KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA
PENDAHULUAN
Komunikasi Antar Budaya (KAB) bukan merupakan sesuatu yang baru atau terjadi akhir-akhir ini saja. Terjadinya kontak pertemuan antara individu-individu dengan latar belakang kebudayaan yang berlainan maka KAB pun telah berlangsung. Namun, KAB sebagai salah satu studi sistematik mengenai apa yang terjadi .apabila kontak atau interaksi antara orang-orang yang berbeda latar belakang. kebudayaannya, memang relatif masih baru.
Pada mulanya, KAB terjadi hanya dalam lingkup masyarakat yang sangat kecil, yang merupakan golongan minoritas. Misalnya pejabat-pejafaat pemerintah atau pedagang-pedagang tertentu yang mempunyai kepentingan dan kesempatan untuk berkunjung ke negeri-negeri lain. Bagian terbesar kelompok masyarakat lainnya baru lalam dekade-dekade terakhir saja dapat pergi meninggalkan tempat asalnya atau negaranya. Namun sekarang ini, sejalan dengan kemajuan teknologi komunikasi keadaan tersebut telah berubah karena dunia saat ini dipenuhi oleh masyarakat manusia yang bersifat mobil dan dinamis, siap untuk menghadapi situasi-situasi baru dalam konteks apa pun dan berjumpa. dengan partner-partner komunikasi yang sama sekali belum pernah dikenal maupun terbayangkan sebelumnya. Persoalan-persoalan yarig dihadapi dalam KAB pun semakin kompleks dan luas, tidak hanya menyangkut nilai-nilai budaya saja, tetapi juga aspek-aspek sosial, ekonomi, politik, teknologi dan berbagai aspek lainnya.
Dalam modul ini akan dijelaskan berbagai hal yang berkaitan dengan komunikasi antar budaya sebagai fenomena -sosial. Pokok bahasan meliputi 4 (empat) hal: Latar belakang, pengertian, dan dimensi komunikasi antar budaya; Kaitan antara komunikasi- dan kebudayaan; Kebudayaan sebagai penyaring; dan Persepsi, perilaku, stereotip dan prasangka.
Setelah mempelajari rnodul ini, Anda diharapkan memiliki kemampuan untuk memahami berbagai aspek yang berkaitan dengan karakteristik-karakteristik dan prinsip-prinsip dasar dalam komunikasi antar budaya.
Secara khusus, tujuan; dari modul ini diarahkan pada ,pemahaman mengenai:
- latar belakarig, pengertian dan dimensi komunikasi antar budaya;
- kaitan antara komunikasi dan kebudayaan;
- fungsi kebudayaan sebagai penyaring;
- persepsi, perilaku, stereotip dan prasangka.
Latar Belakang, Pengertian, dan Dimensi
Komunikasi Antar Budaya
A. LATAR BELAKANG STUDI KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA
Perkembangan dunia saat ini tampak semakin menuju pada apa yang disebut sebagai "global village" (desa-dunia). Salah satu implikasinya adalah semakin meningkatnya kontak-kontak komunikasi dan hubungan antar berbagai bangsa dan negara. Dalam situasi yang demikian mempelajari persoalan-persoalan komunikasi antar budaya jelas menjadi semakin penting. Karena, apabila masing-masing pihak yang terlibat dalam komunikasi antar budaya (KAB) tersebut mempunyai perbedaan dalam aspek-aspek tertentu, misalnya ideologi, orientasi dan gaya hidup, serta masing-masing pihak tidak mau memahami pihak- lainnya maka berbagai problema akan terjadi. Problema ini selanjutnya dapat menjurus pada terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan seperti terjadinya konflik kekerasan, permusuhan, perpecahan, diskriminasi, dan lain-lain.
Dari bermacam-macam permasalahan yang muncul tersebut, orang mulai sadar bahwa cara-cara untuk berhubungan dalam konteks antar budaya tidaklah semudah ataupun sesederhana yang diperkirakan sebelumnya. Berdasarkan luas lingkup permasalahannya maka kesadaran itu dapat dibagi dalam 3 (tiga) kategori: kesadaran internasional, kesadaran domestik atau dalam negeri, dan kesadaran pribadi.
1. Kesadaran Internasional
Sejak akhir tahun 60-an sampai sekarang, dunia seakan-akan semakin menyempit karena orang-orang bertambah mudah untuk pergi ke tempat-tempat yang mulanya asing. Di sana ia bertemu, bergaul atau bekerja sama dengan orang-orang yang mungkin, sama sekali berlainan cara berpikir dan kebiasaannya. Ibaratnya dapat dikatakan bahwa orang sekarang sudah sangat sulit untuk menghindari pertemuan dengan orang lain. Perpaduan dari mobilitas yang meningkat, teknologi komunikasi modern, serta kesadaran akan masalah-masalah dunia yang harus ditangani bersama-sarna, tampaknya. secara radikal meningkatkan hubungan-hubungan antar budaya, yang tadinya terkendali oleh waktu dan jarak ruang.
