PERSONAL INTEGRITAS DENGAN KEPEMIMPINAN
Pengertian Integritas Konon, orang-orang Tiongkok kuno merasa tidak aman dengan kelompok Barbar Utara, mereka sering menghadapi serangan dari kaum Barbar itu. Jadi ada semacam permusuhan di antara mereka. Orang-orang Tiongkok kuno menginginkan rasa damai dengan kelompok Barbar tersebut, maka mereka pun membangun tembok besar yang cukup tinggi. Dengan itu mereka yakin bahwa tidak seorang pun bisa memanjat tembol itu, tembok itu sangat tebal sehingga tidak mudah untuk dihancurkan. Terjadi bahwa selama seratus tahun sejak tembok itu dibangun ada setidaknya tiga kali serangan musuh dialami oleh Tiongkok, tetapi tidak ada satu orang pun berhasil masuk melewati tembok itu karena tinggi, tebal, dan sangat kuat. Suatu ketika, musuh menyuap penjaga pintu gerbang perbatasan itu. Yang terjadi kemudian adalah musuh berhasil masuk dan melakukan penyerangan. Orang Tiongkok kuno itu berhasil membangun tembok batu yang kuat dan dapat diandalkan namun gagal membangun integritas pada generasi berikutnya. Seandainya, penjaga pintu gerbang tembok itu memiliki integritas yang tinggi, ia tidak akan menerima uang suap, yang tidak hanya menghancurkan dirinya melainkan juga orang lain.
Integritas adalah sesuatu yang terkait langsung dengan individu, bukan dengan kelompok atau organisasi. Kepemilikan integritas hanya bisa dikatakan kepada individu, bukan kepada keluarga, orangtua atau saudara. Integritas seorang ayah tidak serta merta menjadi integritas anaknya. Dalam cerita tersebut, kerapian kerja kelompok, berhasil membangun tembok yang baik dan kuat, tidak serta merta menjamin bahwa individu-individu yang ada di dalamnya juga otomatis memiliki ketahanan diri yang kuat. Penguatan utama yang mesti dilakukan adalah penguatan diri individu, yang menguatkan diri masing-masing aggota kelompok atau generasi berikutnya, untuk memiliki integritas diri yang baik dan kuat.
Dari cerita, integritas diri dapat diartikan sebagai suatu ketahanan diri untuk tidak tergoda berbagai desakan untuk memikirkan dan mengutamakan kepentingan dan atau keuntungan diri sendiri dan mengabaikan kepentingan dan nasib orang banyak, dengan tanggung jawab hal itu sedang berada di tangannya. Integritas diri berkaitan dengan sikap selalu mengedepankan tanggung jawab, kepercayaan, dan kesetiaan terhadap janji. Integritas berkaitan dengan kemampuan menahan dan mengendalikan diri dari berbagai godaan yang akan menghancurkan harkat dan martabat mulia diri sendiri. Orang yang memiliki integiritas adalah orang yang bisa diandalkan, dipercaya, dan diteladani.
Kata integrity memiliki konotasi etis, dan menurut Minkes, et al. (1999), perilaku etis berkaitan dengan “ought” atau “ought not”, bukan hanya “must” dan “must not”. Oleh karena itu terdapat ukuran-ukuran lain yang terletak di belakang apa yang dituntut hukum atau ukuran-ukuran lain yang lebih mentitikberatkan pada pertimbangan keuntungan. Jadi masalah integritas tidak bisa dibatasi hanya pada hal-hal yang kelihatan saja atau yang dapat diukur dari sudut pandang butir-butir hukum. Perilaku yang dapat diamati dan dianggap sesuai dengan aturan atau hukum, belum tentu juga etis.
