua belah pihak maka suatu kesatuan perpaduan dari aturan-aturan, kebiasaan-kebiasaan, cara-cara memberi salam, lambang-lambang, pengetahuan dan pengertian-pengertian yang sudah membaku terbentuk. Proses standarisaSi dan pola-pola ini berlangsung secara alami saat para individu yang teriibat dalam hubungan rriengadakan penyesuaian dengan lingkungannya. Secara kolektif, pola-pola yang dimiliki bersama ini dapat dianggap sebagai "kebudayaan" dari hubungan khusus tersebut.

HAKIKAT KEBUDAYAAN DALAM KAB 
Untuk sampai pada pemahaman tentang proses komunikasi antar budaya beserta masalah-masalah yang menyertainya, perlu pengetahuan tentang konsep "kebudayaan" dan pengaruhnya terhadap cara-cara orang berkomunikasi. Hal ini penting, terutama bilamana permasalahan-permasalahan yang muncul dalam proses komunikasi tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan kebudayaan.

Kebudayaan, sebagaimana halnya dengan komunikasi, merupakan istilah yang tidak asing lagi bagi kebanyakan orang. Bahkan mungkin karena kepopulerannya itu maka kebudayaan telah diartikan secara bermacam-macam. Mungkin penggunaan yang paling sering akan istilah "kebudayaan" adalah sinonim dari "Negara" atau 'Bangsa". Istilah kebudayaan juga sering digunakan untuk menunjuk pada kualitas atau sifat-sifat tertentu. Misalnya:

Orang yang tidak menggunakan tata bahasa yang benar dalam berbicara, tidak menurut etiket cara makan, atau kurang pengetahuan mengenai hal-hal yang berbau seni, digambarkan atau disebut sebagai orang yang "tidak berbudaya", walaupun yang: dimaksud sesungguhnya menunjukkan bahwa orang tersebut tidak berpendidikan atau tidak berpengalaman dalam hal-hal yang indah secara duniawi

Sepanjang hidupnya orang mempelajari aturan-aturan kebudayaannya. Bahkan tidak sedikit yang dilakukan di 'luar kesadarannya agar ia dapat diterima dan tidak dikucilkan. dalam lingkungannya. Karena sebagian terbesar waktu hidupnya dihabiskan dalam kebudayaan, tidaklah mengherankan jika kebudayaan itu digunakan sebagai ukuran untuk penilaian.

UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN
Karena kebudayaan mernberikan identitas pada sekelompok manusia maka muncul satu persoalan yakni bagaimana cara kita mengidentifikasi aspek-aspek atau unsur-unsur kebudayaan yang membedakan satu kelompok masyarakat budaya dari kelompok masyarakat budaya lainnya. Selama bertahun-tahun, para ahli masalah kebudayaan telah mencoba untuk rnengidentifikasi dan membuat kategori-kategori atas aspek-aspek budaya yang berlaku universal pada semua kebudayaan.

Samovar (1981:38-46) membagi berbagai aspek kebudayaan ke dalam tiga pembagian besar unsur-unsur sosial budaya yang secara langsung sangat mempengaruhi penciptaan makna untuk persepsi, yang selanjutnya menentukan tingkah laku komunikasi. Pengaruh-pengaruh terhadap komunikasi ini sangat beragam -dan mencakup semua segi kegiatan sosial manusia. Dalam proses KAB unsur-unsur yang sangat menentukan ini bekerja dan berfung'si secara terpadu bersama-sama seperti komponen dari suatu sistem stereo karena masing-masing saling berkaitan dan membutuhkan. Tetapi dalam penelaahan, unsur-unsur tersebut dipisah-pisahkan agar dapat diidentifikasi dan ditinjau secara satu per satu. Unsur-unsur sosial budaya' tersebut adalah:
  • sistem keyakinan, nilai dan sikap
  • pandangan hidup tentang dunia
  • organisasi sosial.
Pengaruh ketiga unsur kebudayaan tersebut pada makna untuk persepsi terutama pada aspek individual dan subjektifnya. Kita semua mungkin akan melihat suatu objek 'atau peristiwa sosial yang sama dan memberikan makna objektif yang sama, tetapi makna individualnya tidak mustahil akan sangat berbeda. Misalnya seorang Amerika dan seorang Arab akan sepakat menyatakan seseorang adalah wanita berdasarkan wujud fisiknya. Artinya makna objektifnya tidak berbeda. Tetapi kemungkinan besar keduanya akan berbeda pendapat tentang bagaimana wanita itu dalam makna sosialnya. Misalnya, orang Amerika memandang wanita sama seperti pria, dalam arti punya kesempatan dan derajat yang sama dalam pekerjaan, dalam rumah tangga. Sementara orang Arab, mungkin cenderung menekankan pada peranan wanita sebagai ibu rumart tangga. Uraian yang lebih rinci mengenai pengaruh dari masing-masing unsur budaya terhadap persepsi adalah sebagai berikut.

Sistem Keyakinan, Nilai, dan Sikap Keyakinan
Keyakinan secara umum diartikan sebagai perkiraan secara subjektif bahwa sesuatu objek atau peristiwa ada hubungannya dengan objek atau peristiwa lain, atau dengan nilai, konsep, atribut tertentu, Singkatnya, suatu objek atau peristiwa diyakini memiliki karakteristik-karakteristik tertentu. Keyakinan ini mempunyai derajat kedalaman atau intensitas tertentu.

Ada tiga macam keyakinan, yaitu: (1) keyakinan berdasarkan pengalaman (experensial), (2) keyakinan berdasarkan informasi (informational), dan (3) keyakinan berdasarkan penarikan kesimpulan (inferensiaf), Keyakinan berdasarkan pengaiaman (experensial), adalah keyakinan yang terbentuk secara langsung melalui pancaindra. Kita belajar untuk mengetahui dan kemudian meyakini bahwa objek atau peristiwa tertentu raerniliki karakteristik tertentu. Misalnya dengan menyentuh kompor yang panas, kita belajar untuk meyakini bahwa benda tersebut mempunyai kemampuan membakar jari-jari kita. Di luar batas lingkungan yang telah ditentukan oleh kebudayaan, keyakinan ini sedikit sekali kemungkinannya dipengaruhi oleh faktor kebudayaan. Misalnya orang Eskimo pada umumnya tidak dapat diharapkan akan membentuk keyakinan berdasarkan pengalamannya dengan unta karena binatang ini tidak ada di lingkungannya. Kebudayaan, sebaliknya sangat mempengaruhi pembentukan keyakinan berdasarkan informasi dan pengambilan keputusan.

Nilai
Nilai atau nilai-nilai merupakan aspek evaluatif dari sistem keyakinan, nilai, dan sikap. Dimensi-dimensi evaluatif mencakup kualitas-kualitas, seperti kegunaan, kebaikan, estetika, kemampuan memuaskan kebutuhan dan pemberian kepuasan. Walaupun nilai-nilai bisa bersifat unik dan individual, tetapi ada pula yang sudah cenderung merasuk dalam suatu kebudayaan, yakni yang disebut nilai-nilai kebudayaan.

Nilai-nilai kebudayaan biasanya berakar dari falsafah dasar secara keseluruhan dari suatu kebudayaan. Nilai-nilai ini umumnya bersifat normatif karena memberikan informasi pada anggota kebudayaan tentang apa yang baik dan buruk, yang benar dan salah, yang positif dan negatif, apa yang perlu diperjuangkan dan dilindungi, apa yang perlu ditekuni dan lain-Iain

Nilai-nilai juga dapat diklasifikasikan ke dalam: positif, negatif atau netral. Nilai positif berkaitan dengan nilai primer. Misalnya, mempertahankan kapitalisme merupakan nilai positif bagi kebanyakan orang Amerika dan merupakan nilai negatif bagi kebanyakan orang komunis. Nilai-nilai yang tidak jelas diberi nilai positif atau negatif bagi anggota kebudayaan bersangkutan, diberi nilai netral.