Perkembangan alat-alat perhubungan, seperti pesawat jet, yang dapat membawa kita dalam beberapa jam saja ke tempat jauh yang dulunya harus memakan waktu berhari-hari, bahkan berbulan-bulan untuk mencapainya, mencforong kemajuan pariwisata yang mau tidak mau mempertemukan secara tatap muka orang-orang yang berbeda cara kehidupan maiipun cara berpikirnya. Ditambah lagi dengan perkembangan teknologi komunikasi yang canggih dan kompleks. Satelit-satelit komunikasi yang memungkinkan jumlah manusia yang banyak dan sangat berjaurian letaknya dapat diajarkan, dibujuk, dan dihibur secara serentak dalam satu waktu, menjadi hal yang tidak aneh lagi. Semua itu menciptakan suatu jaringan komunikasi dunia.
2. Kesadaran Domestik
Bersamaan dengan perubahan-perubahan di dunia internasional, semacam perubahan kebudayaan terjadi di dalam negeri. Termasuk munculnya berbagai macam kelompok subbudaya yang menyimpang dari kebudayaan dominan masyarakat.
Di AS, tempat asal-usul Ilmu Komunikasi Antar Budaya, selama dua puluhan tahun terakhir telah muncul kelompok-kelompok minoritas subbudaya baru seperti kelompok orang hitam, Chicanos, golongan wanita, kaum homoseksual, orang miskin dan lain-lain yang semakin voka! dalam memperjuangkan, hak-haknya. Kelompok-kelompok subbudaya ini sekarang semakin agresif, lebih menuntut bahkan kadang-kadang lebih garang daripada masa-masa sebelumnya. Bangkitnya kelompok-kelompok ini tercerminkan dari banyaknya slogan-slogan perjuangan mereka yang ditayangkan melalui televisi maupun surat kabar. Slogan-slogan ini pada pokoknya menggambarkan kebutuhan dan tuntutan mereka untuk diakui eksistensinya oleh masyarakat. Dengan dikeluarkannya undang-undang baru dan keputusan-keputusan pengadilan tentang penghapusan diskriminasi dalam fasilitas-fasilitas umum maka kemungkinan untuk kontak antara kelompok-kelompok ini dengan kebudayaan dominan menjadi terbuka. "Tembok pemisah" yang dibangun oleh kebudayaan dominan atas dasar ketakutan, ketidaktahuan, ketidak-pedulian, dan prasangka kepada kelompok-kelompok lain mulai runtuh. Akan tetapi, kontak-kontak baru ini juga sering jcali menemui kegagalan atau tidak menghasilkan apa yang diharapkan. Masalah-masalah yang muncul tidak saja disebabkan perbedaan bahasa, panjangnya rambut, pengertian tentang penggunaan waktu, pakaian, warna kulit, tetapi lebih mendalam dan kompleks karena menyangkut perbedaan nilai dan cara memandang kehidupan. Kebutuhan untuk memahami dan berinteraksi dengan kelompok-kelompok subbudaya tersebut kiranya menjadi pendorong dilakukannya studi tentang Komunikasi Antar Budaya.
Di Indonesia sendiri jeias bahwa banyaknya suku bangsa dengan bahasa, dialek, nilai-nilai dan falsafah pemikirannya masing-masing, tidak mustahil akan membuka kemungkinan pada terjadinya kesalahpahaman dan bahkan
sampai konflik fisik. Selain itu keiompok-kelompok subbudaya yang muncul di kota-kota seperti keiompok kaum "homoseks", "kawula muda" dengan "geng dan bahasa prokemnya", menambah variasi kebudayaan di negara kita semakin kaya. Tetapi dengan "variasi" ini, tentunya kemungkinan timbulnya permasalahan sosial akan meningkat pula. Dengan demikian, kebutuhan untuk studi tentang KAB di Indonesia kiranya merupakan hal yang tidak perlu ditunda lagi.
3. Kesadaran Pribadi
Terdapat beberapa keuntungan yang bisa didapat oleh individu secara
pribadi dari studi KAB. Keuntungan-keuntungan tersebut antara lain adalah:
- Perasaan senang dan puas dalam menemukan sesuatu yang baru, dalam hal ini kebudayaan orang lain yang belum pernah diketahui atau disadari sebelumnya.
- Pengetahuan tentang KAB dapat membantu untuk menghindari masalah-masalah komunikasi. Pemahaman mengenai faktor-faktor yang melatar belakangi persepsi seseorang atau sekelompok orang dapat menjadi pedoman untuk memperlakukan mereka, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman.
- Kesempatan-kesempatan kerja "banyak terbuka untuk bidang KAB. Kebanyakan lembaga-lembaga pemerintah maupun swasta, profit maupun nonprofit, • dalam berbagai tingkat, memerlukan orang-orang yang mempunyai wawasan KAB. Misalnya: di bidang pendidikan, penyuluhan, industri, perusahaan-perusahaan multinasional yang mengutamakan pelayanan jasa dan produk dengan lingkup internasiona! dan lain-lain.
- Memberikan kesempatan untuk mampu memersepsikan dan memahami diri sendiri. Dalam usaha mengerti .kebudayaan orang lain, kita dapat memperoleh pengertian yang lebih baik dan rasional tentang kita sendiri dan kebudayaan kita sendiri.