Integritas adalah suatu konsep yang biasanya digunakan dalam diskusi formal dan informal tentang leadership dan teori-teori organisasi, namun demikian tidak begitu jelas dirumuskan dan dimengerti (Rieke & Guastello, 1995). Sebagai contohnya, dalam literatur yang ada, kata seperti integrity, honesty, and conscientiousness sering tidak dibedakan, dan cenderung digunakan sebagai istilah yang dapat dipertukarkan tanpa keterangan lebih lanjut (Becker, 1998).
Kajian Dasar Pemahaman Integritas melekat dalam tradisi relativisme moral, yang pemahaman tentang perilaku yang dianggap baik bisa bervariasi di antara manusia, budaya, dan zaman. Secara filosofis, relativisme seperti itu tentu saja dapat bertahan, namun paling tidak dalam praktiknya hal itu menjadi hal yang problematis. Kepemimpinan Adolf Hitler memperlihatkan contoh ekstrem. Walaupun banyak orang akan setuju bahwa dia tidak memiliki integritas, anggota Nazi pada zaman itu barangkali merupakan orang-orang yang setuju bahwa dia memiliki integritas. Atas dasar itu, penelitian sekarang ini mendukung definisi tentang integritas yang diberikan oleh Becker (1998:157-158), yang menyatakan “integrity is commitment in action to a morally justifiable set of principles and values.” Dalam definisi ini pembenaran moral dari sudut pandang objektif integritas didasarkan atas kebenaran universal ketimbang sekadar setuju atas serangkaian pandangan moral dan nilai-nilai individu atau kelompok (Becker, 1998).
Penilaian terhadap integritas tidak bisa hanya didasarkan pada tolok ukur yang digunakan oleh masing-masing individu atau kelompok atau budaya saja. Ada bahaya ketika suatu perilaku individu yang sesungguhnya sangat dicela oleh banyak orang, tetap ada saja orang atau kelompok atau budaya tertentu yang menganggapnya sebagai hal yang terpuji. Relativisme moral seperti ini tidak dapat dipertahankan. Sesuatu yang dianggap baik itu harus bisa dibuka dan tahan uji atas penilaian masyarakat umum. Harus bisa ditemukan alasan rasional dan masuk akal sehat atas suatu sikap atau perilaku yang dinilai sebagai baik, yang mengatasi berbagai pandangan terbatas individu atau budaya tertentu. Demikian juga sebaliknya, harus bisa diberikan alasan yang masuk akal mengapa suatu perbuatan dianggap tidak baik dari sudut etis, dan tidak boleh berhenti pada alasan karena kebiasaan semata. Perihal integritas tidak hanya berdasarkan kebiasaan, melainkan lebih sebagai pilihan sadar dan disengaja, dengan maksud dan tujuan tertentu. Ketika sesuatu hal sering dilakukan memang akan berkembang menjadi kebiasaan. Namun berhubung setiap situasi adalah unik, maka kebiasaan itu tidak diterapkan secara sama. Selalu ada tanggung jawab pribadi untuk setiap situasi harus memilih untuk bertindak apa berdasarkan prinsip-prinsip etis yang umum diterima.
Penilaian atas integritas tidak bisa hanya didasarkan pada sikap atau perilaku yang kelihatan saja karena tidak selalu bahwa tindakan yang diperlihatkan oleh seseorang merupakan penampakan atau wujud konkret atau ekspresi dari sikap moral atau pilihan dasar moralnya. Walaupun perilaku yang kelihtan di luar sering merupakan ungkapan dari apa yang ada di dalam pikiran atau hati seseorang, selalu saja bisa ada gap (jurang) antara apa yang ada di dalam (pilihan sikap moral) dengan tindakan yang diperlihatkan di luar. Di sini peran niat atau motif dari dalam sangat menentukan. Integritas terutama terkait dengan niat atau motif seseorang dalam melakukan sesuatu. Niat atau motif yang tidak baik bisa saja dicapai atau diwujudkan dengan pilihan tindakan yang secara umum dinilai atau kelihatan baik. Orang yang kelihatan menolong orang lain, membagi-bagikan uangnya kepada orang yang susah/menderita, dengan mudah akan dinilai sebagai orang baik. Padahal jika ditelusuri lebih dalam, ternyata di balik tindakan-tindakannya itu dia memiliki niat atau motif yang tidak baik, yakni ingin menguasai banyak orang, mau berkuasa atas orang-orang lain.