Beberapa dimensi nilai yang sering diperhatikan dalam Komunikasi Antar Budaya ialah: orientasi individu kelompok, umur, persamaan hak laki dan perempuan, formalitas, rendah-tinggi hati dan lain-lain.
1. Sistcm Sikap
Kepercayaan atau keyakinan serta nilai-nilai melandasi perkembangan dan isi dari sistem sikap. Secara formal, sikap dirumuskan sebagai kecenderungan yang dipelajari untuk memberikan respons (tanggapan) secara konsisten terhadap objek orientasi tertentu. Sikap terdiri dari tiga komponen, yaitu: 
  1. Komponen kognisi atau keyakinan,
  2. Komponen evaluasi, dan 
  3. Komponen intensitas atau harapan. Intensitas dari sikap berlandaskan pada derajat penyaluran akan kebenaran dari sikap keyakinan dan evaluasi.
Ketiga komponen sikap tersebut berinteraksi untuk menciptakan keadaan siap secara psikologis dalam bereaksi terhadap objek-objek dan peristiwa-perisfiwa tertentu dalam lingkungan. Jadi misalnya, apabila kita percaya bahwa menyiksa orang lain secara fisik adalah salah, kemudian kita yakin bahwa bertinju merupakan bentuk penyiksaan fisik maka kita cenderung akan mempunyai sikap negatif terhadap olahraga tinju. Sikap ini terwujud dalam perilaku-perilaku seperti tidak mau menonton pertandingan tinju, menentang olahraga tinju dan lain-lain.

Harris dan Morran (1979) mengajukan sepuluh klasifikasi umum sebagai model sederhana untuk menilai dan menganalisis suatu kebudayaan secara sistematik. Kesepuluh klasifikasi tersebut adalah:
  • komunikasi dan bahasa,
  • pakaian dan penampilan,
  • makanan dan cara makan,
  • konsep dan kesadaran tentang waktu,
  • pemberian imbalan dan pengakuan,
  • hubungan-hubungan,
  • nilai-nilai dan norma-norma,
  • konsep kesadaran diri dan jarak ruang,
  • proses mental dan belajar,
  • keyakinan (kepercayaan) dan sikap.
Kebudayaan sebagai Penyaring
Salah satu fungsi kebudayaan ialah sebagai penyaring yang sangat selektif C3 bagi warga masyarakat yang memiliki kebudayaan tersebut dalam menghadapi dunia luar. Kebudayaan menentukan apa yang periu diperhatikan atau apa yang perlu dihindari. Fungsi screening (penyaringan) ini rnelindungi sistem syaraf manusia dari kejenuhan informasi (information overload).

Information overload di sini 'merupakan istilah teknis yang biasanya diterapkan pada sistem pemrosesan informasi, yakni untuk menggambarkan suatu situasi yang rusak atau macetnya sistem karena tidak mampu untuk menangani sedemikian besarnya jumlah informasi yang masuk.

Situasi information overload ini dapat pula dialami oleh lembaga-lembaga, seperti bursa saham, perpustakaan, kantor telepon, kantor pajak dan lain-Iain yang pada saat-saat tertentu harus menghadapi kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang melebihi kapasitasnya untuk melayani. 

Masalah bisa muncul karena stimuli yang sama sering kaJi dipersepsikan secara lain oleh individu-individu dan kelompok-kelompok yang berbeda. Kebudayaan kelompok tempat manusia tumbuh dan berkembang akan mengondisikannya untuk melihat dunia dari perspektifnya sendiri.

A. PERANAN PERSEPSI DALAM KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA
Dalarn pembahasan berikut akan ditinjau bagaimana persepsi individu mengenai dunia sekelilingnya (orang, benda, dan peristiwa) mempengaruhi berlangsungnya KAB. Pemahaman dan penghargaan akan perbedaan-perbedaan dalam persepsi diperlukan, jika kita ingin meningkatkan kemampuan berhubungan dengan orang-orang dari kebudayaan-kebudayaan lain. Kita harus belajar mengerti lingkup referensi perseptual mereka.

Sering kali dikatakan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh cara persepsi orang tersebut mengenai lingkungannya, dan .perilaku ini dipelajari 'sebagai bagian dari pengalaman budayanya. Kita memberikan reaksi terhadap stimuli dengan apa yang telah diajarkan oleh kebudayaan. Kebudayaan cenderung untuk menentukan kriteria-kriteria penting bagi persepsi. Karenanya pengertian tentang persepsi secara umum diperlukan sebagai landasan memahami hubungan antara kebudayaan dan persepsi.

B. POKOK-POKOK TENTANG PERSEPSI
Persepsi merupakan proses internal yang dilalui individu dalam menseleksi, mengevaluasi, dan mengatur stimuli yang datang dari luar. Secara mudah, persepsi dapat dikatakan sebagai proses individu dalam melakukan kontak/hubungan dengan dunia sekelilingnya. Dengan cara mendengar, melihat, mencium, meraba, merasa, kita dapat mengenai lingkungan dan sadar mengenai apa yang terjadi di luar diri kita. Apa yang terjadi sebenarnya ial'ah bahwa kita menciptakan bayangan-bayangan internal tentang objek-objek fisik dan sosial serta peristiwa-peristiwa yang dihadapi dalam lingkungan

Secara umum proses persepsi melibatkan 3 (tiga) aspek: struktur, stabilitas, dan makna. Berikut adalah uraian mengenai ketiga aspek tersebut.

Struktur
Jika kita menutup mata, memalingkan muka dan kemudian membuka mata, kita akan langsung melihat lingkungan yang terstruktur dan terorganisasikan. Apa yang kita hadapi mempunyai bentuk, ukuran, tekstur, warna, intensitas dan lain-lain.

Stabilitas
Dunia persepsi kita yang terstruktur tadi mempunyai kelanggengan, dalam arti tidak selalu berubah-ubah. Melalui pengalaman, kita mengetahui bahwa tinggi/besar seseorang tetap, walaupun ukuran dari bayangan yang terfokus pada mata kita berubah dengan berubahnya jarak. Walaupun alat-alat pancaindra kita sangat sensitif, kita mampu untuk secara intern menghaluskan perbedaan-perbedaan ataii perubahan-perubahan dari input sehingga dunia luar tampak tetap/tidak berubah-ubah.

Makna
Persepsi bermakna dimungkinkan karena persepsi-persepsi terstruktur dan stabil tadi tidak terasingkan/terlepas satu sama lain, melainkan berhubungan setelah selang beberapa waktu. Jika tidak maka setiap masukan yang sifatnya perceptual akan ditangkap sebagai sesuatu yang baru. Dan akibatnya kita akan selalu berada dalam keadaan heran/terkejut/aneh dan tidak ada yang tampak familier bagi kita.

1. Dimensi Persepsi secara Fisik.
Sekalipun dimensi fisik ini merupakan tahap penting dari persepsi, tetapi untuk tujuan kita mempelajari KAB hanya merupakan tahap permulaan dan tidak berapa perlu untuk terlalu didalami. Dimensi ini menggambarkan perolehan kita akan informasi tentang dunia luar. 

2. Dimensi Persepsi secara Psikologis
Dibandingkan dengan penanganan stimuli secara fisik, keadaan individu (seperti kepribadian, kecerdasan, pendidikan, emosi, keyakinan, nilai, sikap, motivasi dan lain-lain) mempunyai dampak yang jauh lebih menentukan terhadap persepsi mengenai lingkungan dan perilaku.

C. PERSEPSI DAN KEBUDAYAAN
Pengaruh khusus kebudayaan pada proses persepsi sulit diketahui karena sering kali tidak dapat dipastikan apakah pengalaman pribadi atau later belakang kebudayaan yang bertanggung jawab atas terjadinya keragaman persepsi yang ada pada orang-orang. Namun demikian, diasumsikan bahwa gabungan antara pengalaman pribadi dan latar belakang budayalah yang cenderung merupakan pendorong atau penyebab dari timbulnya persepsi.