Setiap hari kita semakin banyak mendapat pengaruh dari sedemikian banyak kebudayaan dan subbudaya. Suatu kenyataan bahwa dunia kita tampak semakin sempit, sehingga kehidupan kita pun harus ^mengikuti perubahan. Keadaan dunia saat ini adalah sedemikian rupa» sehingga memaksa kita untuk menjadi orang yang secara sosial maupun psikologis merupakan produk dari pertemuan dan percampuran dari macam-macam kebudayaan.
PENGERTIAN KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA
Tema pokok yang sangat membedakan studi KAB dari studi-studi komunikasi lainnya ialah derajat perbedaan latar belakang pengalaman yang relatif besar antara para komunikator yang disebabkan • oleh perbedaan-perbedaan kebudayaan. Sebagai asumsi. dasar adalah bahwa di antara individu-individu dengan kebudayaan yang sama umumnya terdapat kesamaan (homogenitas) yang lebih besar dalam hal latar belakang pengalaman secara keseluruhan dibandingkan dengan mereka yang berasal dari kebudayaan berlainan.
Perbedaan-perbedaan kebudayaan antara para pelaku komunikasi ini serta perbedaan-perbedaan lainnya, seperti kepribadian individu, umur, penampilan fisik, menjadi permasalahan yang inheren dalam proses komunikasi manusia. Dengan sifatnya yang demikiari, KAB bisa dianggap merupakan perluasan dari bidang-bidang studi komunikasi manusia, seperti komunikasi antarpribadi, komunikasi organisasi dan lain-lain atau dengan kata lain, KAB bisa terdapat dalam semuanya.
Selama rnasa perkembangan KAB, telah banyak para ahli yang mencoba untuk mendefinisikannya. Di bawah ini dikutipkan beberapa di antaranya:
"Intercultural communication ... the art of understanding and being understood by the audience of another culture." (Sitaram, 1970). {Komunikasi antar budaya adalah seni untuk memahami dan dipahami oleh khalayak yang memilikjrkebudayaan lain).
"Communication is cultural when occurring between peoples of 'differentculture." (Rich, 1974).
(Komunikasi bersifat budaya apabila terjadi di antara orang-orang yang berbeda kebudayaannya).
"Intercultural communication ... communication which occurs under condition of cultural difference-language, values, costumes, and habits." (Stewart, 1974).
(Komunikasi antar budaya adalah komunikasi yang terjadi dalam suatu kondisi yang menunjukkan adanya perbedaan budaya seperti bahasa, nilai-nilai, adat, kebiasaan):
Dari semua definisi .tersebut, tampak jelas penekananhya pada perbedaan kebudayaan sebagai faktor yang menentukan dalam berlangsungnya proses komunikasi. Walaupun KAB mengakui dan mengurusi permasalahan tentang persamaan-persamaan dan perbedaan dalam karakteristik kebudayaan antara pelaku-pelaku komunikasi, tetapi titik perhatian utamanya adalah pada proses komunikasi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang berbeda kebudayaan, yang mencoba untuk berinteraksi. Maka, dim konsep terpenting di sini, yakni: Kontak dan komunikasi merupakan ciri yang membedakan studi KAB dari studi-studi antropologi dan psikolop lintas budaya yang berupaya mendeskripsikan kebudayaan-kebudayaan antar budaya.
DIMENSI-DIMENSI KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA
Untuk mencari kejelasan dan mengintegrasikan berbagai konseptualisasi tentang kebudayaan dalam konteks KAB, ada 3 (tiga) dimensi yang perlu diperhatikan: (1) Tingkat masyarakat kelompok budaya dari para partisipan; (2), Konteks sosial tempat terjadinya KAB, (3) Saluran yang dilalui oleh pesan-pesan-KAB (baik yang bersifat verbal maupun nonverbal).
Dimensi pertama menunjukkan bahwa istilah kebudayaan telah digunakan untuk merujuk pada macam-macam tingkat lingkupan dan kompleksitas dari organisasi sosial. Umumnya istilah kebudayaan mencakup beberapa pengertian sebagai berikut.
- Kawasan-kawasan di dunia, misalnya: budaya timur, budaya barat.
- Subkawasan-kawasan di dunia, misalnya: budaya Amerika Utara, budaya Asia Tenggara.
- Nasional /negara, misalnya : budaya Indonesia, budaya Perancis, budaya Jepang.
- Kelompok-kelorripok etnik-ras dalam negara seperti: budaya orang Amerika Hitam, Budaya Amerika Asia, Budaya Cina-Indonesia.
- Macam-macam subkelompok sosiologis berdasarkan kategorisasi jenis kelamin, kelas sosial, coundercultures (budaya Hippis, budaya orang di penjara, budaya gelandangan, budaya kemiskinan).
Perhatian dan minat dari ahli-ahli KAB banyak meliputi komunikasi antarindividu dengan kebudayaan nasional yang berbeda (seperti wirausaha Jepang dengan wirausaha Amerika/Indonesia) atau antarindividu dengan kebudayaan ras-etnik yang berbeda (seperti antarpelajar penduduk asli dengan guru pendatang). Bahkan ada yang lebih mempersempit lagi pengertian pada "kebudayaan individual" karena setiap orang mcwujudkan latar belakang yang unik.
