Monday 17 October 2016

PENDAYAGUNAAN KATA DAN KETEPATAN PILIHAN KATA

PENDAYAGUNAAN KATA DAN KETEPATAN PILIHAN KATA
1. Ketetapan Pilihan Kata
Persoalan pendayagunaan kata pada dasarnya berkisar pada dua persoalan pokok, yaitu pertama, ketetapan pilihan kata untuk mengungkapkan sebuah gagasan, hal atau barang yang akan diamatkan. Kedua, kesesuaian atau kecocokan dalam mempergunakan kata. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 87)

Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan yang tepat dalam imajinasi pembaca atau pendengar, seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan penulis atau pembicara. Ketepatan makna kata menuntut pula kesadaran penulis atau pembicara untuk mengetahui bagaimana hubungan antara bentuk bahasa (kata) dan referensinya. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 87)

Bila kita mendengar seorang berkata “Roti” maka tidak ada seorangpun berfikir tentang suatu barang yang terdiri dari tepung, air, ragi, mentega, yang telah dipanggang. Semua oaring berfikir kepada esensinya yaitu jenis makanan entah itu disebut roti, bread, cake, panis atau apa saja istilahnya. Bunyi yang kita dengar atau bentuk rangkaian huruf yang kita kita baca akan langsung mengarahkan kepada jenis makanan tersebut.

Itulah sebabnya, dikatakan bahwa kata adalah sebuah rangkaian bunyi atau simbol tertulis yang menyebabkan orang berfikir tentang suatu hal. Dengan kata lain, arti kata adalah persetujuan atau konveksi umum tentang interrelasi antara sebuah kata dengan referensinya (barang atau hal yang diwakilinya). (Gorys Keraf, 2009. Hal. 88)

2. Persyaratan Ketetapan Diksi
Ketepatan adalah kemampuan sebuah kata unruk menimbulkan gagasan yang sama pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti yang difikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembicara. (Gorys Keraf, 2009. Hal. 88)

Beberapa butir perhatian dan persoalan berikut hendaknya diperhatikan setiap orang agar bisa mencapai ketepatan pilihan katanya itu.
  1. Membedakan secara cermat denotasi dari konotasi. Dari dua kata yang mempunyai makna yang mirip satu sama lain, ia harus menetapkan mana yang akan dipergunakannya untuk mencapai maksudnya. Jika hanya menginginkan pengertian dasar, maka ia harus memilih kata yang denotatif. Jika ia menghendaki reaksi emosional, ia harus memakai kata konotatif.
  2. Membedakan kata-kata yang cermat kata-kata yang hampir bersinonim. Kata yang bersinonim tidak selalu mempunyai distribusi yang saling melengkapi. Oleh sebab itu, penulis atau pembicara harus berhati-hati dalam memilih kata, sehingga tidak timbul interpretasi yang berlainan
  3. Membedakan kata-kata yang mirip dalam ejaannya. Contoh: Bahwa-bawah-bawa, karton-kartun dan sebagainya.
  4. Hindarilah kata-kata ciptaan sendiri
  5. Waspadalah terhadap penggunaan akhiran asing. Contoh : faforable-faforit, progress-progresif, dan sebagainya.
  6. Kata kerja yang menggunakan kata depan harus digunakan secara ideomatis. Contoh : angat akan bukan ingat terhadap, mengharapkan bukan mengharap akan dan sebagainya.
  7. Untuk menjamin ketetapan diksi, penulis atau pembicara harus membedakan kata umum dan kata khusus.
  8. Mempergunakan kata kata indria yang menunjukkan persepsi yang khusus.
  9. Memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang terkenal.
  10. Memperhatikan kelangsungan pilihan kata. 
3. Kata Umum Dan Kata Khusus 
1. Kata khusus
a. Nama Diri
Pada umumnya, kita sepakat bahwa nama diri adalah istilah yang paling khusus, sehingga menggunakan kata-kata tersebut tidak akan menimbulkan salah paham. Bahwa nama diri ini merupakan kata khusus, tidak boleh disamakan dengan kata yang denotatif. Contoh; seorang yang bernama Mat Bonang yang dilahirkan pada tanggal 17, bulan 7, dan tahun 1997, pada dasarnya hanya memiliki denotasi, dan tidak akan memiliki konotasi lain selain dari penyebut orang itu.