Suatu tahap penting dari persepsi, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, adalah periiberian makna pada objek-objek dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitar. Walaupun masing-masing mempunyai makna objektif, misalnya tentang pohon, setiap orang akan mengakuinya sebagai pohon, namun setiap orang juga dapat memberikan makna subjektif. Makna subjektif ini ditentukan oleh pengalaman dan kebudayaan. Semakin besar perbedaan yang "menyangkut latar belakang pengalaman dan budaya, semakin besar-pula perbedaan yang menyangkut persepsi. Perbedaan ini selanjutnya akan menimbulkan adanya tingkah laku dan reaksi yang berbeda, biarpun objek yang jadi pusat p'erhatian adalah sama.

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN PERILAKU
arshal R. Singer (dalam Samovar & Porter, 1982: 54-62) raengajukanS suatu model perseptual dalam menjelaskan hubungan antara persepsi dan perilaku, khususnya mengenai peranan persepsi terhadap pembentukan perilaku. Model ini berlandaskan pada dasar pemikiran (premises) yang dikemukakan oleh para ahli antropologi budaya, sosiologi, psikologi, komunikasi, dan linguistik.

A. STEREOTIP DAN PRASANGKA
Sebagaimana telah dijelaskan, melalui persepsi kita menciplakan stabilitas, struktur, dan makna bagi lingkungan di sekitar kita. Kita belajar untuk member! nama pada benda-benda dan mengembangkan kategori-kategon agar mudah untuk mengenali benda-benda dan peristiwa-peristiwa di lingkungan sekitar, schingga cocok dengan struktur dan makna yang ada pada kita sendiri. Salah satu cara yang dipergunakan dalam pehgembangan kategori ini adalah stereotip dan prasangka.

Menurut Samovar, Porter, dan Jain (1981), pengertian stereotip menunjuk pada suatu keyakinan yang terlalu digeneralisasikan, terlalu dibuat mudah, disederhanakan, atau dilebih-lebihkan mengenai suatu kategori atau kelompok orang tertentu.

1. Beberapa Dimensi Stereotip
Secara umum terdapat 4 (empat) dimensi dan stereotip yakni: 
  • arah (direction),
  • intensitas,
  • ketepatan, dan
  • isi khusus.
2. Prasangka
Prasangka, menurut Samovar dan kawan-kawan (19ll-), adalah suatu sikap kaku terhadap suatu jcelompok orang, bgr3asarkan keyakinan atau pra- konsepsi yang saiah. Prasangka mengandung .arti penilaian dini atau pra-penilaian. Pra-penilaian ini menjadi prasangka hanya bila tidak mudah diubah lagi walaupun telah dihadapkan pada pengetahiian baru tentang hal yang dinilai. Bahkan orang bisa menjadi emosional jika prasangkanya ternyata terancam oleh kenyataan sebaliknya. Secara umum, prasangka mempunyai 3 (tiga) karakteristik sefaagai berikut

3. Manifestos! dari Prasangka
Terdapat 5 (lima) macam manifestasi akibat dari prasangka yang realisasinya tergantung dari intensitasnya. Kelima macam manifestasi tersebut adalah:
  • Antilokusi, yakni berbicara dengan teman-teman sendiri atau orang lain mengenai sikap-sikap, perasaan-perasaan, pendapat-pendapat, dan stereotip tentang kelompok orang tertentu.
  • Penghindaran diri, yakni menghindarkan diri dari setiap kesempatan untuk bertemu dan berkomunikasi dengan kelompok orang yang tidak disukai.
  • Diskriminasi, yakni membuat pembedaan-pembedaan melalui tindakan- tindakan aktif. Misalnya: tidak membolehkan orang-orang dari kelompok yang tidak disenangi bekerja pada suatu bidang pekerjaan tertentu, atau ikut serta dalam suatu kegiatan tertentu.
  • Serangan fisik, merupakan bentuk kegiatan kekerasan fisik yang didorong oleh emosi. Misalnya: pengusiran, pemukulan, dan bentuk- bentuk kekerasan fisik lainnya.
  • Pemusnahan, merupakan bentuk manifestasi prasangka yang intensitasnya paling keras atau kuat. Misalnya : memberikan hukuman mad tanpa proses pengadilan, pembunuhan massal. Berdasarkan uraian sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang searah di antara stereotip, prasangka dan perilaku terbuka. Stereotip akan menimbulkan prasangka, dan prasangka ini selanjutnya merupakan dasar atau pendorong dari terjadinya perilaku terbuka. Ketiga hal ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Pengertian dan Arti Tali Pusat

Pengertian Tali Pusat
Tali pusat atau funiculus umbilicalis adalah saluran kehidupan bagi janin selama dalam kandungan. Dikatakan saluran kehidupan karena saluran inilah yang selama kehamilan menyuplai zat-zat gizi dan oksigen ke janin. Tetapi begitu bayi lahir, saluran ini sudah tak diperlukan lagi sehingga harus dipotong dan diikat atau dijepit.

Letak : Funiculus umbilicalis terbentang dari permukaan fetal plasenta sampai daerah umbilicus fetus dan berlanjut sebagai kulit fetus pada perbatasan tersebut. Funiculus umbicalis secara normal berinsersi di bagian tengah plasenta.

Bentuk : Funiculus umbilicalis berbentuk seperti tali yang memanjang dari tengah plasenta sampai ke umbilicus fetus dan mempunyai sekitar 40 puntiran spiral.

Ukuran : Pada saat aterm funiculus umbilicalis panjangnya 40-50 cm dan diameternya 1-2 cm. Hal ini cukup untuk kelahiran bayi tanpa menarik plasenta keluar dari rahim ibu. Tali pusat menjadi lebih panjang jika jumlah air ketuban pada kehamilan trimester pertama dan kedua relatif banyak, diserta dengan mobilitas bayi yang sering. Sebaliknya, jikaoligohidromnion dan janin kurang gerak (pada kelainan motorik janin), maka umumnya tali pusat lebih pendek. Kerugian apabila tali pusat terlalu panjang adalah dapat terjadi lilitan di sekitar leher atau tubuh janin atau menjadi ikatan yang dapat menyebabkan oklusi pembuluh darah khususnya pada saat persalinan.

Fisiologi lepasnya tali pusat
Pada saat tali pusat terpotong maka suplai darah dari ibu terhenti. Tali pusat yang masih menempel pada pusat bayi lama kelamaan akan kering dan terlepas. Pengeringan dan pemisahan tali pusat sangat dipengaruhi oleh jelly Wharton atau aliran udara yang mengenainya. Jaringan pada sisa tali pusat dapat dijadikan tempat koloni oleh bakteri terutama jika dibiarkan lembab dan kotor 

Pada sisa potongan tali pusat inilah yang menjadi sebab utama terjadinya infeksi pada bayi baru lahir. Kondisi ini dapat dicegah dengan membiarkan tali pusat kering dan bersih. Tali pusat dijadikan tempat koloni bakteri yang berasal dari lingkungan sekitar.

Penyakit tetanus ini diderita oleh bayi baru lahir yang disebabkan basil clostridium tetani yang dapat mengeluarkan toksin yang dapat menghancurkan sel darah merah, merusak leukosit dan merupakan “Tetanospasmin” yang bersifat neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot

Perawatan tali pusat
1) Pengertian 
Perawatan adalah proses perbuatan, cara merawat, pemeliharaan, penyelenggaraan. Hal yang paling terpenting dalam membersihkan tali pusat adalah memastikan tali pusat dan area disekelilingnya selalu bersih dan kering, selalu mencuci tangan dengan menggunakanair bersih dan sabun sebelum membersihkan tali pusat. Selama tali pusat belum puput, sebaiknya bayi tidak dimandikan dengan cara dicelupkan ke dalam air. Cukup diusap saja dengan kain yang direndam air hangat. 