Demikian juga halnya bisa terjadi orang dengan sengaja melakukan tindakan tidak baik namun dengan tujuan yang baik. Ilustrasinya dapat dilihat dalam film Robin Hood, yang mencuri demi menolong orang-orang miskin. Dia mencuri kepada orang-orang kaya, sehingga tindakannya itu tidak selalu mendatangkan penderitaan kepada orang-orang kaya itu, karena yang dapat dicurinya itu hanya sedikit saja dan barangkali tidak terlalu berarti bagi mereka. Namun hasil curiannya itu menjadi sangat berarti bagi orang-orang miskin yang menerimanya. Dalam sejarah pemikiran moral sikap seperti ini pernah dianggap sebagai sikap moral yang baik, finis instificat medium, tujuan menghalalkan cara, tujuan yang baik membuat cara yang ditempuh untuk itu menjadi baik. Dalam pandangan seperti ini menilai suatu tindakan yang secara umum kelihatan buruk tidak bisa secara langsung dijadikan dasar untuk menilai pelaku tindakan itu sebagai manusia buruk juga, karena penentu utama adalah niat atau motif di balik atau yang melatarbelakangi tindakan yang kelihatan itu. Hal yang penting bukanlah tindakan, melainkan niatnya mau menjadi orang baik, yang berusaha mencapai tujuan baik. Bukan terutama what should I do? melainkan what kind of person should I be? Jadi bukan hanya bahwa perbuatan saya baik, melainkan lebih dari itu bahwa saya sendiri orang baik.
Pandangan yang terakhir dikemukakan pernah mendapat tempat bahkan kejayaan dalam sejarah pemikiran moral. Sekarang pandangan seperti itu tidak dianut lagi. Tujuan yang baik harus juga ditempuh dengan cara yang baik. Tidak pernah cara yang buruk berubah menjadi baik karena tujuan yang ingin dicapai di dalamnya baik. Perbuatan atau tindakan jahat tetap jahat dan tidak menjadi baik karena tujuannya baik. Jika orang mau mencapai tujuan yang baik, dia harus juga memikirkan dan memilih jalan atau cara yang baik untuk mencapainya. Orang yang berintegritas selalu memikirkan untuk mengedepankan tujuan baik sekaligus menempuh cara-cara yang baik untuk mencapainya. Pertama-tama dia mau menjadi orang baik, what kind of person should I be, dan jika dia benar-benar orang baik maka semua tindakan-tindakannya pun harus baik. Jika orang tersebut masih memperlihatkan tindakan-tindakan tidak baik, pantas diragukan bahwa dia benar orang baik. Tindakan-tindakan baik yang dilakukan oleh seseorang, jika dia memang orang itu baik, hal itu merupakan ekspresi dari diri pribadinya yang memang baik.
Hal lain yang bisa terjadi bahwa orang dapat khilaf atau lalai, sehingga melakukan tindakan yang tenyata tidak baik. Di sini perlu hati-hati untuk menjatuhkan vonis dengan langsung menilai orang tersebut sebagai orang tidak baik, yang tidak memiliki integritas diri. Di sini selalu perlu dilihat apakah yang bersangkutan memang memiliki niat atau motif serta sengaja melakukan tindakan tersebut atau tidak. Jika sungguh di luar niat dan kesengajaan, apalagi segera disusul dengan penyesalan dan niat baik untuk memperbaiki diri, kita tidak boleh langsung menyimpulkan bahwa orang bersangkutan adalah orang tidak baik, yang tidak memiliki integritas diri. Tentu kita tidak juga langsung mengklaim bahwa orangnya baik dan menutup mata atas tindakan buruk yang telah dilakukannya. Seraya tidak memvonisnya sebagai orang baik atau orang jahat, kita perlu melihat bagaimana orang tersebut sesudahnya, apakah dia sanggup memperlihatkan bahwa dia adalah orang baik atau tidak. Jadi peri hidupnya ke depan akan menjelaskan hal itu.