Dimensi kedua menyangkut Konteks Sosial. Macam kcgiatan KAB dapat dikJasifikasi lagi berdasarkan konteks sosialnya. Konteks sosial KAB meliputi: bisnis, organisasi, pendidikan, akulturasi imigran, politik, penyesuaian pelancong/pendatang sementara, perkembangan alih teknologi/ pembangunan/difusi inovasi, konsultasi terapis. Komunikasi dalam semua konteks sosial tersebut pada dasarnya memiliki persamaan dalam hal unsur-unsur dasar dan proses komunikasi (misalnya yang menyangkut penyampaian, penerimaan, dan pemrosesan). Tetapi adanya pengaruh kebudayaan yang tercakup dalam latar belakang pengalaman individu membentuk pola-pola persepsi, pemikiran, penggunaan pesan-pesan verbal/nonverbal serta hubungan-hubungan antaranya. Maka variasi kontekstual, misalnya: komunikasi antar orang Indonesia dan Jepang dalam suatu transaksi dagang akan berbeda dengan komunikasi antar keduanya dalam berperan sebagai dua mahasiswa dari suatu universitas. Dengan demikian konteks sosial khusus tempat terjadinya KAB memberikan pada para partisipan hubungan-hubungan antarperan, ekspektasi-ekspektasi, norma-norma, dan aturan-aturan tingkah laku yang khusus.
Dimensi ketiga berkaitan dengan Saluran Komunikasi. Dimensi ini menunjukkan tentang saluran apa yang dipergunakan dalam KAB. Secara garis besar, saluran dapat dibagi atas:
- antarpribadi/perorangan,
- media massa.
Bersama-sama dengan dua dimensi sebelumnya, saluran komunikasi juga mempengaruhi proses dan hasil keseluruhan dari KAB. Misalnya: Orang Indonesia menonton melalui TV keadaan kehidupan di Afrika akan memiliki pengalaman yang berbeda dengan keadaan apabila ia sendiri berada di sana dan melihat dengan mata kepala sendiri. Umumnya, pengalaman komunikasi antarpribadi dianggap memberikan dampak yang lebih mendalam. Komunikasi melalui media kurang dalam hal feedback langsung antar partisipan dan oleh karena itu pada pokoknya bersifat satu arah
KAITAN ANTARA KOMUNIKASI DAN KEBUDAYAANHUBUNGAN TIMBAL BALIK ANTARA KOMUNIKASI DAN KEBUDAYAAN
Dari berbagai definisi tentang KAB seperti yang telah dibahas sebelumnya, tampak bahwa unsur-unsur pokok yang mendasari proses komunikasi antar budaya ialah konsep-konsep tentang "kebudayaan" dan "komunikasi". Hal ini pun digaris bawahi oleh Sarbaugh (1979) dengan pendapatnya bahwa pengertian tentang komunikasi antar budaya memerlukan suatu pemahaman tentang konsep-konsep komunikasi dan kebudayaan, serta adanya saling ketergantungan antara keduanya. Saling ketergantungan ini terbukti, menurut Sarbaugh, apabila disadari bahwa: (1) Pola-pola komunikasi yang khas dapat berkembang atau berubah dalam suatu kelompok kebudayaan khusus tertentu; (2) Kesamaan tingkah laku antara satu generasi dengan generasi berikutnya hanya dimungkinkan berkat digunakannya sarana-sarana komunikasi.
Sementara itu, Smith (1966) menerangkan hubungan yang tidak terpisahkan antara komunikasi dan kebudayaan kurang lebih sebagai berikut. Pertama, kebudayaan merupakan suatu kode atau kumpulan peraturan yang dipelajari dan dimiliki bersama. Kedua, untuk mempelajari dan memiliki bersama diperlukan komunikasi, sedangkan komunikasi memerlukan kode-kode dan lambang-lambang, yang harus dipelajari dan dimiliki bersama.
Untuk lebih mengerti hubungan antara komunikasi dan kebudayaan, kiranya ada manfaatnya bila ditinjau dari sudut perkembangan masyarakat, perkembangan kebudayaan serta peranan komunikasi dalam proses perkembangan tersebut. Perlu dipahami sebelumnya, bahwa dalam corak hubungan apa pun yang terus berlangsung, beberapa simbol, pengertian, aturan serta pola verbal dan nonverbal khusus tertentu berkembang sebagai akibat dari pemrosesan data resiprokal (timbal-balik) antara orang-orang yang terlibatdi dalamnya.