2) Tujuan Perawatan Tali Pusat
Tujuan perawatan tali pusat adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tetanus pada bayi baru lahir. Penyakit ini disebabkan karena masuknya spora kuman tetanus kedalam tubuh melalui tali pusat, baik dari alat yang tidak steril, pemakaian obatobatan, bubuk atau daun-daunan yang ditaburkan ke tali pusat sehingga dapat mengakibatkan infeksi 

Menyatakan bahwa tujuan merawat tali pusat adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tetanus pada bayi baru lahir,sehingga tali pusat tetap bersih, kuman-kuman tidak masuk sehingga tidak terjadi infeksi pada tali pusat bayi. Penyakit tetanus ini disebabkan oleh Clostridium tetani yaitu kuman yang mengeluarkan toksin (racun), yang masuk melalui luka tali pusat karena perawatan atau tindakan yang kurang bersih 

3) Cara Perawatan Tali Pusat
Perawatan tali pusat merupakan salah satu perawatan neonatus terutama pada dua minggu pertama kehidupan. Ibu harus menjaga tali pusat tetap bersih dan kering sampai akhirnya terlepas 

Cara perawatan tali pusat menurut JKPK-KR (2008) adalah :
  • Jangan membungkus putung tali pusat atau perut bayi atau
  • mengoleskan cairan atau bahan apapun ke putung tali pusat.
  • Mengoleskan alkohol atau betadin (terutama jika pemotongan tali pusat tidak terjamin DTT atau steril) masih diperkenankan tetapi tidak dikompreskan karena menyebabkan basah atau lembab.
  • Lipat popok dibawah putung tali pusat.
  • Jika putung tali pusat kotor, bersihkan (hati-hati) dengan air DTT/steril dan sabun kemudian segera keringkan secara seksama dengan menggunakan kain bersih.
  • Segera mencari bantuan jika tali pusat menjadi merah, bernanah/berdarah, atau berbau.
4) Hal-hal yang harus diperhatikan dalam merawat tali pusat
Pada dasarnya merawat tali pusat adalah tindakan sederhana. Walaupun sederhana, harus memperhatikan prinsip-prinsip seperti selalu mencuci tangan dengan air bersih dan menggunakan sabun, menjaga agar daerah sekitar tali pusat tetap kering serta tali pusat tidak lembab, dan tidak membubuhkan apapun pada sekitar daerah tali pusat. Karena bila hal-hal tersebut tidak diperhatikan dapat mengakibatkan infeksi, dan bila terjadi infeksi masalahnya tidak menjadi sederhana lagi 

Metode yang sekarang digunakan untuk membersihkan tali pusat adalah dengan air matang atau air bersih tanpa diberi obat-obatan seperti betadine atau alkohol (JNPK-KR, 2008). Selama tali pusatnya belum puput, sebaiknya bayi tidak dimandikan dengan cara dicelupkan ke dalam air, cukup dilap saja dengan air hangat.

Alasannya untuk menjaga tali pusat tetap kering. Bagian yang harus dibersihkan adalah pangkal tali pusat bukan atasnya. Untuk membersihkan pangkal ini harus sedikit mengangkat (bukan menarik tali pusat). Sisa air yang menempel pada tali pusat dapat dikeringkan dengan kain kassa steril atau kapas, setelah itu tali pusat dikeringkan 

Tali pusat harus dibersihkan sedikitnya dua kali dalam sehari. Tali pusat tidak boleh ditutup rapat dengan apapun, karena akan membuatnya menjadi lembab. Selain memperlambat puputnya tali pusat juga menimbulkan resiko infeksi. Kalaupun terpaksa ditutup tutuplah dengan longgar pada bagian atas tali pusat dengan kain kassa steril. Pastikan bagian pangkal tali pusat dapat terkena udara dengan leluasa. Intinya adalah membiarkan tali pusat terkena udara agar dapat mengering dan lepas 

Sebaiknya tali pusat tidak perlu diberi apa-apa, seperti obat luka. Akan tetapi jika tidak yakin, bisa ditutupi dengan kain kassa steril. Namun jangan lupa untuk menggantinya setiap kali usai mandi, si kecil berkeringat, terkena kotoran, dan basah. Hindari hal-hal yang aneh dan berbau mistis seperti menaruh koin di atas tali pusat bayi, diberi kopi, minyak, daun-daunan, kunyit 

5) Faktor-faktor yang mempengaruhi lamanya lepasnya tali pusat
Lepasnya tali pusat menurut (Wawan, 2010) dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya adalah :
  • Cara perawatan tali pusat, penelitian menunjukkan bahwa tali pusat yang dibersihkan dengan air, sabun dan di tutup dengan kassa steril cenderung lebih cepat puput (lepas) dari pada tali pusat yang dibersihkan dengan alkohol.
  • Kelembaban tali pusat, tali pusat juga tidak boleh ditutup rapat dengan apapun, karena akan membuatnya menjadi lembab.
  • Selain memperlambat puputnya tali pusat, juga menimbulkan resiko infeksi.
  • Kondisi sanitasi lingkungan sekitar neonatus, Spora C. Tetani yang masuk melalui luka tali pusat, karena tindakan atau perawatan yang tidak memenuhi syarat kebersihan.
  • Timbulnya infeksi pada tali pusat, karena tindakan atau perawatan yang tidak memenuhi syarat kebersihan, misalnya pemotongan tali pusat dengan bambu/gunting yang tidak steril, atau setelah dipotong tali pusat dibubuhi abu, tanah, minyak daun-daunan, kopi dan sebagainya.
6) Gangguan – gangguan pada tali pusat.
Tali pusat basah, berbau, dan menunjukkan tanda-tanda radang yang jika tidak segera dibantu akan menyebabkan sepsis, meningitis, dan lain-lain (Wiknjosastro, 2005). Pada pangkal tali pusat dan daerah sekitarnya berwarna merah, ada cairan berbau, darah yang keluar terus menerus 

Selain perawatan tali pusat, menurut (Wiknjosastro, 2006) masih ada perawatan pada bayi sehari-hari lainnya antara lain :
  • Memandikan bayi
  • Membungkus atau membedong bayi
  • Merawat kuku dan rambut bayi
  • Pijat bayi

Tuesday, 9 May 2017

KONDISI EKOSISTEM DAN SUMBERDAYA ALAM HAYATI

KONDISI EKOSISTEM DAN SUMBERDAYA ALAM HAYATI PESISIR DI KABUPATEN ALOR
Kabupaten Alor selama ini dikenal sebagai salah satu daerah di Propinsi Nusa Tenggara Timur yang memiliki sumber daya hayati dan keindahan laut yang sangat baik. Potensi terumbu karang, lamun dan mangrove dengan persentase tutupan tinggi adalah aset yang tak ternilai bagi daerah ini. Kita banyak menjumpai mamalia laut seperti lumba-lumba, paus, dan penyu. Keindahan laut Alor juga ditunjang dengan beberapa fenomena penting seperti upwelling (peristiwa pengadukan air laut akibat arus) di perairan Desa Alor Kecil yang mengakibatkan suhu lapisan atas permukaan air turun hingga mendekati nol. 

Perairan Alor dikenal sebagai fishing ground berbagai ikan pelagis dan demersal. Nelayan masih sering menangkap ikan tuna dengan panjang hampir 2 meter, ikan kerapu ,kakap dan ikan karang lainnya yang bernilai ekonomis tinggi.