Tetapi dalam perkembangan waktu, nama diri dapat juga menimbulan konotasi tertentu. Konotasi ini timbul dari perkembangan yang dialami orang yang menggunakan nama itu. Contoh; Bagi Ibunya, Ahmad yang berumur 1 tahun adalah anak yang dimanjakan, sedangkaan pada umur 18 tahun ia merupakan anak yang banyak menimbulkan duka dan cucuran air mata karena sering berkenalan dengan petugas keamanan. Disini tampak bawa kata yang paling khusus itu tetap tidak menimbulkan salah paham dalam pengarahannya, tetapi kata itu sudah menimbulkan konotasi yang berlainan dalam perkembangan waktu. Jadi, sifat khusus dapat bersifat denotatif maupun bersifat konotatif. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 91)

b. Daya Sugesti Kata Khusus
Di samping memberi informasi yang jauh lebih banyak, kata khusus juga memberi sugesti yang jauh leebih mendalam. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 91)
Perhatikan contoh dibawah ini :
Gelandangan itu bertatih-tatih sepanjang trotoir itu
Kalimat ini menimbulkan efek yang mendalam. Walaupun sudah terlalu lazim bagi kota-kota besar, namun kata gelandangan masih memiliki sugesti yang khusus. Ia bukan saja menyatakan seorang manusia, tetapi juga menyatakan tentang watak, tampang, dan karakter orang itu.

2. Kata Umum
a. Gradasi Kata Umum
Bila kita beralih dari nama diri kepada kata benda misalnya, maka kesulitan itu akan meningkat. Semakin umum sebuah kata, semakin sulit pula tercapai titik pertemuan antara penulis dan pembaca. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 91)

Kata benda sepeti anjing misalnya akan menimbulkan daya khayal yang berbeda antara penulis dan pembaca. Kita tidak tahu bagaimana tepatnya pengertian dan cirri-ciri anjing itu. Mungkin penulis membayangkan anjing dari keturunan herder, sebaliknya pembaca yang membaca kata anjing itu membayangkan seekor anjing kampong.

Sesungguhnya perbedaan antara yang khusus dan umum, bagaimanapun juga akan selalu bersifat relatif. Sebuah istilah atau kata mungkin dianggap khusus bila dipertentangkan dengan istilah yang lain, tetapi akan dianggap umum bila harus dibandingkan dengan kata yang lain. Semakin umum sebuah kata, semakin sulit bagi pembaca untuk mengetahui apa yang dikatakan oleh penulis. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 92)

b. Kata-kata Abstrak
Kesulitan yang sama kita hadapi lagi pada waktu mendengar atau membaca kata-kata yang abstrak dan kata yang menyatakan generalisasi. Banyak kosakata terbentuk sebagai akibat dari konsep yang tumbuh dalam pikiran kita, bukan mengacu kepada hal yang kongkret. Seperti pada kata-kata seperti; kepahlawanan, kebajikan, kebahagiaan, keadilan, dan sebagainya, akan menimbulkan gagasan yang berlainan pada setiap orang, sesuai dengan pengalaman dan pengertiannya mengenai kata-kata itu. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 93)

4. Penggunaan Kata Umum Dan Kata Khusus
Dalam hal ini, kebijaksanaan setiap penulis memegang peranan yang penting. Ia tidakboleh mempergunakan kata abstrak atau kata umum lebih banyak dari pada yang diperlukan. Apabila ia harus mempergunakannya juga, maka ada baiknya ia menyertakan juga contoh-contoh yang kongkret dan khusus supaya pembaca dapat menciptakan pengalaman-pengalaman mental, sehingga dapat tercapai titik pertemuan itu. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 93)

Pendeknya, pengertian-pengertian yang umum perlu dapat menjelaskan lebih lanjut, memerlukan lagi pengembangan yang kongkret dan khusus pula. Semakin besar suatu hal yang dinyatakan melalui suatu istilah yang umum, makin besar pula keharusan untuk memberikan perincian-perinciannya. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 93)