Pada tahap unit hubungan sosial yang paling kecil seperti hubungan diadik (antara dua orang) maka dengan berkembangnya hubungan ke arah yang lebih erat, misalnya perkenalan, persahabatan, percintaan, perkawinan maka masing-masing orang berusaha untuk menyesuaikan diri dengan pola-pola komunikasi, aturan-aturan dan cara-cara berpikir orang lainnya yang terdekat dalam ikatan hubungan itu. Dengan meJalui proses kompromi dan negosiasi yang mungkin tidak sepenuhnya disadari o'eh kedua belah pihak maka suatu kesatuan perpaduan dari aturan-aturan, kebiasaan-kebiasaan, cara-cara memberi salam, lambang-lambang, pengetahuan dan pengertian-pengertian yang sudah membaku terbentuk. Proses standarisaSi dan pola-pola ini berlangsung secara alami saat para individu yang teriibat dalam hubungan rriengadakan penyesuaian dengan lingkungannya. Secara kolektif, pola-pola yang dimiliki bersama ini dapat dianggap sebagai "kebudayaan" dari hubungan khusus tersebut.
HAKIKAT KEBUDAYAAN DALAM KAB
Untuk sampai pada pemahaman tentang proses komunikasi antar budaya beserta masalah-masalah yang menyertainya, perlu pengetahuan tentang konsep "kebudayaan" dan pengaruhnya terhadap cara-cara orang berkomunikasi. Hal ini penting, terutama bilamana permasalahan-permasalahan yang muncul dalam proses komunikasi tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan kebudayaan.
Kebudayaan, sebagaimana halnya dengan komunikasi, merupakan istilah yang tidak asing lagi bagi kebanyakan orang. Bahkan mungkin karena kepopulerannya itu maka kebudayaan telah diartikan secara bermacam-macam. Mungkin penggunaan yang paling sering akan istilah "kebudayaan" adalah sinonim dari "Negara" atau 'Bangsa". Istilah kebudayaan juga sering digunakan untuk menunjuk pada kualitas atau sifat-sifat tertentu. Misalnya:
Orang yang tidak menggunakan tata bahasa yang benar dalam berbicara, tidak menurut etiket cara makan, atau kurang pengetahuan mengenai hal-hal yang berbau seni, digambarkan atau disebut sebagai orang yang "tidak berbudaya", walaupun yang: dimaksud sesungguhnya menunjukkan bahwa orang tersebut tidak berpendidikan atau tidak berpengalaman dalam hal-hal yang indah secara duniawi
Sepanjang hidupnya orang mempelajari aturan-aturan kebudayaannya. Bahkan tidak sedikit yang dilakukan di 'luar kesadarannya agar ia dapat diterima dan tidak dikucilkan. dalam lingkungannya. Karena sebagian terbesar waktu hidupnya dihabiskan dalam kebudayaan, tidaklah mengherankan jika kebudayaan itu digunakan sebagai ukuran untuk penilaian.
UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN
Karena kebudayaan mernberikan identitas pada sekelompok manusia maka muncul satu persoalan yakni bagaimana cara kita mengidentifikasi aspek-aspek atau unsur-unsur kebudayaan yang membedakan satu kelompok masyarakat budaya dari kelompok masyarakat budaya lainnya. Selama bertahun-tahun, para ahli masalah kebudayaan telah mencoba untuk rnengidentifikasi dan membuat kategori-kategori atas aspek-aspek budaya yang berlaku universal pada semua kebudayaan.
Samovar (1981:38-46) membagi berbagai aspek kebudayaan ke dalam tiga pembagian besar unsur-unsur sosial budaya yang secara langsung sangat mempengaruhi penciptaan makna untuk persepsi, yang selanjutnya menentukan tingkah laku komunikasi. Pengaruh-pengaruh terhadap komunikasi ini sangat beragam -dan mencakup semua segi kegiatan sosial manusia. Dalam proses KAB unsur-unsur yang sangat menentukan ini bekerja dan berfung'si secara terpadu bersama-sama seperti komponen dari suatu sistem stereo karena masing-masing saling berkaitan dan membutuhkan. Tetapi dalam penelaahan, unsur-unsur tersebut dipisah-pisahkan agar dapat diidentifikasi dan ditinjau secara satu per satu. Unsur-unsur sosial budaya' tersebut adalah:
- sistem keyakinan, nilai dan sikap
- pandangan hidup tentang dunia
- organisasi sosial.
Pengaruh ketiga unsur kebudayaan tersebut pada makna untuk persepsi terutama pada aspek individual dan subjektifnya. Kita semua mungkin akan melihat suatu objek 'atau peristiwa sosial yang sama dan memberikan makna objektif yang sama, tetapi makna individualnya tidak mustahil akan sangat berbeda. Misalnya seorang Amerika dan seorang Arab akan sepakat menyatakan seseorang adalah wanita berdasarkan wujud fisiknya. Artinya makna objektifnya tidak berbeda. Tetapi kemungkinan besar keduanya akan berbeda pendapat tentang bagaimana wanita itu dalam makna sosialnya. Misalnya, orang Amerika memandang wanita sama seperti pria, dalam arti punya kesempatan dan derajat yang sama dalam pekerjaan, dalam rumah tangga. Sementara orang Arab, mungkin cenderung menekankan pada peranan wanita sebagai ibu rumart tangga. Uraian yang lebih rinci mengenai pengaruh dari masing-masing unsur budaya terhadap persepsi adalah sebagai berikut.