Selain itu Kabupaten Alor adalah salah satu pulau terluar di Indonesia yang secara geografis terletak pada posisi 8 0 6’-8 0 36’ LS dan 123 0 48’- 125 0 45’ BT dengan batas-batas: 
  • Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Flores,
  • Sebelah Selatan dengan Selat Ombay,
  • Sebelah Barat dengan Selat Alor (Kabupaten Lembata),
  • Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Wetar dan perairan Republik Demokratik Timur Leste.
I. PENDAHULUAN
Kabupaten Alor merupakan daerah kepulauan yang terdiri dari 15 pulau dimana 9 pulau telah berpenghuni yaitu ; Pulau Alor, Pantar, Pura, Ternate, Buaya, Tereweng, Kangge, Kura, Kepa, sedangkan 6 pulau belum berpenghuni yaitu; Pulau Lapang, Batang, Rusa, Kambing, Sika, dan Kapas. Luas wilayah keseluruhannya 13.638,26 km2

Secara Administrasi Wilayah Kabupaten Alor terdiri dari 17 Kecamatan dan 175 Desa/Kelurahan; 110 diantaranya adalah Desa/Kelurahan pantai. Lebih dari sebagian produksi perikanan di Kabupaten Alor sebagian besar dari perikanan laut. Dari total produksi 36.415,22 ton pada tahun 2007 sebanyak 51,04% atau 18.585,6 ton diantaranya adalah produksi perikanan laut dan menyebar di semua kecamatan. Kecamatan yang paling banyak menghasilkan perikanan laut adalah Kecamatan Pantar (5.006,2 ton), Kecamatan Teluk Mutiara (2.194 ton), Kecamatan Alor Barat Laut (2.194,1 ton) dan Kecamatan Pantar Barat Laut (1.857 ton). Sedangkan kecamatan yang paling kecil produksinya adalah Kecamatan Alor Selatan (27 ton). 

Sumber daya ikan sebagai bagian kekayaan laut Alor yang sudah semakin terbatas (sebesar 164.604,3 ton/tahun dimana jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan (JTB) sebesar 131.683,44 ton/tahun) 

Untuk menghindari degradasi sumber daya laut maka Dinas Kelautan dan Perikanan melaksanakan Kegiatan Pengembangan Kawasan Konservasi Laut Daerah Kabupaten Alor semenjak Tahun 2006 dengan membangun sarana prasarana fisik penunjang seperti shelter, Kantor Pengelola, Pondok Wisata, Pos Jaga, Pondok Informasi dan Kapal Patroli Speed Boat. Kawasan konservasi perairan ini telah ditetapkan dengan SK BUPATI Nomor 15 Tahun 2009 tentang Perluasan Kawasan Konservasi Laut Daerah Kabupaten Alor dan dikelola oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Pemerintah Kabupaten Alor dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Alor.

II. KONDISI EKOLOGI LAUT ALOR & BERBAGAI MASALAH YANG ADA
Kondisi laut Alor pada umumnya masih bagus. Beberapa indikator penting mengenai hal ini antara lain adalah:
  • Tutupan lamunnya bahkan mencapai 86 % di Pulau Lapang.
  • Luas tutupan karang hidup di Pulau-pulau Kecil berkisar antara 10 % hingga 90 %. Tutupan karang yang sedemikian bagus membuat kondisi ikan karang dan makrobentosnya sangat bagus pula. 
  • Di Pulau Ternate jumlah kelimpahan ikan mencapai 1.650 ekor per 25 m2, demikian pula kondisi makrobentosnya, di Pulau Buaya kelimpahannya mencapai 64 individu per 25 m2. 
  • Kondisi tutupan dan kelimpahan yang baik juga terlihat pada ekosistem mangrove. Hutan mangrove di pulau Kangge dijumpai di Teluk Bulu Waeloro (artinya : teluk yang ada air) dengan luasan panjang sekitar 1 km dan ketebalan sekitar 300 meter
Namun demikian, masih baiknya kondisi ekologi laut Alor di masa depan mulai terancam. Beberapa masalah yang menjadi ancaman antara lain adalah:
  • Kerusakan ekosistem hutan mangrove di pulau Kangge sekitar 5 % yang diduga karena pengaruh faktor alam yaitu suplai air tawar yang sangat kurang dan menyebabkan vegetasi mangrove mengalami kekeringan dan matiHutan mangrove di pulau Lapang hanya terdapat di pantai timur dengan ketebalan dan kerapatan yang rendah. Jenis yang umum dijumpai adalah Rhizophora sp. Kondisi hutan mangrove di lokasi ini sudah mengalami kerusakan akibat dari pengambilan kayu bakar oleh masyarakat untuk mengolah teripang.
  • Kerusakan fisik terumbu karang di Pulau Kangge tampak dari dijumpainya patahan karang dalam ukuran yang tidak beraturan yang dapat menjadi indikator kerusakan terumbu karang akibat jangkar perahu. Lokasi ini merupakan tempat berlabuh perahu nelayan, sehingga terumbu karang di lokasi ini sangat rentan terhadap kerusakan fisik akibat aktivitas perahu nelayan.
  • Kerusakan fisik terumbu karang di lokasi pulau Kambing cukup tinggi, hal ini ditandai dengan persentase penutupan patahan karang yang cukup besar. Tingginya persentase penutupan patahan karang yang tinggi dapat menjadi indikasi adanya tekanan pemanfaatan yang dilakukan oleh manusia. Pengamatan terhadap bentuk patahan karang dapat menjelaskan bahwa telah terjadi pemanfaatan dengan cara-cara yang destruktif dan juga akibat dari pelepasan jangkar.
  • Letak pulau Rusa yang jauh, terpencil dan tidak berpenghuni, dapat menjadi target kegiatan destructive fishing oleh nelayan luar pulau
  • Kerusakan terumbu karang pada lokasi yang disurvai di channel side bagian timur pulau Lapang, ditandai dengan dijumpainya patahan karang dengan ukuran yang besar dan tidak seragam, hal ini dapat menjadi indikasi bahwa kerusakan karang (terutama karang bercabang) terjadi karena jangkar perahu atau adanya kegiatan manusia karang untuk menangkap/mengambil biota laut. Namun berdasarkan laporan masyarakat bahwa di pulau Lapang sering terjadi kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak. Kondisi ini bisa saja terjadi karena letak pulau Lapang selain tidak berpenghuni juga jauh dari pengawasan aparat pemerintah/keamanan.
  • Kerusakan terumbu karang di Pulau Ternate cukup jelas terlihat dengan tingginya persentase penutupan patahan karang (13,10 %). Patahan karang yang dijumpai umumnya berukuran yang bervariasi kecil-besar. Kondisi ini dapat menjelaskan bahwa kerusakan yang terjadi disebabkan oleh banyak faktor dari aktivitas manusia dalam memanfaatkan terumbu karang dengan cara destruktif dan telah berlangsung pada waktu lampau, dan saat ini patahan karang telah ditutupi oleh alga dan ditumbuhi oleh karang lunak. 
  • Kerusakan yang terjadi di Pulau Pura terutama disebabkan oleh pengoperasian alat tangkap bubu oleh nelayan setempat yang dilakukan secara tidak beraturan. Bubu diletakkan pada area terumbu karang yang masih baik, yang banyak terdapat karang bercabang, dan ini berakibat karang bercabang menjadi patah. Peletakkan bubu dilakukan secara berpindah-pindah pada lokasi karang yang masih baik yang banyak terdapat ikan target. Hal ini berakibat kerusakan akan terus berlangsung dan meluas pada area terumbu karang lainnya. Selain kerusakan akibat penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap bubu, kerusakan karang di Pura Timur juga disebabkan oleh pelepasan jangkar perahu yang tidak beraturan pada area terumbu karang
III. KESIMPULAN/REKOMENDASI
Sumber daya ikan di Kabupaten Alor yang sudah semakin terbatas perlu dikelola dan dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat dengan memperhatikan prinsip kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya serta sesuai dengan persyaratan yang telah diatur dalam ketentuan internasional dalam upaya pengelolaan wilayah pesisir. Di Kabupaten Alor masih sering terjadi pencurian ikan akibat pengawasan yang lemah serta perilaku-perilaku destructive fishing.