5. Kata Indria
Suatu jenis pengkhususan dalam memilih kata-kata yang tepat adalah penggunaan istilah yang menyatakan pengalaman-pengalaman yang dicerap oleh pancaindria, yaitu cerapan indria penglihatan, peraba, perasa, dan penciuman. Karena kata-kata ini menggambarkan pengalaman manusia melalui pancaindra secara khusus, maka terjamin pula daya gunanya. Terutama dalam membuat deskripsi. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 94)

Sering kali bahwa hubungan antara suatu indria dengan indria yang laindirasakan begitu rapat, sehingga kata yang sebenarnya hanya dikenakan kepada suatu indria dikenakan pula pada indria lainnya. Gejala semacam ini disebut sinestesia. Contoh: kata merdu seharusnya bertalian dengan pendengaran, sedangkan kata sedap bertalian dengan perasa. Tetapi sering pula terjadi bahwa suara yang seharusnya bertalian dengan pendengaran disebut juga sedap. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 94)

Kata yang sediakala bertalian dengan perasa kemudian dihubungkan juga dengan penglihatan dan pendengaran. Misalnya :

Wajah manis sekali.
Suaranya manis kedengaran.

6. Perubahan Makna
a. Tejadinya Perubahan Makna
Dari waktu ke waktu, makna kata-kata dapat mengalami perubahan, sehingga akan menimbulkan kesulitan-kesulitan baru bagi pemakai yang terlalu bersifat konservatif. Oleh sebab itu, untuk menjaga agar pilihan kata selalu tepat, maka setiap penutur bahasa harus selalu memperhatikan perubahan-perubahan makna yang terjadi. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 95)

Dalam persoalan gaya bahasa atau lebih khusus dalam persoalan pilihan kata, dasar yang dipakai sebagai patokan untuk menentukan apakah suatu makna sudah berubah atau tidak adalah pemakaian makna dengan makna tertentu harus bersifat nasional (masalah tempat) terkenal, dan sementara berlangsung (masalah waktu). (Gorys Keraf, 2009 Hal. 95)

Komunikasi kreatif berdampak pada perkembangan diksi, berupa penambahan atau pengurangan kuantitas maupun kualitasnya. Selain itu bahasa berkembang sesuai dengan kualitas pemikiran pemakainya. Perkembangan dapat menimbulkan perubahan yang mencakup perluasan, penyempitan, pembatasan, pengaburan, dan pergeseran makna. (Widjono, 2008 Hal.102)

Contoh :
Sebelum perang Dunia II kita mengenal kata “Daulat” dengan arti; 1. bahagia, berkat kebahagiaan, misalnya : Daulat Tuanku; biasanya dipakai untuk raja-raja atau sultan-sultan. 2. mempunyai kekuasaan yang tinggi, misalnya penyerahan kedaulatan republik Indonesia. Tetapi selama revolusi fisik menentang penjajahan belanda, kata daulat dipakai dengan arti yang agak lain yaitu merebut hak dengan tidak sah, misalnya; Tanah-tanah perkebunan belanda banyak yang didaulat oleh rakyat. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 96)

b. Macam-macam Perubahan Makna
1. Perluasan Arti
Yang dimaksud dengan perluasan arti adalah suatu proses perubahan makna yang dialami sebuah kata yang tadinya mengandung suatu makna yang khusus, tetapi kemudian meluas sehingga melingkupi sebuah kelas makna yang lebih umum. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 97)

Contoh :
Dahulu, kata “Bapak” dan “ Saudara” hanya dipakai dalam hubungan biologis, sekarang semua orang yang lebih tua atau lebih tinggi kedudukannya desebut bapak, dan lain-lainnya dengan sudara.

2. Penyempitan Arti
Penyempitan arti sebuah kata adalah sebuah proses yang dialami sebuah kata damana makna yang lama lebih luas cakupannya dari makna yang baru. (Gorys Keraf, 2009 Hal. 97)

Contoh :
Kata “sarjana” dulu dipakai untuk menyebutkan semua orang cendikiawan. Sekarang dipakai untuk gelar universiter

DAFTAR PUSTAKA;

1 comment:

  1. Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
    Jika ya, silahkan kunjungi website ini www.kbagi.com untuk info selengkapnya.

    Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)

    ReplyDelete