Sistem Keyakinan, Nilai, dan Sikap Keyakinan
Keyakinan secara umum diartikan sebagai perkiraan secara subjektif bahwa sesuatu objek atau peristiwa ada hubungannya dengan objek atau peristiwa lain, atau dengan nilai, konsep, atribut tertentu, Singkatnya, suatu objek atau peristiwa diyakini memiliki karakteristik-karakteristik tertentu. Keyakinan ini mempunyai derajat kedalaman atau intensitas tertentu.
Ada tiga macam keyakinan, yaitu: (1) keyakinan berdasarkan pengalaman (experensial), (2) keyakinan berdasarkan informasi (informational), dan (3) keyakinan berdasarkan penarikan kesimpulan (inferensiaf), Keyakinan berdasarkan pengaiaman (experensial), adalah keyakinan yang terbentuk secara langsung melalui pancaindra. Kita belajar untuk mengetahui dan kemudian meyakini bahwa objek atau peristiwa tertentu raerniliki karakteristik tertentu. Misalnya dengan menyentuh kompor yang panas, kita belajar untuk meyakini bahwa benda tersebut mempunyai kemampuan membakar jari-jari kita. Di luar batas lingkungan yang telah ditentukan oleh kebudayaan, keyakinan ini sedikit sekali kemungkinannya dipengaruhi oleh faktor kebudayaan. Misalnya orang Eskimo pada umumnya tidak dapat diharapkan akan membentuk keyakinan berdasarkan pengalamannya dengan unta karena binatang ini tidak ada di lingkungannya. Kebudayaan, sebaliknya sangat mempengaruhi pembentukan keyakinan berdasarkan informasi dan pengambilan keputusan.
Nilai
Nilai atau nilai-nilai merupakan aspek evaluatif dari sistem keyakinan, nilai, dan sikap. Dimensi-dimensi evaluatif mencakup kualitas-kualitas, seperti kegunaan, kebaikan, estetika, kemampuan memuaskan kebutuhan dan pemberian kepuasan. Walaupun nilai-nilai bisa bersifat unik dan individual, tetapi ada pula yang sudah cenderung merasuk dalam suatu kebudayaan, yakni yang disebut nilai-nilai kebudayaan.
Nilai-nilai kebudayaan biasanya berakar dari falsafah dasar secara keseluruhan dari suatu kebudayaan. Nilai-nilai ini umumnya bersifat normatif karena memberikan informasi pada anggota kebudayaan tentang apa yang baik dan buruk, yang benar dan salah, yang positif dan negatif, apa yang perlu diperjuangkan dan dilindungi, apa yang perlu ditekuni dan lain-Iain
Nilai-nilai juga dapat diklasifikasikan ke dalam: positif, negatif atau netral. Nilai positif berkaitan dengan nilai primer. Misalnya, mempertahankan kapitalisme merupakan nilai positif bagi kebanyakan orang Amerika dan merupakan nilai negatif bagi kebanyakan orang komunis. Nilai-nilai yang tidak jelas diberi nilai positif atau negatif bagi anggota kebudayaan bersangkutan, diberi nilai netral.
Beberapa dimensi nilai yang sering diperhatikan dalam Komunikasi Antar Budaya ialah: orientasi individu kelompok, umur, persamaan hak laki dan perempuan, formalitas, rendah-tinggi hati dan lain-lain.
1. Sistcm Sikap
Kepercayaan atau keyakinan serta nilai-nilai melandasi perkembangan dan isi dari sistem sikap. Secara formal, sikap dirumuskan sebagai kecenderungan yang dipelajari untuk memberikan respons (tanggapan) secara konsisten terhadap objek orientasi tertentu. Sikap terdiri dari tiga komponen, yaitu:
- Komponen kognisi atau keyakinan,
- Komponen evaluasi, dan
- Komponen intensitas atau harapan. Intensitas dari sikap berlandaskan pada derajat penyaluran akan kebenaran dari sikap keyakinan dan evaluasi.
Ketiga komponen sikap tersebut berinteraksi untuk menciptakan keadaan siap secara psikologis dalam bereaksi terhadap objek-objek dan peristiwa-perisfiwa tertentu dalam lingkungan. Jadi misalnya, apabila kita percaya bahwa menyiksa orang lain secara fisik adalah salah, kemudian kita yakin bahwa bertinju merupakan bentuk penyiksaan fisik maka kita cenderung akan mempunyai sikap negatif terhadap olahraga tinju. Sikap ini terwujud dalam perilaku-perilaku seperti tidak mau menonton pertandingan tinju, menentang olahraga tinju dan lain-lain.
Harris dan Morran (1979) mengajukan sepuluh klasifikasi umum sebagai model sederhana untuk menilai dan menganalisis suatu kebudayaan secara sistematik. Kesepuluh klasifikasi tersebut adalah:
- komunikasi dan bahasa,
- pakaian dan penampilan,
- makanan dan cara makan,
- konsep dan kesadaran tentang waktu,
- pemberian imbalan dan pengakuan,
- hubungan-hubungan,
- nilai-nilai dan norma-norma,
- konsep kesadaran diri dan jarak ruang,
- proses mental dan belajar,
- keyakinan (kepercayaan) dan sikap.