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil antar sektor, antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dalam waktu dekat perlu adanya kegiatan zonasi untuk mempertahankan kondisi sumber daya ekologi pulau-pulau kecil yang tersedia. Untuk itu Pemerintah Kabupaten Alor dan WWF telah melakukan survey pendahuluan yang meliputi kegiatan :
  • Pengamatan Insidental yaitu kegiatan ke lapang (laut) sebagai tambahan dari kegiatan monitoring utama yang dilakukan tim monitoring dan surveillance Kabupaten Alor (monitoring kesehatan karang, monitoring pemijahan ikan, monitoring pemanfaatan sumberdaya, dan kegiatan surveillance).
  • Survey Tapal Batas Kawasan Konservasi Laut Daerah
  • Patroli Pengamanan Laut
Kegiatan zonasi ini diharapkan menghasilkan Zonasi kawasan konservasi perairan desa/pulau –pulau kecil di Kabupaten Alor yang terdiri dari :
  • zona inti;
  • zona perikanan berkelanjutan ;
  • zona pemanfaatan; dan
  • zona lainnya.
Kegiatan zonasi ini selanjutnya dikuatkan dalam bentuk SK Bupati dan Peraturan Desa minimal di 3 desa/kelurahan pantai. Upaya ini dilakukan untuk Pengelolaan Laut (produksi/penangkapan ikan dan pemasaran) melindungi, mengonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan, dan memperkaya Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta sistem ekologisnya secara berkelanjutan; menciptakan keharmonisan dan sinergi antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; serta memperkuat peran serta masyarakat dan lembaga pemerintah serta mendorong inisiatif Masyarakat dalam pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di Kabupaten Alor.

Pengertian Terumbu Karang dan Penyebab Kerusakan Terumbu Karang

TERUMBU KARANG
Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem subur yang terdapat di laut. Ekosistem ini di bentuk oleh komunitas karang dan berbagai biota laut yang berasosiasi dengan karang. Dalam hal evaluasi terhadap terhadap kondisi ekosistem terumbun karang kriteria yang dikembangkan berupa tutupan.

Terumbu karang merupakan rumah bagi ribuan hewan dan tumbuhan yang memiliki nilai ekonomis tinggi, berbagai jenis hewan laut mencari makan dan berlindung di ekosistem tersebut. Pada kondisi yang sangat maksimal, terumbu karang menyediakan ikan-ikan dan molusca hingga mencapai jumlah sekitar 10 – 30 ton/km2 per tahunnya (Hanggono, A., Bambang K., Suhud, Rasjid A., dan Murad S, 2001). Ekosistem ini merupakan sumber plasma nuftah bagi makhluk hidup baik di masa sekarang maupun di masa yang akan datang. Selain itu, terumbu karang merupakan laboratorium alam yang sangat unik untuk berbagai penelitian yang dapat mengungkapkan penemuan yang sangat berguna bagi kehidupan manusia. Keindahannya dapat menjadi sumber devisa pariwisata bagi pemerintah setempat, sehingga dapat menambah penghasilan manusia, terutama bagi masyarakat pesisir.

Terumbu karang (coral reefs) merupakan ekosistem laut tropis yang terdapat di perairan dangkal yang jernih, hangat (lebih dari 22oC), memiliki kadar CaCO3 (Kalsium Karbonat) tinggi, dan komunitasnya didominasi berbagai jenis hewan karang keras. Kalsium Karbonat ini berupa endapan masif yang dihasilkan oleh organisme karang (filum Scnedaria, klas Anthozoa, ordo Madreporaria Scleractinia), alga berkapur, dan organisme lain yang mengeluarkan CaCO3 (Guilcher, 1988). 

Di dunia terdapat dua kelompok karang yaitu karang hermatifik dan karang ahermatifik. Perbedaannya terletak pada kemampuan karang hermatifik dalam menghasilkan terumbu. Kemampuan ini disebabkan adanya sel-sel tumbuhan yang bersimbiosis dalam jaringan karang hermatifik. Sel tumbuhan ini dinamakan zooxanthellae. Karang hermatifik hanya ditemukan di daerah tropis, sedangkan karang ahermatifik tersebar di seluruh dunia (Guilcher, 1988). Dengan kata lain Indonesia yang terletak di daerah tropis memiliki kedua jenis kelompok ini. Komunitas terumbu karang di Indonesia tercatat seluas lebih dari 20.000km2 yang meliputi karang hidup, karang mati, lamun, dan pasir (COREMAP, 2002).

Arah perkembangan terumbu organik dikontrol oleh keseimbangan ketiga faktor yaitu hidrologis, batimetris, dan biologis. Jika ketiga faktor seimbang, terumbu berkembang secara radial dan akan terbentuk terumbu paparan dan apabila pertumbuhan ini berlanjut akan terbentuk terumbu pelataran bergoba. Namun jika perkembangan radial dibatasi oleh kondisi batimetri akan terbentuk terumbu paparan lonjong. Terumbu yang terakhir ini tidak membentuk lagun yang benar dan depresi menyudut merupakan penyebaran pasir. Sedangkan terumbu paparan dinding terbentuk pada kondisi batimetris dan hidrologis tidak simetris, di mana perkembangan terumbu terbatas pada satu atau dua arah. Kondisi ini akan menghasilkan perkembangan terumbu secara linier, dan membentuk terumbu dinding berupa terumbu dinding tanduk dan terumbu dinding garpu. Terbentuknya terumbu dinding garpu ini menunjukkan adanya arus pasang surut yang kuat. (Zuidam, 1985). 

Terumbu karang dapat berkembang dan membentuk suatu pulau kecil. Dari lima jenis pulau yaitu Pulau Benua (Continental Islands), Pulau Vulkanik (Volcanic Islands), Pulau Daratan Rendah (Low Islands) , Pulau Karang Timbul (Raised Coral Islands), dan Pulau Atol (Atolls), dua yang terakhir terbentuk dari terumbu karang. Di sisi lain, dari sepuluh jenis bentuk lahan (Zuidam, 1985), terumbu karang adalah salah satunya. 

Bentuk lahan (landforms) ini adalah bentuk lahan organik yaitu berupa binatang. Bentuk lain yang berhubungan dengan terumbu karang adalah bentuklahan karst, yaitu terbentuk melalui proses karstifikasi pada batuan kalsium karbonat. Namun bentuk lahan karst ini terbentuk secara alami melalui proses eksogenik dan endogenik dan erlangsung pada skala besar (Thornbury, 1954). Sedangkan terumbu karang terbentuk secara organik dan relatif perlahan sehingga lebih dimungkinkan adanya campur tangan manusia dalam pertumbuhannya. Hasil identifikasi bentuklahan mencerminkan karakteristik fisik lahan dan untuk mendapatkannya dengan melalui analisis geomorfologis. Geomorfologi adalah studi yang mendeskripsi bentuklahan dan proses-proses yang menghasilkan bentuklahan serta menyelidiki hubungan timbal-balik antara bentuklahan dan proses-proses tersebut dalam susunan keruangan (Zuidam, 1985). 

Pulau Karang Timbul adalah pulau yang terbentuk oleh terumbu karang yang terangkat ke atas permukaan laut karena adanya gerakan ke atas (uplift) dan gerakan ke bawah (subsidence) dari dasar laut karena proses geologi. Pada saat dasar laut berada di dekat permukaan laut (kurang dari 40 m), terumbu karang mempunyai kesempatan untuk tumbuh dan berkembang di dasar laut yang naik tersebut. Setelah berada di atas permukaan laut, terumbu karang akan mati dan menyisakan rumahnya dan membentuk pulau karang. Jika proses ini berlangsung terus, maka akan terbentuk pulau karang timbul. Pada umumnya, karang yang timbul ke permukaan laut berbentuk teras-teras seperti sawah di pegunungan. Proses ini dapat terjadi pada pulau-pulau vulkanik maupun non-vulkanik. 

Pulau Atol, adalah pulau (pulau karang) yang berbentuk cincin. Pada umumnya pulau atol ini adalah pulau vulkanik yang ditumbuhi oleh terumbu karang membentuk terumbu pinggiran (fringing reef), kemudian berubah menjadi terumbu penghalang (barrier reef), dan akhirnya berubah menjadi pulau atol. Proses pembentukan tersebut disebabkan oleh adanya gerakan ke bawah (subsidence) dari pulau vulkanik semula, dan oleh pertumbuhan vertikal dari terumbu karang (Stoddart, 1975, dalam Retraubun, 2002). 

Definisi pulau-pulau kecil adalah pulau dengan luas kurang dari 2000 km2 atau pulau yang memiliki lebar kurang dari 10 km. Jika data karakteristik terumbu karang tersedia dan kebijakan pengelolaan dicanangkan, maka luas terumbu karang yang 20.000km2 dapat memberi manfaat bagi masyarakat nelayan di sekitarnya. Selain itu dimungkinkan terumbu karang akan menjadi pulau kecil. Sedangkan pulau didefinisikan sebagai: an island is a naturally formed area of land surrounded by water, whiich is above water at high tide. Pulau adalah suatu wilayah daratan yang terbentuk secara alamiah, dikelilingi oleh air dan selalu ada di atas air pada saat air pasang 

Kerusakan Pada Terumbu Karang
Pemanfaatan sumberdaya dan aktivitas pembangunan menimbulkan dampak terhadap lingkunagan ekosistem pesisir dan pulau – pulau kecil. Dampak tersebut dapat berupa ancaman terhadap penurunan populasi, keanekaragaman biota, serta kerusakan ekosistem dan pantai.

Jenis ancaman gangguan sumberdaya alam pesisir di provinsi bengkulu dapat dibedakan dari faktor penyebab yaitu ancaman ekploitasi dan ancaman pencemaran serta kerusakan akibat pembangunan. Ancaman akibat kegiatan ekploitasi meyebabkan degradasi beberapa sumber daya alam diantaranya kerusakan terumbu karang, penurunan populasi ikan,pengurangan habitat hutan bakau dan padang lamun. Kerusakan terumbu karang dan penurunan ikan karang disebabkan pengboman karang. Penurunan ekosistem bakau disebabkan penebangan pohon dan pembukaan lahan tambak.

Ancaman akibat aktivitas pembangunan berupa fisik seperti pengerukan dan pengurungan, limbah pencemaran dan konversi lahan.meningkatnya kerusakan terumbu karang , dewasa ini telah mengkhawatirkan banyak kalangan, karena dengan rusaknya terumbu karang akan banayak mempengaruhi status keanekaragaman hayati laut yang kita miliki selama ini. Kerusakan terumbu karang terutama diakibatkan oleh aktivitas manusia, seperti penggunaan bahan peladek, pen ggunaan sianida, untuk menangkap ikan, sedimentasi dan pencemaran. Pemnafaatan potensi terumbu karang tidak jarang hanya berpegang pada salah satu fungsi yang lain yaitu sebagai penyokong kehidupan dan sosial budaya.

Penyebab Kerusakan Terumbu Karang
Keputusan Menteri negara lingkungan hidup Nomor : 04 tahun 2001 Tentang Kriteria baku kerusakan terumbu karang , beberapa faktor yang menyebabkan keruskan pada terumbu karang adalah sebagai berikut:

1. Sedimentasi
Konstruksi di daratan dan sepanjang pantai, penambangan atau pertanian di daerah aliran sungai ataupun penebangan hutan tropis menyebabkan tanah mengalami erosi dan terbawa melalui aliran sungai ke laut dan terumbu karang. Kotoran-kotoran, lumpur ataupun pasir-pasir ini dapat membuat air menjadi kotor dan tidak jernih lagi sehingga karang tidak dapat bertahan hidup karena kurangnya cahaya. Hutan mangrove dan padang lamun yang berfungsi sebagai penyaring juga menjadi rusak dan menyebabkan sedimen dapat mencapai terumbu karang. Penebangan hutan mangrove untuk keperluan kayu bakar dapat merubah area hutan mangrove tesebut menjadi pantai terbuka. Dengan membuka tambak-tambak udang dapat merusak tempat penyediaan udang alami

2. Penangkapan dengan Bahan Peledak
Penggunaan bahan peledak untuk penangkapan ikan oleh nelayan akan mengakibatkan penangkapan ikan secara berlebihan, sehingga menyebabkan tangkapan ikan akan berkurang dimasa berikutnya. Penggunaan Kalium Nitrat (sejenis pupuk) sebagai bahan peledak akan mengakibatkan ledakan yang besar, sehingga membunuh ikan dan merusak karang di sekitarnya.

3. Aliran Drainase
Aliran drainase yang mengandung pupuk dan kotoran yang terbuang ke perairan pantaiyang mendorong pertumbuhan algae yang akan menghambat pertumbuhan polip karang, mengurangi asupan cahaya dan oksigen. Penangkapan secara berlebihan membuat masalah ini bertambah buruk karena ikan-ikan yang biasanya makan algae juga ikuk tertangkap.

4. Penangkapan Ikan dengan Sianida
Kapal-kapal penangkap ikan seringkali menggunakan Sianida dan racun-racun lain untuk menangkap ikan-ikan karang yang berharga. Metode ini acap digunakan untuk menangkap ikan-ikan tropis untuk akuarium dan sekarang digunakan untuk menangkap

ikan-ikan sebagai konsumsi restoran-restoran yang memakai ikan hidup.
5. Pengumpulan dan Pengerukan 
Pengambilan karang untuk digunakan sebagai bahan baku konstruksi atau dijual untuk cinderamata juga merusak terumbu karang. Demikian pula pengerukan dan pengeboman karang untuk konstruksi di daerah terumbu karang.

6. Pencemaran Air.
Produk-produk minyak bumi dan kimia lain yang dibuang di dekat perairan pantai, pada akhirnya akan mencapai terumbu karang. Bahan-bahan pencemar ini akan meracuni polip karang dan biota laut lainnya. Kerusakan ekositem terumbu karang tidak terlepas dari aktivitas manusia baiok di daratan maupun pada ekosistem peseisir dan lautan kegiatan manusia baik di daratan seperti industri, pertanian, riumah tangga akhir nya kana dapat ma imbulkan dampak negatif bukan saja pada perairan tetapi juga pada ekosdistem terumbu karang atau pesisir dsan lautan.

Menurut Dahuri (2001) sebgaian besar bahan pencemar yang ditemukan di laut berasal dari kegiatan manusia di daratan. Ssebagai contoh kegiatan pengelolaan pertanian dan kkehutanan yang buruk tridak saja merusak ekosistem sungai melaui banjir dan erosoi tetapi juga menimbulkan dampak negatif pada perairan pesisir dan lautan. Melalui penggunaan pupuk anrganik dan pestisida dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan telah menimbulkan masalah besar bagi wilayah pesisir dan lautan 

Pada tahun 1972 penggunaan pupuk nitrogen untuk seluruh kegiatanpertanian di Indonesia sekitar 350.000 ton maka pada tahun 1990 jumlah tersebut meningkat menjadi 1.500.000 ton . total penggunaan pestisida pada tahun 1975 sebanyak 2000 ton. Kemudian pada tahun 1984 mencapai 16.000 ton(dahuri et al. 2001) 
Pengelolaan tempat rekreasi.

Pengelolaan tempat rekreasi di wilayah pesisir yang tidak memperhatikan lingkungan, seperti penyewaan kapal, peralatan pemancingan dan penyelaman seringkali menyebabkan rusaknya terumbu karang. Pelemparan jangkar ke karang dapat menghancurkan dan mematahkan terumbu karang. Para wisatawan yang mengambil, mengumpulkan, menendang, dan berjalan di karang ikut menyumbang terjadinya kerusakan terumbu karang.

8. Pemanasan global
Terumbu karang juga terancam oleh pemanasan global. Pemutihaan terumbu karang meningkat selama dua dekade terakhir, masa dimana bumi mengalami beberapa kali suhu tepanas dalam sejarah. Ketika suhu laut meningkat sangat tinggi, polip karang kehilangan algae simbiotik didalamnya, sehingga mengubah warna mereka menjadi putih dan akhirnya mati. Pemanasan global juga mengakibat cuaca ekstrim sukar diperkirakan, seperti badai tropis yang dapat mengakibatkan kerusakan fisik ekosistem terumbu karang yang sangat besar. Meningkatnya permukaan laut juga menjadi ancaman serius bagi terumbu karang dan pulau-pulau kecil maupun atol.

Berbagai akibat kerusakan terumbu karang mengakibatkan berbagai macam dampak kerugian, diantaranya menurunnya produkdsi sumberdaya perikanan, mempercepat abrasi pantai, dan menurunnya jumlah wisatawan karena menurunnya nilai estetika dan kein dahan terumbu karang.