Integritas dalam Dunia Kerja
Dalam dunia kerja, kata integritas bukan hanya masalah kejujuran, masalah etis dan moral, bahwa orang tidak berbohong atau tidak melakukan hal-hal tidak bermoral. Integrity berkaitan juga dengan kinerja, suatu pencapaian hasil baik yang dicapai dengan selalu menjunjung tinggi kejujuran dan nilai-nilai moral lainnya. Kata integrity berasal dari akar kata “integrated”, yang berarti berbagai bagian dari karakter dan keterampilan berperan aktif dalam diri kita, yang tampak dari keputusankeputusan dan tindakan-tindakan kita (Lee, 2006). Untuk dapat menghasilkan kinerja baik di tempat kerja, seseorang harus memiliki dalam dirinya kemampuan-kemapuan seperti, jujur, berani, berdaya juang, membangun hubungan baik, pandai mengorganisasikan diri sendiri, teratur, dan terencana dengan baik.
Integritas harus dapat menyumbang pada perbaikan kehidupan, dan dalam konteks dunia kerja berarti perbaikan kinerja. Itu berarti integritas tidak hanya bersifat negatif saja, sekadar untuk tidak berbohong, tidak curang, atau tidak melakukan hal-hal yang tidak bermoral. Integritas harus juga memiliki sifat positif, yakni berbuat sesuatu untuk menghasilkan sesuatu, dengan suatu kualitas moral di dalamnya. Integritas diri harus mendorong pencapaian hasil baik dari diri sendiri, entah berupa kinerja baik atau pencapaian hal-hal baik dalam kehidupan. Jadi sifat negatif dan positif itu harus berjalan bersama. Seraya seseorang berusaha untuk tidak berbohong, tidak curang (mengendalikan diri), dia juga harus berbuat sesuatu untuk memperlihatkan hasil atau pencapaian yang baik. Hal yang pertama, yang sifatnya negatif itu, suatu tindakan menaham dan mengendalikan diri itu, barulah tahap minimal dari perwujudan integritas, tahap maksimalnya justu dicapai ketika sifat positifnya itu muncul, berupa tindakan-tindakan baik yang menghasilkan sesuatu dengan kualitas baik. Umumnya dianggap bahwa tahap minimal itu berupa penghindaran (menahan dan mengendalikan diri) untuk berbuat yang tidak baik merupakan hal utama dalam hal integritas dan sifatnya wajib, sedangkan tahap maksimalnya, suatu tindakan menghasilan sesuatu yang berkualitas, merupakan harapan atau himbauan. Tapi dalam kaitan dengan dunia kerja, maka tahap maksimal itu bukan hanya himbauan atau harapan saja, melainkan suatu tuntutan, keharusan.
Dengan demikian, ada berbagai sifat-sifat pribadi dan kemampuan tertentu yang mesti digabungkan dengan kejujuran dan berbagai sikap positip lainnya untuk bisa menghasilan apa yang disebut integrity. Semuanya itu akan menghantar pada keberhasilan di tempat kerja. Jadi perihal kompetensi dalam bidangnya merupakan juga bagian dari integrity. Tanpa adanya kompetensi maka sulit untuk menunjukkan integritas itu sendiri, sementara kompetensi sendiri akan sulit berwujud kinerja baik tanpa disertai bagian-bagian dari karakter, yang mendorongnya untuk bisa mencapai hasil yang baik dan dengan cara yang baik (bandingkan Simon, 2007; 2011).