Kebudayaan sebagai Penyaring
Salah satu fungsi kebudayaan ialah sebagai penyaring yang sangat selektif C3 bagi warga masyarakat yang memiliki kebudayaan tersebut dalam menghadapi dunia luar. Kebudayaan menentukan apa yang periu diperhatikan atau apa yang perlu dihindari. Fungsi screening (penyaringan) ini rnelindungi sistem syaraf manusia dari kejenuhan informasi (information overload).
Information overload di sini 'merupakan istilah teknis yang biasanya diterapkan pada sistem pemrosesan informasi, yakni untuk menggambarkan suatu situasi yang rusak atau macetnya sistem karena tidak mampu untuk menangani sedemikian besarnya jumlah informasi yang masuk.
Situasi information overload ini dapat pula dialami oleh lembaga-lembaga, seperti bursa saham, perpustakaan, kantor telepon, kantor pajak dan lain-Iain yang pada saat-saat tertentu harus menghadapi kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang melebihi kapasitasnya untuk melayani.
Masalah bisa muncul karena stimuli yang sama sering kaJi dipersepsikan secara lain oleh individu-individu dan kelompok-kelompok yang berbeda. Kebudayaan kelompok tempat manusia tumbuh dan berkembang akan mengondisikannya untuk melihat dunia dari perspektifnya sendiri.
A. PERANAN PERSEPSI DALAM KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA
Dalarn pembahasan berikut akan ditinjau bagaimana persepsi individu mengenai dunia sekelilingnya (orang, benda, dan peristiwa) mempengaruhi berlangsungnya KAB. Pemahaman dan penghargaan akan perbedaan-perbedaan dalam persepsi diperlukan, jika kita ingin meningkatkan kemampuan berhubungan dengan orang-orang dari kebudayaan-kebudayaan lain. Kita harus belajar mengerti lingkup referensi perseptual mereka.
Sering kali dikatakan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh cara persepsi orang tersebut mengenai lingkungannya, dan .perilaku ini dipelajari 'sebagai bagian dari pengalaman budayanya. Kita memberikan reaksi terhadap stimuli dengan apa yang telah diajarkan oleh kebudayaan. Kebudayaan cenderung untuk menentukan kriteria-kriteria penting bagi persepsi. Karenanya pengertian tentang persepsi secara umum diperlukan sebagai landasan memahami hubungan antara kebudayaan dan persepsi.
B. POKOK-POKOK TENTANG PERSEPSI
Persepsi merupakan proses internal yang dilalui individu dalam menseleksi, mengevaluasi, dan mengatur stimuli yang datang dari luar. Secara mudah, persepsi dapat dikatakan sebagai proses individu dalam melakukan kontak/hubungan dengan dunia sekelilingnya. Dengan cara mendengar, melihat, mencium, meraba, merasa, kita dapat mengenai lingkungan dan sadar mengenai apa yang terjadi di luar diri kita. Apa yang terjadi sebenarnya ial'ah bahwa kita menciptakan bayangan-bayangan internal tentang objek-objek fisik dan sosial serta peristiwa-peristiwa yang dihadapi dalam lingkungan
Secara umum proses persepsi melibatkan 3 (tiga) aspek: struktur, stabilitas, dan makna. Berikut adalah uraian mengenai ketiga aspek tersebut.
Struktur
Jika kita menutup mata, memalingkan muka dan kemudian membuka mata, kita akan langsung melihat lingkungan yang terstruktur dan terorganisasikan. Apa yang kita hadapi mempunyai bentuk, ukuran, tekstur, warna, intensitas dan lain-lain.
Stabilitas
Dunia persepsi kita yang terstruktur tadi mempunyai kelanggengan, dalam arti tidak selalu berubah-ubah. Melalui pengalaman, kita mengetahui bahwa tinggi/besar seseorang tetap, walaupun ukuran dari bayangan yang terfokus pada mata kita berubah dengan berubahnya jarak. Walaupun alat-alat pancaindra kita sangat sensitif, kita mampu untuk secara intern menghaluskan perbedaan-perbedaan ataii perubahan-perubahan dari input sehingga dunia luar tampak tetap/tidak berubah-ubah.
Makna
Persepsi bermakna dimungkinkan karena persepsi-persepsi terstruktur dan stabil tadi tidak terasingkan/terlepas satu sama lain, melainkan berhubungan setelah selang beberapa waktu. Jika tidak maka setiap masukan yang sifatnya perceptual akan ditangkap sebagai sesuatu yang baru. Dan akibatnya kita akan selalu berada dalam keadaan heran/terkejut/aneh dan tidak ada yang tampak familier bagi kita.
1. Dimensi Persepsi secara Fisik.
Sekalipun dimensi fisik ini merupakan tahap penting dari persepsi, tetapi untuk tujuan kita mempelajari KAB hanya merupakan tahap permulaan dan tidak berapa perlu untuk terlalu didalami. Dimensi ini menggambarkan perolehan kita akan informasi tentang dunia luar.
2. Dimensi Persepsi secara Psikologis
Dibandingkan dengan penanganan stimuli secara fisik, keadaan individu (seperti kepribadian, kecerdasan, pendidikan, emosi, keyakinan, nilai, sikap, motivasi dan lain-lain) mempunyai dampak yang jauh lebih menentukan terhadap persepsi mengenai lingkungan dan perilaku.