Oleh karena itu menjaga agar fungsi terumbu karang dalam mendukung sum berdaya hayati laut secara berkelanjutan, perlu dilkaukan program kerja pengendalian kerusakan terumbu karang. Salah satu program kerja tersebut adalah program kampanye peningkatan kesadaran masyarakat akan arti pentingnya fungsi terumbu dan proses-proses alami yang terjadi didalamnya.

Berbagai program penyadaran masyarakat terhadap kelestarian akosistem terumbu karang telah dilaksanakan, swasta dan lembaga swadaya masyarakat. Namun hal ini tampaknya belum dirasa cukup, mengingat tingkat kemajemukan masyarakat kita, sehingga deperlukan bentuk program penyadaran masyarakat dalam kemasan yang beragam.

Menurut Retraubun, A.S.W. (2002) terumbu karang memilki produktivitas organik yang tinggi. Secara biologis terumbu karang merupakan ekositem yang paling produktif di perairan tropis dan bahkan mungkin diseluruh ekosistem baik di laut maupun di daratan karena kemampuan terumbu karang untuk menahan nutriennt dalam sistem dan berperan sebagai kolam untuk menampung segala masukan dari luar. Selain itu terumbu karang sehat memilki keragaman spesies penghuninya dan ikan merupakan organisme yang jumlahnya terbanyak.

Tinggi produktivitas primer di peraiaran terumbu karang memungkinkan perairan ini sering merupakan tempat pemijahan , pengasuhan, dan mencari makan oleh kebanyakan ikan. Oleh karena itu secara otomatis produksi ikan din daerah terumbu karang sangat tinggi(Wikipwedia .2009)

Kerusakan terumbu karang yang disebablkan oleh manusia harus sedapat mungkin di cegah, karena akan sangat berdampak pada terganggunya ekosistem lainya dan menurunnya produksi ikan yang meruapakan sumber protein hewani bagi manusia.

Visi peneglolaan terunmbu karang yaitu terumbu karang merupaka sumber pertumbuhan ekonomi yang harus dikelola dengan bijaksana, terpau dan berkelanjutan denga memelihara daya dukung dan kualitas lingkungan melalui permberdayaan masyarakat

Beberapa upaya yang sangat penting dalam dalam proses pelastarian didukung oleh beberapa aspek, aspek sosial, yaitu meni ngkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pengelolaan terumbu karang secara terpadu dan berkelanjutan. Aspek ekonomi, yaitu meningkatkan pemanfaatan ekosistem terumbu karang secara efisien dan berkelanjutan.. Aspek kelembagaan yaitu dengan menciptakan sistem dan mekanisme kelembagaan yang profesional, efektif dan efisien dalam merencananakan dan mengelola terumbu karang secara terpadu

Sebenarnya akar permasalahan kerusakan terumbu karang meliputi empat hal yaitu,1) kemiskinan masyarakat dan ketiadaan mata pencarian alternatif, 2) Ketidaktahuan dan ketidaksadaran masyarakat dan pengguna, 3) lemahnya penegakan hukum, 4) kebijakan pemerintah yang belum menunjukkan perhatian yang optimal dalam mengelola sistem alami dan kualitas lingkungan kawasan pesisir dan lautan khususnya terumbu karang.

Menurut F-G UGM - Bakosurtanal(2000). Beberpa upaya yang harus dilakukan dalam pelestarian terumbu karang yang telah terlanjur adalah dengan pemulihan. Pemulihan kerusakan terumbu karang merupakan upaya yang paling sulit untuk dilakukan, serta memakan biaya tinggi dan waktu yang cukup lama. Upaya pemulihan yang bisa dilakukan adalah zonasi dan rehabilitasi terumbu karang.

1. Zonasi
Pengelolaan zonasi pesisir bertujuan untuk memperbaiki ekosistem pesisir yang sudah rusak. Pada prinsipnya wilayah pesisir dipetakan untuk kemudian direncanakan strategi pemulihan dan prioritas pemulihan yang diharapkan. Pembagian zonasi pesisir dapat berupa zona penangkapan ikan, zona konservasi maupun lainnya sesuai dengan kebutuhan/pemanfaatan wilayah tersebut, disertai dengan zona penyangga karena sulit untuk membatasi zona-zona yang telah ditetapkan di laut. Ekosistem terumbu karang dapat dipulihkan dengan memasukkannya ke dalam zona konservasi yang tidak dapat diganggu oleh aktivitas masyarakat sehingga dapat tumbuh dan pulih secara alami.

2. Rehabilitasi
Pemulihan kerusakan terumbu karang dapat dilakukan dengan melakukan rehabilitasi aktif, seperti meningkatkan populasi karang, mengurangi algae yang hidup bebas, serta meningkatkan ikan-ikan karang. 

a. Meningkatkan populasi karang
Peningkatan populasi karang dapat dilakukan dengan meningkatkan rekruitmen, yaitu membiarkan benih karang yang hidup menempel pada permukaan benda yang bersih dan halus dengan pori-pori kecil atau liang untuk berlindung; menambah migrasi melalui transplantasi, serta mengurangi mortalitas dengan mencegahnya dari kerusakan fisik, penyakit, hama dan kompetisi. 

b. Mengurangi alga hidup yang bebas
Pengurangan populasi alga dapat dilakukan dengan cara membersihkan karang dari alga dan meningkatkan hewan pemangsa alga.

c. Meningkatkan ikan-ikan karang
Populasi ikan karang dapat ditingkatkan dengan meningkatkan rekruitmen, yaitu dengan meningkatkan ikan herbivora dan merehabilitasi padang lamun sebagai pelindung bagi ikan-ikan kecil; meningkatkan migrasi atau menambah stok ikan, serta menurunkan mortalitas jenis ikan favorit.

DAFTAR PUSAKA;
  • Dahuri R, Rais Y, Putra S, G, Sitepu, M.J, 2001. Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Lautan secara Terpadu. PT Pradnya Paramita. Jakarta
  • F-G UGM - Bakosurtanal. 2000. Pembakuan Spek Metodologi Kontrol Kualitas Pemetaan Tematik Dasar dalam Mendukung Perencanaan Tata Ruang. Yogyakarta.
  • Guilcher Andre. 1988. Coral reef Geomorphology. John Willey & Sons.Chhichester
  • Hanggono, A., Bambang K., Suhud, Rasjid A., dan Murad S. 2000.Pemanfaatan Data Satelit Penginderaan Jauh di Indonesia pada Tahun 2000. Seminar Internasional 11 - 12 April 2000. Jakarta.
  • Konsorium CBM COREMAP. 2002. Laporan Akhir Perpanjangan II Pengelolaan Berbasis masyarakat Program COREMAP Di Kepulauan Senayang Lingga
  • Mentri Negara Lingkungan Hidup. 2001. Tentang Kritaria Baku Kerusaka Terumbu Karang. Jakarta
  • Pujiatmoko. 2009. Pembahasan restorasi terumbu karang di Indonesia. http://atanitokyo.blogspot.com/2009/01/pembahasan-restorasi-terumbu-karang-di.html. 10 September 2009.
  • Retraubun, A.S.W. 2002. Pulau-pulau Kecil di Indonesia. Data dan Masalah Pengelolaannya. Makalah Lokakarya dalam rangka Penetapan Luas Terumbu Karang, Panjang Pantai, dan Jumlah Pulau di Indonesia Berdasarkan Data Penginderaan Jauh. oleh COREMAP. LIPI.
  • Thornbury, W.D. 1954. Principles of Geomorphology. 2nd ed. John Wiley & Sons, Inc. New York. 
  • Wikipeedia. 2009. Terumbu karang .http://id.wikipedia.org/wiki/Terumbu_karang#Terumbu_atau_Reef.3 September 2009
  • Zuidam R. A. van. 1985. Aerial Photo-Interpretation in Terrain Analysis and Geomorphologic Mapping. ITC, Enschede. The Netherlands.