Berbiacara mengenai integritas di tempat kerja tidak bisa dilepaskan dari pembicaraan tentang kompetensi yang dimiliki oleh seseorang untuk bisa menghasilkan kinerja baik di tempat kerja. Kedua hal itu saling mendukung. Orang dikatakan makin memiliki integritas, dia makin memerhatikan kompetensinya juga; dan sebaliknya, orang makin memiliki kompetensi yang baik dia juga memerhatikan integritasnya. Orang yang memiliki kompetensi yang baik namun tidak memiliki integritas, maka kemampuan (kompetensi) yang baik itu bisa tidak menghasilkan kinerja atau hasil kerja yang baik. Demikian juga sebaliknya, orang yang memiliki integritas yang baik, namun tidak memiliki kompetensi yang baik, juga tidak bisa diharapkan menghasilkan kinerja yang baik pula.
Sukses berkarier dan integritas berjalan bersamaan. Seseorang yang memiliki integritas dapat menunjukkan bahwa mereka membuat pilihan-pilihan etis dalam kehidupan kerja mereka tiap hari. Orang-orang ini sering keluar sebagai pemenang dalam arti yang sesungguhnya dalam persaingan karir. Mereka yang memiliki bawahan, perlu lebih aktif menginspirasi bawahan mereka. Mereka aktif mempromosikan integritas melalui sikap dan tindakan pribadi mereka, kepercayaan dan komitmen pada nilai inti organisasi (Gauss, 2000). Secara lebih jelas hal ini dikemukakan oleh Simons (2002), bahwa integrity merupakan sebuah pola yang kelihatan dimana adanya kesamaan antara kata dan pebuatan. Atau dengan kata lain, suatu kenyataan bahwa seorang pemimpin dapat dilihat dengan jelas ketika dia melakukan apa yang dia katakan. Ketentuan penting dalam hal integritas adalah bahwa dalam kenyataannya seorang pemimpin menepati janjinya, dan memperlihatkan nilai-nilai yang selalu dijunjungnya.
Daftar Pustaka;
- Bakker, A. B. & Schaufeli, W. B. (2008). Positive organizational behaviour: Engaged employees in flourishing organizations. Journal of Organizational Behavior, 29, 147–154.
- Becker, T (1998). Integrity in organization: beyond honesty and conscienstiousness. Academic of Management Review, 23(1), 154–161.
- Gauss, J. W. (2000, Aug). Integrity is integral to career success. Healthcare Financial Management, 54(8), 89
- Holian, R. (2002). Management decision making and ethics: Practices skills and preferences. Management Decision, 40(9), 862.
- Kanungo, R. N. and M. Mendonca (1996). Ethical Dimenstion of Leadership. CA: Sage, Thousand Oak.
AJO_QQ poker
ReplyDeletekami dari agen poker terpercaya dan terbaik di tahun ini
Deposit dan Withdraw hanya 15.000 anda sudah dapat bermain
di sini kami menyediakan 8 permainan dalam 1 aplikasi
- play aduQ
- bandar poker
- play bandarQ
- capsa sunsun
- play domino
- play poker
- sakong
-bandar 66 (new game )
Dapatkan Berbagai Bonus Menarik..!!
PROMO MENARIK
di sini tempat nya Player Vs Player ( 100% No Robot) Anda Menang berapapun Kami
Bayar tanpa Maksimal Withdraw dan Tidak ada batas maksimal
withdraw dalam 1 hari.Bisa bermain di Android dan IOS,Sistem pembagian Kartu
menggunakan teknologi yang mutakhir dengan sistem Random
Permanent (acak) |
Whatshapp : +855969190856
Kapanpun dimanapun kami hadir untuk anda selamat bergabung dan selamat bermain di mpo111 dapatkan sensasi asama manis pedas setiap harinya hanya disini bossku.
ReplyDelete