C. PERSEPSI DAN KEBUDAYAAN
Pengaruh khusus kebudayaan pada proses persepsi sulit diketahui karena sering kali tidak dapat dipastikan apakah pengalaman pribadi atau later belakang kebudayaan yang bertanggung jawab atas terjadinya keragaman persepsi yang ada pada orang-orang. Namun demikian, diasumsikan bahwa gabungan antara pengalaman pribadi dan latar belakang budayalah yang cenderung merupakan pendorong atau penyebab dari timbulnya persepsi.
Suatu tahap penting dari persepsi, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, adalah periiberian makna pada objek-objek dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitar. Walaupun masing-masing mempunyai makna objektif, misalnya tentang pohon, setiap orang akan mengakuinya sebagai pohon, namun setiap orang juga dapat memberikan makna subjektif. Makna subjektif ini ditentukan oleh pengalaman dan kebudayaan. Semakin besar perbedaan yang "menyangkut latar belakang pengalaman dan budaya, semakin besar-pula perbedaan yang menyangkut persepsi. Perbedaan ini selanjutnya akan menimbulkan adanya tingkah laku dan reaksi yang berbeda, biarpun objek yang jadi pusat p'erhatian adalah sama.
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN PERILAKU
arshal R. Singer (dalam Samovar & Porter, 1982: 54-62) raengajukanS suatu model perseptual dalam menjelaskan hubungan antara persepsi dan perilaku, khususnya mengenai peranan persepsi terhadap pembentukan perilaku. Model ini berlandaskan pada dasar pemikiran (premises) yang dikemukakan oleh para ahli antropologi budaya, sosiologi, psikologi, komunikasi, dan linguistik.
A. STEREOTIP DAN PRASANGKA
Sebagaimana telah dijelaskan, melalui persepsi kita menciplakan stabilitas, struktur, dan makna bagi lingkungan di sekitar kita. Kita belajar untuk member! nama pada benda-benda dan mengembangkan kategori-kategon agar mudah untuk mengenali benda-benda dan peristiwa-peristiwa di lingkungan sekitar, schingga cocok dengan struktur dan makna yang ada pada kita sendiri. Salah satu cara yang dipergunakan dalam pehgembangan kategori ini adalah stereotip dan prasangka.
Menurut Samovar, Porter, dan Jain (1981), pengertian stereotip menunjuk pada suatu keyakinan yang terlalu digeneralisasikan, terlalu dibuat mudah, disederhanakan, atau dilebih-lebihkan mengenai suatu kategori atau kelompok orang tertentu.
1. Beberapa Dimensi Stereotip
Secara umum terdapat 4 (empat) dimensi dan stereotip yakni:
- arah (direction),
- intensitas,
- ketepatan, dan
- isi khusus.
2. Prasangka
Prasangka, menurut Samovar dan kawan-kawan (19ll-), adalah suatu sikap kaku terhadap suatu jcelompok orang, bgr3asarkan keyakinan atau pra- konsepsi yang saiah. Prasangka mengandung .arti penilaian dini atau pra-penilaian. Pra-penilaian ini menjadi prasangka hanya bila tidak mudah diubah lagi walaupun telah dihadapkan pada pengetahiian baru tentang hal yang dinilai. Bahkan orang bisa menjadi emosional jika prasangkanya ternyata terancam oleh kenyataan sebaliknya. Secara umum, prasangka mempunyai 3 (tiga) karakteristik sefaagai berikut
3. Manifestos! dari Prasangka
Terdapat 5 (lima) macam manifestasi akibat dari prasangka yang realisasinya tergantung dari intensitasnya. Kelima macam manifestasi tersebut adalah:
- Antilokusi, yakni berbicara dengan teman-teman sendiri atau orang lain mengenai sikap-sikap, perasaan-perasaan, pendapat-pendapat, dan stereotip tentang kelompok orang tertentu.
- Penghindaran diri, yakni menghindarkan diri dari setiap kesempatan untuk bertemu dan berkomunikasi dengan kelompok orang yang tidak disukai.
- Diskriminasi, yakni membuat pembedaan-pembedaan melalui tindakan- tindakan aktif. Misalnya: tidak membolehkan orang-orang dari kelompok yang tidak disenangi bekerja pada suatu bidang pekerjaan tertentu, atau ikut serta dalam suatu kegiatan tertentu.
- Serangan fisik, merupakan bentuk kegiatan kekerasan fisik yang didorong oleh emosi. Misalnya: pengusiran, pemukulan, dan bentuk- bentuk kekerasan fisik lainnya.
- Pemusnahan, merupakan bentuk manifestasi prasangka yang intensitasnya paling keras atau kuat. Misalnya : memberikan hukuman mad tanpa proses pengadilan, pembunuhan massal. Berdasarkan uraian sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang searah di antara stereotip, prasangka dan perilaku terbuka. Stereotip akan menimbulkan prasangka, dan prasangka ini selanjutnya merupakan dasar atau pendorong dari terjadinya perilaku terbuka. Ketiga hal ini dapat digambarkan sebagai berikut: